Anda di halaman 1dari 13

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

A. Pengertian
Infeksi saluran kemih adalah ditemukannya bakteri pada urine di
kandung kemih yang umumnya steril. (Arif mansjoer, 2001)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi sepanjang
saluran kemih, terutama masuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu
organisme (Corwin, 2001 : 480)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah berkembangnya mikroorganisme
di dalam saluran kemih yang dalam keadaan normal tidak mengandung
bakteri, virus/mikroorganisme lain.

B. Etiologi
Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
1. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella
2. Escherichia Coli
3. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
Pada umumnya faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan
perkembangan infeksi saluran kemih adalah :
1. Wanita cenderung mudah terserang dibandingkan dengan laki-laki.
Faktor-faktor postulasi dari tingkat infeksi yang tinggi terdiri
dari urethra dekat kepada rektum dan kurang proteksi sekresi prostat
dibandingkan dengan pria.
2. Abnormalitas Struktural dan Fungsional
Mekanisme yang berhubungan termasuk stasis urine yang
merupakan media untuk kultur bakteri, refluks urine yang infeksi lebih
tinggi pada saluran kemih dan peningkatan tekanan hidrostatik.
3. Obstruksi
Contoh : Tumor, Hipertofi prostat
4. Gangguan inervasi kandung kemih
Contoh : Malformasi sum-sum tulang belakang kongenital,
multiple sklerosis
5. Penyakit kronis
Contoh : Gout, DM, hipertensi
6. Instrumentasi
Contoh : prosedur kateterisasi

C. Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui:
1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat
saluran kemih yang terinfeksi.
2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk
melalui darah yang terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih
yang masuk melalui darah dari suplay jantung ke ginjal.
3. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang
disalurkan melalui helium ginjal.
4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Dua jalur utama terjadi infeksi saluran kemih ialah hematogen dan
ascending. Tetapi dari kedua cara ini, ascending-lah yang paling sering
terjadi.
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya
tahan tubuh yang rendah karena menderita suatu penyakit kronik atau pada
pasien yang sementara mendapat pengobatan imun supresif. Penyebaran
hematogen bisa juga timbul akibat adanya infeksi di salah satu tempat
misalnya infeksi S.Aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran
hematogen dari fokus infeksi dari tulang, kulit, endotel atau di tempat lain.
Infeksi ascending yaitu masuknya mikroorganisme dari uretra ke
kandung kemih dan menyebabkan infeksi pada saluran kemih
bawah.Infeksi ascending juga bisa terjadi oleh adanya refluks vesico ureter
yang mana mikroorganisme yang melalui ureter naik ke ginjal untuk
menyebabkan infeksi.
Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme
pada faeces yang naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta
menempel pada permukaan mukosa.Agar infeksi dapat terjadi, bakteri
harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi
epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui
berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.

D. Manifestasi Klinik
1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah :
a. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
b. Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
c. Hematuria
d. Nyeri punggung dapat terjadi
2. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah :
a. Demam
b. Menggigil
c. Nyeri panggul dan pinggang
d. Nyeri ketika berkemih
e. Malaise
f. Pusing
g. Mual dan muntah

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urinalisis
a. Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting
adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5
leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
b. Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB
sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan
patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
a. Mikroskopis
b. Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin
dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter
dianggap sebagai Kriteria utama adanya infeksi.
5. Metode tes
a. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit
(tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif:
maka pasien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess
positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal
menjadi nitrit.
b. Tes Penyakit Menular Seksual (PMS)
retritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal,
klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
c. Tes-tes tambahan :
Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan
ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah
infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu,
massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate.
Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur
urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab
kambuhnya infeksi yang resisten.

