Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta
hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica.Sekitar sepertiga darah yyang masuk adalah darah
arteri dan dua pertiganya adalah darah vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap
menitnya adalah 1.500 ml. (Sylvia a. Price, 2006).
Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting dalam tubuh. Organ ini melakukan
berbagai fungsi, mencakup hal-hal berikut:
1. Pengolahan metabolik kategori nutrient utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah
penyerapan mereka adalah saluran pencernaan.
2. Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing lainnya.
3. Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang penting untuk pembekuan
darah, serta untuk mengangkut hormon tiroid, steroid dan kolesterol dalam darah.
4. Penyimpangan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.
5. Pengaktifan vitamin D.
6. Pengeluaran bakteri dari sel-sel darah merah yang usang berkat adanya makrofag residen.
7. Ekskresi Kolesterol dan bilirubin (Sherwood, 2001)
2. PENGERTIAN ABSES HEPAR.
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit,
jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai
dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati (Aru W
Sudoyo, 2006).
Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh
bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi,
tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses
berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat
(Microsoft Encarta Reference Library, 2004)
Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat kerusakan
jaringan, Hepar adalah hati (Dorland, 1996).
Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi.
3. ETIOLOGI
Abses hati dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan abses hati pyogenik.
a. Abses hati amoeba
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non patogen
dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang dapat menyebabkan
penyakit.Hanya sebagian individu yang terinfeksi Enteremoeba histolytica yang
memberi gejala invasif, sehingga di duga ada dua jenis E. Histolytica yaitu starin
patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan
kemampuannya menimbulkan lesi pada hepar (Aru W Sudoyo, 2006).
E.histolytica di dlam feces dapat di temukan dalam dua bentuk vegetatif atau tropozoit
dan. bentuk kista yang bisa bertahan hidup di luar tuibuh manusia.Kista dewasa
berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit
akan mati dalam suasana kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak,
mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan
mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.
b. Abses hati piogenik
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak
adalah E.coli.Selain itu, penyebabnya juga adalah streptococcus faecalis, Proteus vulgaris,
dan Salmonellla Typhi.Dapat pula bakteri anaerob seperti bakteroides, aerobakteria,
akttinomesis, dan streptococcus anaerob.Untuk penetapannya perlu dilakukan biakan
darah, pus, empedu, dan swab secara anaerob maupun aerob (Aru W Sudoyo, 2006).
4. PATOFISIOLOGI.
a. Amoebiasis Hepar
Amebiasis hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica. Hanya sebagian kecil
individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala amebiasis invasif, sehingga
ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain patogen dan non patogen. Bervariasinya
virulensi berbagai strain E.hystolitica ini berbeda berdasarkan kemampuannya
menimbulkan lesi pada hati. Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahi secara pasti.
Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit
yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit,
imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-
mediated. (Arief Mansjoer, 2001)
Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah terjadinya amebiasis intestinal
dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri amebiasis. (Aru W
Sudoyo, 2006)
6. PENATALAKSANAAN.
1. Medikamentosa
Derivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit intestinal/ekstraintestinal atau
kista.Obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena.
Secara singkat pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut :
a. Metronidazole : 3x750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan ;
b. Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari, ditambah;
c. Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hr) selama
10 hari.
2. Tindakan aspirasi terapeutik
Indikasi :
Abses yang dikhawatirkan akan pecah
a. Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.
b. Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikerdium atau
peritoneum.
c. indakan pembedahan
3. Pembedahan dilakukan bila :
a. Abses disertai komplikasi infeksi sekunder.
b. Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.
c. Bila teraoi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.
d. Ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial.
Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan reseksi
misalnya lobektomi.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I, (1998). Pemeriksaan penunjang antara lain
a. Laboratorium
Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit, dan
pemeriksaan faal hati.
b. Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakkan diafragma, efusi
pleura, kolaps paru dan abses paru.
c. Foto polos abdomen
Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara bebas diatas hati.
a. Ultrasonografi
Mendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma.
b. Tomografi
Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat integritas
diafragma.
c. Pemeriksaan serologi
Menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman.
Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I (1998) Pengobatan dilakukan tiga cara :
a. Kemotrapi
Obat-obat dapat diberikan secara oral atau intravena sebagai contoh untuk gram negatif
diberi Metranidazol, Clindamisin atau Kloramfenikal.
b. Aspirasi Jarum
Panda abses yang kecil atau tidak toksik tidak perlu dilakukan aspirasi.Hanya dilakukan
pada ancaman ruktur atau gagal pengobatan konserfatif. Sebaliknya aspirasi ini dilakukan
dengan tuntunan USG
8. PROGNOSIS.
1. Virulensi parasit
2. Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita
3. Usia penderita, lebih buruk pada usia tua
4. Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk letak dan jumlah
abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multiple. Sejak digunakan
pemberian obat seperti emetine, metronidazole, dan kloroquin, mortalitas menurun secara
tajam.Sebab kematian biasanya karena sepsis atau sindrom hepatorenal.
