Identitas Pasien
Nama
: Tn. P
Usia
: 51 tahun
: Sungai Kunyit
MRS
: 11 Oktober 2016
Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri seluruh lapang perut
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mulai mengeluh nyeri perut sejak 2 hari yang lalu. Nyeri awalnya
dirasakan di ulu hati lalu keseluruh lapang perut. Semakin hari, nyeri dirasakan
semakin kuat. Nyeri juga disertai nafsu makan yang menurun, badan terasa panas,
mual serta muntah. Pasien muntah di rumah sebanyak empat kali. Riwayat nyeri
yang dirasakan hingga menjalar ke pinggang belakang disangkal. Riwayat BAB
cair disangkal. Pasien mengaku sering mual sebelumnya dan dirasakan dalam
kurun waktu yang lama. Pasien belum mengkonsumsi obat untuk mengatasi
keluhannya.
Riwayat Penyakit Dahulu : - Riwayat keluhan serupa disangkal(-), riwayat sakit
jantung disangkal, riwayat hipertensi disangkal,
riwayat asma disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga : - Riwayat keluhan serupa disangkal(-), Riwayat
keluarga dengan penyakit keganasan (-)
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat pengobatan (-)
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
-
Kesadaran
: Compos Mentis
Vital Sign
: TD 130/80 mmHg
Nadi 100x/menit
RR 21 x/menit
Temp 37,9 C
Kepala
Leher
Thorax
:
-
Abdomen
A : BU (-) normal
Ekstremitas
Pemeriksaan Penunjang
: 22.6 x 103/uL
Eritrosit
: 4.75 x 106/uL
Hb
: 13.8 g/dl
Plt
: 258 x 103/uL
: Kuning
Berat Jenis
: 1005
pH
:7
Protein
: negatif (-)
Reduksi
: negatif (-)
Bilirubin
: negatif (-)
: negatif (-)
Keton
: positif (-)
Hemoglobin
: negatif (-)
Sedimen
Lekosit
: 1-2
Eritrosit
: 1-2
Epitel
: 1-2
Silinder
: negatif (-)
Kristal
: negatif (-)
Diagnosis Kerja
Peritonitis
Terapi
IVFD RL 30 tpm
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau
seluruh selaput peritoneum parietale ataupun viserale pada rongga abdomen.
Peritonitis merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
dan kronis. Seringkali disebabkan dari penyebaran infeksi yang berasal dari
organ-organ di cavum abdomen. Penyebab tersering adalah perforasi dari organ
lambung, colon, kandung empedu dan apendiks.Infeksi dapat juga menyebar dari
organ lain yang menjalar melalui darah.(3)
II. Etiologi
Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu
hubungan (viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal
(esofagus, lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu,
apendiks, dan saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang
menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami
strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan bencana vaskular
(trombosis dari mesenterium/emboli).(4)
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering
terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,
salpingitis), ruptur saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang
sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur
apendiks, seperti Escherichia coli atau Bacteroides sedangkan stafilokokus dan
stretokokus sering masuk dari luar.
III. Klasifikasi
Infeksi peritoneal diklasifikasikan menjadi primer (spontan), sekunder
(berhubungan dengan proses patologi yang berlangsung di organ dalam), atau
tersier (infeksi berulang yang terjadi setelah terapi yang adekuat). Infeksi
Penyebab
Esofagus
Keganasan
Trauma
Iatrogenik
Sindrom Boerhaave
Lambung
Duodenum
Traktus bilier
Kolesistitis
Kolon asendens
Iskemia kolon
Hernia inkarserata
Obstruksi loop
Penyakit Crohn
Keganasan
Divertikulum Meckel
Trauma
Iskemia kolon
Divertikulitis
Keganasan
Kolitis ulseratif dan penyakit Crohn
Apendisitis
Volvulus kolon
Trauma
Iatrogenik
bukan karena infeksi intraabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan
asites akibat penyakit hati kronik. Akibat asites akan terjadi kontaminasi hingga
ke rongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut
atau pembuluh limfe mesenterium, kadang-kadang terjadi pula penyebaran
hematogen jika telah terjadi bakteremia. Sekitar 10-30% pasien dengan sirosis dan
asites akan mengalami komplikasi seperti ini. Semakin rendah kadar protein
cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Hal tersebut
terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antarmolekul komponen asites.
