Anda di halaman 1dari 19

Paper Neurologi

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA HERNIASI SEREBRI

Oleh :

Cahaya Mawaddah
210131164

Pembimbing :

dr. Haflin Soraya Hutagalung, M.Ked(Neu), Sp.S

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Diagnosis dan Tatalaksana Herniasi Serebri”. Penulisan makalah ini adalah
salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepanitraan Klinik Senior Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada dr. Haflin Soraya Hutagalung, M.Ked(Neu), Sp.S selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah
ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi
positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, Mei 2022


Penulis

Cahaya Mawaddah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2

1.3 Manfaat Penelitian .................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

2.1 Anatomi Otak ................................................................................................. 3

2.2 Defenisi .......................................................................................................... 4

2.3 Epidemiologi .................................................................................................. 5

2.4 Etiologi ........................................................................................................... 5

2.5 Klasifikasi ...................................................................................................... 6

2.6 Patofisiologi ................................................................................................... 7

2.7 Gejala Klinis ................................................................................................ 10

2.8 Diagnosis ...................................................................................................... 12

2.9 Tatalaksana................................................................................................... 13

BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 16

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Herniasi otak adalah kondisi medis yang sangat berbahaya di mana jaringan
otak menjadi berpindah dalam beberapa cara karena peningkatan tekanan
intrakranial (tekanan di dalam tengkorak). Kenaikan tekanan menyebabkan otak
diperluas, tetapi karena memiliki tempat untuk masuk ke dalam tengkorak, maka
otak menjadi rusak parah. Dalam beberapa kasus, herniasi otak dapat diobati, tetapi
dalam kasus lain itu akan menyebabkan koma dan kematian pada akhirnya.
Herniasi Otak merupakan pergeseran dari otak normal melalui atau antar wilayah
ke tempat lain karena efek massa.Biasanya ini komplikasi dari efek massa baik dari
tumor, trauma, atau infeksi.
Insidens terjadinya herniasi otak dibagi berdasarkan insidens dari penyebab
herniasi itu sendiri. Di Amerika, sebanyak 42% kasus dilaporkan pada tahun 2000-
2003. Di Asia, insidensi terjadinya herniasi otak malah lebih tinggi yaitu 76,3%
pada tahun 2002. Tingginya angka kejadian ini disebabkan oleh tingginya insidens
trauma kapitis dan tumor otak di Asia. Dari salah satu sumber penelitian pada tahun
1999, mendapatkan bahwa tingginya angka kejadian hernisia otak disebabkan oleh
penanganan peningkatan tekanan intrakranial yang lambat dan kurang adekuat.
Herniasi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang menyebabkan efek massa
dan meningkatkan tekanan intrakranial (TIK): ini termasuk cedera otak traumatis ,
stroke , atau tumor otak. Karena herniasi memberikan tekanan yang ekstrim pada
bagian-bagian otak dan dengan demikian memotong pasokan darah ke berbagai
bagian otak, sering kali fatal. karena itu, langkah-langkah ekstrim yang diambil
dalam pengaturan rumah sakit untuk mencegah kondisi ini dengan mengurangi
tekanan intrakranial . Herniasi juga dapat terjadi karena tidak adanya TIK tinggi
ketika lesi massa seperti hematoma terjadi di perbatasan kompartemen otak.
2

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukannya penulisan makalah ini adalah untuk membahas diagnosis
dan penatalaksanaan herniasi serebri. Penyusunan makalah ini juga bertujuan
untuk memenuhi peryaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi
Dokter (P3D) di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

1.3 Manfaat Penelitian


Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan pengetahuan
penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami diagnosis dan
penatalaksanaan herniasi serebri.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otak

Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis. Tingkat utama dari
fungsi sistem saraf pusat terdapat 3 tingkat yakni sumsum tulang belakang (spinal
cord), batang otak, otak besar dan korteks serebral. Otak mengandung sekitar 100
miliar neuron dan prosesus neuronal dan sinapsis yang tidak dapat dihitung
jumlahnya (Chalik, 2016). Otak dibagi menjadi 6 komponen utama, yaitu serebrum,
diensefalon, serebelum, midbrain, pons, dan medula oblongata.

