Anda di halaman 1dari 54

Laporan Kasus

Post Laparatomi Eksplorasi dan Drainase Abses +


Hepatotomy dt Abses Hepar

Oleh :

Adeliana Hardinawati NIM. 2130912320116

Ghaitsa Zahira Shofa NIM. 2130912320147

Pembimbing :

Dr. dr. Hery Poerwosusanta, Sp.B, Sp.BA(K), FICS

DEPARTEMEN/KSM ILMU PENYAKIT BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

Juni, 2023
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

BAB III LAPORAN KASUS 19

BAB III PEMBAHASAN 39

BAB IV PENUTUP 47

DAFTAR PUSTAKA 48

Universitas Lambung Mangkurat


BAB I

PENDAHULUAN

Abses hati merupakan entitas penyakit yang jarang terjadi pada populasi

anak di negara Barat jika dibandingkan dengan negara berkembang. Pada kohort

dari negara berkembang, insiden yang lebih tinggi diperkirakan terutama

disebabkan oleh tingkat malnutrisi energi protein yang lebih tinggi dan paparan

patogen gastrointestinal yang terkait dengan fasilitas kebersihan yang lebih

buruk. Dengan tidak adanya faktor lingkungan ini di negara maju, abses hati

diperkirakan muncul terutama dengan adanya faktor predisposisi lain.1,2

Abses hepar adalah sejenis penyakit hati yang disebabkan oleh

pembusukan bakteri, parasit, menular atau steril yang dimulai dari sistem

pencernaan yang ditandai proses pembusukan dengan munculnya cairan yang

terdiri dari jaringan hati yang nekrotik, sel provokatif atau trombosit di parenkim

hati. Secara umum, Abses hati dapat dibagi menjadi dua, yaitu abses hepar

amebik (AHA) dan Abses hepar piogenik (AHP). AHA adalah salah satu

kesulitan amebiasis ekstraintestinal yang terkenal di wlayah tropis/subtropis,

termasuk di wilayah Indonesia. Nama lain untuk AHP termasuk abses hepar

bakteri, dan abses hati bakteri.2

Abses hati terjadi karena adanya infeksi melalui sirkulasi sistemik,

obstruksi dari saluran empedu.3 Selain itu dapat juga karena trauma pada hati.

Tergantung pada penyebab yang mendasarinya, beberapa rute invasi hati

mungkin terjadi.Abses hati sebagai komplikasi iatrogenik dapat terjadi setelah

1
Universitas Lambung Mangkurat
prosedur invasif seperti biopsi hati perkutan, kolangiografi perkutan, dan vena

umbilikalis kateterisasi vena. 1

Gejala abses hati pada anak-anak paling sering tidak spesifik dan terdiri

dari demam, menggigil, dan nyeri perut. Hepatomegali dianggap jarang terjadi

pada anak-anak yang mengalami abses hati. Penanda laboratorium peradangan

sering meningkat tetapi tidak spesifik.1,4

Berikut disajikan laporan kasus mengenai seorang anak laki-laki berusia 7

tahun dengan diagnsosi Post Laparatomi Eksplorasi dan Drainase Abses +

Hepatotomy dt Abses Hepar yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin.

Universitas Lambung Mangkurat


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Abses hepar adalah salah satu bentuk infeksi pada hepar, yang ditandai oleh

terdapatnya pus yang diselubungi oleh jaringan fibrosa pada parenkim hepar.

Kondisi ini merupakan salah satu infeksi hepar yang mengancam jiwa, terutama

jika tidak ditangani dengan baik. Dua bentuk abses hepar yang paling umum

adalah abses hepar piogenik (terkait infeksi bakteri) dan amebik (terkait infeksi

protozoa spesies Entamoeba).5

B. Epidemiologi

Abses hati merupakan penyakit yang penting namun relatif jarang terjadi

pada anak-anak, dengan insidensi dan prevalensi yang bervariasi di seluruh dunia.

Abses hati jarang terjadi di negara maju, namun tetap menjadi masalah infeksi

yang signifikan bagi anak-anak yang tinggal di negara berkembang . Angka

kejadian yang dilaporkan dalam penelitian sebelumnya berkisar antara 25 per

100.000 pasien anak di Amerika Serikat, 79 per 100.000 pasien anak di India, dan

hingga 400 per 100.000 pasien anak di Pantai Gading. Meskipun analisis nasional

semua usia untuk abses hati piogenik di Taiwan menunjukkan peningkatan

insiden tahunan dari tahun 1996 (11,15 per 100.000) hingga 2004 (17,59 per

100.000), dua studi berbasis institusi pediatrik penelitian berbasis institusi

mengungkapkan penurunan dari 20 per 100.000 penerimaan pediatrik pada tahun

3
Universitas Lambung Mangkurat
1979-1992 menjadi 8,3 per 100.000 pediatrik pada tahun 1986-2001. Analisis

selanjutnya dari kejadian abses hati pada anak-anak Taiwan masih kurang dalam

beberapa dekade terakhir. 4

Pada penelitian Grassor dkk (2022) diketahui usia rata-rata anak saat

didiagnosis adalah 3,2 tahun (rentang interkuartil 1,07 tahun hingga 6,72 tahun)

dan empat belas dari dua puluh empat orang adalah laki-laki (58,3%, rasio laki-

laki dan perempuan 1,4).1

Demografi dan gambaran klinis abses hati mungkin berbeda di setiap

wilayah. Sebagai contoh, penelitian sebelumnya mengungkapkan dominasi

Klebsiella pneumoniae sebagai patogen penyebab pada orang dewasa dan anak-

anak Taiwan, sementara Staphylococcus aureus dan Entamoeba histolytica lebih

umum di negara lain negara lain. Usia rata-rata saat diagnosis untuk anak-anak

Taiwan adalah relatif lebih tua dibandingkan dengan seri lainnya. Secara

keseluruhan hasil pengobatan telah meningkat secara bertahap dengan kecurigaan

klinis yang lebih tinggi dan pengobatan yang ketat, meskipun meskipun kami

masih belum memiliki algoritma yang disepakati. Angka kematian karena abses

hati telah turun dari 40% pada tahun 1980-an menjadi di bawah 15%.4

C. Klasifikasi

Klasifikasi Secara umum, Abses hati dapat dibagi menjadi dua, yaitu Abses

hepar piogenik (AHP) dan abses hepar amebik (AHA). Sulit untuk membedakan

kedua jenis abses hati berdasarkan kriteria klinis.

1. Abses Hepar Piogenik (AHP)

Universitas Lambung Mangkurat


Nama lain untuk AHP termasuk abses hepar bakteri, dan abses hati bakteri.6

Abses hati piogenik (PLA) dapat disebabkan oleh infeksi saluran empedu

asendens, penyebaran hematogen melalui sistem vena portal, melalui rute

sirkulasi arteri hepatik, dan penyebaran langsung dari infeksi intra-peritoneal.

Agen penyebab abses hati piogenik yang paling umum pada anak-anak adalah

Staphylococcus aureus. Sebagian besar abses hati cenderung bersifat polimikroba

dengan kokus gram positif dan batang gram negatif termasuk E. coli, Klebsiella,

Enterobacter, dan Pseudomonas.7

2. Abses Hepar Amoebik (AHA)

AHA adalah salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang terkenal di

wlayah tropis/subtropis, termasuk di wilayah Indonesia.6 Diagnosis AHA dapat

ditegakkan berdasarkan kriteria berikut: Usia yang lebih muda, riwayat tinggal

atau perjalanan baru-baru ini ke daerah endemis amuba, atau diare dan nyeri perut

yang nyata. Insiden abses hati amuba bervariasi di seluruh dunia dan sejumlah

besar kasus yang ditemukan di negara-negara berkembang (merupakan sebagian

besar dari total kasus) masih belum dilaporkan.7

D. Patofosiologi

AHP didefinisikan sebagai kumpulan nanah terdiri dari banyak sel

inflamasi, terutama neutrofil dan debris jaringan. Infeksi dikaitkan dengan

nekrosis akibat peradangan jaringan di sekitarnya. Kata abses mungkin mewakili

nama yang salah ketika digunakan untuk mendefinisikan proses patologis

disebabkan oleh E. histolytica di hati.2 AHP terjadi karena adanya infeksi oleh

bakteri aerob maupun anaerob yang mengarah ke descending infection. Bakteri

Universitas Lambung Mangkurat


tersebut masuk melalui sirkulasi sistemik, seperti sistem portal, yang akhirnya

menyebabkan rusaknya sel pada jaringan hati. Selain sirkulasi sistemik, abses hati

pyogenic juga dapat disebabkan oleh obstruksi dari saluran empedu.3 Selain itu

dapat juga karena trauma pada hati. Trauma tembus dapat secara langsung

menginokulasi bakteri di parenkim hati, sedangkan pada trauma tumpul diyakini

bahwa pembentukan hematoma dapat menjadi predisposisi pembenihan bakteri

dengan abses berikutnya perkembangan abses berikutnya. Tergantung pada

penyebab yang mendasarinya, beberapa rute invasi hati mungkin terjadi.Abses

hati sebagai komplikasi iatrogenik dapat terjadi setelah prosedur invasif seperti