F. Penatalaksanaan
Tatalaksana umum : atasi demam, muntah, dehidrasi dan lain-lain.
Pasien dilanjutkan banyak minum dan jangan membiasakan menahan
kencing untuk mengatasi disuria dapat diberikan fenazopiridin (pyriduin)
7-10 mg/kg BB hari.Faktor predisposisi dicari dan
dihilangkan.Tatalaksana khusus ditujukan terhadap 3 hal, yaitu
pengobatan infeksi akut, pengobatan dan pencegahan infeksi berulang
serta deteksi dan koreksi bedah terhadap kelamin anatamis saluran kemih.
1. Pengobatan infeksi akut : pada keadaan berat/demam tinggi dan
keadaan umum lemah segera berikan antibiotik tanpa menunggu hasil
biakan urin dan uji resistensi kuman. Obat pilihan pertama adalah
ampisilin, katrimoksazol, sulfisoksazol asam nalidiksat, nitrofurantoin
dan sefaleksin. Sebagai pilihan kedua adalah aminoshikosida
(gentamisin, amikasin, dan lain-lain), sefatoksin, karbenisilin,
doksisiklin dan lain-lain, Tx diberikan selama 7 hari.
2. Pengobatan dan penegahan infeksi berulang : 30-50% akan mengalami
infeksi berulang dan sekitar 50% diantaranya tanpa gejala. Maka, perlu
dilakukan biakan ulang pada minggu pertama sesudah selesai
pengobatan fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya setiap
3 bulan selama 2 tahun. Setiap infeksi berulang harus diobati seperti
pengobatan ada fase akut. Bila relaps/infeksi terjadi lebih dari 2 kali,
pengobatan dilanjutkan dengan terapi profiloksis menggunakan obat
antiseptis saluran kemih yaitu nitrofurantorin, kotrimoksazol, sefaleksi
atau asam mandelamin. Umumnya diberikan ¼ dosis normal, satu kali
sehari pada malam hari selama 3 bulan. Bisa ISK disertai dengan
kalainan anatomis, pemberian obat disesuaikan dengan hasil uji
resistensi dan Tx profilaksis dilanjutkan selama 6 bulan, bila perlu
sampai 2 tahun.
3. Koreksi bedah : bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan obstruksi,
perlu dilakukan koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks
tergantung dari stadium. Refluks stadium I sampai III bisanya akan
menghilang dengan pengobatan terhadap infeksi pada stadium IV dan
V perlu dilakukan koreksi bedah dengan reimplantasi ureter pada
kandung kemih (ureteruneosistostomi). Pada pionefrosis atau
pielonefritis atsopik kronik, nefrektami kadang-kadang perlu
dilakukan\
G. Komplikasi
1. Gagal ginjal akut
2. Ensefalopati hipertensif
3. Gagal jantung, edema paru, retinopati hipertensif
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
ISK

A. Pengkajian
1. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
a. Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
b. Adakah riwayat obstruksi pada saluran kemih?
c. Adanya faktor predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial
d. Bagaimana dengan pemasangan folley kateter ?
e. Imobilisasi dalam waktu yang lama ?
f. Apakah terjadi inkontinensia urine?
3. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
Bagaimana pola berkemih pasien?untuk mendeteksi factor
predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
a. Adakah disuria?
b. Adakah urgensi?
c. Adakah hesitancy?
d. Adakah bau urine yang menyengat?
e. Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan
konsentrasi urine?
f. Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih
bagian bawah ?
g. Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi
saluran kemih bagian atas ?

4. Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian


atas.
5. Pengkajian psikologi pasien:
a. Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan
pengobatan yang telah dilakukan?
b. Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap
penyakitnya
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi urethra, kandung
kemih dan struktur traktus urinarius lainnya
2. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan sering berkemih,
urgency dan hesistancy
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan nokturia
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi inflamasi
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan evaporasi
berlebihan dan muntah
7. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

C. Intevensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung
kemih dan sruktur traktus urinarius lain
Tujuan : Nyeri hilang dengan spasme terkontrol
KH : Nyeri menghilang ditandai dengan klien melaporkan tidak
nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada daerah suprapubik
Intervensi :
a. Pantau perubahan warna urin, pantau pola berkemih, masukan dan
keluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
Rasional: Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau
penyimpangan dari hasil yang diharapkan
b. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) nyeri
Rasional: Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab
nyeri
c. Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan.
Rasional: Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
d. Berikan perawatan perineal
Rasional: Untuk mencegah kontaminasi uretra
e. Jika dipasang kateter, perawatan kateter 2 kali per hari.
Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki
kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan.
f. Alihkan perhatian pada hal yang menyenangkan
Rasional : Relaksasi, menghindari terlalu merasakan nyeri
g. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional: untuk mengontrol nyeri

2. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan sering berkemih,


urgensi dan hesitancy
Tujuan : Pola eliminasi urine membaik
KH : Pola eliminasi urine membaik ditandai dengan klien
melaporkan berkurangnya frekuensi ( sering berkemih) urgensi dan
hesistensi.
Intervensi :
a. Kaji pola eliminasi klien
Rasional: sebagai dasar dalammenentukan intervensi selanjutnya
b. Dorong pasien untuk minum sebanyak mungkin dan mengurangi
minum pada sore hari
Rasional :Untuk mendukung aliran darah renal dan untuk
membilas bakteri dari traktus urinarius. Cairan yang dapat
mengiritasi kandung kemih ( misalnya: kopi, teh, kola, alcohol)
dihindari. Agar tidak terlalu sering bangun berkemih pada malam
hari
c. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-3 jam dan bila tiba- tiba
dirasakan.
Rasional : Karena hal ini secara signifikan menurunkan jumlah
bakteri dalam urin, mengurangi status urin dan mencegah
kekambuhan infeksi
d. Siapkan / dorongan dilakukan perawatan perineal setiap hari.
Rasional : Mengurangi resiko kontaminasi / peningkatan infeksi.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan nokturia


