Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RS QIM KABUPATEN BATANG

Disusun oleh :

MUHAMMAD SA’ID HASAN

NIM:16.1167.S

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

2020
TNJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Gagal ginjal kronik adalah proses kerusakan ginjal yang biasanya
berlangsung pada kurun waktu lebih dari tiga bulan. Gagal ginjal kronik
dapat menimbulkan simtoma, yaitu laju filtrasi glomerular berada di bawah
3
60ml/men/1.73 m , atau diatas nilai tersebut yang disertai dengan kelainan
sedimen urine. Selain itu, adanya batu ginjal juga dapat menjadi indikasi
gagal ginjal kronik pada penderita kelainan bawaan, seperti hioeroksaluria
dan sistinuria (Muhammad, 2012, h. 16). Gagal ginjal kronik merupakan
proses lanjutan yang dimulai ketika terjadi kehilangan sebagian nefron dan
berakhir ketika nefron yang tersisa tidak dapat bertahan hidup (Marya, 2013,
h. 499).
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa gagal
ginjal kronik adalah adanya kerusakan pada satu ataukedua ginjal, sehingga
ginjal sudah tidak mampu lagi mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronik ini bersifat
irreversibel, dan biasanya terjadi berlangsung dalam kurun waktu lebih dari
tiga bulan.

B. ETIOLOGI
Penyebab gagal ginjal kronis adalah hilangnya sebagian nefron
fungsional yang bersifat irreversibel, sedikitnya 70% di bawah normal.
Penyebab hilangnya fungsi nefron antara lain :
Muhammad (2012, h. 22) mengatakan bahwa beberapa penyebab penyakit
ginjal kronik adalah :
a. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
b. Penyumbatan saluran kemih
c. Kelainan ginjal, misalnya penyakit ginjal polikistik
d. Diabetes melitus (kencing manis)
e. Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik
f. Penyakit pembuluh darah
g. Bekuan darah pada ginjal
h. Cedera pada jaringan ginjal dan sel-sel
i. Glomerulonefritis
j. Nefritis interstisial akut
k. Akut tumbular nekrosis

C. PATOFISIOLOGI
Rendy, M., C., Margareth, Th. (2012, h. 33) mengatakan bahwa
gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat
progesif dqan irreversibel.Dimanakemampuan tubuh gagal mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (KMB volume II,
hal 1448).
(Corwin, 2009, hh. 729-730) menyatakan bahwa gagal ginjal kronik
adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus menerus yang
ditandai dengan penurunan GFR. Pada awal perjalanannya, keseimbangan
cairan penanganan garam, dan menimbulkan produk sisa masih bervariasi
dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun
kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin
minimal karena nefron-nefron lain yang sehat mengambil alih fungsi nefron
yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan laju filtrasi, reabsorbsi, dan
sekresinya serta mengalami hipertrofi dalam proses tersebut. Seiring dengan
makin banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa menghadapi tugas
yang berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati.
Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada
nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorbsi protein. Seiring
dengan penyusutan progresif nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan
penurunan aliran darah ginjal. Pelepasan renin dapat meningkat bersama
dengan kelebihan beban cairan dan dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi
mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan meningkatkan filtrasi (karena
tuntutan untuk reabsorbsi) protein plasma dan menimbulkan stres oksidatif.
Kegagalan ginjal membentuk eritroprotein dalam jumlah yang adekuat
seringkali menimbulkan anemia dan keletihan akibat anemia berpengaruh
buruk pada kualitas hidup selain itu, anemia kronik menyebabkan penurunan
oksigenasi jaringan diseluruh tubuh dan mengaktifkan refleks-refleks yang
ditujukan untuk meningkatkan curah jantung guna memperbaiki oksigenasi.
Refleks ini mencangkup susunan syaraf simpatis dan peningkatan curah
jantung (Corwin, 2009, hh. 729-730).

D. MANIFESTASI KLINIK
Rendy & Margareth (2012) mengatakan ada beberapa tanda dan
gejala dari gagal ginjal kronik, yaitu :
a. Pada pasien usia lanjut ditemukan keadaan umum yang jelek, pucat,
hiperpigmentasi kulit, pernafasan kusmaul, penurunan kesadaran, mulut
dan bibir kering.
b. Gejala-gejala dermatologis ; gatal- gatal hebat (pruritis)
c. Gejala-gejala gastrointestinal ; anoreksia, mual, muntah, dan cegukan,
penurunan saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, bau mulut,
kehilangan kemampuan berkonsentrasi, keduran otot, dan kejang.
d. Perubahan hematologis, kecenderungan perdarahan.
e. Keletihan, sakit kepala, kelemahan umum.
f. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk.
g. Anemia
h. Hipertensi
i. Edema pulmonal

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Sudoyo et al (2009) pemeriksaan penunjang pada penyakit gagal
ginjal kronis adalah:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium darah :
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,
trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan
immunoglobulin)
b. Pemeriksaan Urin
Warna, PH, Berat Jenis, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate.
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.