biopsi hati perkutan, kolangiografi perkutan, dan vena umbilikalis kateterisasi

vena. 1

AHA adalah manifestasi ekstraintestinal terbanyak pada infeksi dari

protozoa Entamoeba histolytica. Parasit ini masuk melalui jalur ascending dari

GI Tract atau melalui vena portal. Setelah masuk parasit ini mengeluarkan enzim

proteolitik yang akhirnya dapat meningkatkan kadar leukosit dengan sangat

tinggi. Karena memasuki lewat vena portal maka lobus yang terkena lebih

banyak pada lobus kanan dengan karakteristik single dengan ukuran lebih besar.5

Keberadaan protozoa Entamoeba histolytica paling banyak terdapat di Asia,

dikarenakan banyak negara berkembang dengan status ekonomi rendah.10 Di

Indonesia keberadaan Entamoeba histolytica sebesar 18%-25% dengan infeksi

ekstra instestinal terbanyak adalah hepar.3

Dalam kasus AHA, terjadi kematian sel hepatosit baik secara apoptosis atau

nekrosis. Secara umum disepakati bahwa ada tidak adanya selsel inflamasi karena

Universitas Lambung Mangkurat


lisis neutrofil oleh protozoa yang membentuk biasanya dijelaskan abses non-

purulen 'anchovy paste'. Kematian sel akan terus terjadi dengan perluasan abses

sampai pasien menerima pengobatan yang tepat. Dari catatan, studi hamster

mengungkapkan bahwa segera setelah pembibitan E. histolytica ke dalam

parenkim hati, terutama sel inflamasi terdiri dari polimorfonuklear yang

mengelilinginya parasit dan kemudian lisis bersama dengan hepatosit.2

E. Etiologi

Staphylococcus aureus telah dilaporkan sebagai yang paling patogen

penyebab yang paling umum pada abses hati anak di sebagian besar seri dari

negara maju maupun negara berkembang dunia. Data terbaru dari Amerika

Serikat Amerika Serikat, bagaimanapun, menunjukkan bahwa prevalensi

Streptokokus mendahului Staphylococci. Di Taiwan dan Asia Tenggara Asia,

Klebsiella pneumoniae diakui sebagai patogen penyebab paling sering pada anak-

anak dan orang dewasa. Kami melaporkan koleksi yang lebih heterogen patogen

tanpa strain dominan yang jelas. Ini mungkin disebabkan oleh populasi tertentu

dengan predisposisi kondisi dalam kohort kami.1

Insidens abses hati piogenik berkisar antara 0,006- 2,2% dan jarang

ditemukan pada anak, hanya 3 kasus dari 100.000 pasien rawat inap.7,9 Secara

epidemiologis, abses hati piogenik paling sering ditemukan pada pasien berusia

50-70 tahun.4,10 Pada anak, 50% kasus abses hati piogenik terjadi pada usia

kurang dari 6 tahun,9 dan lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan

dengan rasio 7:1.8

Universitas Lambung Mangkurat


Infeksi amuba atau amubiasis disebabkan oleh Entamoeba histolytica,

mencakup 10% dari populasi seluruh dunia dan 95% di antaranya adalah karier

yang asimptomatis. Dari 5% pasien yang simptomatis, sepuluh persen menjadi

abses hati. Abses hati amuba juga jarang terjadi pada anak yaitu sekitar 1-7%

pasien anak, sering kali terjadi pada anak berusia kurang dari 3 tahun, lebih sering

terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan rasio 8:1. Insidens abses hati

amuba dipengaruhi oleh keadaan nutrisi, higiene individu yang buruk, dan

kepadatan penduduk.8

F. Fraktor predisposisi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Grossar (2022) didapatkan

berbagai factor predisposisi. Penyakit hepatobilier yang membutuhkan

transplantasi hati adalah faktor predisposisi yang paling umum pada penelitian ini.

16,7% kasus abses hati berhubungan dengan patologi bedah intra-abdomen,

seperti radang usus buntu, perforasi usus, atau tertusuk jarum suntik. Pada 8,3%

kasus (bayi baru lahir) diduga berkaitan dengan kateter vena umbilikalis.

Sementara 8,3% kasus lainnya dianggap berasal dari parasit. Pada 4,2% kasus

memiliki abses hati dan limpa yang menyebar abses hati dan limpa karena

penyakit cakaran kucing. Pada 20,8% kasus memiliki keganasan yang mendasari,

dengan abses hati yang terjadi dalam pengobatan dengan terapi antineoplastik. 1

Sementara dari penelitian Yeh, PJ dkk (2020) didapatkan beberapa

underlying disease. Komorbiditas yang paling banyak ditemukan adalah penyakit

hematologi-onkologi (28,9%), diikuti oleh penyakit hepatobilier (23,7%), dan

diabetes melitus (7,9%). Penyakit hematologi-onkologi yang dimaksud seperti

Universitas Lambung Mangkurat


talasemia dan leukemia. Penyakit hepatobilier termasuk atresia bilier, kista

koledokus, hemokromatosis hepatik, steatosis hepatik, dan riwayat ekstravasasi

lipid. Ada pula kasus yang disebabkan oleh kateterisasi vena umbilikalis.4

G. Manifestasi Klinis

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yeh, PJ dkk (2020) diketahui

bahwa tiga gejala utama adalah demam (94,7%), nyeri kuadran kanan atas kanan

atas (42,1%), dan muntah (23,7%). Nyeri perut (termasuk kuadran kanan atas,

epigastrium, panggul, dan kanan kuadran kanan bawah) terjadi pada 28 kasus

(73,7%). Demam berkepanjangan umumnya terjadi, karena median durasi demam

sebelum diagnosis melebihi 7 hari Lokasi nyeri beragam, meskipun kuadran

kanan atas adalah yang paling umum.

Gejala infeksi saluran pernapasan dan sesak napas ditemukan pada 9 kasus

(23,7%) dan 6 kasus (15,8%) kasus. Efusi pleura, syok, dan hiperglikemia terjadi

pada 13 (34,2%), 4 (10,5%), dan 3 (7,9%) pasien. Efusi pleura, gejala saluran

pernapasan, dan sesak napas terjadi pada sebagian besar pasien, yang mungkin

dapat dijelaskan oleh iritasi subdiafragma atau penyebaran abses hati ke pleura.

Meskipun penyakit kuning telah diungkap sebagai karakteristik dari

kelompok berisiko tinggi, penyakit ini relatif kurang dibahas dalam penelitian

pediatrik. Insiden penyakit kuning pada pasien anak yang dilaporkan dari Taiwan

bagian utara dan New Delhi masing-masing adalah 33 dan 18,8%. Dalam

penelitian ini, ikterus subyektif hanya terjadi pada dua kasus dan berkorelasi

Universitas Lambung Mangkurat


buruk dengan hiperbilirubinemia laboratorium yang sebenarnya. Secara

keseluruhan, presentasi awal sebagian besar tidak spesifik, sementara <40%

pasien memenuhi tiga serangkai Fontan (demam, nyeri hipokondrium kanan, dan

hepatomegali).

Sementara itu pada penelitian Grassor dkk (2022) diketahui 83,3% pasien

anak dengan abses hepar mengalami demam (suhu >38,0°C). Nyeri perut

dilaporkan pada 58,3% kasus. Hepatomegali ditemukan pada pemeriksaan klinis

pada 37,5% kasus, dan satu bayi dirujuk karena adanya massa yang teraba pada

kuadran kanan atas perut.1

H. Diagnosis

Tanda dan gejala klasik demam, nyeri perut, sakit kuning, dan pembesaran

hati jarang terjadi, oleh karena itu diagnosisnya sering terlewatkan. Jika tidak

dikenali sejak dini dan ditangani dengan segera, dapat menyebabkan septikemia

dan pecahnya abses hati yang dapat menjadi penyebab utama.7

Diagnosis abses hati amuba (AHA) dikonfirmasi dengan ultrasonografi

(USG) abdomen, pada aspirasi (bahan seperti pasta teri berwarna coklat

kemerahaan), gram negatif pada pewarnaan gram, dan diatasi dengan pengobatan

metronidazol. Abses hati piogenik (AHP) dapat didiagnosis dengan gejala-gejala

seperti demam, mual, muntah dan anoreksia. Nyeri terjadi terlambat dan lebih

sering terjadi pada abses soliter yang besar. Pemeriksaan darah menunjukkan

leukositosis dan anemia. Kultur nanah positif mengandung bakteri. Diagnosis,

pengobatan dan prognosis abses hati telah ditingkatkan selama beberapa tahun

terakhir. Modalitas pencitraan seperti USG dan CT scan telah meningkatkan

10

Universitas Lambung Mangkurat


akurasi diagnostik dan telah mengubah strategi terapeutik dengan memfasilitasi

perkutan terpandu drainase. Manajemen abses hati diarahkan menuju diagnosis

cepat dengan fasilitas pencitraan yang efektif terapi antimikroba, pengobatan

penyakit yang mendasari dan terapi invasif minimal yang dipandu dengan gambar

intervensi.7

● Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada abses hati amuba

antara lain pemeriksaan darah dan feses lengkap, fungsi hati, albumin, kultur

darah, dan serologi amuba. Pada pemeriksaan laboratorium dapat didapatkan

peningkatan kadar leukosit darah (sel darah putih >10.000 uL), anemia (Hb <10

mg/dL), peningkatan serum transaminase (SGOT >45 U/L dan SGPT >35 U/L)

dan alkaline phosphatase (ALP >100 U/L). Pemeriksaan feses AHA akan

memberikan gambaran amebiasis berupa heme positif, adanya neutrofil, dan

adanya tropozoit atau kista amuba.9,10 Pada penilaian kemampuan fisiologi hati,

protein albumin 2,75-3,06 g%, globulin 3,63-3,76 g%, bilirubin total 1-2,45 mg%,

fosfatase dasar 270-382 u/L, SGOT 28-56 u/L dan SGPT 16- 63,1 u/L. Jadi

kelainan yang ditemukan pada amebiasis hati ringan sampai sakit langsung,

leukositosis mulai dari 15.000/mL3. Sementara kelainan fungsi hati ditemukan

ringan hingga sedang. Kecuali pada awal infeksi, tes serologis dan kulit yang

positif menunjukkan adanya Antigen atau Antibodi spesifik untuk parasit ini. Ada

beberapa tes yang digunakan secara luas, termasuk hemagglutination (IHA),

countermunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. PCR kontinyu cocok untuk

mengidentifikasi E.histolytica pada ekskresi dan discharge pasien dengan abses

11

Universitas Lambung Mangkurat


hati. Leukositosis didapatkan dengan pergeseran ke arah kiri, anemia, peningkatan

laju sedimentasi, dan gangguan fungsi hati seperti peningkatan bilirubin, alkalin

fosfatase, peningkatan enzim transaminase, bilirubin serum, penurunan

konsentrasi albumin serum, dan waktu protrombin yang memanjang merupakan

tanda gagal hati pada pasien dengan abses hati piogenik.2

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh yang dilakukan oleh Yeh, PJ

dkk (2020) didapatkan Leukositosis (WBC > 10.000/µL) tercatat pada 26 kasus

(70,3%), dengan rata-rata 14.586,5 ± 9643,6/µL. Tujuh kasus (18,4%) memiliki

neutropenia (jumlah neutrofil absolut <1.500 / μL) dan tujuh kasus (18,4%)

mengalami bandemia (sel darah merah > 700/µL). Peningkatan Tingkat CRP (> 5

mg / dL) dicatat dalam 37 kasus (100%), dengan a rata-rata 166,5 ± 106,2 mg/dL.