Serebrum merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak
besar memiliki fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, yang berkaitan v.
dengan kepandaian (intelegensia), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan.
Serebrum terdiri atas Lobus Oksipitalis sebagai pusat penglihatan, Lobus
temporalis yang berfungsi sebagai pusat pendengaran, dan Lobus frontalis yang
berfungsi sebagai pusat kepribadian dan pusat komunikasi.

Diensefalon merupakan otak depan yang dibagi menjadi dua bagian yakni
thalamus yang berfungsi menerima semua rangsang dari reseptor kecuali bau, dan
hipothalamus yang berfungsi dalam pengaturan suhu, pengaturan nutrien,
penjagaan agar tetap bangun, dan penumbuhan sikap agresif.

Serebelum merupakan otak kecil yang memiliki fungsi utama yakni


koordinasi terhadap otot dan tonus otot, keseimbangan dan posisi tubuh. Serebelum
terletak di bagian dorsal dari pons dan medulla oblongata. Serebelum dipisahkan
dengan lobus oksipital serebri oleh tentorium dan memenuhi hampir seluruh fossa
posterior. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar
yang normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak kecil juga berfungsi
mengkoordinasikan gerakan yang halus.

Batang otak terdiri dari medulla oblongata, pons, dan mesensefalon. Batang
4

otak merupakan struktur penting sebagai relay station untuk banyak serabut
longitudinal (asenden dan desenden). Pada bagian dorsal batang otak terdapat
formasio retikularis yang mengatur fungsi kesadaran, sirkulasi darah, pernafasan,
dan fungsi vital lainnya. Otak tengah atau mesensefalon terletak di depan otak kecil
dan jembatan varol. Otak tengah berfungsi penting pada refleks mata, tonus otot
serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh (Untari, 2012).

Kranium merupakan struktur yang kaku dan terdiri dari tiga komponen
utama yakni parenkim otak, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Tekanan
dalam ruang tengkorak diukur menggunakan milimeter air raksa (mmHg) dan
biasanya lebih kecil dari 20 mmHg. Penyebab peningkatan tekanan intrakranial
dibagi berdasarkan komponen intraserebral yang menyebabkan tekanan tinggi
yakni peningkatan volume otak akibat edem otak atau efek massa di otak,
peningkatan cairan serebrospinal (CSS) akibat peningkatan produksi atau tumor
pleksus koroid, penurunan reabsorpsi CSS, serta peningkatan volume darah dan
penyebab lain seperti hipertensi intrakranial idiopatik (Susanti, 2020).

Gambar 2.1 Anatomi Otak

2.2 Defenisi
Herniasi otak merupakan kondisi yang mengancam jiwa karena adanya
peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan pergeseran dari
jaringan otak menuju ke area yang lebih rendah tekanan intrakranialnya. Herniasi
juga dapat terjadi tanpa peningkatan tekanan intrakranial, seperti terdapat lesi
5

massa yakni hematoma yang terjadi pada perbatasan kompartmen otak. Dalam
beberapa kasus, herniasi otak dapat diobati, tetapi dalam kasus lain hal ini pada
akhirnya dapat menyebabkan koma dan kematian (AH & RH, 2005).
Prinsip peningkatan tekanan intrakranial pertama kali diuraikan oleh
Profesor Monroe dan Kellie. Total volume intracranial pada dewasa sekitar 1700
mL, dimana sekitar 10% adalah cairan serebrospinal (150 ml), 10% darah (150 ml),
dan 80% jaringan otak dan medulla spinalis (1400 ml). Doktrin Monroe-Kellie
menyatakan bahwa volume total dalam kranium selalu tetap karena tulang
tengkorak tidak elastis atau rigid sehingga tidak bisa mengembang jika ada
penambahan volume. Oleh karena itu bila terdapat kelainan pada salah satu isi yang
mempengaruhi peningkatan volume didalamnya akan terjadi peningkatan tekanan
intrakranial setelah batas kompensasi terlewati (Susanti, 2020).

