Anda di halaman 1dari 70

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT STROKE

( ISKEMIK DAN INFARK)

Tim Penyusun:

Frans, Jonan Arzel

Daud, Fernanda Martina Oktaviani

Pandelaki, Chella Julia

Rompis , Cherlyn Regina Bawole

Langelo, Gabriella Thessalonica Elysabeth

Untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Medikal Bedah III
(Neurology)

UNIVERSITAS KLABAT

Oktober 202
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul asuhan keperawatan pada

Penyakit Stroke ( iskemik dan infark) ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulis dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada Medikal

Bedah III (Neurology). selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang

asuhan keperawatan pada Penyakit Stroke ( iskemik dan infark) bagi para pembaca dan

juga bagi penulis.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian

pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah

yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

membangun akan kami nanti,demi kesempurnaan makalah ini.

Unklab, 25 Oktober 2020


DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................................................2
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................................4
Latar Belakang..................................................................................................................................4
Tujuan Penulisan...............................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................6
KAJIAN PUSTAKA..............................................................................................................................6
Definisi....................................................................................................................................................6
Anatomi dan Fisiologi...........................................................................................................................6
Etiologi.................................................................................................................................................15
Tanda dan Gejala................................................................................................................................15
Komplikasi...........................................................................................................................................16
Pemeriksaan Penungjang....................................................................................................................16
Penatalaksanaan..................................................................................................................................29
Patofisiologi..........................................................................................................................................29
Pathoflowdiagram...............................................................................................................................30
Asuhan keperawatan...........................................................................................................................31
Jurnal...................................................................................................................................................65
BAB III......................................................................................................................................................67
Kesimpulan..........................................................................................................................................67
Daftar pustaka.........................................................................................................................................67
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Stroke disebabkan oleh gangguan perfusi ke bagian otak mana pun. National Stroke

Association menggunakan istilah serangan otak untuk menyampaikan urgensi perawatan stroke

akut yang serupa dengan yang disediakan untuk infark miokard akut. Stroke adalah keadaan

darurat medis, dan harus segera ditangani untuk mengurangi kecacatan permanen. Sekitar 14%

pasien di rumah sakit di Amerika Serikat mengalami stroke saat berada di rumah sakit (Mink &

Miller, 2011). Stroke adalah penyebab utama kematian ketiga di Amerika Serikat dan dianggap

sebagai penyebab utama kecacatan di seluruh dunia. Menurut Pusat Pengendalian dan

Pencegahan Penyakit (CDC), sekitar 137.000 orang Amerika meninggal setiap tahun akibat

stroke (CDC, 2013b) Rata-rata, satu orang Amerika meninggal karena stroke setiap 4 menit

(CDC, 2013). Stroke merupakan salah satu penyakit yang mordalitas dan mortilitasnya tinggi.

Prevelensi stroke nasional berdasarkan Riskesdas 2013 sebesar 12,1 % , tertinggi di provinsi

Sulawesi selatan ( 17,9%) dan terendah provensi papua barat, lampung dan jambi ( 5,3

%). Semple Registration system ( SRS) Indonesia tahun 2014 menunjukan stroke merupakan

penyebab kematian utama , yaitu sebesar 21,1 % dari seluruh penyebab kematian untuk semua

kelompok umur.

Dalam pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular termasuk stroke, pemerintah

focus upaya promotive dan preventif dengan tidak meninggalkan upaya kuratif dan

rehabilitative. Dengan dilakukan gerakan Masyarakat Hidup Sehat ( GERMAS) Sesuai dengan

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017, yang tahun ini difokuskan pada kegiatan Deteksi
dini,Peningkatan aktivitas fisik serta Konsumsi buah dan sayur. Gerakan pencegah stroke tidak

hanya digunaka oleh Kementrian Kesehatan RI. Perhimpunan Doketer Spesialis Indonesia

( PERDOSSI) bekerja sama dengan Boehringer Ingelheim juga telah meluncurkan ANGELS

intiative pada April 2017. ANGELS intiative merupakan inisiatif dan komitmen Boehringer

Ingelheim dalam meningkatkan pelayanan ruma sakit khususnya dalam penanganan stroke

secara terpadu untuk menguragi angka kejadian stroke.

Adapun upaya penanganan stroke dilakukan dengan meningkatkan tindakan

preventif,diagnose dan terapi untuk stroke akut. Untuk menekan prevelensi stroke, ANGELS

initiative bekerja sama dengan para ahli pembimbing stroke spesialis seluruh dunia dalam

mengadakan dan meningkatkan kualitas stroke Center melalui program pelatihan penanganan

stroke.

Tujuan Penulisan

1. Mengetahui dan bisa memahami hal- hal yang menjadi konsep dari dasar dari asuhan

keperawatan pada penyakit stroke


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Definisi

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak

yang menyebabkan kematian jaringan otak sehingga mengakitbatkan seseorang menderita

kelumpuhan atau kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah deficit neurologis

yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagau akibat dari cardiovascular

desease.

Anatomi dan Fisiologi

Otak terkandung di dalam termpurung kepala; peran otak adalah untuk mengarahkan

regulasi sistem saraf dan sistem tubuh lainnya. Sumsum tulang belakang bersarang dikanal

vertebralis. Dari otak sumsum tulang belakang turun ketengah punggung dan dikelilingi serta di

lindungi oleh tulang belakang yang bertulang. Sumsum tulang belakang dikelilingi oleh cairan

bening yang disebut cairan serebrospinal. Yang melindungi jaringan saraf halus dari kerusakan

akibat benturan bagian tulang belakang. Terdiri dari 12 pasang kranial, 31 pasang saraf tulang

belakang dan sistem saraf otonom. Dibagi lagi menjadi serabut simpatis dan parasimpatis. Sistem

saraf mengandung dua jenis sel : neuron, yang mengirimkan atau melakukan impuls saraf, dan

sel neuroglia yang memilik peran yang saling bergantung dengan neuron.