F. PENATALAKSANAAN
Haryono (2013) mengatakan bahwa da beberapa penatalaksanaan
pada pasien gagal ginjal kronik, yaitu :
a. Obat-obatan
Anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen
kalsium, furosemid (membantu berkemih), dan transfusi darah.

b. Intake cairan dan makanan


1) Minum yang cukup
2) Pengaturan diet rendah protein (0,4-0,8 gram/kg BB) bisa
memperlambat perkembangan gagal ginjal kronik.
3) Asupan garam biasanya tidak dibatasi kecuali jika terjadi
edema (penimbunan cairan di dalam jaringan) atau hipertensi.
4) Tambahan vitamin B dan C diberikan jika pasien menjalani
diet ketat atau menjalani hemodialisa.
5) Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya kadar trigliserida
dalam darah tinggi. Hal ini akan meningkatkan resiko
terjadinya komplikasi, seperti serangan stroke dan serangan
jantung. Tujuan untuk menurunkan kadar trigliserida,
diberikan gemfibrozil.
6) Kadang asupan cairan dibatasi untuk mencegah terlalu
rendahnya kadar garam (natrium) dalam darah.
7) Makanan kaya kalium harus dihindari. Hiperkalemia
(tingginya kadar kalium dalam darah) sangat berbahaya karena
meningkatkan risiko terjadinya gangguan irama jantung dan
cardiac arrest.
8) Jika kadar kalium terlalu tinggi maka diberikan natrium
polisteren sulfonat untuk meningkatkan kalium, sehingga
kalium dapat dibuang bersama tinja.
9) Kadar fosfat dalam darah dikendalikan dengan membatasi
asupan makanan yang kaya kadar fosfat (misalnya produk
olahan susu, hati, polong, kacang-kacangan dan minuman
ringan).

1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah
atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat
merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual
tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal
disease).
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolic
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis
metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium
bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau
serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain
adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuscular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular
yang diderita.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak
boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi
elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120
mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan
8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat
(Sukandar, 2006).
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.
Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya
adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang
tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal (Rahardjo, 2006).
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia.
Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur
lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit
sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami
perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik
disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu
keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar,
2006).
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih
seluruh(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya
mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi(Smeltzer & Bare, 2002)

G. KOMPLIKASI
Muhammad (2012) mengatakan bahwa gagal ginjal kronik dapat
menyebabkan beberapa komplikasi, yaitu :
1. Perikarditis
Perikarditis adalah peradangan yang terjadi di perikardium pariental,
perikardium viseral atau kedua-duanya. Perikarditis dibagi menjadi
tiga jenis, yaitu :
Perikarditis akut
a. Perikarditis akut adalah peradangan pada pericardium (kantung
selaput jantung), yang berlangsung secara spontan dan sering
menyebabkan cairan dan produk darah memenuhi rongga
kardium dan menyebabkan nyeri.
b. Perikaditis subakut dan perikarditis kronis
Perikaditis subakut dan perikarditis kronis memiliki penyebab,
tanda dan gejala, pedekatan diagnostik, dan pengobatan yang
sama.
Perikarditis adalah suatu peradangan yang terjadi pada perikardium
yang menyebabkan penimbunan cairan atau penebalan yang terjadi
secara bertahap dan dalam jangka waktu yang lama. Perikarditis
kronik memiliki 4 jenis perikarditis kronik, yaitu a) Efusi perikadial
kronik
Terjadi apabila ditemukan pembekakan bayangan jantung pada foto
tontgen , tekanan vena meningkat dan bunyi jantung lemah, tanpa
adanya kegagalan jantung
b) Perikarditis efusi kronik
Terjadi dengan adanya penebalan perikard secara efusi, sehingga
terjadi konstriksi akibat penebalan dan tamponade akibat efusi. c)
Perikarditis konstriktif
Terjadi apabila pada jaringan parut perikard viseral dan atau
pariental cukup berat sehingga menghambat pengembangan volume
jantung pada fase diastolik.
d) Perikarditis adhesif
Terjadi akibat pelengketan kedua lapis perikard atau dengan jaringan
sekeliling mediastinum.
2. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik
dengan konsisten di atas 140/90 mmHg.
3. Anemia
Anemia terjadi jika jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin
dalam sel darah merah berada di bawah batas normal. Pada anemia
diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Micotic Anemia
Terjadi jika ukuan sel darah merah lebih kecil dari ukuran
biasanya
2) Normocytic Anemia
Tejadi jika ukuan sel darah merah normal, namun jumlahnya
sangat rendah
3) Macrocytic Anemia
Terjadi jika ukuan sel darah merah lebih besar dari ukuran
normalnya.
4. Penyakit tulang
Penderita tidak akan merasakan gejala penyakit ini. Mereka baru
menyadarinya setelah kondisi tulang tidak memungkinkan untuk
diobati. Jenis-jenis penyakit tulang antara lain :
1) Osteoporosis
2) Osteomalacia
3) Rickets
4) Osteomyelitis