2.3 Epidemiologi
Insidens terjadinya herniasi otak dibagi berdasarkan insidens dari penyebab
herniasi itu sendiri. Di Amerika, sebanyak 42% kasus dilaporkan pada tahun 2000-
2003. Di Asia, insidensi terjadinya herniasi otak malah lebih tinggi yaitu 76,3%
pada tahun 2002. Tingginya angka kejadian ini disebabkan oleh tingginya insidens
trauma kapitis dan tumor otak di Asia. Dari salah satu sumber penelitian pada tahun
1999, mendapatkan bahwa tingginya angka kejadian hernisia otak disebabkan oleh
penanganan peningkatan tekanan intrakranial yang lambat dan kurang adekuat (Iain
& Graham, 2005).

2.4 Etiologi
Herniasi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang menyebabkan efek
massa dan meningkatkan tekanan intrakranial (TIK). Faktor tersebut termasuk
cedera otak traumatis , stroke , dan tumor otak. Karena herniasi memberikan
tekanan yang ekstrim pada bagian-bagian otak dan dengan demikian memotong
pasokan darah ke berbagai bagian otak, sering kali fatal. Karena itu, langkah-
langkah ekstrim yang diambil dalam pengaturan rumah sakit untuk mencegah
kondisi ini dengan mengurangi tekanan intrakranial. Herniasi juga dapat terjadi
6

karena adanya TIK tinggi yang disebabkan oleh lesi massa seperti hematoma yang
terjadi di perbatasan kompartemen otak. Hal ini paling sering akibat pembengkakan
otak dari cedera kepala. Herniasi otak adalah efek samping yang paling umum dari
tumor di otak, termasuk: tumor otak primer dan tumor otak metastasis. Herniasi
otak juga dapat disebabkan oleh:
• Abses
• Pendarahan
• Hidrocephalus
• Stroke yang menyebabkan pembengkakan otak
Sebuah herniasi otak dapat terjadi dikarenakan:
• Antara daerah-daerah di dalam tengkorak, seperti yang dipisahkan oleh
sebuah membran kaku yang disebut tentorium
• Melalui pembukaan alami di dasar tengkorak yang disebut foramen
magnum
• Melalui bukaan dibuat selama operasi otak (Gruen, 2002).

2.5 Klasifikasi
Terdapat 2 klasifikasi utama dari herniasi otak yakni supratentorial dan
infratentorial. Hernia supratentorial ialah herniasi struktur yang pada keadaan
normal berada di atas notch tentorial, sedangkan infratentorial yang dibawahnya.
Supratentorial herniation terdiri dari:
• Cingulate (subfalcine)
• Sentral
• Uncal (transtentorial)
• Transcalvarial
Infratentorial herniation terdiri dari:
• Upward (upward cerebellar or upward transtentorial)
• Tonsillar (downward cerebellar) (Iain & Graham, 2005)
7

Gambar 2.2 Diagram tempat herniasi.


2.6 Patofisiologi

a. Herniasi Uncal
Pada herniasi uncal terjadi pergeseran aspek median lobus temporal otak
melalui tentorium sehingga dengan demikian dapat menekan batang otak bagian
atas. Uncus juga dapat menekan saraf kranial ketiga, yang dapat mengganggu input
parasimpatis mata pada sisi dari saraf yang terkena sehingga menyebabkan pupil
mata mengalami dilatasi dan gagal untuk konstriksi pada tes respon cahaya. Dilatasi
pupil sering menunjukkan adanya kompresi pada saraf kranial III yang disebabkan
oleh karena hilangnya persarafan untuk semua pergerakan otot mata kecuali untuk
rektus lateral (diinnervasi oleh VI saraf kranial) dan oblik superior (diinnervasi oleh
saraf kranial IV). Kompresi pada arteri serebral posterior ipsilateral akan
mengakibatkan iskemia dari korteks visual primer ipsilateral dan defisit lapangan
pandang kontralateral pada kedua mata (kontralateral hemianopia homonymous).
Temuan penting lainnya adalah false localizing sign, yang disebut Kernohan’s
notch, yang disebabkan karena adanya kompresi dari otak kruris kontralateral yang
terdiri dari descending corticospinal dan beberapa serat kortikobulbar. Hal ini
menyebabkan hemiparesis ipsilateral pada sisi yang sama dengan herniasi. Karena
traktus kortikospinal secara dominan menginervasi otot flexor, ekstensi dari kaki
dapat dijumpai. Dengan adanya peningkatan tekanan dan perkembangan hernia
akan menyebabkan adanya distorsi dari batang otak yang menyebabkan perdarahan
Duret, yaitu robekan pada pembuluh darah kecil di parenkim seperti pada bagian
8