Tujuan : Pola tidur membaik
KH : Pola tidur membaik ditandai dengan klien melaporkan
dapat tidur, klien nampak segar
Intervensi :
a. Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi
Rasional : Mengkaji dan mengidentifikasi intervensi yang tepat.
b. Berikan tempat tidur yang nyaman
Rasional : Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan
fisiologis/psikologis.
c. Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur misalnya, mandi
hangat dan masase,segelas susu hangat
Rasional : Meningkatkan efek relaksasi.catatan ; susu mempunyai
kualitas sopofik, menigkatkan sintesis serotonin, neutransmitter
yang membantu pasien dan tidur lebih lama.
d. Kurangi kebisingan dan lampu
Rasional : Memberikan situasi kondusif untuk tidur.
e. Instruksikan tindakan relaksasi
Rasional : Membantu mengiduksi tidur
f. Kolaborasi pemberian obatAnalgetik, Sedatif
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi iflamasi
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
KH :Suhu tubuh kembali normal ditandai dengan klien
melaporkan tidak demam, tidak terba panas, TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji adanya keluhan atau tanda-tanda perubahan peningkatan suhu
tubuh
Rasional: Peningkatan sh tbh akan meunjukkan berbagai grejala
sprt mt merah dan badan terasa hanat
b. Observasi TTV terutama suhu tubuh sesuai indikasi
Rasional: Untuk menentukan int.selanjutnya
c. Kompres air hangat pada dahi dan kedua aksilla
Rasional :Merangsang hipothalamus ke pusat pengaturan suhu
d. Kolaborasi pemberian obat-obatan antipiretik
Rasional :Mengontrol demam

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia


Tujuan : Tidak terjadi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
KH :Kebutuhan nutrisi adekuat ditandai dengan peningkatan
berat badan, menunjukkan peningkatan selera makan, klien
menghabiskan porsi makanan yang diberikan.
Intervensi :
1) Kaji intake makanan klien
Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya
2) Dorong tirah baring/atau pembatasan aktivitas
Rasional : Mempertahankan simpanan energi yang cukup
3) Berikan kebersihan oral
Rasional: Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan
4) Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan
menyenangkan, dengan situasi tidak terburu-buru, temani
Rasional :Lingkungan yang menyenangkan menurunkan stres dan
lebih kondusif untuk makan
5) Kolaborasi pemberian obat-obatan antiemetik
Rasional: Menghilangkan gejala mual muntah

6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan


evaporasi dan muntah
Tujuan :Cairan tubuh tetap seimbang
KH :Mempertahankan volume cairan yang adekuat dibuktikan
oleh membran mukosa lembab,turgor kulit bagus, keseimbangan
intake dan haluaran dengan urine normal dalam konsentrasi jumlah.
Intervensi :
a. Awasi masukan dan haluaran cairan. Perkirakan kehilangan cairan
melalui keringat
b. Rasional: Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan,
merupakan pedoman untuk penggantian cairan
c. Anjurkan unruk mempertahankan intake peroral
d. Rasional: mengganti cairan yang hilang
e. Observasi penurunan turgor kulit
f. Rasional :Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi
g. Kolaborasi
Berikan cairan parenteral jika diperlukan
Rasional :Membantu masukan cairan peroral
Berikan obat antiemetik
Rasional : mengontrol mual dan muntah
Berikan obat antipeuretik
Rasional: Mengontrol panas

7. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Tujuan : Pengetahuan meningkat
KH :Menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan
diagnostik, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
Intervensi:
a. Berikan waktu kepada pasien untuk menanyakan apa yang tidak di
ketahui tentang penyakitnya.
Rasional : Mengetahui sejauh mana ketidak tahuan pasien tentang
penyakitnya.
b. Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan dating
Rasional: Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat
membuat pilihan beradasarkan informasi.
c. Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk
mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik, pemeriksaan
diagnostik: tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan
sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan.
Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi
ansietas dan membantu mengembankan kepatuhan klien terhadap
rencan terapetik.
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, minum
sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari.
Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-
tanda penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal.
e. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan
perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan.
Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan
ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan
rencana terapeutik
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I
Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.

Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan

Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed.3 Cet.1.Jakarta : Media


Aesculapius

Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses


penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih
Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai