Anda di halaman 1dari 17

STATUS PASIEN

Identitas Pasien
Nama

: Tn. P

Usia

: 51 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki


Alamat

: Sungai Kunyit

MRS

: 11 Oktober 2016

Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri seluruh lapang perut
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mulai mengeluh nyeri perut sejak 2 hari yang lalu. Nyeri awalnya
dirasakan di ulu hati lalu keseluruh lapang perut. Semakin hari, nyeri dirasakan
semakin kuat. Nyeri juga disertai nafsu makan yang menurun, badan terasa panas,
mual serta muntah. Pasien muntah di rumah sebanyak empat kali. Riwayat nyeri
yang dirasakan hingga menjalar ke pinggang belakang disangkal. Riwayat BAB
cair disangkal. Pasien mengaku sering mual sebelumnya dan dirasakan dalam
kurun waktu yang lama. Pasien belum mengkonsumsi obat untuk mengatasi
keluhannya.
Riwayat Penyakit Dahulu : - Riwayat keluhan serupa disangkal(-), riwayat sakit
jantung disangkal, riwayat hipertensi disangkal,
riwayat asma disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga : - Riwayat keluhan serupa disangkal(-), Riwayat
keluarga dengan penyakit keganasan (-)
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat pengobatan (-)

Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
-

Kesadaran

: Compos Mentis

Vital Sign

: TD 130/80 mmHg
Nadi 100x/menit
RR 21 x/menit
Temp 37,9 C

Kepala

: Conjunctiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Leher

: tidak ada pembesaran limfonodi

Thorax

:
-

: Gerakan nafas simetris, retraksi (-)

P : Fremitus kanan = kiri

P : Sonor pada kedua lapangan paru

A : Cor S1S2 reguler, bising (-)


Pulmo SDV +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen

: tampak flat, massa (-)

A : BU (-) normal

P : NT Mc Burney (-), nyeri tekan lepas (-), nyeri seluruh


lapang perut (+), Rovsing sign (-), Psoas sign (-), defans
muscular (+)

P : nyeri ketok CVA (-)

Ekstremitas

: akral hangat, edema (-)

Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap ( 11 Oktober 2014)


Leukosit

: 22.6 x 103/uL

Eritrosit

: 4.75 x 106/uL

Hb

: 13.8 g/dl

Plt

: 258 x 103/uL

Urine Lengkap (12 Oktober 2016)


Warna

: Kuning

Berat Jenis

: 1005

pH

:7

Protein

: negatif (-)

Reduksi

: negatif (-)

Bilirubin

: negatif (-)

Urobilinogen : negatif (-)


Urobilin

: negatif (-)

Keton

: positif (-)

Hemoglobin

: negatif (-)

Sedimen

Lekosit

: 1-2

Eritrosit

: 1-2

Epitel

: 1-2

Silinder

: negatif (-)

Kristal

: negatif (-)

Diagnosis Kerja
Peritonitis
Terapi

IVFD RL 30 tpm

Inj Ceftriaxone 500mg/12 jam

Inj ketorolac 30mg/8 jam

Inj Ranitidin 50mg/12 jam

Inj ondansetron 4mg/8 jam

Pro laparotomi eksplorasi

TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau
seluruh selaput peritoneum parietale ataupun viserale pada rongga abdomen.
Peritonitis merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
dan kronis. Seringkali disebabkan dari penyebaran infeksi yang berasal dari
organ-organ di cavum abdomen. Penyebab tersering adalah perforasi dari organ
lambung, colon, kandung empedu dan apendiks.Infeksi dapat juga menyebar dari
organ lain yang menjalar melalui darah.(3)
II. Etiologi
Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu
hubungan (viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal
(esofagus, lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu,
apendiks, dan saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang
menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami
strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan bencana vaskular
(trombosis dari mesenterium/emboli).(4)
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering
terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,
salpingitis), ruptur saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang
sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur
apendiks, seperti Escherichia coli atau Bacteroides sedangkan stafilokokus dan
stretokokus sering masuk dari luar.
III. Klasifikasi
Infeksi peritoneal diklasifikasikan menjadi primer (spontan), sekunder
(berhubungan dengan proses patologi yang berlangsung di organ dalam), atau
tersier (infeksi berulang yang terjadi setelah terapi yang adekuat). Infeksi