Peningkatan kadar serum alanin aminotransferase, aspartat aminotransferase,

bilirubin langsung, dan bilirubin total tercatat pada 48,6, 40,5, 23,1, dan 42,9%

dari pasien, masing-masing.4

● Radiologi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh yang dilakukan oleh Yeh, PJ

dkk (2020), Ultrasonografi abdomen dilakukan pada setiap pasien; CT dan MRI

dengan kontras yang ditingkatkan dilakukan pada 33 kasus (86,8%) dan 1 kasus

(2,6%). Sepuluh pasien (26,3%) memiliki beberapa abses. Abses lobus kanan,

baik tunggal maupun multipel, terdeteksi pada 29 (76,3%) pasien. Tujuh (18,4%)

pasien memiliki abses multipel yang melibatkan lobus bilateral. Hepatomegali

diamati pada 23 (60,5%) pasien, sementara abses limpa bersamaan

didokumentasikan pada lima (13,2%) pasien. Ukuran rata-rata abses (dihitung

12

Universitas Lambung Mangkurat


sebagai diameter terpanjang dan maksimal untuk pasien dengan beberapa abses)

adalah 5,3 ± 3,5 cm (1-15 cm), sementara 20 (52,6%) dan 4 (10,5%) pasien

masing-masing memiliki lesi >5 dan 10 cm. Abses hati secara tidak sengaja

terungkap melalui pemindaian Gallium dalam sebuah kasus yang yang datang

dengan demam yang tidak diketahui penyebabnya, batuk kering yang

berkepanjangan, dan gangguan pernapasan.4

● Kultur Darah dan Abses

Standar emas untuk diagnosis mikrobiologis adalah kultur darah yang

mengidentifikasi bakteri penyebab masalah. Pada AHP kultur darah positif,

bakteri gram negatif seperti Proteus vulgaris, Aerobacter aerogenes, dan

Pseudomonas aeruginosa sering ditemukan, sedangkan bakteri anaerob seperti

Microaerophilic sp., Streptococci sp., Bacteroides sp., dan Fusobacterium sp.

kurang umum. Sementara pada AHA hasil pemeriksaan kultur darah adalah

negatif. 2,10

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh yang dilakukan oleh Yeh, PJ

dkk (2020), semua pasien menerima kultur darah, dengan tingkat kultur positif

sebesar 28,9% (n = 11). Patogen yang paling sering dikultur adalah K.

pneumoniae (4/11, 36,4%), Escherichia coli (2/11, 18,2%), dan stafilokokus

negatif koagulase (2/11, 18,2%). Dua puluh enam (68,4%) pasien menjalani

drainase intervensi (aspirasi jarum perkutan, drainase kuncir, atau pembedahan);

dengan demikian, kultur abses diperoleh, dengan tingkat kultur positif 53,8% (n =

14). K. pneumoniae (9/14, 64,3%) dan E. coli (2/14, 14,3%) adalah dua patogen

yang paling umum.4

13

Universitas Lambung Mangkurat


I. Tatalaksana

1. Abses Hepar Amebik (AHA)

a. Metronidazole

Turunan nitroimidazol, metronidazol efektif melawan amebiasis usus dan

ekstraintestinal. Efek insidental yang paling banyak dikenal adalah migrain, sakit,

mulut kering, dan rasa logam. Untuk kasus abses hati amuba, dianjurkan dosis

harian tiga kali 750 mg selama lima sampai sepuluh hari. Untuk anak-anak,

diperlukan tiga dosis 35-50 mg/kg/hari. Tinidazole, turunan nitroimidazole, dapat

diberikan pada anak dengan dosis tunggal 60 mg/kg per hari selama 3-5 hari

dengan dosis 3 x 800 mg per hari selama 5 hari. 11

b. Dehydroemetine (DHE)

Ini adalah turunan dari diloxanine furoate. Untuk abses hati, dosis yang

dianjurkan adalah tiga kali 500 mg per hari selama sepuluh hari, atau satu sampai

satu setengah mg/kg per hari secara intramuskular (maksimum). selama sepuluh

hari (99 mg/hari). Karena ekskresinya lebih cepat dan kadarnya di otot jantung

lebih rendah, DHE agak lebih aman. tidak boleh digunakan pada anak-anak,

wanita hamil, penderita penyakit ginjal, atau penyakit jantung. 11

c. Chloroquin

Untuk orang dewasa dengan amebiasis ekstraintestinal, dosis awal klorokuin

dasar adalah 2x300 mg/hari, diikuti dengan 2x150 mg/hari selama 2 atau 3

minggu. Selama tiga minggu, dosis untuk anak-anak adalah 10 mg/kg/hari dibagi

menjadi dua dosis. 1 gram per hari selama dua hari adalah dosis yang dianjurkan,

diikuti dengan 500 mg per hari selama 20 hari.11

14

Universitas Lambung Mangkurat


d. Aspirasi

Aspirasi diperlukan dalam kasus di mana terapi metronidazol

dikontraindikasikan, seperti selama kehamilan, atau ketika lesi multipel, ancaman

ruptur, atau pengobatan dengan salah satu metode di atas gagal setelah 72 jam

dilakukan di bawah arahan ultrasound.11

e. Drainase Perkutan

Abses besar dengan kemungkinan pecah, abses dengan diameter lebih besar

dari 7 cm, infeksi campuran, abses dekat permukaan kulit, abses tanpa tanda

perforasi, dan abses di lobus kiri hati merupakan kandidat untuk drainase

perkutan. Drainase perkutan juga dapat digunakan untuk mengobati komplikasi

perikardial, peritoneal, dan paru. 11

f. Drainase Bedah

Untuk abses yang tidak menanggapi perawatan yang lebih konservatif dan

secara teknis menantang untuk diobati dengan aspirasi standar, pembedahan

dianjurkan. Pasien dengan septikemia akibat luka amuba yang mengalami infeksi

sekunder juga merupakan indikasi untuk prosedur medis, terutama jika upaya

dekompresi perkutan tidak membuahkan hasil. Penggunaan laparoskopi juga

disarankan sebagai metode untuk menentukan pecah atau tidaknya abses amuba

intraperitoneal.11

2. Abses Hepar Piogenik (AHP)

a. Terapi definitive

Antibiotik, drainase abses yang memadai, dan pengobatan kondisi yang

mendasarinya, seperti sepsis gastrointestinal, merupakan pengobatan menyeluruh

15

Universitas Lambung Mangkurat


untuk kasus ini. Antibiotik dapat diberikan secara intravena hingga 3 gram per

hari selama tiga minggu, kemudian diminum selama satu hingga dua bulan.

Antibiotik yang diresepkan meliputi:

- Sefalosporin atau penisilin untuk kokus gram positif dan beberapa bakteri

gram negatif yang sensitif. Sefalosporin generasi ketiga misalnya

sefoperazon 1-2 gr/12jam/IVMetronidazole,

- Klindamisin atau kloramfenikol untuk mikroorganisme anaerob khususnya

B. fragilis. Pemberian metronidazol 500 mg/6 jam/IV pada bakteri gram

negatif yang resisten dapat diberikan aminoglikosida.

- Dapat juga diberikan beberapa kombinasi antibiotika seperti Ampicilin dan

sulbaktam, klindamisin dan metronidazole, aminoglikosida dan juga

siklosporin.11

Terapi antimikroba diberikan kepada semua pasien, disesuaikan dengan

respons klinis dan hasil kultur yang tersedia. Regimen spektrum luas empiris yang

diterapkan dalam penelitian ini terdiri dari sefalosporin, aminoglikosida, dan agen

anti-anaerob. Enam kasus yang menerima pengobatan jangka panjang untuk abses

yang dicurigai/dikonfirmasi terkait jamur atau mikobakteri dikeluarkan dari

analisis statistik durasi perawatan medis. Durasi rata-rata terapi antibiotik

parenteral adalah 29 ± 15,7 hari (10-77 hari) dan durasi rata-rata terapi antibiotik

total adalah 45,1 ± 22,1 hari (14-103 hari). Pengobatan antibiotik eksklusif dalam

12 kasus (31,6%). Terapi antibiotik berkontribusi pada bagian penting dari

manajemen. Durasi terapi antibiotik yang disarankan yang disarankan dalam

16

Universitas Lambung Mangkurat


penelitian ialah 2-4 minggu parenteral antibiotik parenteral diikuti dengan

antibiotik oral untuk menyelesaikan 4-6 minggu minggu.4

b. Drainase abses

Ketika pengobatan konservatif gagal, drainase terbuka adalah pengobatan

pilihan. Perawatan saat ini untuk abses intraabdomen adalah drainase perkutan,

yang dipandu oleh USG perut atau computed tomography.11 Drainase perkutan

bermanfaat bagi pasien untuk mengeluarkan nanah dan mengetahui jenis

mikroba. Rata-rata durasi penempatan dalam beberapa penelitian yakni di Itali

rata-rata, 15,2 hari adalah hampir sama dengan laporan sebelumnya di Taiwan

selatan (rata-rata, 13,1 hari), tetapi hampir dua kali lipat dari penelitian di India

(rata-rata, 7,7 hari).4

c. Drainase bedah

Ketika semua terapi gagal mencapai target pengobatan seperti terapi

antibiotik, aspirasi perkutan, drainase perkutan, atau adanya penyakit intra-

abdomen yang memerlukan perawatan bedah, drainase bedah dilakukan.