Otak
Meninges membentuk lapisan pelindung otak dan sumsum tulang belakang. Lapisan luar

adaah dura mater. Ruang subdural terletak di antara dura mater dan lapisan tengah, arachnoid.

Pia mater adalah ruang subrachnoid, tempat CSF bersikulasi. Ruang potensial disebut sebagai

ruang epidural, terletak diantara tengkorak dan lapisan luar dura mater. Area ini juga meluas ke

sumsum tulang belakang dan diguanakan untuk pengiriman analgesia epidural dan anastesi. Dura

mater terletak juga diantara belahan otak dan otak kecil di sebut tentorium. Ini membatu

mengurangi atau mencegah transmisi kekuatan dari satu belahan ke belahan lain dan melindungi

batang bagian otak bawah saat terjadi trauma kepala. Referensi klinis dapat dibuat untuk lesi

(miasalnya tumor) sebagai supratentorial (di atas tentorium) atau infarntentorial (dibawah

tentorium).

Bagian utama otak.

Otak terdiri dari tiga area utama. Yaitu batang otak, serebelum , dan otak depan.

1. Batang otak

Menghubunkan bagianlainnya dengan SSP. Ini terutama berkaitan dengan dukungan

kehidupan dan fungsi dasar seperti gerakan.

2. Serebelum

Berkaitan dengan koordinasi gerakan dan bekerja sama dengan batang otak untuk focus

pada fungsi otot. Struktur ini terdapat dibawah lobus oksipital dan berada dibawah

oksipital dan berdekatan dengan batang otak.

3. Otak depan

Terletak diatas batang otak dan otak kecil dan merupakan yang paling maju dalam

evolusi.
Area otak ini dabagi menjadi tiga area.

- Diencephalon, serebellum, dan korteks serebral.

1. Diencephalon

terletak dibawah otak besar, termasuk talamus, hipotalamus, dan epitalamus.

2. Serebellum

Berkaitan dengan koordinasi gerakan dan bekerja sama dengan batang otak untuk fokus

pada fungsi otot. Struktur ini terdapat dibawah lobus oksipital dan berdekatan dengan

batang otak.

3. Korteks serebral

Korteks serebral adalah bagian dari otak besar dan terlibat dengan hampir semua fungsi

otak yang lebih tinggi. Bagian otak ini memproses dan mengkomunikasikan semua

informasi yang dating dari sistem saraf tepi peripheral nervous system (PNS). Itu juga

menerjemahkan impuls menjadi perasaan dan pikiran yang bisa dimengerti. Korteks serebral

begitu kompleks sehingga dibagi lagi menjadi empat lobus. Yaitu : lobus frontal, lobus

pariental, lobus temporal dan lobus oksipital.


Otak Besar

Otak besar adalah bagian terbesar dari otak dan mengontrol kecerdasan, kreativitas dan

memori. “Materi abu-abu” otak besar adalah korteks sentral – pusat yang menerima informasi

dari talamus dan semua area bawah otak. Otak besar terdiri dari dua bagian, disebut sebagai

belahan kanan dan belahan kiri, yang bergabung dengan korpus kalosum. Belahan kiri adalah

belahan domminan pada kebanyakan orang. (bahkan pada banyak orang kidal). Di dalam struktur

yang lebih dalam dari otak besar adalah ventrikel lateral kanan dan kiri. Didasar otak besar

ventrikel adalah sekelompok neuron yang disebut ganglia basal, yang membantu mengatur

fungsi motoric. Korteks serebral adalah bagian dari serebum dan terlibat dengan hampir semua

fungsi otak yang tinggi. Bagian otak ini memproses dan mengkomunikasikan informasi yang

dating pada sistem saraf tepi. Korteks serebral begitu kompleks sehingga dibagi lagi menjadi

empat lobus. Yaitu lobus frontal, lobus parietal, lobus temporal, dan lobus oksipital.

Otak Kecil
Menerima informasi langsung dan terus-menerus tentang kondisi otot, persendian dan

tendon. Fungsi serebral memungkinkan untuk :

 Menjaga ekstremitas agar tidak melampaui taget yang diinginkan

 Berpindah dari satu gerakan terampil ke gerakan lain secara barurutan.

 Memprediksi jarak dan mengukur kecepatan seseorang saat mendekati suatu objek.

 Mengontrol gerakan sukarela

 Menjaga keseimbangan

Tidak seperti korteks motorik , kendali sereberal tubuh bersifat ipsilateral ( terletak disisi yang

sama). Sisi kanan otak kecil mengontrol sisi kanan tubuh, dan otak kecil kiri meengontrol sisi

kiri tubuh. Batang otak meliputi otak tengah, pons dan medulla. Diseluruh batang otak terdapat

sel-sel khusus yang membentuk pengaktifan rstikuler, yang mengontrol kesadaran dan

kewaspadaan. Misalnya jaringan ini membangunkan seseorang dari tidur saat diberikan

rangsangan seperti suara keras atau nyeri atau saatnya untuk bangun. Area pembentukan

retikuler memiliki banyak hubungan dengan serebrum, batang otak lainnya, dan otak kecil.