intaabdomen dapat dibagi menjadi lokal (localized) atau umum (generalized/


infektif), dengan atau tanpa pembentukan abses.
Penyebab terbanyak dari peritonitis primer adalah peritonitis yang
disebabkan karena bakteri yang muncul secara spontan (Spontaneus Bacterial
Peritonitis) yang sering terjadi karena penyakit hati kronis.(5) Peritonitis primer
dibedakan menjadi : 1) Spesifik yaitu Peritonitis yang disebabkan oleh infeksi
kuman yang spesifik seperti kuman Tb. 2) Non spesifik yaitu Peritonitis yang
disebabkan oleh infeksi kuman yang non spesifik seperti pneumonia. Infeksi
peritonitis relatif sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Sekitar 10-30% pasien dengan sirosis hepatis yang mengalami
asites akan berakhir menjadi SBP. Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis
sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum,
perforasi kolon akibat divertikulitis, volvulus, atau kanker, dan strangulasi kolon
asendens.
Penyebab peritonitis
Area sumber

Penyebab

Esofagus

Keganasan
Trauma
Iatrogenik
Sindrom Boerhaave

Lambung

Perforasi ulkus peptikum


Keganasan (mis. Adenokarsinoma, limfoma, tumor
stroma gastrointestinal)
Trauma
Iatrogenik

Duodenum

Perforasi ulkus peptikum


Trauma (tumpul dan penetrasi)
Iatrogenik

Traktus bilier

Kolesistitis

Perforasi batu dari kandung empedu


Keganasan
Kista duktus koledokus
Trauma
Iatrogenik
Pankreas

Pankreatitis (mis. Alkohol, obat-obatan, batu empedu)


Trauma
Iatrogenik

Kolon asendens

Iskemia kolon
Hernia inkarserata
Obstruksi loop
Penyakit Crohn
Keganasan
Divertikulum Meckel
Trauma

Kolon desendens dan apendiks

Iskemia kolon
Divertikulitis
Keganasan
Kolitis ulseratif dan penyakit Crohn
Apendisitis
Volvulus kolon
Trauma
Iatrogenik

Salping uterus dan ovarium

Pelvic inflammatory disease


Keganasan
Trauma

Sebagaimana disebutkan di atas, bentuk peritonitis yang paling sering


ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi

bukan karena infeksi intraabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan
asites akibat penyakit hati kronik. Akibat asites akan terjadi kontaminasi hingga
ke rongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut
atau pembuluh limfe mesenterium, kadang-kadang terjadi pula penyebaran
hematogen jika telah terjadi bakteremia. Sekitar 10-30% pasien dengan sirosis dan
asites akan mengalami komplikasi seperti ini. Semakin rendah kadar protein
cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Hal tersebut
terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antarmolekul komponen asites.
Sembilan puluh persen kasus SBP terjadi akibat infeksi monomikroba.
Patogen yang paling sering menyebabkan infeksi ialah bakteri gram negatif, yakni
40% Eschericia

coli, 7% Klebsiella

pneumoniae, spesies Pseudomonas,

Proteus, dan gram negatif lainnya sebesar 20%. Sementara bakteri gram positif,
yakni Streptococcus

pneumoniae 15%,

jenis Streptococcus lain

15%,

dan

golongan Staphylococcus sebesar 3%. Pada kurang dari 5% kasus juga ditemukan
mikroorganisme anaerob dan dari semua kasus, 10% mengandung infeksi campur
beberapa mikroorganisme.
Sedangkan peritonitis sekunder, bentuk peritonitis yang paling sering
terjadi, disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ
dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal. Spektrum patogen infeksius
tergantung penyebab asalnya. Berbeda dengan SBP, peritonitis sekunder lebih
banyak disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian
atas. Pada pasien dengan supresi asam lambung dalam waktu panjang, dapat pula
terjadi infeksi gram negatif. Kontaminasi kolon, terutama dari bagian distal, dapat
melepaskan ratusan bakteri dan jamur. Umumnya peritonitis akan mengandung
polimikroba, mengandung gabungan bakteri aerob dan anaerob yang didominasi
organisme gram negatif.
Sebanyak 15% pasien sirosis dengan asites yang sudah mengalami SBP
akan mengalami peritonitis sekunder. Tanda dan gejala pasien ini tidak cukup
sensitif dan spesifik untuk membedakan dua jenis peritonitis. Anamnesis yang