H. PENGKAJIAN
Pengkajian dasar pada pasien dengan gagal ginjal kronik menurut
Doengoes (2010) yaitu :
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala : kelelahan ekstrem,kelemahan,malaisegangguan tidur
(insomnia/gelisah/samnolen)
Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2) Sirkulasi
Gejala: riwayat hipertensi lama atau beratpalpitasi, nyeri dada
(angina)
Tanda: hipertensi, DVJ, nadi kuat, edema jaringan umumdan pittin di
kaki, telapak tangandisritmia jantungnadi lemah halus, hipotensi
ortostatik menunjukkan hipovolemiam yang jarang pada penyakit
tahap akhirfriction rub pericardial (respon terhadap akumulasi
sisa)pucat, kulit coklat kehijauan, kuningkecenderunngan perdarahan
3) Integritas Ego
Gejala: faktor stress, contoh financial, hubungan dan
sebagainyaperasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan
Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian
4) Eliminasi
Gejala: penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap
akhir)Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda: perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawanOliguria, dapat menjadi anuria
5) Makanan/Cairan
Gejala: peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi)anoreksia, nyeri uluhati, mual/muntah, rasa metalik
tak sedap pada mulut(pernapasan amonia)penggunaan diuretikTanda:
distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)perubahan
turgor kulit/kelembaban edema (umum, tergantung)ulserasi gusi,
perdarahan gusi/lidahpenurunan otot, penurunan lemak subkutan,
penampilan tak bertenaga
6) Neurosensori
Gejala: sakit kepala, penglihatan kaburkram otot/kejang: sindrom
“kaki gelisah” kebas rasa terbakar pada telapak kakikebas/kesemutan
dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer).
Tanda: gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi,mkehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor, komapenurunan DTRkejang,
fasikulasi otot, aktivitas kejangrambut tipis, kuku rapuh dan tipis
7) Nyeri/Kenyamanan
Gejala: nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk
saat malam hari)
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi gelisah
8) Pernapasan
Gejala:napas pendek, dispnea noktural paroksismal, batuk
dengan/tanpa sputum kental dan banyak
Tanda: takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi.kedalaman batuk
produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
9) Keamanan
Gejala: kulit gatalada/berulangnya infeksi
Tanda: pruritusdemam (sepsis, dehidrasi); normoterapi dapat secara
actual terjadi peningkatan suhu tubuh lebih rendah dari normal (efek
GGK/depresi respon imun)petekie, area ekimosis pada kulitfraktur
tulang, deposit fosfat kalsium (klasifikasi metastatik) pada kulit,
jaringan lunak, sendi; keterbatasan gerak sendi
10) Seksual
Gejala: penurunan libido, aminore, infertilisasi
11) Interaksi Sosial
Gejala: kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga
12) Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala: riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal),
penyakitpolikistik,nefritisheriditer,kslkulusurinaria,
malignansiriwayat terpajan toksin, contoh obat, racun
lingkunganpenggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien GGK adalah:


1. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan
volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit
2. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan
dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme,
anoreksi, mual, muntah
4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan
menurun.
6. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic,
anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisa
7. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic,
edema, kulit kering, pruritus
(Nanda 2011)

J. PERENCANAAN KEPERAWATAN

a. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan


volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatanPenurunan curah
jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan
frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama
dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi jantung dan paru
R : Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
2) Kaji adanya hipertensi
R : Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
3) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya
(skala 0-10)
R : HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
4) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas R:
Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
b. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan
dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan
output
Intervensi:
1) Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
R : Menentukkan rencana tindakan selanjutnya
2) Batasi masukan cairan
R : Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin,
dan respon terhadap terapi
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R : Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan
4) Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan
terutama pemasukan dan haluaran
R : Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme,
anoreksi, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan
kriteria hasil: menunjukan berat badan stabil, tidak ditemukan edema,
albumin dalam batas normal.
Intervensi:
1) Awasi konsumsi makanan / cairan
R : Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
2) Perhatikan adanya mual dan muntah
R : Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat
mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan
intervensi
3) Beikan makanan sedikit tapi sering
R : Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
4) Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan R :
Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
5) Berikan perawatan mulut sering
R : Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak
disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan
d. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R : Menyatakan adanya pengumpulan sekret
2) Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R : Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
3) Atur posisi senyaman mungkin
R : Mencegah terjadinya sesak nafas
4) Batasi untuk beraktivitas
R : Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau
hipoksia
e. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan
menurun.
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil:
Mempertahankan kulit utuh, Menunjukan perilaku / teknik untuk
mencegah kerusakan kulit.
Intervensi:
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,
perhatikan kadanya kemerahan
R : Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
2) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R : Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
3) Ubah posisi sesering mungkin
R : Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi
buruk untuk menurunkan iskemia
4) Berikan perawatan kulit
R : Mengurangi pengeringan , robekan kulit
5) Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis
R : Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko
cedera
f. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic,
anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisa
Tujuan: melaporkan peningkatan toleransi aktivitas, termasuk
aktivitas sehari-hari.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
R : Mempengaruhi pilihan intervensi