Sirkulasi di otak

Sirkulasi di otak berasal dari arteri karotis dan vertebralis. Arteri karotis interna

bercabang menjadi arteri serebral anterior (ACA) dan arteri serebral tengah (MCA), yang

terbesar. Kedua arteri vertebralis posterior menjadi arteri basilar, yang kemudian membelah

menjadi kedua arteri serebral posterior. Arteri serebral anterior, tengah dan posterior bergabung

bersama oleh arteri kecil yang berkomunikasi untuk membentuk cincin dan dasar itak yang

dikenal sebagai lingkaran willis.


Arteri serebral tengah memasuki permukaan lateral serebrum dari sekitar lobus temporal

tengah keatas ( yaitu area untuk pendengaran dan motorik tubuh bagian atas dan neuron

sensorik). Arteri serbral mamasok aspek garis tengah atau medial, dari area yang sama (yaitu,

motorik tubuh bagian bawah dan neuron sensorik). Arteri serebral posterior menyuplai area

darah dari daerah pertengahan temporal kebawah dan kebelakang (lobus oksipital), serta

sebagian besar batang otak. Ketika aliran darah terganggu di salah satu arteri ini (misalnya, oleh

bekuan), area otak yang disuplai terpengaruh mungkint idak berfungsi sebagaimana mestinya.

Penghalang darah otak tampaknya ada karena sel-sel endotel dari kapiler serebral bergabung

erat. Penghalang ini membuat beberapa zat dialiran darah keluar daro sirkulasi serebrospinal dan

keluar dari jaringan otak. Zat yang dapat melewati penghalan darah otak antara lain oksigen,

glukosa, karbin dioksida, alcohol, anestesi, dan air. Molekul besar sepeerti albumin, zat apapun

yang terikat pada albumin, dan banyak antibiotic dicegah melewati penghalang. Cairan

serebrospinal juga bersirkulasi, mengelilingi dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang.

Saat bergerak melalui ruang subrachnoid, cairan tersebut secara kontinyu dirproduksi oleh
pleksus koroid, diserap kembali oleh vili arachnoid, kemudian dialurkan kesinus sagital

superior.

 Stroke iskemik akut disebabkan oleh oklusi (penyumbatan) arteri serebral oleh trombus

atau embolus. Stroke yang disebabkan oleh trombus (bekuan) disebut sebagai stroke

trombotik, sedangkan stroke yang disebabkan oleh embolus (gumpalan yang terlepas)

disebut sebagai stroke emboli. Stroke trombotik terjadi lebih dari setengah dari semua

stroke dan umumnya terkait dengan perkembangan aterosklerosis baik di arteri

intrakranial atau ekstrakranial (biasanya arteri karotis). Aterosklerosis adalah proses di

mana plak lemak berkembang di dinding bagian dalam pembuluh arteri yang

terkena.menjelaskan masalah kesehatan ini, termasuk patofisiologinya secara rinci.

Pecahnya satu atau lebih plak meningkatkan pembentukan gumpalan. Ketika gumpalan

berukuran cukup, itu mengganggu aliran darah ke jaringan otak yang disuplai oleh

pembuluh darah, menyebabkan stroke iskemik (oklusif). Bifurkasi (titik pembelahan) dari

arteri karotis komunis dan arteri vertebralis di persimpangannya dengan arteri basilar

adalah tempat paling umum yang terlibat dalam pembentukan plak aterosklerotik. Karena

sifat pembentukan gumpalan secara bertahap ketika ada plak aterosklerotik, stroke

trombotik cenderung memiliki onset yang lambat, berkembang dari menit ke jam. Stroke

emboli disebabkan oleh trombus atau sekelompok trombus yang terlepas dari satu area

tubuh dan berjalan ke arteri serebral melalui arteri karotis atau sistem vertebrobasilar.

Sumber emboli yang biasa adalah jantung. Emboli dapat terjadi pada pasien dengan

fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, trombus mural setelah infark miokard (MI), atau

katup jantung prostetik. Sumber emboli lainnya mungkin berupa plak atau gumpalan

yang terlepas dari sinus karotis atau arteri karotis internal. Emboli cenderung bersarang di
pembuluh darah otak yang lebih kecil di titik bercabang atau di mana lumen menyempit.

Arteri serebral tengah (MCA) paling sering terlibat dalam stroke emboli. Saat emboli

menutup pembuluh darah, iskemia berkembang dan pasien mengalami manifestasi klinis

dari stroke. Namun, oklusi mungkin bersifat sementara jika embolus pecah menjadi

fragmen yang lebih kecil, memasuki pembuluh darah yang lebih kecil, dan diserap.

Untuk alasan ini, stroke emboli ditandai dengan perkembangan yang tiba-tiba dan

terjadinya defisit neurologis yang cepat. Gejalanya bisa hilang dalam beberapa jam atau

beberapa hari. Konversi dari stroke oklusif menjadi stroke hemoragik dapat terjadi karena

dinding pembuluh arteri juga rentan terhadap kerusakan iskemik akibat gangguan suplai

darah. Stres hemodinamik yang tiba-tiba dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah,

menyebabkan perdarahan langsung di dalam jaringan otak

 Stroke Hemoragik.

Klasifikasi utama kedua dari stroke adalah stroke hemoragik. Pada jenis stroke ini,

integritas pembuluh darah terputus dan perdarahan terjadi ke dalam jaringan otak atau ke

ruang subarachnoid. Perdarahan intraserebral (ICH) menggambarkan perdarahan ke

dalam jaringan otak yang umumnya disebabkan oleh hipertensi berat atau berkelanjutan.

Tekanan darah tinggi (BP) menyebabkan perubahan di dalam dinding arteri yang

cenderung pecah. Kerusakan otak terjadi karena pendarahan, menyebabkan edema,

distorsi, dan perpindahan, yang merupakan iritan langsung ke jaringan otak.