9. KOMPLIKASI.
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5 – 15,6%, perforasi
abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, pericardium, usus, intraperitoneal atau
kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase.
(Menurut Julius, Ilmu penyakit dalam, jilid I, 1998).
Dapat juga komplikasi seperti:
1. Infeksi sekunder
Merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus.
2. Ruptur atau penjalaran langsung
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi paling sering ke
pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum, selanjutnya pericardium dan
organ-organ lain.
3. Komplikasi vaskuler
Ruptur kedalam v. porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal jarang terjadi.
4. Parasitemia, amoebiasis serebral
E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain misalnya
otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.
10. KONSEP KEPERAWATAN.
PENGKAJIAN
Adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat
diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. Menurut Doenges,E.M (2000), data dasar
pengkajian pasien dengan Abses Hepar, meliputi:
a. Aktivitas/istirahat, menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu lemah, latergi,
penurunan massa otot/tonus.
b. Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia, bunyi jantung
ekstra, distensi vena abdomen.
c. Eliminasi, Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus, distensi abdomen,
penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap pekat.
d. Makanan/cairan, menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak
dapat mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan peningkatan cairan, edema, kulit
kering, turgor buruk, ikterik.
e. Neurosensori, menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara tidak jelas.
f. Nyeri/kenyamanan, menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan atas, pruritas, sepsi
perilaku berhati-hati/distraksi, focus pada diri sendiri.
g. Pernapasan, menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas
tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.
h. Keamanan, menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis, patekis, angioma
spider, eritema.
i. Seksualitas, menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi testis.
d. Nyeri berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot, trauma
musculoskeletal/tulang, munculnya saluran dan selang.
Tujuan: rasa nyeri/sakit telah terkontrol/dihilangkan, klien dapat beristirahat dan
beraktifitas sesuai kemampuan.
Intervensi:
1) Kaji skala nyeri, intensitas, dan frekuensinya.
2) Evaluasi rasa sakit secara regular.
3) Kaji tanda-tanda vital.
4) Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin sesuai prosedur operasi.
5) Letakkan reposisi sesuai petunjuk.
6) Dorong penggunaan teknik relaksasi.
7) Berikan obat sesuai petunjuk.
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi dan prosedur invasif.
Tujuannya; tidak terdapat tanda-tanda dan gejala infeksi
Intervensi:
1. Berikan perawatan aseptik dan anti septik, pertahankan cuci tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka jahitan) daerah yang
terpasan alat invasif.
3. Pantau seluruh tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil dan diaforesis
4. Awasi atau jumlah penggunjung
5. Observasi warna dan kejarnya uring
6. Berikan anti biotik sesuai indikasi
g. Gangguan kebutuhan istrahat tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan dan efek
hopitalisasi.
Tujuan: kebutuhan istrahat dapat terpenuhi
Intervensi:
1. Kaji kemampuan dan kebiasaan tidur klien
2. Berikan tempat tidur yang nyaman dengan beberapa barang milik pribadinya contoh :
Sarung, guling
3. Dorong aktifitas ringan
4. Intruksikan tindakan relaksasi
5. Dorong keluarga untuk selalu menemani.
6. Awasi dan batasi jumlah penggunjung.
Aru, W. Sudoyo, dkk.(2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi Empat.Jakarta : Balai
Penerbitan FK-UI.
Bruner dan Suddarth.( 2000 ). BukuAjaran KMB. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Cameeron.(1995). Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara.
Doenges, E., Moorhouse, MF dan Geissler, A. (2010).Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta :
EGC.
Harjono, dkk.(1996). Kamus Kedokteran Dorland.Edisi 26. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Mansjoer, Arief. dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran; Jilid 1, Edisi Ketiga.Jakarta : Media
Aesculapius. Halaman 512.
Microsoft Encantta Reference Library.( 2004 ). Liver, Amebiasis Abses and Calf Diphteria/ Fusa
bakteriun necrosphorum.
Sherwood. (2001). System Pencernaan, dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke sistem.Jakarta :
EGC. Halaman 565.
Sylvia a. Price.(2006). Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku Patofiologi.Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteranm EGC. Halaman 472-474.
Abses hepar. (online). http://netral-collection-knowledge.blogspot.com/2009/07/abses-
hepar.html. Diakses 13 Maret, 2011
Ners Muda
(.......................................)
Preseptor Klinik
(.......................................)