lengkap, penilaian cairan peritoneal, dan pemeriksaan diagnostik tambahan


diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan tata laksana yang tepat untuk pasien
seperti ini (Mansjoer, 2000).
IV. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah(abses) diantara perlekatan fibrinosa,
yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat
menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan terjadinya
obstruksi usus. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum atau bila infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis
generalisata. Dengan timbulnya peritonitis generalisata, aktivitas peristaltic
berkurang sampai timbul ileus paralitik ; usus kemudian menjadi meregang.
Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, menyebabkan terjadiya
dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguuria, dan mungkin syok. Perlekatan dapat
terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu
pulihnya motilitas usus dan menyebabkan terjadinya obstruksi usus. [2] Jika bahan
yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar akan menimbulkan peritonitis generalisata sehingga aktivitas peristaltic
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, menyebabkan
terjadinya dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguria dan syok. Perlekatan dapat
terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat menimbulkan
terjadinya obstruksi usus.
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam
rongga abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma,
atau perforasi tumor. Terjadi proliferasi bacterial. Terjadi edema jaringan, dan
dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal
menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler,

dan darah. Respon segera dari saluran usus adalah hipomotilitas, diikuti oleh ileus
paralitik, disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus
V. Gejala Klinis
Manifestasi utama dari peritonitis adalah nyeri abdomen akut dan nyeri
tekan. Lokasi nyeri dan nyeri tekan bergantung pada sebab yang mendasari dan
apakah proses radangnya bersifat local atau umum. Pada peritonitis local seperti
yang dijumpai pada apendisitis tanpa komplikasi atau divertikulitis, kelainan
fisisnya hanya ditemukan pada daerah yang mengalami peradangan. Pada radang
peritoneum yang menyebar, terdapat peritonitis umum dengan nyeri tekan pada
seluruh dinding abdomen dan nyeri pantul(rebound). Ketegangan dinding perut
merupakan kelainan yang sering ditemukan pada peritonitis dan dapat local atau
umum. Pada awalnya mungkin masih ada peristaltik usus tetapi biasanya akan
hilang sejalan dengan berkembangnya penyakit dan suara usus menghilang.
Hipotensi, takikardi, oligouria, leukositosis, demam, muntah adalah kelainankelainan yang sering ditemukan terutama pada peritonitis umum.
Nyeri perut yang terjadi merupakan nyeri yang somatik. Nyeri somatik
terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi oleh saraf tepi, misalnya
rangsangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding perut. Nyeri yang
timbul dapat lokal, dan dapat pula merata pada seluruh perut tergantung luasnya
rangsangan pada peritoneum. Karena rangsangan tersebut berlangsung terus pada
peritoneum, rasa nyeri dirasakan terus menerus.
Nyeri dirasakan seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat
menunjukkan secara tepat letaknya dengan jari. Rangsang yang menimbulkan
nyeri ini dapat berupa rabaan, tekanan, rangsang kimiawi, atau proses radang.[3]
Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsangan
peritoneum dan menyebabkan nyeri. Peradangannya sendiri maupun gesekan
antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Setiap
gerakan penderita, baik berupa gerak tubuh maupun gerak napas yang dalam atau
batuk, juga akan menambah rasa nyeri sehingga penderita gawat perut yang

10

disertai rangsang peritoneum berusaha untuk tidak bergerak, bernapas dangkal,


dan menahan batuk.[3]
VI. Diagnosis
Menegakkan diagnosis peritonitis secara cepat adalah penting sekali.
Diagnosis peritonitis didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.[5]
Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis. Kebanyakan
pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen. Nyeri ini bisa timbul tiba-tiba atau
tersembunyi. Pada awalnya, nyeri abdomen yang timbul sifatnya tumpul dan tidak
spesifik (peritoneum viseral) dan kemudian infeksi berlangsung secara progresif,
menetap, nyeri hebat dan semakin terlokalisasi (peritoneum parietale). Dalam
beberapa kasus (misal: perforasi lambung, pankreatitis akut, iskemia intestinal)
nyeri abdomen akan timbul langsung secara umum/general sejak dari awal.
Mual dan muntah biasanya sering muncul pada pasien dengan peritonitis.
Muntah dapat terjadi karena gesekan organ patologi atau iritasi peritoneal
sekunder.[6] Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan
diagnosis gawat abdomen. Sifat, letak dan perpindahan nyeri merupakan gejala
yang penting. Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan sembelit. Adanya
syok, nyeri tekan, defans muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai
gejala dan tanda penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya
sangat penting untuk menegakkan diagnosis.
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut
nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan
pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi
atau sepsis juga perlu diperhatikan.
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak
baik. Pasien tampak kesakitan, gambaran facies Hippocrates (tulang pipi tampak
menonjoldengan pipi yang cekung), Pernafasan costal, cepat dan dangkal.
Pernapasan abdominal tidak tampak karena dengan pernapasan abdominal akan
11

terasa nyeri akibat perangsangan peritoneum. Perust Distensi. Demam dengan


temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul
gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator
inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual damuntah,
demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya
dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin
hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya
peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.
Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat
menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini
harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan terapi yang akan dilakukan.
Pada inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi
menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran
usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis
biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended. [2]
Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling
terasa sakit di abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang
ditunjuik pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan
suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah
atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh
sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik).
Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.[6]
Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral
yang sangat sensitif. Bagian anterir dari peritoneum parietale adalah yang paling
sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak
dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak
nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity)
menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri

12

somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada
inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan.
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan
setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk
melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan
setempat.
Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya
udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui
pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis,
pekak hepar akan menghilang, akibat dari perforasi usus yang berisi udara
sehingga udara akan mengisi cavum peritoneum sehingga pada perkusi hepar
terjadi perubahan suara redup menjadi timpani dan perkusi abdomen hipertimpani
karena adanya udara bebas tadi.Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya
harus dilakukan pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan vaginal untuk
membantu penegakan diagnosis. Pada pemeriksaan rectal toucher akan didapatkan
tonus m.sphingter ani yang menurun, ampula recti berisi udara dan nyeri pada
semua arah.
Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang
memberikan informasi pada peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan
adanya kelainan di daeah panggul, seperti apendisitis, abses, atau adneksitis.
Nyeri pada semua arah menunjukkan general peritonitis. Colok dubur dapat pula
membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis
dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula
biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk kemungkinan
kelainan pada alat kelamin dalam perempuan.[3]
Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah mengambil
keputusan, misalnya pemeriksaan darah, urin, dan feses. Kadang perlu juga
dilakukan pemeriksaan Roentgen dan endoskopi. Beberapa uji laboratorium
tertentu dilakukan, antara lain nilai hemoglobin dan hemotokrit, untuk melihat

13

kemungkinan adanya perdarahan atau dehidrasi. Hitung leukosit dapat


menunjukkan adanya proses peradangan ( leukositosis). Hitung trombosit dan dan
faktor koagulasi, selain diperlukan untuk persiapan bedah, juga dapat membantu
menegakkan demam berdarah yang memberikan gejala mirip gawat abdomen.
Pencitraan diagnostik yang perlu dilakukan biasanya foto abdomen 3
posisi (supine, upright and lateral decubitus position) untuk memastikan adanya
tanda peritonitis, udara bebas, obstruksi, atau paralisis usus. Pemeriksaan
ultrasonografi sangat membantu untuk menegakkan diagnosis kelainan hati,
saluran empedu, dan pankreas. [3]
Kadang-kadang, aspirasi cairan dengan jarum (peritoneal fluid culture)
dapat digunakan untuk pemeriksaan laboratorium. Dimana cairan yang diambil
diperiksa untu mengetahui organisme penyabab, sehingga dapat diketahui
antibiotik yang efektif yang dapat digunakan. Prosedur ini cukup sederhana, dan
dapat dilakukan pada saat pasien berdiri atau pun berbaring.[6]
Dalam mengevaluasi pasien dengan kecurigaan iritasi peritoneal,
pemeriksaan fisik secara komplit, adalah penting. Proses penyakit di thoraks
dengan iritasi diafragma (misal: emyema), proses ekstra peritoneal (misal:
pyelonefritis, cystitis, retensi urin) dan proses pada dinding abdomen (misal:
infeksi, hematoma dari rektus abdominis) dapat menimbulkan gejala dan tanda
yang serupa dengan peritonitis. Selalu periksa pasien dengan hati-hati untuk
menyingkirkan hernia inkarserat yang juga menimbulkan gejala serupa.
VII. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan
memuasakan pasien, pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna
dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit
yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik (apendiks)
atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar
dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.7

14

Prinsip umum dalam menangani infeksi intraabdominal ada 4, antara lain: (1)
kontrol infeksi yang terjadi, (2) membersihkan bakteri dan racun, (3) memperbaiki
fungsi organ, dan (4) mengontrol proses inflamasi.9
Eksplorasi laparatomi segera perlu dilakukan pada pasien dengan akut peritonitis.
Penatalaksanaan peritonis meliputi, antara lain:
1. Pre Operasi
Resusitasi cairan
Oksigenasi
NGT, DC
Antibiotika
Pengendalian suhu tubuh
2. Durante Operasi
Kontrol sumber infeksi
Pencucian rongga peritoneum
Debridement radikal
Irigasi kontinyu
Ettapen lavase/stage abdominal repair
3. Pasca Operasi
Balance cairan
Perhitungan nutrisi
Monitor vital Sign
Pemeriksaan laboratorium

15

Antibiotika
VIII. Prognosis
Angka mortalitas umumnya adalah 40%. Faktor-faktor yang mempengaruhi
prognosis, antara lain:
1. jenis infeksinya/penyakit primer
2. durasi/lama sakit sebelum infeksi
3. keganasan
4. gagal organ sebelum terapi
5. gangguan imunologis
6. usia dan keadaan umum penderita
Keterlambatan penanganan 6 jam meningkatkan angka mortalitas sebanyak 1030%. Pasien dengan multipel trauma 80% pasien berakhir dengan kematian.
Peritonitis yang berlanjut, abses abdomen yang persisten, anstomosis yang bocor,
fistula intestinal mengakibatkan prognosis yang jelek.

16

DAFTAR PUSTAKA
1. Buku-ajar ilmu bedah/editor, R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. -Ed.2.- Jakarta:
EGC, 2004.
2. Principles of Surgery/ editor, Seymour I. Schwartz .[et al.], 9th ed. McGrawHill, A Division of The McGraw-Hill Companies. An Enigma Electronic
Publication, 2010.
3. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit =
Pathophysiology.clinical concepts of disease processes/Sylvia Anderson Price,
Lorraine McCarty Wilson; alih bahasa, Bram U. Pendit [et.al] ; editor,
Huriawati Hartanto. Ed.6.- Jakarta: EGC, 2005.
4. Buku ajar bedah/ David C. Sabiston; alih bahasa, Petrus Andrianto, Timan I.S.;
Editor,
Jonatan OswariJakarta : EGC.
5. Molmenti, Hebe, 2004. Peritonitis. Medical Encyclopedia. Medline Plus
http://medlineplus.gov/ Diakses tanggal 24 Oktober 2016
6. Genuit, Thomas,...[et al], 2004. Peritonitis and Abdominal Sepsis. Emedicine
Instant Access to The Minds of Medicine http://www.emedicine.com/ accesed
on dec 1st 2012
7. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002311/Peritonitis. Diakses
tanggal 24 Oktober 2016
8.http://www.UniversityofMaryland medical centre.edu/altmed/articles/peritonitis000127.htm, Diakses tanggal 24 Oktober 2016

17

Anda mungkin juga menyukai