2) Berikan lingkungan yang tenang, pertahankan tirah baring bila


diindikasikan
R : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen
tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru
3) Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitasnya bila
palpitasi,nyeri dada, sesak, pusing
R : Regangan/stress kardiopulmunal berlebihan/stress dapat
menimbulkan dekompensasi/kegagalan
4) Kolaborasi, berikan cairan IV sesuai indikasi
R : Meningkatkan energi pada klien
g. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic,
edema, kulit kering, pruritus
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
kerusakan integritas kulit dengan kriteria hasil kulit hangat, utuh,
turgor baik, tidak ada lesi
Intervensi :
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,
ekimosis, kerusakan, suhu
2) Pantau intake & output cairan, hidrasi kulit dan membrane
mukosa
3) Jaga kulit tetep kering dan bersih
4) Ubah posisi tidur dengan sering, beri bantalan pada penonjolan
tulang
5) Beri perawatan kulit, batasi sabun, olesi lotion, salep, krim; tangani
area edema dengan hati-hati
6) Pertahankan linen kering dan kencang
7) Anjurkan menggunakan kompres lembab dan dingin pada area
pruritus
8) Anjurkan menggunakan bahan katun, Berikan kasur dekubitus.

K. PATHWAYS
Terlampir
DAFTAR PUSTAKA
Cahyningsih, N. D. (2011). Hemodialisis (Cuci Darah) Panduan Praktis
Perawatan Gagal Ginjal. Yogyakarta : Mitra Cendekia Press.
Corwin, Elizabet J, 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edk 3. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien .
Jakarta : EGC
Hadi, A. H. et. al (2018). Identifikasi Penyakit Gagal Ginjal Menggunakan
Metode Neighbor Weighted K-Nearest Neighbor (NWKNN)
Haryono, R. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Rapha Publishing.
Infodatin. (2017). Situasi Penyakit Ginjal Kroniks.
Muhammad, As’adi. 2012. Serba-serbi Gagal Ginjal. Jogjakarta : DIVA
press.
Marya,R. K .(2013). Buku Ajar Patofisiologi mekanisme Terjadinya
Penyakit. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher.
Rendy, M., C., Margareth, Th. (2012).Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
dan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
PATHWAYS

infeksi vaskuler zat toksik Obstruksi saluran kemih

reaksi antigen arteriosklerosis tertimbun ginjal Retensi urin batu besar dan iritasi / cidera
antibodi kasar jaringan
suplai darah ginjal turun
menekan saraf hematuria
perifer
anemia
nyeri pinggang
GFR turun

GGK

sekresi protein terganggu retensi Na sekresi eritropoitis turun

sindrom uremia urokrom total CES naik resiko suplai nutrisi dalam produksi Hb turun
tertimbun di kulit gangguan nutrisi darah turun
perpospatemia gang. tek. kapiler naik oksihemoglobin turun
keseimbangan perubahan warna
pruritis asam - basa kulit gangguan intoler
vol. interstisial naik perfusi jaringan suplai O2 kasar turun aktivi
kerusakan prod. asam naik
edema
integritas kulit payah jantung kiri bendungan atrium ki
as. lambung naik (kelebihan volume cairan)
naik
nausea, vomitus iritasi lambung preload naik COP turun
tek. vena pulmonalis
Ketidakseimbang infeksi perdarahan beban jantung naik aliran darah ginjal suplai O2 suplai O2 ke
an nutrisi turun jaringan turun otak turun kapiler paru naik
gastritis
- hematemesis hipertrofi ventrikel kiri
RAA turun metab. anaerob syncope
mual, - melena edema paru
(kehilangan
muntah retensi Na & H2O timb. as. laktat kesadaran)
anemia naik naik gang. pertukaran gas

kelebihan vol. - fatigue


intoleransi aktivitas
cairan - nyeri sendi

Anda mungkin juga menyukai