median dan zona paramedian dari mesencephalon dan pons. Pecahnya pembuluh
darah ini menyebabkan perdarahan berbentuk linier atau flamed shape
hemorrhages. Gangguan pada batang otak dapat menyebabkan postural
dekortikasi, depresi pusat pernapasan dan kematian. Kemungkinan lain yang
dihasilkan dari distorsi batang otak. meliputi kelesuan, denyut jantung lambat, dan
pelebaran pupil. Herniasi Uncal dapat berkembang menjadi herniasi sentral.
b. Herniasi Sentral / Transtentorial
Pada herniasi sentral, (juga disebut "herniasi transtentorial") di encephalon dan
bagian lobus temporal dari kedua hemisfer otak ditekan melalui celah di cerebelli
tentorium. Herniasi Transtentorial dapat terjadi saat otak bergeser baik ke atas atau
bawah melewati tentorium, yang masing-masing disebut herniasi transtentorial
ascending dan descending. Herniasi descending dapat melebarkan cabang arteri
basilar (arteri pontine) yang nantinya menyebabkan arteri tersebut robek dan
berdarah. Hal tersebut dikenal sebagai pendarahan duret. Hal tersebut mempunyai
efek yang fatal. Secara radiografis, downward herniasi ditandai dengan tidak
terlihatnya suprasellar cistern dari herniasi lobus temporal ke hiatus tentorial. Hal
ini terkait dengan adanya kompresi pada pedenkulus otak.
c. Herniasi Cingulata (Subfalcine)
Pada herniasi cingulata atau subfalcine, bagian terdalam dari lobus frontalis
terjepit pada bagian bawah dari falx serebri, yang merupakan duramater pada
bagian atas kepala dan berada diantara dua hemisfer otak. Herniasi cingulate dapat
disebabkan ketika salah satu hemisfer membengkak dan mendorong girus cingulata
pada falx serebri. Hal ini tidak banyak memberi tekanan pada batang otak seperrti
herniasi jenis lain, tetapi dapat mengganggu pembuluh darah di lobus frontal yang
dekat dengan tempat cedera (arteri serebral anterior) dan hal ini dapat menuju ke
arah herniasi sentral. Keterlibatan aliran darah dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intra kranial yang nantinya dapat menyebabkan bentuk-
bentuk herniasi yang lebih berbahaya. Gejala untuk herniasi cingulate tidak dapat
dijelaskan secara jelas. Biasanya selain pada herniasi uncal, herniasi cingulate dapat
menyebabkan abnormal posturing dan koma.
d. Herniasi Transcalvarial
9

