Anda di halaman 1dari 28

REFERAT PERITONITIS BAkTERIAL SPONTAN

Anugrah Adi Santoso J 5000 800 43

BAB I PENDAHULUAN
SBP didefinisikan adalah peritonitis bakterial yang terjadi pada penderita dengan asites, tanpa diketahui sumber infeksi intra abdominal yang memerlukan tindakan bedah.

PBS pertama kali dilaporkan oleh Harold Conn tahun 1964. Pada tahun 1990 dilaporkan ada 4 varian PBS yaitu bakterasites monomikrobial, neutrositik asites biakan negatif, peritonitis bakteri sekunder, bakterasites polimikrobial. PBS pada sirosis hati prevalensinya 10-30 % dari penderita yang dirawat di RS. Angka kematian dan kekambuhan cukup tinggi 40-70 %. PBS umumnya terjadi pada sirosis hati fase lanjut.

Diagnosis

SBP sel PMN 250 sel/mm3. Atau kultur dari cairan asites positif ada bakteri Bakteri usus gram negatif penyebab hampir semua SBP (terutama Escherichia coli dan Klebsiella)

BAB III TINJAUAN TEORI


SBP biasanya tanpa adanya sumber infeksi lokal. Penyakit ini merupakan komplikasi yang sering timbul pada penderita sirosis hati yang disertai dengan adanya asites.

ETIOLOGI

Normal, rongga perut cairan lawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Mekanisme primer SBP terjadinya translokasi bakteri dari pencernaan, ketidakmampuan sistem pencernaan untuk menahan bakteri kegagalan sistem imun untuk membersihkan organisme setelah mereka bertranslokasi << Aktivitas antimikroba endogen pada pasien dengan asites protein rendah sistem imun gagal menghancurkan bakteri bakteri asites.

PERITONITIS BAKTERIAL SPONTAN

Cairan dalam rongga perut (ascites) tempat bakteri-bakteri berkembang. Lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites infeksi didalam perut dan ascites sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP Penyebab dari PBS umumnya bersifat monobakterial seperti Escherichia coli, Klebsiella spp, Streptococcus dan Enterococcus spp, sementara kuman anaerob jarang menyebabkan PBS.

Patogenesis PBS pada sirosis hati.

PBS penderita sirosis hati pada dasarnya terjadi karena menurunnya sistem imun penderita sirosis, meliputi : penurunan fungsi fagositosis sistem retikuloendotelial, penurunan fungsi fagositosis neutrofil, penurunan fungsi monosit, penurunan komplemen dan imunoglobulin G.

Pada sirosis hepatik, lebih dari 80% aliran darah portal melewati hati. Hal ini menyebabkan bakteri yang terdapat dalam darah dapat melewati sistem retikuloendotelial hati dan menyebabkan penyebaran secara hematogen. Jalur penyebaran infeksi lain adalah melalui sistem limfatik, translokasi bakteri melalui dinding usus dan dari saluran kemih wanita melalui tuba Fallopii.

Teori-teori pertumbuhan bakteri pada cairan asites : 1. Teori translokasi bakteri Pada penderita sirosis > 70% ditemukan bakteri usus dalam cairan asitesnya. Mukosa usus oedem pada penderita sirosis hati dengan hipertensi porta, hingga integritas mukosa menurun, bakteri usus dapat menyusup masuk ke sistem limfoid submukosa, kemudian ikut aliran limfe ke limfonodi mesenterial, masuk ke cairan asites.

2. Teori Bakteriemia Penderita sirosis hati dengan asites mengalami penurunan sistem imun, sehingga tidak dapat mengontrol pertumbuhan bakteri komensal di usus, di faring, di paru dan di kandung kemih. Bakteri yang banyak diproduksi akan masuk ke sistem limfe sampai ke duktus toraksikus kemudian ke dalam aliran darah ke atrium kanan, terjadilah bakteriemia yang berkepanjangan. Selanjutnya bakteri akan berkembang dengan membentuk koloni.

GAMBARAN KLINIS
Bisa asimtomatik Keluhan badan kuning (ikterus), panas badan, sakit perut, abdominal tenderness, perut membesar, mual dan muntah darah atau berak warna hitam, hipotensi, berkurangnya bising usus, kesadaran menurun yang merupakan fase dari ensefalopati hepatikum.

DIAGNOSIS

Ditegakkan berdasarkan : 1. Gambaran klinis 2. Pemeriksaan cairan asites, meliputi : - Jumlah lekosit polimorfonuklear (PMN) - Biakan cairan asites - Kadar glukosa dan protein - Kadar laktat dehidrogenase (LDH)

LABORATORIUM
The International Ascites Club (IAC) merekomendasikan dilakukannya parasentesis (pungsi asites) pada penderita sirosis hepatik yang disertai dengan asites. Diagnosis PBS dapat ditegakkan bila dijumpai hasil:

v Hitung sel polimorfonukleus (PMN) > 250/mm3 v Lekosit > 300/mm3 (terutama granulosit) v Protein < 1g/dL v Bilirubin > 43 mmol/L v Aktivitas protrombin < 45% v Culture positive dari cairan asites

MACAM-MACAM BAKTERI PBS


E. coli Klebsiella pneumoniae Streptococcus pneumoniae Streptococcus alfa hemolyticus Streptococcus beta hemolyticus Enterobacter Pseudomonas aurigenosa Staphylococcus aureus

PENGELOLAAN PBS
Pemberian antibiotika empirik harus segera diberikan untuk mencegah komplikasi sepsis dan koma hepatikum. Dipilih antibiotika yang mampu mengeliminasi kuman penyebab infeksi PBS Antibiotika selama 5-10 hari : a. Cefotaxime 1-2 gram tiap 8 jam b. Ceftriaxone 1-2 gram sekali sehari c. Ceftazidime d. Amoxycilline 1 gram & asam klavulanat 0,2 gram tiap 6 jam e. Ofloxacin oral 400 mg setiap 12 jam.

Pemberian ofloxacin per oral ini menguntungkan bagi pasien PBS tanpa komplikasi yang tidak perlu dirawat.

PROFILAKSIS:
Norfloxacin 400 mg tiap 12 jam selama 7 hari. Pada pasien yang baru sembuh dari PBS maka Norfloxacin diberikan paling sedikit selama 6 bulan.

Indikasi punksi asites untuk diagnostik PBS : 1. Penderita sirosis hati dengan asites yang masuk perawatan pertama kali. 2. Penderita sirosis hati dengan asites yang selama perawatan terjadi : - Tanda-tanda peritonitis lokal : sakit perut, muntah, diare, ileus - Tanda sistemik dari infeksi : panas, lekositosis, SIRS - Ensefalopati hepatikum yang tidak jelas faktor presipitasinya - Fungsi ginjal yang cepat menurun yang tak jelas penyebabnya

EVALUASI
Terapi
Bila

dinyatakan berhasil

ada Penurunan jumlah lekosit PMN cairan asites Biakan cairan asites negatif

tanda-tanda infeksi sistemik sudah tidak

PROGNOSIS
Ketahanan hidup 1 tahun sekitar 30-50 % Ketahanan hidup 2 tahun sekitar 25-30 % Angka kematian & kekambuhan 20-30 %, dipengaruhi : - ada / tidaknya gagal ginjal - derajat gagal fungsi hati yang berat - jenis kuman - usia penderita

TERAPI
Asites Dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas : a. Istirahat

b. Diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat. c. Diuretik Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encephalopaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid.

PROGNOSA

Angka kematian pada pasien dengan peritonitis bakteri spontan berkisar dari 40-70% pada pasien dewasa dengan sirosis. Kematian dari spontan bacterial peritonitis dapat menurun antara semua sub kelompok pasien karena kemajuan dalam diagnosis dan pengobatan

DAFTAR PUSTAKA

Ghassemi S et al. Prevention and treatment of infections in patients with cirrhosis. Best Pract Res Clin Gastroenterol 2007; 21:77. Filik L et al. Clinical and laboratory features of spontaneous bacterial peritonitis. East Afr Med J 2004;81:474. Caruntu FA et al. Spontaneous bacterial peritonitis:pathogenesis, diagnosis, treatment. Journal of Gastrointestinal and Liver Disease 2006;15:51. Sheer TA et al. Spontaneous bacterial peritonitis. Dig Dis 2005;23:39. Frazee LA et al. Longterm prophylaxis of spontaneous bacterial peritonitis in patients with cirrhosis. Ann Pharmacother 2005;39:908.

Fernandez J et al. Primary prophylaxis of spontaneous bacterial peritonitis delays hepatorenal syndrome and improves survival in cirrhosis. Gastroenterology 2007;133:818. Ortiz J et al. Infections caused by Escherichia coli resistant to norfloxacin in hospitalized cirrhotic patients. Hepatology 1999;29:1064. Alvarez RF et al. Trimethoprimsulfamethoxazole versus norfloxacin in the prophylaxis of spontaneous bacterial peritonitis in cirrhosis. Arq Gastroenterol 2005; 42:256. Bernard B et al. Antibioticp rophylaxis for the prevention of bacterial infections in cirrhotic patients with gastrointestinal bleeding: a metaanalysis. Hepatology 1999; 29:1655.

Rimola A et al. Diagnosis, treatment and prophylaxis of spontaneous bacterialperitonitis: a consensus document. International Ascites Club. Jhepatol 2000; 32:142. Runyon BA. Practice Guidelines Committee, American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD). Management of adult patients with ascites due to cirrhosis. Hepatology 2004; 39:841. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.2009. Page 668-673. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in thesetting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009. 18(3):299302.

Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis. http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapte 1416032588.pdf .Diakses pada tanggal 30 Mei 2012 Caroline R Taylor. 2011. Cirrhosis Imaging. http://emedicine.medscape.com/article/366426overview#showall .Diakses pada tanggal 30 Mei 2012. Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007.102:20862102.

Anda mungkin juga menyukai