17

Universitas Lambung Mangkurat


Gambar Open drainase abses hepar12

J. Komplikasi

Penelitian Paramitha dkk (2020) menemukan bahwa komplikasi terjadi

lebih banyak pada pasien abses hati pyogenic (68,9%) yang mengalami

komplikasi daripada abses hati amoebic (44,8%) yang dapat berupa empyema,

efusi pleura, perforasi, sepsis, dan lain-lain. Berdasarkan data yang didapat

komplikasi yang paling banyak terjadi adalah efusi pleura dan sepsis pada

masing-masing jenis abses. Pada abses hati amoebic efusi pleura terjadi pada 9

pasien dan sepsis pada 8 pasien sedangkan pada abses hati pyogenic efusi pleura

ditemukan pada 11 pasien dan sepsis pada 10 pasien.3

18

Universitas Lambung Mangkurat


Komplikasi pada pasien abses hati lebih banyak terjadi pada abses hati

pyogenic dari pada amoebic. Sekitar 69% pasien abses hati pyogenic mengalami

komplikasi. Di China, sekitar 10,8% pasien abses hati mengalami komplikasi.13

Hal ini dapat terjadi karena sifat dari infeksi bakteri untuk menyebar lewat

pembuluh darah lebih besar daripada amoeba, kebanyakan dari infeksi amoeba

hanya terbatas pada intestinal. Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh abses hati

pyogenic juga lebih banyak sistemik, sehingga tingkat keparahan juga dapat lebih

tinggi daripada amoebik. Komplikasi dapat berupa empyema, efusi pleura,

perforasi, sepsis, dan lain-lain. Diketahui bahwa pada kedua jenis abses hati

didapatkan komplikasi terbanyak adalah efusi pleura dan sepsis. Di Amerika,

rupture abses lebih banyak mengenai ruang dada daripada peritoneum, sehingga

sering menyebabkan terjadinya empyema. Dan jika mengenai pericardium maka

akan menjadi penyebab mortalitas.14 Di China, pasien mengalami komplikasi

sepsis sekitar 1,1% dan acute respiratory failure sekitar 3,3%.13

19

Universitas Lambung Mangkurat


BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas

A. Penderita

Nama : An. AF

Umur : 7 tahun

Alamat : Pantai Hambawang, Marabahan

Jenis Kelamin : Laki-laki

MRS : 10 Mei 2023

No.RMK : 1-53-12-62

II. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis dengan keluarga pasien.

Keluhan Utama: Nyeri perut

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 10 hari Sebelum

masuk rumah sakit,sifat sakit terus menurus, seperti tertindih dan melilit namun

tidak menjalar. Pasien juga mengeluhkan perut membesar. Keluhan disertai

demam naik turun. Keluhan mual muntah (-/-), diare dan cacingan sebelumnya

disangkal. Riwayat penurunan nafsu makan (+), penurunan berat badan progresif

(-),Trauma abdomen (-), riwayat dipijat diperut (-), sesak napas (-), sakit kuning (-

), BAK berpasir atau berbuih (-/-), BAK menurut orang tua selama dirawat

berwarna kuning pekat dan sedikit frekuansinya. Pasien kemudian di bawa ke

20
Universitas Lambung Mangkurat
puskesmas dan dirujuk ke RS TPT, dirawat selama 3 hari dan dilakukan USG

abdomen dengan hasil abses hepar, karena tidak ada perbaikan selama

pengobatan, kemudian dirujuk ke RSUD Ulin untuk mendapatkan penanganan

lebih lanjut.

Riwayat ANC: Lahir dari Ibu P2A0, usia ibu saat melahirkan usia 20

tahun.Pasien mulai ANC rutin di bidan sejak usia kehamilan 2 bulan, tidak pernah

USG. Tidak ada riwayat sakit serius selama hamil, minum obat bebas/jamu (-),

dan rutin minum vitamin selama hamil yang diberikan oleh bidan riwayat ketuban

keluar dini (-), riwayat late mekonium (-) polihidramnion (-)

Riwayat Persalinan : Bayi lahir secara Spontan di bantu bidan puskesmas. Lahir

dengan usia kehamilan 38-39 minggu. Bayi langsung menangis (+), riwayat badan

kebiruan (-), riwayat resusitasi (-), dengan berat badan lahir 2950gram dan

panjang badan 50cm.

III. Pemeriksaan Fisik

Status Interna :

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis / GCS E4V5M6

Tanda Vital : Tekanan darah : 100/80 mmHg

Nadi : 102 kali /menit regular, kuat angkat

Respirasi : 24 kali/menit

Suhu : 36,5 oC

SpO2 : 98% tanpa suplementasi oksigen

BBS : 20 kg

21

Universitas Lambung Mangkurat


VAS : 2/10

Kepala-leher : Normosefali, alopesia (-), massa (-)

Mata : Konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), mata cowong (-/-),

refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+), pupil isokor (3

mm/3 mm), gerak bola mata bebas ke segala arah

Telinga : Inspeksi : Normotia, serumen minimal, sekret (-/-)

Palpasi : Nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), massa (-)

Hidung : Simetris, deviasi septum nasi (-), sekret minimal, perdarahan (-),

polip (-)

Mulut & tenggorokan : mukosa bibir kering (+),ulkus (-), lesi disekitar bibir (-),

pembesaran tonsil (-), hiperemis (-), atrofi papil lidah (-)

Thorax :

KGB

Inspeksi: Pembesaran KGB supraklavikula (-/-), infraklavikula (-/-), aksila (-/-)

Palpasi: Pembesaran KGB supraklavikula (-/-), infraklavikula (-/-), aksila (-/-)

Paru:

Inspeksi : bentuk normal, simetris kanan dan kiri, retraksi(-)

Palpasi : Vocal fremitus simetris, nyeri tekan(-), krepitasi(-)

Perkusi : Sonor

Auskultasi: suara napas vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)

Jantung:

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba ICS V line midclavicula (s)

22

Universitas Lambung Mangkurat


Perkusi : Batas kanan jantung di ICS IV linea parasternal dextra, batas kiri

jantung di ICS V linea midclavicula sinistra, pinggang jantung di ICS II linea

parasternal sinistra.

Auskultasi : SI dan SII tunggal, gallop (-), murmur (-)

Abdomen:

Inspeksi : distensi (+), venektasi (+), darm contour (-) darm steifung (-)

Auskultasi : bising usus (+) 3-4x per menit, bruit (-)

Perkusi : nyeri saat perkusi (+), pekak ar lateral Abdomen dextra,

shifting

dullness (-), turgor kulit <2“

Palpasi : supel (+), defans (-), NT (+) ar hypochondria dextra s/d

lateral Abdomen dextra, Hepar teraba membesar 10 cm di

bawah arcus costa dextra dan 8cm dari processus xipoideus,

dengan permukaan licin tepi lancip, L/M tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat, CRT <2”, atrofi (-/-), edema (-/-),

Digital rectal examination:

Ins : Massa (-)

Pal : tonus sfingter ani (+) mukosa licin(+) ampula kolaps (+) massa (-) nyeri
tekan (-)

Handscoen : feses (+) darah (-)

23

Universitas Lambung Mangkurat


IV. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium Darah (02-05-2023, 19.30 WITA)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 6.5 14.0 – 16.0 g/dL
Leukosit 6.4 4.0 – 10.5 rb/μL
Eritrosit 2.63 4.10 – 6.00 juta/μL
Hematokrit 19.7 42.0 – 52.0 %
Trombosit 161 150 – 450 ribu/μL
RDW-CV 16.0 12.1 – 14.0 %
MCV.MCH.MCHC
MCV 74.9 80.0 – 92.0 fl
MCH 24.7 28.0 – 32.0 pg
MCHC 33.0 33.0 – 37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.0 0.0 – 1.0 %
Eosinofil% 0.8 1.0 – 3.0 %
Neutrofil% 55.2 50.0 – 81.0 %
Limfosit% 28.2 20.0 – 40.0 %
Monosit% 15.8 2.0 – 8.0 %
Basofil# 0.00 <1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.05 <3.00 ribu/ul
Neutrofil# 3.53 2.50 – 7.00 ribu/ul
Limfosit# 1.80 1.25 – 4.00 ribu/ul
Monosit# 1.01 0.30 – 1.00 ribu/ul
HEMOSTASIS
Hasil PT 19.1 9.9 – 13.5 detik
INR 1.84
Control Normal PT 10.8
Hasil APTT 48.5 22.2 – 37.0 detik
Control Normal APTT 24.8
KIMIA
DIABETES
Gula Darah Sewaktu 54 <200.00 mg/dl
HATI DAN PANKREAS
Bilirubin total 0.75 0.20-1.20 mg/dl
Bilirubin direk 0.48 0.00-0.20 mg/dl
Bilirubin indirek 0.27 0.20-0.80 mg/dl
SGOT 309 5-34 U/L
SGPT 83 0-55 U/L
GINJAL
Ureum 172 0 – 50 mg/dL

24

Universitas Lambung Mangkurat


Kreatinin 2.88 0.72 – 1.25 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 127 136 – 145 Meq/L
Kalium 3.7 3.5 – 5.1 Meq/L
Chlorida 101 98 – 107 Meq/L
IMUNO – SEROLOGI
HIV Rapid Non reaktif Non reaktif UI/ml
HEPATITIS
HBsAg Non reakif Non reaktif -

2. Pemeriksaan Laboratorium Darah (03-05-2023, 08.10 WITA)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 6.1 14.0 – 16.0 g/dL
Leukosit 9.1 4.0 – 10.5 rb/μL
Eritrosit 2.46 4.10 – 6.00 juta/μL
Hematokrit 17.8 42.0 – 52.0 %
Trombosit 123 150 – 450 ribu/μL
RDW-CV 15.7 12.1 – 14.0 %
MCV.MCH.MCHC
MCV 72.4 80.0 – 92.0 Fl
MCH 24.8 28.0 – 32.0 Pg
MCHC 34.3 33.0 – 37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.1 0.0 – 1.0 %
Eosinofil% 2.3 1.0 – 3.0 %
Neutrofil% 81.1 50.0 – 81.0 %
Limfosit% 15.0 20.0 – 40.0 %
Monosit% 1.5 2.0 – 8.0 %
Basofil# 0.01 <1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.21 <3.00 ribu/ul
Neutrofil# 7.37 2.50 – 7.00 ribu/ul
Limfosit# 1.36 1.25 – 4.00 ribu/ul
Monosit# 0.14 0.30 – 1.00 ribu/ul