Pada herniasi transcalvarial, otak tergeser melalui fraktur atau adanya pembedahan
di dalam tengkorak atau juga biasa disebut herniasi eksternal. Jenis herniasi ini
mungkin terjadi selama kraniotomi.
e. Upward Herniation (herniasi ke atas)
Peningkatan tekanan pada fossa posterior dapat menyebabkan otak kecil
bergerak naik melalui pembukaan tentorial atau disebut herniasi cerebellar. Otak
tengah didorong melalui celah tentorial. Hal ini juga mendorong otak tengah ke
bagian bawah. Presentasi klinisnya ialah mual dan/atau muntah, serta penurunan
kesadaran yang cepat dan kematian.
f. Herniasi Tonsiler
Pada herniasi tonsillar yang juga disebut herniasi downward cerebellar atau
"coning", cerebellar tonsil bergerak ke bawah melalui foramen magnum yang
mungkin dapat menyebabkan kompresi batang otak yang lebih bawah dan kompresi
korda spinalis servikal bagian atas pada saat mereka melewati foramen magnum.
Peningkatan tekanan pada batang otak bisa mengakibatkan disfungsi pada pusat di
otak yang bertanggung jawab untuk mengendalikan fungsi pernafasan dan jantung.
Herniasi tonsilar dari otak kecil juga dikenal sebagai Malformasi Chiari atau
sebelumnya disebut Arnold Chiari Malformation (ACM). Setidaknya ada tiga jenis
malformasi Chiari yang diakui secara luas, dan mereka mewakili proses penyakit
yang sangat berbeda dengan gejala dan prognosis yang berbeda-beda. Kondisi ini
dapat ditemukan pada pasien tanpa gejala atau malah dapat juga terjadi pada pasien
dengan gejala klinis yang begitu parah dan membahayakan hidup. Kondisi ini
sekarang lebih sering didiagnosis oleh ahli radiologi karena semakin banyaknya
pasien yang menjalani CT scan kepala maupun MRI. Cerebellar ectopia adalah
istilah yang digunakan oleh ahli radiologi untuk menggambarkan cerebellar tonsil
yang “low lying” tapi yang tidak memenuhi kriteria radiografi untuk dianggap
sebagai malformasi Chiari. Gambaran radiografi saat ini yang dianggap untuk suatu
malformasi Chiari adalah bahwa adanya cerebellar tonsil setidaknya 5 mm di
bawah tingkat foramen magnum. Ada banyak hal yang diduga menyebabkan
herniasi tonsillar termasuk penurunan dan perubahan bentuk dari fossa posterior.
Perubahan tersebut menyebabkan tidak cukupnya rongga untuk cerebellum. Pada
10

hidrosefalus atau volume CSF yang abnormal akan mendorong tonsil keluar
(Rohkamm, 2004).
2.7 Gejala Klinis
Tanda yang sering pada herniasi otak adalah postur tubuh yang abnormal
dengan karakteristik posisi ekstremitas bawah yang menjadi tanda khas terjadinya
kerusakan otak yang berat. Pasien ini akan mengalami penurunan kesadaran dengan
‘Glasgow Coma Scale’ antara 3 sampai 5. Satu atau kedua pupil akan berdilatasi
dan reflex cahaya negatif atau tidak berespon terhadap cahaya. Pada pemeriksaan
neurologi, didapatkan penurunan derajat kesadaran. Tergantung dari beratnya
herniasi, gangguan pada satu atau beberapa refleks batang otak serta fungsi dari
nervus kranialis bias terjadi. Pasien juga akan menunjukkan ketidak mampuan
untuk bernapas secara konsisten dan didapatkan denyut jantung yang irreguler.

Gambar 2.3 Postur dekortikasi dengan siku, pergelangan tangan dan jari dalam keadaan
flexi serta kaki yang ekstensi dan berotasi ke arah medial.
a. Herniasi Transtentorial
Herniasi transtentorial desendens akan menyebabkan symptom yang
bervariasi. Kompresi terhadap nervus kranialis ke-3 ipsilateral akan menyebabkan
dilatasi pupil ipsilateral dan pergerakan ekstraokuler yang abnormal. Kompresi
traktus kortikospinal ipsilateral pada batang otak akan menyebabkan hemiparesis
kontralateral karena traktus menyilang pada batas medulla. Hemiparesis ipsilateral
juga bisa terjadi apbila terdapat massa yang cukup besar sehingga menekan
pedunkulus serebral kontralateral kea rah insisura.
Komplikasi lain termasuklah terjadinya infark pada lobus occipitalis baik
unilateral maupun bilateral akibat dari penekanan terhadap arteri serebral posterior.
Perdarahan batang otak juga antara komplikasi lain yang timbul akibat dari
penekanan pada daerah pembuluh darah sehingga menyebabkan perforasi.
Kompresi pada midbrain bisa berkomplikasi ke hidrosefalus.
11

b. Herniasi Trantentorial Asendens

Herniasi transtentorial asendens akan menyebabkan kompresi pada batang


otak yang akan menimbulkan symptom berupa mual, muntah yang mana bisa
berprogressif sampai koma sekiranya terjadi kerosakan yang mendadak pada
intracranial. Pertumbuhan massa yang perlahan pada fossa posterior akan
menyebabkan perubahan pada anatomy intracranial secara perlahan. Namun ini
bukanlah termasuk kasus gawat darurat.