Sembilan puluh persen kasus SBP terjadi akibat infeksi monomikroba.
Patogen yang paling sering menyebabkan infeksi ialah bakteri gram negatif, yakni
40% Eschericia
coli, 7% Klebsiella
Proteus, dan gram negatif lainnya sebesar 20%. Sementara bakteri gram positif,
yakni Streptococcus
pneumoniae 15%,
15%,
dan
golongan Staphylococcus sebesar 3%. Pada kurang dari 5% kasus juga ditemukan
mikroorganisme anaerob dan dari semua kasus, 10% mengandung infeksi campur
beberapa mikroorganisme.
Sedangkan peritonitis sekunder, bentuk peritonitis yang paling sering
terjadi, disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ
dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal. Spektrum patogen infeksius
tergantung penyebab asalnya. Berbeda dengan SBP, peritonitis sekunder lebih
banyak disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian
atas. Pada pasien dengan supresi asam lambung dalam waktu panjang, dapat pula
terjadi infeksi gram negatif. Kontaminasi kolon, terutama dari bagian distal, dapat
melepaskan ratusan bakteri dan jamur. Umumnya peritonitis akan mengandung
polimikroba, mengandung gabungan bakteri aerob dan anaerob yang didominasi
organisme gram negatif.
Sebanyak 15% pasien sirosis dengan asites yang sudah mengalami SBP
akan mengalami peritonitis sekunder. Tanda dan gejala pasien ini tidak cukup
sensitif dan spesifik untuk membedakan dua jenis peritonitis. Anamnesis yang
dan darah. Respon segera dari saluran usus adalah hipomotilitas, diikuti oleh ileus
paralitik, disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus
V. Gejala Klinis
Manifestasi utama dari peritonitis adalah nyeri abdomen akut dan nyeri
tekan. Lokasi nyeri dan nyeri tekan bergantung pada sebab yang mendasari dan
apakah proses radangnya bersifat local atau umum. Pada peritonitis local seperti
yang dijumpai pada apendisitis tanpa komplikasi atau divertikulitis, kelainan
fisisnya hanya ditemukan pada daerah yang mengalami peradangan. Pada radang
peritoneum yang menyebar, terdapat peritonitis umum dengan nyeri tekan pada
seluruh dinding abdomen dan nyeri pantul(rebound). Ketegangan dinding perut
merupakan kelainan yang sering ditemukan pada peritonitis dan dapat local atau
umum. Pada awalnya mungkin masih ada peristaltik usus tetapi biasanya akan
hilang sejalan dengan berkembangnya penyakit dan suara usus menghilang.
Hipotensi, takikardi, oligouria, leukositosis, demam, muntah adalah kelainankelainan yang sering ditemukan terutama pada peritonitis umum.
Nyeri perut yang terjadi merupakan nyeri yang somatik. Nyeri somatik
terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi oleh saraf tepi, misalnya
rangsangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding perut. Nyeri yang
timbul dapat lokal, dan dapat pula merata pada seluruh perut tergantung luasnya
rangsangan pada peritoneum. Karena rangsangan tersebut berlangsung terus pada
peritoneum, rasa nyeri dirasakan terus menerus.
Nyeri dirasakan seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat
menunjukkan secara tepat letaknya dengan jari. Rangsang yang menimbulkan
nyeri ini dapat berupa rabaan, tekanan, rangsang kimiawi, atau proses radang.[3]
Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsangan
peritoneum dan menyebabkan nyeri. Peradangannya sendiri maupun gesekan
antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Setiap
gerakan penderita, baik berupa gerak tubuh maupun gerak napas yang dalam atau
batuk, juga akan menambah rasa nyeri sehingga penderita gawat perut yang
10
12
somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada
inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan.
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan
setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk
melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan
setempat.
Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya
udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui
pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis,
pekak hepar akan menghilang, akibat dari perforasi usus yang berisi udara
sehingga udara akan mengisi cavum peritoneum sehingga pada perkusi hepar
terjadi perubahan suara redup menjadi timpani dan perkusi abdomen hipertimpani
karena adanya udara bebas tadi.Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya
harus dilakukan pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan vaginal untuk
membantu penegakan diagnosis. Pada pemeriksaan rectal toucher akan didapatkan
tonus m.sphingter ani yang menurun, ampula recti berisi udara dan nyeri pada
semua arah.
Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang
memberikan informasi pada peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan
adanya kelainan di daeah panggul, seperti apendisitis, abses, atau adneksitis.
Nyeri pada semua arah menunjukkan general peritonitis. Colok dubur dapat pula
membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis
dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula
biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk kemungkinan
kelainan pada alat kelamin dalam perempuan.[3]
Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah mengambil
keputusan, misalnya pemeriksaan darah, urin, dan feses. Kadang perlu juga
dilakukan pemeriksaan Roentgen dan endoskopi. Beberapa uji laboratorium
tertentu dilakukan, antara lain nilai hemoglobin dan hemotokrit, untuk melihat
13
14
Prinsip umum dalam menangani infeksi intraabdominal ada 4, antara lain: (1)
kontrol infeksi yang terjadi, (2) membersihkan bakteri dan racun, (3) memperbaiki
fungsi organ, dan (4) mengontrol proses inflamasi.9
Eksplorasi laparatomi segera perlu dilakukan pada pasien dengan akut peritonitis.
Penatalaksanaan peritonis meliputi, antara lain:
1. Pre Operasi
Resusitasi cairan
Oksigenasi
NGT, DC
Antibiotika
Pengendalian suhu tubuh
2. Durante Operasi
Kontrol sumber infeksi
Pencucian rongga peritoneum
Debridement radikal
Irigasi kontinyu
Ettapen lavase/stage abdominal repair
3. Pasca Operasi
Balance cairan
Perhitungan nutrisi
Monitor vital Sign
Pemeriksaan laboratorium
15
Antibiotika
VIII. Prognosis
Angka mortalitas umumnya adalah 40%. Faktor-faktor yang mempengaruhi
prognosis, antara lain:
1. jenis infeksinya/penyakit primer
2. durasi/lama sakit sebelum infeksi
3. keganasan
4. gagal organ sebelum terapi
5. gangguan imunologis
6. usia dan keadaan umum penderita
Keterlambatan penanganan 6 jam meningkatkan angka mortalitas sebanyak 1030%. Pasien dengan multipel trauma 80% pasien berakhir dengan kematian.
Peritonitis yang berlanjut, abses abdomen yang persisten, anstomosis yang bocor,
fistula intestinal mengakibatkan prognosis yang jelek.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku-ajar ilmu bedah/editor, R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. -Ed.2.- Jakarta:
EGC, 2004.
2. Principles of Surgery/ editor, Seymour I. Schwartz .[et al.], 9th ed. McGrawHill, A Division of The McGraw-Hill Companies. An Enigma Electronic
Publication, 2010.
3. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit =
Pathophysiology.clinical concepts of disease processes/Sylvia Anderson Price,
Lorraine McCarty Wilson; alih bahasa, Bram U. Pendit [et.al] ; editor,
Huriawati Hartanto. Ed.6.- Jakarta: EGC, 2005.
4. Buku ajar bedah/ David C. Sabiston; alih bahasa, Petrus Andrianto, Timan I.S.;
Editor,
Jonatan OswariJakarta : EGC.
5. Molmenti, Hebe, 2004. Peritonitis. Medical Encyclopedia. Medline Plus
http://medlineplus.gov/ Diakses tanggal 24 Oktober 2016
6. Genuit, Thomas,...[et al], 2004. Peritonitis and Abdominal Sepsis. Emedicine
Instant Access to The Minds of Medicine http://www.emedicine.com/ accesed
on dec 1st 2012
7. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002311/Peritonitis. Diakses
tanggal 24 Oktober 2016
8.http://www.UniversityofMaryland medical centre.edu/altmed/articles/peritonitis000127.htm, Diakses tanggal 24 Oktober 2016
17