3. Pemeriksaan Gambaran Darah Tepi (03-05-2023, 02.25 WITA)


Pemeriksaan Hasil
GAMBARAN DARAH TEPI
Hipokromik, mikrositik, anisopoikilositosis, ovalosit
Eritrosit
(+)
Lekosit Kesan jumlah normal, tidak didapatkan sel muda
Basophil 0%
Eosinophil 0%
Stab 4%
Segmen 86%
Limfosit 8%

25

Universitas Lambung Mangkurat


Monosit 2%
Trombosit Kesan jumlah menurun, morfologi dalam batas normal
Kesan Bisitopenia
Saran SI, TIBC, ferritin, FL/darah samar

4. Pemeriksaan Laboratorium Darah (03-05-2023, 02.25 WITA)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
KIMIA
HATI DAN PANKREAS
Albumin 2.0 3.8 – 5.4 gr/dl

5. Pemeriksaan Laboratorium Darah (04-05-2023, 08.11 WITA)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 7.8 14.0 – 16.0 g/dL
Leukosit 12.7 4.0 – 10.5 rb/μL
Eritrosit 3.14 4.10 – 6.00 juta/μL
Hematokrit 23.3 42.0 – 52.0 %
Trombosit 111 150 – 450 ribu/μL
RDW-CV 15.9 12.1 – 14.0 %
MCV.MCH.MCHC
MCV 74.2 80.0 – 92.0 Fl
MCH 24.8 28.0 – 32.0 Pg
MCHC 33.5 33.0 – 37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.2 0.0 – 1.0 %
Eosinofil% 2.0 1.0 – 3.0 %
Neutrofil% 64.3 50.0 – 81.0 %
Limfosit% 16.6 20.0 – 40.0 %
Monosit% 16.9 2.0 – 8.0 %
Basofil# 0.02 <1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.25 <3.00 ribu/ul
Neutrofil# 8.19 2.50 – 7.00 ribu/ul
Limfosit# 2.11 1.25 – 4.00 ribu/ul
Monosit# 2.15 0.30 – 1.00 ribu/ul
HFLC# 250 /ul
HFLC% 2 %
KIMIA
DIABETES
Gula Darah Sewaktu 118 <200.00 mg/dl
HATI DAN PANKREAS
Albumin 1.9 0.20-1.20 mg/dl
GINJAL
Ureum 128 0 – 50 mg/dL
Kreatinin 1.52 0.7 – 1.11 mg/dL

26

Universitas Lambung Mangkurat


ELEKTROLIT
Natrium 135 136 – 145 Meq/L
Kalium 2.3 3.5 – 5.1 Meq/L
Chlorida 105 98 – 107 Meq/L

6. Pemeriksaan Laboratorium Darah (10-05-2023, 07.41 WITA)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.5 14.0 – 16.0 g/dL
Leukosit 15.5 4.0 – 10.5 rb/μL
Eritrosit 4.46 4.10 – 6.00 juta/μL
Hematokrit 35.2 42.0 – 52.0 %
Trombosit 282 150 – 450 ribu/μL
RDW-CV 14.8 12.1 – 14.0 %
MCV.MCH.MCHC
MCV 78.9 80.0 – 92.0 Fl
MCH 25.8 28.0 – 32.0 Pg
MCHC 32.7 33.0 – 37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.5 0.0 – 1.0 %
Eosinofil% 3.9 1.0 – 3.0 %
Neutrofil% 62.9 50.0 – 81.0 %
Limfosit% 22.0 20.0 – 40.0 %
Monosit% 10.7 2.0 – 8.0 %
Basofil# 0.08 <1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.60 <3.00 ribu/ul
Neutrofil# 9.73 2.50 – 7.00 ribu/ul
Limfosit# 3.41 1.25 – 4.00 ribu/ul
Monosit# 1.65 0.30 – 1.00 ribu/ul
HFLC# 290 /ul
HFLC% 2 %
HEMOSTASIS
Hasil PT 13.5 9.9 – 13.5 detik
INR 1.25
Control Normal PT 11.4
Hasil APTT 36.3 22.2 – 37.0 detik
Control Normal APTT 26.1
KIMIA
DIABETES
Gula Darah Sewaktu 101 <200.00 mg/dl
HATI DAN PANKREAS
Albumin 2.5 3.8-5.4 g/dl
SGOT 19 5-34 U/L
SGPT 11 0-55 U/L
Alkaline fosfatase 94 0-750 U/L

27

Universitas Lambung Mangkurat


GINJAL
Ureum 13 0 – 50 mg/dL
Kreatinin 0.37 0.57 – 1.11 mg/dL
ELEKTROLIT
Kalsium 7.1 8.8-10.8
Natrium 127 136 – 145 Meq/L
Kalium 3.7 3.5 – 5.1 Meq/L
Chlorida 92 98 – 107 Meq/L
IMUNO – SEROLOGI
Anti HIV (Elisa) 0.11 <1.00 S/CO
HEPATITIS
HBsAg Non reakif Non reaktif -

7. Pemeriksaan Laboratorium Darah (11-05-2023, 13.37 WITA)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9.2 14.0 – 16.0 g/dL
Leukosit 11.9 4.0 – 10.5 rb/μL
Eritrosit 3.54 4.10 – 6.00 juta/μL
Hematokrit 29.3 42.0 – 52.0 %
Trombosit 288 150 – 450 ribu/μL
RDW-CV 15.1 12.1 – 14.0 %
MCV.MCH.MCHC
MCV 82.8 80.0 – 92.0 Fl
MCH 26.0 28.0 – 32.0 Pg
MCHC 31.4 33.0 – 37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.7 0.0 – 1.0 %
Eosinofil% 1.5 1.0 – 3.0 %
Neutrofil% 81.3 50.0 – 81.0 %
Limfosit% 10.3 20.0 – 40.0 %
Monosit% 6.2 2.0 – 8.0 %
Basofil# 0.08 <1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.18 <3.00 ribu/ul
Neutrofil# 9.65 2.50 – 7.00 ribu/ul
Limfosit# 1.22 1.25 – 4.00 ribu/ul
Monosit# 0.73 0.30 – 1.00 ribu/ul
KIMIA
GAS DARAH
Suhu 37.0 Celcius
pH 7.314 7.350-7.450
PCO2 37.3 35.0-45.0 mmHg
TCO2 20.0 22.0-29.0 mEq/L
PO2 169.0 80.0-100.0 mmHg
HCO3 18.9 22.0-26.0 mEq/L
O2 Saturasi 99.0 75.0-99.0 %

28

Universitas Lambung Mangkurat


Base Excess (BE) -7.0 -2.0-3.0 mEq/L
%FIO2 61 %
KIMIA
HATI DAN PANKREAS
Albumin 2.6 0.20-1.20 mg/dl
ELEKTROLIT
Calsium 8.0 8.8 – 10.8 mg/dl
Natrium 134 136 – 145 Meq/L
Kalium 3.8 3.5 – 5.1 Meq/L
Chlorida 105 98 – 107 Meq/L

8. Pemeriksaan Laboratorium Darah (12-05-2023, 05.47 WITA)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.1 14.0 – 16.0 g/dL
Leukosit 15.5 4.0 – 10.5 rb/μL
Eritrosit 4.92 4.10 – 6.00 juta/μL
Hematokrit 38.9 42.0 – 52.0 %
Trombosit 348 150 – 450 ribu/μL
RDW-CV 15.1 12.1 – 14.0 %
MCV.MCH.MCHC
MCV 79.1 80.0 – 92.0 Fl
MCH 26.6 28.0 – 32.0 Pg
MCHC 33.7 33.0 – 37.0 %
HITUNG JENIS
Neutrofil% 69.0 50.0 – 81.0 %
Limfosit% 17.4 20.0 – 40.0 %
MID% 13.6 %
Neutrofil# 10.7 2.50 – 7.00 ribu/ul
Limfosit# 2.70 1.25 – 4.00 ribu/ul
MID# 2.1 -
HEMOSTASIS
Hasil PT 16.2 9.9 – 13.5 detik
INR 1.54
Control Normal PT 10.8
Hasil APTT 106.3 22.2 – 37.0 detik
Control Normal APTT 24.8
KIMIA
GINJAL
Ureum 20 0 – 50 mg/dL
Kreatinin 0.34 0.57 – 1.11 mg/dL
ELEKTROLIT
Kalsium 8.6 8.8-10.8 mg/dL
Natrium 129 136 – 145 Meq/L
Kalium 4.8 3.5 – 5.1 Meq/L
Chlorida 106 98 – 107 Meq/L

29

Universitas Lambung Mangkurat


GAS DARAH
Suhu 36.2 Celcius
pH 7.399 7.350-7.450
PCO2 40.4 35.0-45.0 mmHg
TCO2 26.0 22.0-29.0 mEq/L
PO2 199.0 80.0-100.0 mmHg
HCO3 25.2 22.0-26.0 mEq/L
O2 Saturasi 100.0 75.0-99.0 %
Base Excess (BE) 0.0 -2.0-3.0 mEq/L
%FIO2 60 %
KIMIA
HATI DAN PANKREAS
Albumin 2.6 0.20-1.20 mg/dl
ELEKTROLIT
Calsium 8.0 8.8 – 10.8 mg/dl
Natrium 134 136 – 145 Meq/L
Kalium 3.8 3.5 – 5.1 Meq/L
Chlorida 1051 98 – 107 Meq/L

9. Pemeriksaan Laboratorium Darah (13-05-2023, 22.14 WITA)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
HEMOSTASIS
Hasil PT 12.5 9.9 – 13.5 detik
INR 1.17
Control Normal PT 10.8
Hasil APTT 29.3 22.2 – 37.0 detik
Control Normal APTT 24.8
KIMIA
HATI DAN PANKREAS
Albumin 2.9 3.8-5.4 g/dl

30

Universitas Lambung Mangkurat


FOTO KLINIS

10. USG Abdomen (09-05-2023)

31

Universitas Lambung Mangkurat


Hepar

Ukuran membesar, tepi rata, ekoparenkim homogen, tepi regular, marginal

angle tajam, tampak abses 2 buah segmen 6-7 ukuran 9x8.5cm dan segmen

5 ukuran 6x8cm. Tampak leakage kapsul segmen 5 dan free perihepatica

volume estimasi 100 cc. Vena porta tak dilatasi, vena hepatica tak dilatasi.

Duktus biliaris intra dan ekstrahepatal tak dilatasi.

Kandung empedu: kolaps

Pankreas / spleen: normal

Ren D/S: Ukuran normal, ekoparenkim homogen, pelvokaliseal

system/ureter proksimal tidak dilatasi, tidak tampak batu/cyst

Vesika urinaria: Dinding normal, tak tampak batu

Kesimpulan:

- Abses hepar multiple segmen 6-7 dan segmen 5, dengan rupture abses

segmen 5 yang menyebabkan leakage ke intraperitoneal

32

Universitas Lambung Mangkurat


- GB kolaps

- USG spleen, pancreas, ren, vesika urinaria tidak tampak kelainan

11. Foto Thorax AP (08-05-2023)

Foto thorax:

Foto asimetris, inspirasi kurang

Skeletal dan soft tissue yang tervisualisasi dalam batas normal

Trachea di tengah

Cor membesar

Sinuses dan diafragma kanan tertutup perselubungan. Sinus dan diafragma kiri

normal

33

Universitas Lambung Mangkurat


Pulmo:

Hilus kanan tertutup perselubungan. Hilus kiri superposisi jantung

Corakan bronkovaskular sebagai normal

Tampak peselubungan opak homogeny di hemithorax lateral tengah sampai

bawah kanan

Kesimpulan:

Efusi pleura kanan

12. Foto Thorax AP (13-05-2023)

Foto thorax:

Foto asimetris

Skeletal dan soft tissue yang tervisualisasi dalam batas normal

Trachea di tengah

Cor tidak membesar

Sinuses dan diafragma kiri normal. Diafragma kanan elevasi

Pulmo:

34

Universitas Lambung Mangkurat


Hilus normal

Tampak opasitas inhomogen di lapang bawah paru kanan

Tampak terpasang drain subdiafragma kanan

Tampak terpasang ETT dengan ujung distal setinggi corpus vertebra CV 3-4

Tampak terpasang NGT dengan ujung distal di proyeksi lambung

Kesimpulan:

Elevasi diafragma kanan (post op)

Compressed atelectasis di lobus inferior paru kanan

Tidak tampak kardiomegali

V. RESUME PENYAKIT

1. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis dengan keluarga pasien.

Keluhan Utama: Nyeri perut

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 10 hari Sebelum

masuk rumah sakit,sifat sakit terus menurus, seperti tertindih dan melilit namun

tidak menjalar. Pasien juga mengeluhkan perut membesar. Keluhan disertai

demam naik turun. Keluhan mual muntah (-/-), diare dan cacingan sebelumnya

disangkal. Riwayat penurunan nafsu makan (+), penurunan berat badan progresif

(-),Trauma abdomen (-), riwayat dipijat diperut (-), sesak napas (-), sakit kuning (-

), BAK berpasir atau berbuih (-/-), BAK menurut orang tua selama dirawat

berwarna kuning pekat dan sedikit frekuansinya. Pasien kemudian di bawa ke

puskesmas dan dirujuk ke RS TPT, dirawat selama 3 hari dan dilakukan USG

35

Universitas Lambung Mangkurat


abdomen dengan hasil abses hepar, karena tidak ada perbaikan selama

pengobatan, kemudian dirujuk ke RSUD Ulin untuk mendapatkan penanganan

lebih lanjut.

2. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis / GCS E4V5M6

Tanda Vital : Tekanan darah : 100/80 mmHg

Nadi : 102 kali /menit regular, kuat angkat

Respirasi : 24 kali/menit

Suhu : 36,5 oC

SpO2 : 98% tanpa suplementasi oksigen

BBS : 20 kg

VAS : 2/10

Mata : Konjungtiva pucat (+/+),

Mulut & tenggorokan : mukosa bibir kering (+)

Abdomen:

Inspeksi : distensi (+), venektasi (+), darm contour (-) darm steifung (-)

Auskultasi : bising usus (+) 3-4x per menit, bruit (-)

Perkusi : nyeri saat perkusi (+), pekak ar lateral Abdomen dextra,

shifting

dullness (-), turgor kulit <2“

Palpasi : supel (+), defans (-), NT (+) ar hypochondria dextra s/d

lateral Abdomen dextra, Hepar teraba membesar 10 cm di

36

Universitas Lambung Mangkurat


bawah arcus costa dextra dan 8cm dari processus xipoideus,

dengan permukaan licin tepi lancip, L/M tidak teraba

Digital rectal examination:

Ins : Massa (-)

Pal : tonus sfingter ani (+) mukosa licin(+) ampula kolaps (+) massa (-) nyeri
tekan (-)

Handscoen : feses (+) darah (-)

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

USG (09-05-2023)

- Abses hepar multiple segmen 6-7 dan segmen 5, dengan rupture abses

segmen 5 yang menyebabkan leakage ke intraperitoneal

- GB kolaps

- USG spleen, pancreas, ren, vesika urinaria tidak tampak kelainan

Foto thorax AP (08-05-2023)

Efusi pleura kanan

Foto thorax AP (13-05-2023)

Elevasi diafragma kanan (post op)

Compressed atelectasis di lobus inferior paru kanan

Tidak tampak kardiomegali

VI. DIAGNOSIS PRE OP

37

Universitas Lambung Mangkurat


Multiple Abses Hepar + AKI susp prerenal e.c Dehidrasi ringan-sedang prolong

ec low intake + anemia (6.5) + hiponatremia (127) + prolong faktor koagulasi

(INR 1.84) + hipoglikemia (54)

VII. PENATALAKSANAAN PRE OP

- Loading Asering 0.9% 400 cc

- Loading D10% 100cc (berikan D10% 100cc bila GDS <60)

- Koreksi Natrium dengan NaCl 0.9% 500 cc + D5 1/2 NS 1000cc dalam 24


jam

- Inj. Ceftriaxone 2x650mg

- Inj. Metronidazole 3x250mg

- Inj. Omeprazole 1x20mg

- Inj. Antrain 3x250mg

- Inj. Vit K 1x10mg

- Tranfusi PRC 200 cc/hari selama 3 hari

- Pasang DC Catheter + Balance cairan

Advice Bedah Anak :

- Perbaikan dan optimalisasi KU

- Pro laparatomi drainase abses liver

VIII. LAPORAN OPERASI HEPATOTOMY DAN DRAINASE ABSES(11-

05-2023)

1. Pasien dalam kondisi sudah di anestesi, posisi supine, aseptik medan

operasi, tutup duk steril

38

Universitas Lambung Mangkurat


2. Insisi median sd periotoneum

Peritoneum adneksa

Evaluasi:

- Keluar cairan seropurulent

- Perlengketan hepar di facies diafragmatica, ke lateral bawah

- Perlengketan dilepas : pus 200cc

- Dilakukan drainase abses

- Terjadi perlengketan colon ke hepar

- Dilakukan adhesiolysis

3. Cuci sd bersih

4. Drain intraperitoneal

5. Tutup lokasi operasi

IX. DIAGNOSIS AKHIR

Post Laparatomi Eksplorasi dan Drainase Abses + Hepatotomy dt Abses Hepar

X. TATALAKSANA POST OP

 Observasi KU, tanda vital dan drain

 IVFD DS ½ NS 1250cc : aminofluid 250 cc (1500cc/24 jam)

 Inj Ceftriaxone 2x1gr,

 Inj metronidazole 3x250mg

 Inj paracetamol 4x200mg

 Inj ranitidine 2x20mg

 Rawat luka.

39

Universitas Lambung Mangkurat


XI FOTO KLINIS POST OP

40

Universitas Lambung Mangkurat


BAB III

PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini dibahas seorang anak laki-laki berusia 7 tahun datang

dengan keluhan utama nyeri perut. Keluhan nyeri perut kanan atas sejak 10 hari

Sebelum masuk rumah sakit,sifat sakit terus menurus, seperti tertindih dan melilit

namun tidak menjalar. Pasien juga mengeluhkan perut membesar. Keluhan

disertai demam naik turun. Keluhan mual muntah (-/-), diare dan cacingan

sebelumnya disangkal. Riwayat penurunan nafsu makan (+), penurunan berat

badan progresif (-),Trauma abdomen (-), riwayat dipijat diperut (-), sesak napas (-

), sakit kuning (-), BAK berpasir atau berbuih (-/-), BAK menurut orang tua

selama dirawat berwarna kuning pekat dan sedikit frekuansinya. Pasien kemudian

di bawa ke puskesmas dan dirujuk ke RS TPT, dirawat selama 3 hari dan

dilakukan USG abdomen dengan hasil abses hepar, karena tidak ada perbaikan

selama pengobatan, kemudian dirujuk ke RSUD Ulin untuk mendapatkan

penanganan lebih lanjut.

Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit berat dengan GCS E4V5M6.

Pada pemeriksaan tanda vital didapatka tekanan darah 100/80 mmHg, nadi 102

kali /menit regular, respirasi 24 kali/menit, suhu 36,5 oC, SpO2 98% tanpa

suplementasi oksigen, BBS 20 kg, VAS 2/10. Pada pemeriksaan kepala dan leher,

didapatkan konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), mata cowong (-/-),

mukosa bibir kering (+). Pemeriksaan Abdomen didapatkan distensi (+), venektasi

(+), bising usus (+) 3-4x per menit, bruit (-), nyeri saat perkusi (+), pekak ar

41

Universitas Lambung Mangkurat


lateral Abdomen dextra, shifting dullness (-), turgor kulit <2“. Palpasi : supel

(+), defans (-), NT (+) ar hypochondria dextra s/d lateral Abdomen dextra, Hepar

teraba membesar 10 cm di bawah arcus costa dextra dan 8cm dari processus

xipoideus,

Pada pemeriksaan USG (09-05-2023) didapatkan Abses hepar multiple

segmen 6-7 dan segmen 5, dengan rupture abses segmen 5 yang menyebabkan

leakage ke intraperitoneal, GB kolap. USG spleen, pancreas, ren, vesika urinaria

tidak tampak kelainan. Foto thorax AP (08-05-2023) : Efusi pleura kanan. Foto

thorax AP (13-05-2023:)Elevasi diafragma kanan (post op), Compressed

atelectasis di lobus inferior paru kana, tidak tampak kardiomegali. Pasien

didiagnosis Multiple Abses Hepar + AKI susp prerenal e.c Dehidrasi ringan-

sedang prolong ec low intake + anemia (6.5) + hiponatremia (127) + prolong

faktor koagulasi (INR 1.84) + hipoglikemia (54).

Abses hepar adalah salah satu bentuk infeksi pada hepar, yang ditandai oleh

terdapatnya pus yang diselubungi oleh jaringan fibrosa pada parenkim hepar.

Kondisi ini merupakan salah satu infeksi hepar yang mengancam jiwa, terutama

jik atidak ditangani dengan baik. Dua bentuk abses hepar yang paling umum

adalah abse shepar piogenik (terkait infeksi bakteri) dan amebik (terkait infeksi

protozoa spesies Entamoeba).5

Pasien adalah anak laki-laki berusia 7 tahun. Abses hati merupakan penyakit

yang penting namun relatif jarang terjadi pada anak-anak, dengan insidensi dan

prevalensi yang bervariasi di seluruh dunia. Abses hati jarang terjadi di negara

maju, namun tetap menjadi masalah infeksi yang signifikan bagi anak-anak yang

42

Universitas Lambung Mangkurat


tinggal di negara berkembang . Angka kejadian yang dilaporkan dalam penelitian

sebelumnya berkisar antara 25 per 100.000 pasien anak di Amerika Serikat, 79 per

100.000 pasien anak di India, dan hingga 400 per 100.000 pasien anak di Pantai

Gading.4 Pada penelitian Grassor dkk (2022) diketahui usia rata-rata anak saat

didiagnosis adalah 3,2 tahun (rentang interkuartil 1,07 tahun hingga 6,72 tahun)

dan empat belas dari dua puluh empat orang adalah laki-laki (58,3%, rasio laki-

laki dan perempuan 1,4).1 Menurut Sharma dkk insidensi pada laki-laki ditemukan

lebih tinggi daripada perempuan (3,92 kasus per 100.000 populasi per tahu nvs

1,87 kasus per 100.000 populasi per tahun. 15

Pasien pada kasus ini mengeluhkan nyeri kanan atas dan demam naik turun.

Hail ini sesuai teori dimana gejala yang terdapat pada pasien abses hati yang akan

dianalisis adalah demam, mual, muntah, nyeri Right Upper Quadran, ikterus, dan

hepatomegaly. Berdasarkan Ghosh dkk diketahui bahwa nyeri right upper quadran

merupakan keluhan yang paling banyak ditemukan pada kedua jenis abses, yaitu

bisa mencapai 93,1% dimana hal ini seimbang ditemukan pada kedua jenis.

Dikatakan pada suatu penelitian di India bahwa nyeri abdomen ditemukan pada

hampir seluruh penderita abses hati yaitu sekitar 99%.16 Menurut Salim dkk, nyeri

kuadran kanan atas (RUQ) terlihat pada 33% hingga 70% pasien. Frekuensinya

dipengaruhi oleh ukuran dan lokasi abses dan adanya obstruksi bilier. Nyeri RUQ

lebih sering terjadi pada lesi yang lebih besar dari 5 cm dan abses yang terletak

dekat dengan diafragma.2

Sementara untuk keluhan demam, Paramitha dkk (2020) menemukan bahwa

demam merupakan gejala yang timbul pada kedua jenis abses hati sebesar 69%.

43

Universitas Lambung Mangkurat


Pada abses hati amoebic (79,3%) gejala ini timbul lebih banyak daripada abses

hati pyogenic (58,6%).3pa Pada penelitian yang dilakukan oleh Das et al di India

(2015) persentase pasien yang mengalami keluhan demam pada abses hati

amoebic (88,18%) dan pyogenic (87%) menggambarkan angka yang hampir

sama. 17

Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan hepatomegali. Hepatomegali

merupakan tanda kedua yang paling sering ditemukan pada pemeriksaan pasien

abses hati. Berdasarkan data, dapat diketahui hampir 71% pasien abses hati

mengalami hepatomegaly dan lebih banyak ditemukan pada pasien abses hati

pyogenic. Berbeda dengan penelitian di India, hepatomegaly lebih sering

ditemukan pada pasien abses hati amoebic (72.7%) dari pada pyogenic (66,6%).17

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan beberapa nilai abnormal pada

pemeriksaan laboratorium, di antaranya yakni anemia dengan nilai hemoglobin

6,5 gr/dl (02/05/2023), leukositosis dengan nilai leukosit mencapai 12.700 rb/ul

(04/05/2023), peningkatan SGOT 309 U/L (02/05/2023), peningkatan SGPT 83

U/L (02/05/2023). Berdasarkan teori pemeriksaan laboratorium yang dapat

dilakukan pada abses hati antara lain pemeriksaan darah dan feses lengkap, fungsi

hati, albumin, kultur darah, dan serologi amuba. Pada pemeriksaan laboratorium

dapat didapatkan peningkatan kadar leukosit darah (sel darah putih >10.000 uL),

anemia (Hb <10 mg/dL), peningkatan serum transaminase (SGOT >45 U/L dan

SGPT >35 U/L) dan alkaline phosphatase (ALP >100 U/L). Pemeriksaan feses

akan memberikan gambaran amebiasis berupa heme positif, adanya neutrofil, dan

adanya tropozoit atau kista amuba.9 Berkaitan dengan anemia, peradangan

44

Universitas Lambung Mangkurat


termasuk abses hepar atau penyakit kronis dapat menghambat produksi

eritropoietin dan secara tidak langsung mengurangi penyerapan zat besi di

duodenum, sehingga menyebakan anemia.18

Pada pemeriksaan USG (09-05-2023) didapatkan Abses hepar multiple

segmen 6-7 dan segmen 5, dengan rupture abses segmen 5 yang menyebabkan

leakage ke intraperitoneal. Berdasarkan teori, hasil pemeriksaan USG yang akan

dianalisis adalah lokasi abses (letak lobus), jumlah lesi, dan diameter abses hati.

Letak abses dibagi menjadi pada lobus kanan, kiri, atau pada kedua lobus. Pada

lobus kanan terdapat segmen V, VI, VII, dan VIII, sedangkan pada lobus kiri

terdapat segmen I, II, III, dan IV (IV adan IVb). Pada kedua jenis ditemukan

banyak single lesi (75,8%) yang terletak pada lobus kanan (79,3%), sedangkan

untuk rata-rata diameter terbesar keduanya berkisar 9,6±3,25 cm. Sekitar 79,3%

letak abses adalah pada lobus kanan di kedua jenis abses. Hal ini dapat terjadi

karena struktur anatomi hepar lebih besar lobus kanan daripada lobus kiri,

sehingga vaskularisasi yang ada didalam lobus lebih banyak pada lobus kanan

daripada kiri. Keadaan tersebut menaikkan kemungkinan bakteri atau amoeba

untuk memasuki hepar lebih banyak pada lobus kanan daripada lobus kiri

melewati vaskularisasi yang ada pada hepar.3 Menurut suatu penelitian di India,

sekitar >80% kedua jenis pasien abses hati terletak pada lobus kanan.17 Serupa

dengan hasil penelitin Jolobe dkk, kasus abses hepar yang berlokasi di lobus kiri

merupakan kasus yang jarang, karena pada umumnya abses dijumpai pada lobus

kanan hepar.19

Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang, Langkah selanjutnya

45

Universitas Lambung Mangkurat


yang harus diperhatikan dalam penegakan diagnosis abses hepar adalah

menentukan kemungkinan jenis abses hepar yang terjadi, karena akan

berimplikasi pad amodalitas terapi yang digunakan. Dua bentuk abses hepar yang

paling sering ditemukan adalah abses hepar piogenik (AHP) dan abses hepar

amebik abscess(AHA). Gejala saja akan sulit untuk membedakan kedua jenis

abses hepar tersebut.6 Sehingga perlu standar emas untuk diagnosis mikrobiologis,

yakni kultur darah yang mengidentifikasi bakteri penyebab masalah. Pada AHP

kultur darah positif, sementara pada AHA hasil pemeriksaan kultur darah adalah
2,9,10
negatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh yang dilakukan oleh

Yeh, PJ dkk (2020), Patogen yang paling sering dikultur adalah K. pneumoniae

(4/11, 36,4%), Escherichia coli (2/11, 18,2%), dan stafilokokus negatif koagulase

(2/11, 18,2%).4

Pada kasus ini, pasien ditangani dengan drainase abses per laparatomi,

selain terapi medikamentosa. Berdasarkan teori, terdapat beberapa modalitas

terapi untuk abses hepar, yang meliputi terapi medikamentosa dan tindakan bedah

seperti drainase abses per laparoskopi atau drainase abses terbuka, hingga

hepatektomi pada kasus abses hepar multilokuler.20 Pada pasien abses hati

amoebic didapatkan 65,6% pasien dengan drainase percutaneous, dan 17,2%

pasien dengan operasi. Sedangkan pada abses hati pyogenic diketahui; 34,5%

dengan terapi drainage percutaneous, 31% dengan terapi dengan operasi.3

Pendekatan terapi untu AHA dapat berupa pendekatan terapi medikamentosa,

sedangkan untuk AHP dan kombinasi infeksi memerlukan aspirasi berulang atau

drainase abses di samping terapi medikamentosa.6 Rekomendasi terkini

46

Universitas Lambung Mangkurat


menyatakan bahwa abses hepar yang berukuran kurang dari 3 cm dapat ditangani

dengan farmakoterapi. Terdapat berbagai laporan yang menggunakan teknik

drainase per laparoskopik untuk abses hepar. Seri kasus yang terdiri dari 32 kasus

di Vietnam juga menemukan bahwa drainase abses per laparoskopi untuk abses

hepar adalah pendekatan terapi yang sangat efektif, terutama untuk abses besar

dan abses yang mengalami ruptur, dan berdampak positif pada penurunan angka

mortalitas, penyembuhan pasca-operasi, dan minim komplikasi.21 Satu penelitian

yang membandingkan drainase abses per laparoskopi dengan drainase terbuka

yang dilakukan pada 48 PLA kompleks (22 pasien menjalani drainase per

laparoskopi, 26 pasien menjalani drainase terbuka) menyimpulkan bahwa kedua

teknik merupakan pendekatan yang aman dan efektif. Masing-masing memiliki

kelebihan tersendiri yaitu, drainase abses per laparoskopi membutuhkan waktu

operasi yang lebih singkat, dan menurunkan angka morbiditas dan lama

perawatan di rumah sakit, sedangkan drainase terbuka merupakan terapi pilihan

untuk pasien dengan sepsis berat atau pasien yang gagal diterapi dengan teknik

drainase perkutan. 21

Pasien diberikan seftriakson dan metronidazole. Berdasarkan pilihan obat

yang dipakai, seluruh pasien (100%) menggunakan antibiotika. Antibiotika yang

dipakai secara empiris adalah kombinasi metronidazole dan cephalosporin

generasi ke-tiga. Kedua obat tersebut adalah medika mentosa yang paling sering

dikombinasi untuk jadi terapi pasien abses hati. Hal ini dikarenakan secara klinis

sulit untuk membedakan antara abses hati amoebic dan pyogenic saat pasien

pertama kali masuk rumah sakit, dan masih jarang dilakukan pemeriksaan kultur

47

Universitas Lambung Mangkurat


pada pus, darah, atau jaringan yang memberikan hasil jenis bakteri dan jenis

antibiotik yang sensitif untuk bakteri tersebut. Metronidazole diberikan pada

seluruh pasien abses hati, baik amoebic maupun pyogenic, sedangkan pemberian

cephalosporin generiasi ketiga yaitu ceftriaxone merupakan pilihan yang paling

banyak digunakan pada 51,7% pasien abses hati amoebic dan 48,3% pasien abses

hati pyogenic. Selain metronidazole dan ceftriaxone obat pilihan yang dipakai

adalah ciprofloxacin, levofloxacin, cefotaxime, dan cefixime.3

Turunan nitroimidazol, metronidazol efektif melawan amebiasis usus dan

ekstraintestinal. Efek insidental yang paling banyak dikenal adalah migrain, sakit,

mulut kering, dan rasa logam. Untuk kasus abses hati amuba, dianjurkan dosis

harian tiga kali 750 mg selama lima sampai sepuluh hari. Untuk anak-anak,

diperlukan tiga dosis 35-50 mg/kg/hari. Tinidazole, turunan nitroimidazole, dapat

diberikan pada anak dengan dosis tunggal 60 mg/kg per hari selama 3-5 hari

dengan dosis 3 x 800 mg per hari selama 5 hari.11 Pasien juga mendapatkan

omeprazole yang berperan sebagai gastroprotektor, serta antrain sebagai analgetik.

48

Universitas Lambung Mangkurat


49

Universitas Lambung Mangkurat


BAB IV

PENUTUP

Telah dilaporkan kasus pasien seorang anak laki-laki berusia 7 tahun yang

masuk RSUD Ulin Banjarmasin nyeri perut kanan atas sejak 10 hari Sebelum

masuk rumah sakit, sifat sakit terus menurus, seperti tertindih dan melilit namun

tidak menjalar. Pasien juga mengeluhkan perut membesar. Keluhan disertai

demam naik turun. Pada USG abdomen dengan hasil abses heparPasien

didiagnosis Multiple Abses Hepar + AKI susp prerenal e.c Dehidrasi ringan-

sedang prolong ec low intake + anemia (6.5) + hiponatremia (127) + prolong

faktor koagulasi (INR 1.84) + hipoglikemia (54). Telah dilakukan operasi di

RSUD Ulin pada tanggal 11 Mei Maret 2023 oleh Bedah Anak. Diagnosis akhir

pasien adalah Post Laparatomi Eksplorasi dan Drainase Abses + Hepatotomy dt

Abses Hepar. Post operasi pasien mendapatkan terapi berupa IVFD DS ½ NS

1250cc : aminofluid 250 cc (1500cc/24 jam), Inj Ceftriaxone 2x1gr, Inj

metronidazole 3x250mg, Inj paracetamol 4x200mg, Inj ranitidine 2x20mg, rawat

luka.

50

Universitas Lambung Mangkurat


DAFTAR PUSTAKA

1. Grossar L, Hoffman I, Sokal E, Stéphenne X, Witters P, Grossar L. Liver


abscesses in the Western pediatric population. 2022;85(September).
2. Salim R, Sabir M, Diana V, Wahyuni RD, Dokter PP, Kedokteran F, et al.
Abses hepar: Diagnosis dan Manajemen. 2023;5(1):8–15.
3. Paramitha A, Kholili U, Setyoboedi B. Perbedaan Profil Abses Hati
Pyogenic dengan Amoebic pada Pasien Abses Hati Rawat Inap di RSUD
Dr Soetomo Tahun. 2020;9(3):297–307.
4. Yeh PJ, Chen CC, Lai MW, Yeh HY, Chao HC. Pediatric Liver Abscess:
Trends in the Incidence, Etiology, and Outcomes Based on 20-Years of
Experience at a Tertiary Center. Front Pediatr. 2020;8(March):1–8.
5. W. Mohammad Ali, I. Ali, R. SAA, R. AZ and M. Ahmed, “Recent Trends
in the Epidemiology of Liver Abscess in Western Region of Uttar Pradesh:
A Retrospective Study”, Journal of Surgery and Anesthesia, vol. 02, no. 02,
pp. 1-4, 2018.
6. Khim G, Em S, Mo S, Townell N. Liver abscess : diagnostic and
management issues found in the low resource setting.
2019;(December):45–52.
7. Kajala ML, Shriwastav A, Tanger R. Liver Abscess in Pediatric Patients -
Our Institutional Experience. 2021;(August).
8. Prianti Y, Bisanto J, Firman K. Abses Hati pada Anak. 2005;7.
9. Prakash V, Jackson-Akers JY, Oliver TI. Amebic Liver Abscess. Statpearls
[Internet]. 2019. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430832/.
10. Kantor M, Abrantes A, Estevez A, Schiller A, Torrent J, Gascon J,
Hernandez R, Ochner C. Entamoeba histolytica: Updates in clinical
manifestation, pathogenesis, and vaccine development. Canadian Journal of
Gastroenterology and Hepatology; 2018.
11. Gunawan, Sulistia Gan. Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Farmakologi dan
terapi edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit UI.. Hal 551-554.
12. Shiram BM. 2014. SRB’s Surgical Operation and atlas 1st edition. India:
Jaypee.
13. Chen YC, Lin CH, Chang SN, Shi ZY. Epidemiology and clinical outcome
of pyogenic liver abscess: An analysis from the National Health Insurance

51

Universitas Lambung Mangkurat


Research Database of Taiwan, 2000–2011. Journal of Microbiology,
Immunology and Infection. 2016 Oct 1;49(5):646-.
14. Kurland JE, Brann OS. Pyogenic and amebic liver abscesses. Current
Gastroenterology Reports. 2004 Aug 1;6(4):273.
15. A. Sharma, S. Mukewar, K. Mara, R. Dierkhising, P. Kamath and N.
Cummins, “Epidemiologic Factors, Clinical Presentation, Causes, and
Outcomes of Liver Abscess: A 35-Year Olmsted County Study”, Mayo
Clinic Proceedings: Innovations, Quality & Outcomes, vol.
16. Ghosh S, Sharma S, Gadpayle AK, Gupta HK, Mahajan RK, Sahoo R,
Kumar N. Clinical, laboratory, and management profile in patients of liver
abscess from northern India. Journal of Tropical Medicine. 2014;
2014:142382.
17. Das A, Jha AK, Chowdhury F, Biswas MR, Prasad SK, Chattopadhyay S.
Clinicopathological study and management of liver abscess in a tertiary
care center. Journal of Natural Science, Biology, And Medicine. 2015
Jan;6(1):71.
18. Istri IG, Widnyani A, Karyana IPG, Ngurah IG, Putra S, Nesa NM. A
large-liver abscess with severe anaemia in 6 years- old patient : A case
report. 2020;11(1):1–6.
19. O. Jolobe, “The special case of left lobe amoebic liver abscess”, QJM: An
International Journal of Medicine, vol. 112, no. 1, pp. 67-68, 2018, doi:
10.1093/qjmed/hcy148.
20. S. Pais-Costa, S. Araujo and V. Figueiredo, “Hepatectomy for Pyogenic
Liver Abscess Treatment: Exception Approach?”, ABCD. Arquivos
Brasileiros de Cirurgia Digestiva (São Paulo), vol. 31, no. 3, pp. 1-5, 2018,.
21. P. Hong Duc et al., “Laparoscopic Surgery for Intra-abdominal Ruptured
Liver Abscess: A study of 32 cases”, Open Access Journal of Surgery, vol.
10, no. 5, pp. 1-4, 2019, doi: 10.19080/OAJS.2019.10.555798.

52

Universitas Lambung Mangkurat

Anda mungkin juga menyukai