c. Herniasi Subfalkin/Singulata

Herniasi subfalkin tidak selalu menunjukkan gejala klinis yang berat. Tipe
herniasi ini akan menimbulkan gejala klinis seperti nyeri kepala, dan bisa
berlanjut menjadi kelemahan pada tungkai bawah yang kontralateral atau gejala
infark pada lobus frontalis akibat dari penekanan pada arteri serebral anterior.

d. Herniasi Foramen Magnum/Tonsillar

Penekanan yang mendadak pada batang otak akan menyebabkan kecacatan


dan kematian. Walau bagaimanapun pasien yang dating dengan malformasi
Arnold- Chiari 1 akan menunujukkan gambaran symptom yang lebih sedikit
dan bisa dengan gambaran disethesia pada ekstremitas dengan fleksi servikal.
Gambaran ini dikenali sebagai fenomena Lhermitte.

e. Herniasi Sphenoid/Alar

Gejala klinis dari herniasi ini adalah sangat minimal dan walaupun tipe
hernia ini adalah yang paling sering terjadi, namun pasien sering datang dengan
disertai tipe herniasi yang lain.

f. Herniasi Ekstrakranial

1. Hernia ini sering didapatkan post trauma dan operasi. Region otak yang
mengalami herniasi sering akan menjadi iskemik dan seterusnya infark.
Mardjono, M., Sidharta, P., 2009. Koma supratentorial diensefalik.

Dalam:Neurologi Klinis Dasar. Edisi 1. Jakarta:Dian Rakyat. 193-195.


12

2.8 Diagnosis
Pemeriksaan neurologis menunjukkan adanya perubahan dalam kesadaran
pasien tersebut. Hal ini tergantung pada beratnya herniasi tersebut sehingga akan
ada masalah pada satu atau lebih reflex yang berhubungan dengan fungsi saraf
kranial. Pasien dengan herniasi otak memiliki ritme jantung yang tidak teratur dan
kesulitan bernafas secara konsisten.
Untuk herniasi transtentorial, computed tomography (CT) scanning atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) berguna untuk evaluasi. MRI dapat
memberikan pandangan aksial, serta sagital dan koronal. Untuk subfalcine /
cingulate herniasi, CT scan atau MRI lebih berguna untuk evaluasi, dengan MRI
mampu memberikan aksial, sagital, dan pandangan koronal.
Untuk foramen magnum / herniasi tonsillar, MRI memberikan visualisasi
terbaik di pandangan sagital dan koronal. Namun, karena pasien dengan jenis
herniasi ini sering terjadi akut, CT scan aksial lebih memungkinkan untuk
visualisasi dari kondisi ini. Untuk sphenoid / herniasi Alar, MRI memberikan
visualisasi terbaik pada gambar parasagittal. Namun CT scan aksial atau MRI bisa
menunjukkan perpindahan anterior dari arteri serebral ipsilateral menengah, yang
merupakan perpindahan anterior dari arteri serebral ipsilateral menengah, yang
merupakan tanda herniasi sphenoid tidak langsung. Untuk herniasi ekstrakranial,
CT scan atau MRI berguna untuk evaluasi (Iain & Graham, 2005)

Gambar 2.4 Pendarahan intraventrikuler bilateral dan dilatasi ventrikel.


13

2.9 Tatalaksana

Herniasi otak merupakan suatu kasus gawat darurat. Penanganan utama


haruslah menyelamatkan nyawa pasien. Untuk mencegah dari terjadinya
kekambuhan dari hernia otak, maka penanganan haruslah bertujuan untuk
menurunkan peningkatan tekanan intrkranial dan menurunkan edema otak. Hal ini
dapat ditangani dengan cara berikut:

a. Penatalaksanaan Awal Sindroma Herniasi


Tujuan : menjaga TIK <20 mmHg, CPP >60-70 mmHg, segera:
• Elevasi kepala di tempat tidur (15-30 derajat, atau 30-45 derajat –> guna
meningkatkan aliran keluar vena dari intrakranial
• Cegah hipotensi dengan cairan, Normal saline (0.9%) dengan kecepatan 80–
100 cc/jam (hindari cairan hipotonis)
• Intubasi (jika memungkinkan) dan lakukan ventilasi sehingga terjadi
normocarbia (PC02 35-40 mmHg) atau kalau bisa PCO2 = 28–32 mm Hg –
> cegah vasodilatasi serebri (catatan: jika kadar CO2 lebih besar dari 45 mm
Hg, maka akan timbul cerebral vasodilation.)
• Berikan oxygen prn untuk mempertahankan p02 >60 mmHg –> mencegah
hypoxic brain injury
• Berikan Mannitol 20% 1–1.5 g/kg melalui infus IV secara cepat,
pertahankan Tekanan Darah >90 mmHg dan pemberian diuretik lain.
• Pasang Foley catheter
• Segera konsul ke bedah saraf
b. Hal lain yang bisa dilakukan
• Sedasi (“ringan” misal dengan codeine hingga “berat” misal dengan
fentanyl/MgS04 ± muscle relaksan dengan vecuronium –> dapat
mengurangi tonus simpatis dan hipertensi akibat kontraksi otot)
• Kortikosteroid
• Mengurangi edema, setelah beberapa hari, disekitar tumor otak, abses,
darah
14

• Pemberian kortikosteroid pada kasus cedera kepala dan stroke belum dapat
dibuktikan menguntungkan secara klinis.
• Kortikosteroid seperti deksametason, terutama untuk menurunkan udem
otak.
• Drainase pada otak dengan tujuan untuk mengeluarkan cairan berlebihan
dari otak, terutama pada kasus obstruksi mekanikal yag menyebabkan
hernia.
• Pengaliran darah keluar pada kasus perdarahan masif yang menyebabkan
herniasi, walaupun prognosis pada kasus begini jelek.
• Pemasangan intubasi endotrakeal dan pemasangan ventilasi untuk
menurunkan kadar karbon dioksida dalam darah.
• Operasi dengan mengangkat massa tumor yang menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial atau drain kateter ventrikuler eksterna dengan tujuan
untuk pengaliran LCS keluar pada kasus akut atau dengan cara VP-shunt.
• Pungsi lumbar adalah suatu kontraindikasi sekiranya curiga adanya
kelainan massa yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
15

BAB III
KESIMPULAN

Herniasi serebri adalah pergeseran dari jaringan otak normal sampai


melewati falk serebri atau melewati tentrorial. Herniasi serebri dapat terjadi karena
adanya peningkatan tekanan intra kranial (TIK) pada salah satu kompartemen otak
sehingga menyebabkan dari jaringan otak menuju ke area yang lebih rendah
tekanan intrakranialnya. Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Tidak ada terapi spesifik untuk herniasi serebri,
hal yang dapat dilakukan bertujuan untuk memperbaiki keadaan umum pasien dan
komplikasi yang timbul bergantung dari seberapa luas herniasi itu terjadi.
16

DAFTAR PUSTAKA

1. AH, R. & RH, B., 2005. Adams Victor’s Principles of Neurology. 8 ed. New
York: Mc Graw Hill.
2. Chalik, R., 2016. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
3. Gruen, P., 2002. Surgical Management of Head Trauma. Neuroimaging
clinics of North America, 12(2), pp. 339-43.
4. Iain, W. & Graham, L., 2005. Tentorial Herniation in: Essential Neurology.
4 ed. USA: Blackwell Publishing.
5. Rohkamm, R., 2004. Intracranial Pressure In: Color Atlas of
Neuroanatomy. New York: Thieme.
6. Susanti, R., 2020. Peningkatan Tekanan Intrakranial (Nyeri Kepala
Sebagai Suatu Tanda) Increased Intracranial Pressure (Headache as a
Symptom), Padang: Majalah Kedokterann Andalas.
7. Untari, I., 2012. Kesehatan Otak Modal Dasar Hasilkan SDM Handal.
PROFESI (Profesional Islam), Jilid 08, pp. 1-6.

Anda mungkin juga menyukai