12 Saraf Kranial

1. Penciuman : Penciuman

2. Optic : Penglihatan dan perifer

3. Trochlear: gerakan mata melalui otot oblique superior.


4. Trigeminal : precption sensorik dari kulit wajah dan sclap dan selaput lendir, otot

pengunyahan (chweing)

5. Abducens: Gerakan mata melalui otot rektus lateral

6. Facial: Nyeri dan suhu dari area telinga , sensai yang dalam dari wajah, rasa dari 2/3

anterior lidah , kelenjar ludah laciminal,submandibular,sublingmant

7. Vestibulocochlear : Kesimbangan, pendegaran

8. Glossopharyngeal : Nyeri dan suhu dari telinga, rasa dan sensasi dari sepertiga posterior

lidah telinga dan faring . otot rangka tenggorokan =, kelenjar parotis

9. Vagus: Nyeri dan suhu dari telinga, sensasi dari faring,laring, toras dan perut sel kelenjar

sekretori,persarakan jantung dan otot polos ke tingkat lentur limpa.

10. Accessory: Otot rangka faring dan laring serta otot stemocleidomastoid dan trapizius

11. Hypoglossal: Otot rangka lidah


Etiologi

Seperti banyak masalah kesehatan lainnya, penyebab stroke kemungkinan besar merupakan

kombinasi faktor risiko genetik dan lingkungan. faktor risiko utama meningkatkan kemungkinan

stroke dan dapat dibagi menjadi, yang dapat dimodifikasi dan yang berkonotasi (faktor yang

tidak dapat dimodifikasi). Banyak dari faktor-faktor ini memiliki kecenderungan umum atau

genetik misalnya, risiko stroke kerabat pertama (ibu, ayah, saudara perempuan, saudara laki-laki)

meningkat dengan adanya riwayat keluarga hipertensi yang kuat, penyakit aterosklerotik, dan

diagnosis aneurisma. kerabat pasien dengan aneurisma, terlepas dari lokasi pembuluh darah,

mungkin berisiko lebih tinggi untuk aneurisma intrakranial dan harus mempertimbangkan

pengujian diagnostik dan tindak lanjut.

Tanda dan Gejala

Gejala stroke bisa muncul kapan saja hingga siang atau malam hari.

• Kebingungan mendadak atau kesulitan berbicara atau memahami orang lain

• Tiba-tiba mati rasa atau kelemahan pada wajah, lengan, atau tungkai

• Kesulitan melihat secara tiba-tiba pada salah satu atau kedua mata
• Pusing mendadak, kesulitan berjalan, atau kehilangan keseimbangan atau koordinasi

• Sakit kepala parah mendadak tanpa penyebab yang diketahui

Komplikasi

1. Hipoksia serebral

2. Penurunan aliran darah serebral

3. Penurunan aliran darah serebral

4. Pneumonia aspirasi

5. ISK, Inkontinensia

6. Kontraktur

7. Tromboplebitis

8. Abrasi kornea

9. Dekubitus

10. Encephalitis

11. CHF

12. Disritmia, Hidrosepalus, Vasospasme

Pemeriksaan Penungjang

Patient Centered Collaborative Care

 Assessment History
Memperoleh riwayat tidak boleh menunda kedatangan pasien ke pusat stroke atau radiologi

intervensi di dalam pusat stroke. Riwayat berfokus untuk menentukan apakah pasien baru saja

mengalami peristiwa perdarahan atau sedang menggunakan antikoagulan merupakan bagian

penting dari protokol penilaian stroke cepat.

Riwayat yang lebih luas, baik setelah terapi fibrinolitik atau penentuan bahwa pasien tidak

dapat menerima terapi ini, membantu mengidentifikasi penyebab stroke dan area otak yang

terkena. Jika memungkinkan, dapatkan riwayat aktivitas pasien saat stroke dimulai. Stroke

hemoragik cenderung terjadi selama beraktivitas. Selanjutnya tanyakan kepada pasien atau

anggota keluarga bagaimana gejala tersebut berkembang. Pastikan untuk mendokumentasi

riwayat serangan stroke. Gejala stroke hemoragik cenderung terjadi secara tiba-tiba, sedangkan

stroke trombotik umumnya berkembang lebih bertahap. Tentukan tingkat keparahan gejala,

seperti apakah gejala memburuk setelah onset awal atau mulai membaik.

Selama wawancara, amati tingkat kesadaran (LOC) pasien dan kaji indikasi gangguan

kognitif atau memori dan kesulitan berbicara atau mendengar. Jika LOC tiba-tiba menurun atau

berubah, segera tentukan apakah ada hipoglikemia atau hipoksia karena kondisi ini dapat

menyerupai gangguan neurologis yang muncul. Hipoglikemia dan hipoksia mudah diobati tidak

seperti cedera otak akibat perfusi atau trauma yang buruk.

Tanyakan pasien atau anggota keluarga tentang adanya defisit persepsi sensorik atau

perubahan motorik, masalah visual, masalah keseimbangan atau gaya berjalan, dan perubahan

dalam kemampuan membaca dan menulis. Selain itu, tenyakan riwayat kesehatan pasien dengan

perhatian khusus diarahkan pada riwayat trauma kepala, diabetes, hipertensi, penyakit jantung,

anemia, dan obesitas. Dapatkan daftar obat saat ini, termasuk obat-obatan yang diresepkan, obat-

obatan yang dijual bebas (OTC), suplemen herbal dan nutrisi, dan obat-obatan rekreasional
(terlarang). Untuk melengkapi riwayat, dapatkan data tentang riwayat sosial pasien, termasuk

pendidikan, pekerjaan, perjalanan, aktivitas santai, dan kebiasaan pribadi (misalnya, merokok,

diet, pola olahraga, penggunaan narkoba dan alkohol).

Pasien dengan SAH, terutama bila perdarahannya berasal dari aneurisma yang bocor, sering

melaporkan timbulnya sakit kepala parah yang tiba-tiba digambarkan sebagai “sakit kepala

terparah dalam hidup saya”. Gejala tambahan SAH atau aneurisma serebral dan perdarahan

AVM adalah mual dan muntah, fotofobia, neuropati kranial, leher kaku, dan perubahan status

mental. Mungkin juga ada riwayat keluarga aneurisme.

 Physical Assessment/Clinical Manifestations

Personel responden pertama (misalnya paramedis, teknisi medis darurat) melakukan

pemeriksaan neurologis awal menggunakan alat penilaian stroke yang sudah mapan.

Penyelamatan Kritis di UGD, kaji pasien stroke dalam 10 menit setelah kedatangan. Standar

yang sama berlaku untuk pasien yang sudah dirawat di rumah sakit karena kondisi medis lain

yang mengalami stroke. Prioritasnya adalah penilain ABCS – jalan napas, pernapasan, dan

sirkulasi.

Nasional Institutes Of Health Stroke Scale (NIHSS) adalah alat penilaian valid dan andal yang

umum digunakan perawat sesegera mungkin setelah pasien tiba di UGD. Penilaian neurologis

lengkap saat masuk ke UGD juga berlaku untuk pasien yang sudah dirawat dirumah sakit karena

kondisi medis lain yang mengalami stroke. Prioritasnya adalah penilaian ABCS – airway,

pernapasan, dan sirkulasi.


The National Institutes Of Health Stroke Scale

Kategori dan Pengukuran


Saat pasien dialihkan dari UGD ke tempat lain, area terpenting untuk dinilai adalah tingkat

kesadaran pasien (LOC). Gunakan Skala Koma Glasgow untuk sering memantau perubahan

LOC selama perawatan akut pasien. Menifestasi khusus pasien stroke juga harus dipantau.

Gejala stroke tergantung pada luas dan lokasi iskemia serta arteri yang terlibat.

Sindrom Stroke

Stroke Arteri Serebral Tengah

• Hemiparesis kontralateral : lengan > tungkai

• Defisit persepsi sensorik kontralateral

• Hemianopsia homonim

• Kelalaian atau kurangnya perhatian unilateral

• Aphasia, anomia, alexia, agraphia, and acalculia

• Gangguan sensasi vertikal

• Defisit spasial

• Defisit persepsi

• Defisit bidang visual

• Perubahan tingkat kesadaran : mengantuk hingga koma

Stroke Arteri Serebral Posterior

• Perseverasi (pengulangan kata atau tindakan)

• Aphasia, amnesia, alexia, agraphia, visual agnosia, and ataxia

• Hilangnya sensasi yang dalam

• Penurunan sensasi sentuhan


• Stupor, coma

Internal Stroke Arteri Karotis

• Hemiparesis kontralateral

• Defisit persepsi sensorik

• Hemianopsia, kebutaan, penglihatan kabur

• Aphasia (sisi dominan)

• Sakit kepala

• Bruit

Stroke Arteri Serebral Anterior

• Hemiparesis kontralateral : tungkai > lengan

• Inkontinensia kandung kemih

• Perubahan kepribadian dan perilaku

• Aphasia and amnesia

• Refleks menggenggam dan mengisap positif

• Ketekunan

• Defisit persepsi sensorik (ekstremitas bawah)

• Gangguan memori

• Cara berjalan apraxic

Stroke Arteri Vertebrobasilar

• Sakit kepala dan vertigo


• Koma

• Kehilangan memori dan kebingungan

• Paralisis flaksid

• Areflexia, ataxia, and vertigo

• Disfungsi saraf kranial

• Pandangan mata yang tidak terkonjugasi

• Defisit penglihatan (uniorbital) dan hemianopsia homonim

• Kehilangan sensorik : mati rasa

 Perubahan Kognitif

LOC bervariasi tergantung pada tingkat peningkatan tekanan intrakranial (ICP) yang

disebabkan oleh stroke dan lokasi stroke. Kaji untuk :

1. Penolakan penyakit

2. Disfungsi spasial dan proprioseptif (kesadaran akan posisi tubuh dalam rungan)

3. Gangguan memori, penilaian, atau pemecahan masalah dan kemampuan membuat keputusan

4. Penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi dan mengerjakan tugas


 Perubahan Motorik

Belahan otak kanan lebih terlibat dalam kesadaran visual, spasial dan proprioception (rasa

posisi tubuh). Seseorang yang mengalami stroke yang melibatkan belahan otak kanan sering

tidak menyadari adanya defisit dan mungkin mengalami disorientasi ke waktu dan tempat.

Perubahan kepribadian termasuk impulsivitas (kontrol impuls yang buruk) dan penilaian yang

buruk. Sedangkan belahan otak kiri, yang dominan disemua kecuali sekitar 15% - 20% dari

populasi, adalah pusat bahasa, keterampilan matematika, dan pemikiran analitik. Oleh karena itu

stroke belahan otak kiri menyebabkan afasia (ketidakmampuan untuk menggunakan atau

memahami bahasa), alexia atau disleksia (masalah membaca), agraphia (kesulitan menulis), dan

acalculia (kesulitan dengan perhitungan matematika).

Bekerja sama dengan ahli terapi fisik (PT) dan terapis okupasi (OT), kaji tonus otot pasien.

Pasien dengan hipotonia, atau lumpuh lembek, tidak dapat mengatasi gaya gravitasi, dan

ekstremitas cenderung jatuh ke samping. Ekstremitas terasa berat, dan tonus otot tidak memadai

untuk keseimbangan atau mekanisme perlindungan. Hipertonia (kelumpuhan spastik) cenderung

menyebabkan posisi tetap atau kontraktur pada ekstremitas yang terlibat. Range of motion

(ROM) dari sendi dibatasi, dan subluxation bahu dapat dengan mudah terjadi baik dari spastisitas

atau flacciditas. Kaji juga kontrol kepala dan tubuh, keseimbangan, koordinasi, dan gaya

berjalan. Pasien yang mengalami stroke mungkin juga tidak dapat menggunakan suatu objek

dengan benar (agnosia) atau melakukan aktivitas motorik atau ucapan yang disengaja (apraxia).

Hilangnya kontrol neurologis oleh korteks serebral menyebabkan kandung kemih kejang

(motor neuron atas) tanpa hambatan. Fungsi usus juga bisa terpengaruh. Kaji pasien untuk

inkontinesia atau retensi urin dan tinja, karena ada beberapa pasien mengalami dua masalah

tersebut.
 Perubahan Sensorik

Mengevaluasi respon pasien terhadap rangsangan sentuhan dan nyeri. Selain fungsi motorik

yang berkurang dan berdampak pada sisi tubuh yang terkena. Bisa terjadi akibat stroke di

belahan otak kanan. Pada sindrom ini, pasien tidak menyadari keberadaan sisi kirinya atau yang

lumpuh. Bagian penting lainnya dari pengkajian keperawatan berfokus pada kemampuan visual.

Infark atau iskemia yang melibatkan arteri karotis dapat menyebabkan penyempitan atau

pelebaran pupil, ptosis (kelopak mata terkulai), defisit lapang pandang, atau pucat dan petekie

konjungtiva. Amaurosis fugax, episode singkat kebutaan pada satu mata akibat iskemia retina

yang disebabkan oleh insufisiensi arteri ophthalmic atau kronis. Hemianopsia atau kebutaan pada

separuh lapang pandang terjadi akibat kerusakan seluruh optik atau lobus okspital. Biasanya

defisit ini terjadi sebagai hemianopsia homonim dimana terdapat kebutaan pada sisi yang sama

dari kedua mata. Pasien dengan kondisi ini harus menoleh untuk memindai seluruh jangkauan

penglihatan, Jika tidak dia tidak melihat setengah dari bidang visual. Pasien dengan kerusakan

batang otak atau serebelar mungkin mengalami gerakan mata yang tidak normal, seperti

nistagmus (gerakan mata yang tidak disengaja).


 Fungsi Saraf Kranial

Kaji kemampuan mengunyah, yang mencerminkan fungsi saraf kranial (CN V). Selain itu

perhatikan adanya paralisis atau paresis wajah (CN VII), tidak ada refleks muntah (CN IX), atau

gangguan gerakan lidah (CN XII). Pasien yang mengalami kesulitan mengunyah atau menelan

makanan dan cairan (disfagia) beresiko mengalami pneumonia aspirasi dan dapat menjadi

sembelit atau dehidrasi karena asupan cairan yang tidak memadai.

 Penilaian Kardiovaskular

Pasien dengan stroke emboli mungkin mengalami murmur jantung, disritmia (paling sering

fibrilasi atrium), atau hipertensi (180-200/110-120 mmHg). Tenakan diatas nilai-nilai ini dapat

menyebabkan Stroke iskemik.

 Psychosocial Assessment
Kaji reaksi pasien terhadap penyakitnya, terutama yang berkaitan dengan perubahan citra

tubuh, konsep diri, dan kemampuan melakukan PHBS. Bekerja sama dengan keluarga dan

teman pasien, identifikasi masalah apapun yang berkaitan dengan koping atau perubahan

kepribadian. Tanyakan tentang status keuangan dan pekerjaan pasien, karena pasien yang tidak

memiliki asuransi kesehatan mungkin khawatir tentang bagaimana keluarga mereka akan

mengatasi masalah keuangan. Keterlibatan awal layanan sosial, pelayanan spiritual atau

konseling psikologis dapat meningkatkan keterampilan koping. Kaji ketidakmampuan

emosional, terutama jika lobus frontal otak telah terpengaruh (tertawa kamudian menangis),

jelaskan keadaan ini kepada keluarga.

 Laboratory Assessment

Kaji riwayat klinis dan presentasinya. Tidak ada tes Laboratorium definitif yang

memastikan diagnosisnya. Kadar hematokrit dan hemoglobin yang meningkat sering dikaitkan

dengan stroke berat atau mayor kerena tubuh berusaha mengkompensasi kekurangan oksigen ke

otak. Jumlah sel darah putih yang meningkat dapat mengindikasikan adanya infeksi,

kemungkinan adanya bakteri subakut endokarditis, atau respon terhadap stres fisiologis atau

peradangan. Enzim jantung dapat meningkat pada pasien yang memiliki penyebab jantung

untuk stroke mereka. Akan dilakukan tes protrombin (PT) atau rasio normalisasi internasional

(INR) dan waktu tromboplastin parsial (PTT) untuk menetapkan informasi dasar jika terapi

antikoagulasi dimulai. Tes diagnostik ini memberikan bukti pendukung bahwa telah terjadi

stroke hemoragik.

 Imaging Assessment
Pencitraan otak adalah alat yang paling penting untuk memastikan diagnosis stroke. CT

tanpa kontras adalah standar untuk diagnosis awal. Aneurisma otak atau AVM juga dapat

diidentifikasi. Untuk pasien dengan stroke iskemik atau oklusif, CT kepala biasanya awalnya

akan menunjukan hasil negatif, menunjukan stroke trombotik atau emboli dari pada perdarahan

intraserebral. Setelah 24 jam pertama, CT menunjukan perubahan progresif dari iskemia, infark,

dan edema serebral terkait. Tes ini menetapkan informasi dasar untuk perbandingan dimasa

mendatang jika kondisi pasien memburuk. Selain itu, pemindaian memugkinkan dokter untuk

mengidentifikasi perubahan patologis yang mungkin menyerupai stroke, seperti tumor otak atau

hematoma serebral yang keduanya tidak terkait dengan penyakit serebrovaskular.MRI

menunjukkan secera otak iskemik lebih awal dari CT. Angiografi resonansi magnetik (MRA)

dan teknik multimodal seperti pencitraan berbobot perfusi meningkatkan sensitivitas MRI untuk

mendeteksi perubahan awal di otak, termasuk memastikan aliran darah. Ultrasonografi

(pemindaian dupleks karotis) dan ekokardiografi membantu menentukan risiko kardiovaskular

tambahan.

 Other Diagnostic Assessment

Untuk membantu dalam menentukan penyebab jantung dari stroke, dapat menggunakan

Elektrokardiogram (EKG) 12-lead dan evaluasi enzim jantung. Seperti penyakit kardiovaskular

lainnya, tidak jarang ditemukan perubahan ini pada EKG :

- Gelombang T terbalik

- Depresi ST

- Perpanjangan interval QT dalam siklus jantung


Penatalaksanaan

Untuk mengobati keadan akut perlu diperhatikan factor-faktor kritis sebagai berikut:

1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:

a. Mempertahan kan saluran nafas yang paten yaitu lakukan persiapan lender yang

sering,oksigen,kalau perluh dilakukan trakeostomi, membantu pernafasan.

b. Mengontrol tekana darah berdarkan kondisi pasien , termasuk memperbaiki hipotensi

dan hipertensi

2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung

3. Merawat kantung kemih,sedapat mungkin jangan memakai kateter

4. Menetapkan pasien dalam posisi yang tepat ,harus dilakukan secepat mungkin pasien

harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif

Patofisiologi

Stroke disebabkan oleh gangguan perfusi pada bagian manapun diotak. National Stroke

Association menggunakan istilah serangan otak untuk menyampaikan urgensi perawatan stroke

akut serupa atau berhubungan dengan infark miokard akut. Stroke adalah keadaan darurat medis,

dan memang harus segera diobati untuk mengurangi kecacatan permanen. Sekitar 14% pasien

dirumah sakit di Amerika Serikat mengalami stroke selama di rumah sakit (Mink &Miller,

2011a).Stroke adalah penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan saat ini dianggap

sebagai penyebab utama kecacatan di seluruh dunia. Menurut Pusat Pengendalian dan

Pencegahan Penyakit (CDC), sekitar 137.000 Orang Amerika meninggal setiap tahun karena

stroke (CDC, 2013b) Rata-rata, satu Orang Amerika meninggal karena stroke setiap 4 menit
(CDC, 2013b).Otak tidak dapat menyimpan oksigen atau glukosa dan oleh karena itu harus

menerima aliran darah yang

konstan untuk berfungsi normal. Jika suplai darah ke bagian otak manapun terputus selama lebih

dari beberapa menit, maka bisa menyebabkan jaringan otak mati(infark).ini bisa mengakibatkan

kecacatan,tapi tergantung lokasi dan jumlah jaringan otak yang terpengaruh.

Pathoflowdiagram
Asuhan keperawatan

Pengkajian

Meskipun riwayat yang akurat penting dalam diagnosis stroke,prioritas pertama adalah

memastikan pasien dibawa ke pusat stroke. stroke center ditunjuk oleh Komisi Gabungan karena

kemampuannya untuk cepat mengenali dan mengobati stroke secara efektif. Di tengah, para

pasien dievaluasi kelayakannya untuk menerima terapi fibrinolitik. Memperoleh riwayat tidak

boleh menunda kedatangan pasien ke salah satu pusat stroke atau radiologi intervensi di dalam

pusat stroke. Riwayat terfokus pada menentukan apakah pasien baru saja mengalami peristiwa

perdarahan atau sedang mengambil antikoagulan merupakan bagian penting dari penilaian

stroke.

Riwayat yang lebih luas, setelah terapi fibrinolitik atau penentuan bahwa pasien tidak

dapat menerima terapi ini, membantu mengidentifikasi penyebab stroke dan area otak yang

terlibat. Jika mungkin, dapatkan riwayat aktivitas pasien saat stroke dimulai. Stroke hemoragik

cenderung terjadi selama beraktivitas. Selanjutnya tanyakan pada pasien atau anggota keluarga

bagaimana gejala berkembang. Pastikan untuk mendokumentasikan sejarah serangan stroke.

Gejala stroke hemoragik cenderung terjadi secara tiba-tiba, sedangkan stroke trombotik

umumnya lebih parah , perkembangan bertahap. Tentukan tingkat keparahan gejala, apakah

memburuk setelah serangan awal atau mulai membaik.


Selama wawancara, amati tingkat kesadaran pasien (LOC) dan menilai indikasi gangguan

kognitif atau memori dan kesulitan berbicara atau mendengar. Saat LOC tiba-tiba menurun atau

diubah, segera tentukan apakah ada hipoglikemia atau hipoksia karena kondisi ini dapat

menyerupai gangguan neurologis yang muncul. Hipoglikemia dan hipoksia mudah diobati dan

dibalik, tidak seperti otak cedera akibat perfusi atau trauma yang buruk. Tanyakan pasien atau

anggota keluarga tentang keberadaan sensorik defisit persepsi atau perubahan motorik, masalah

visual, masalah dengan keseimbangan atau gaya berjalan, dan perubahan dalam kemampuan

membaca atau menulis. Selain itu, tanyakan tentang riwayat kesehatan pasien dengan spesifik

perhatian diarahkan pada riwayat trauma kepala, diabetes, hipertensi, penyakit jantung, anemia,

dan obesitas. Dapatkan daftar terkini obat-obatan, termasuk obat resep, obat bebas (OTC),

suplemen herbal dan nutrisi, dan obat-obatan rekreasional (terlarang). Untuk melengkapi

riwayat, memperoleh data tentang riwayat sosial pasien, termasuk pendidikan, pekerjaan,

perjalanan, kegiatan rekreasi, dan pribadi kebiasaan (misalnya, merokok, diet, pola olahraga,

penggunaan narkoba dan alkohol).

Pasien dengan SAH, terutama bila perdarahan berasal dari a bocornya aneurisma, sering

kali melaporkan timbulnya sakit kepala parah yang tiba-tiba digambarkan sebagai "sakit kepala

terburuk dalam hidupku". Gejala tambahan SAH atau aneurisma serebral dan perdarahan AVM

adalah mual dan muntah, fotofobia, neuropati kranial, leher kaku, dan perubahan status mental.

Mungkin juga ada riwayat keluarga aneurisma.

Masalah keperawatan

Masalah keperawatan untuk Stroke ada 7, yaitu Gangguan Perfusi Jaringan Otak, Risiko

Bersihan jalan napas tidak efektif, Gangguan mobilitas fisik, Risiko Gangguan komunikasi
verbal, Risiko gangguan persepsi sensorik (sentuhan), Risiko pengabaian sepihak, Kurang

Pengetahuan.

1) Gangguan Perfusi Jaringan Otak

Common related factor

perdarahan intracranial

iskemia (emboli atau trombosis)

Defining Charakteristik

status mental yang berubah

perubahan respons motorik

perubahan reaksi papiler

Perubahan perilaku

kelainan bicara

dysphagia

sakit kepala

Common Expected Outcome


pasien mempertahankan perfusi jaringan otak yang optimal, sebagaimana dibuktikan

oleh National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS), skor kurang dari 4, skor skala

koma glasgow (GCS) lebih besar dari 13, tidak adanya defisit neurologis baru dan

tekanan darah stabil.

NOC Outcomes

perfusi jaringan: otak: status neurologis: koagulasi darah; respon pengobatan

NOC Interventions

promosi perfusi serebral: pemantauan neurologis: pemberian obat

Ongoing Assessment

1. Menilai riwayat disritmia jantung, hipertensi, merokok, dan serangan iskemik

transien sebelumnya.
Rasional : Pemeriksaan jantung diperlukan jika stroke tersebut emboli, fibrilasi

atrium adalah penyebab utama stroke emboli. hipertensi tampaknya terkait dengan

stroke hemoragik. aterosklerosis dan serangan iskemik transien berhubungan dengan

stroke trombotik.

2. Pantau tanda-tanda vital pasien sesuai kebutuhan

Rasional : Penilaian TD yang sering sangat penting. keadaan normotensi diinginkan

untukmeningkatkan tekanan perfusi serebral yang efektif.

3. Pantau elektrokardiogram dasar, dan amati perubahannya

Rasional : Stroke dapat menyebabkan perubahan listrik jantung dan disritmia.

4. pantau asupan cairan dan keluaran urin

Rasional : Penurunan output urin dapat mengindikasikan penurunan perfusi ginjal

dan penurunan perfusi otak terkait. karena edema serebral, keseimbangan cairan

harus diatur. Cairan dapat dibatasi jika pasien mengalami peningkatan ICP yang

signifikan, atau perluasan volume dapat digunakan jika pasien mengalami hipotensi

dengan penurunan perfusi serebral.

5. Gunakan oksimetri nadi untuk memantau saturasi oksigen: kaji gas darah arteri

seperti yang diperintahkan.


Rasional : Saturasi oksigen harus 90% 0r lebih besar untuk perfusi serebral yang

adekuat. Paco2 yang lebih besar dari 45 mm Hg menginduksi vasodilatasi serebral

dan meningkatkan ICP.

Therapeutic Intervention

1. Berikan obat-obatan berikut, seperti yang dipesan

 Thrombolytic

Rasional : trombolitik diberikan untuk melarutkan gumpalan di pembuluh

serebral. obat ini bekerja paling baik bila diberikan dalam waktu 3 jam setelah

stroke iskemik. aktivator plasminogen jaringan (t-PA) adalah obat pilihan

pertama. administrasi awal t-PA dikaitkan dengan penurunan kerusakan

neurologis dan keparahan stoke.

 Anticoagulants and antiplatelet drugs

Rasional : Antikoagulan dan obat antiplatelet diberikan untuk mengurangi

pembentukan gumpalan dan mencegah perluasan gumpalan yang ada.

 Antihypertensive
Rasional : Antihipertensif diberikan untuk mengontrol hipertensi berat dan

mempertahankan perfusi serebral.

 Osmotic diuretic

Rasional: Diuretik osmotik diberikan untuk menurunkan TIK dengan mengurangi

edema serebral.

2. Angkat kepala tempat tidur tidak lebih dari 30 derajat.

Rasional : bukti saat ini menunjukkan bahwa meninggikan kepala tempat tidur

mengurangi ICP dengan meningkatkan aliran keluar vena serebral. posisi ini juga

dapat mengurangi perfusi serebral dan berkontribusi pada peningkatan risiko infareksi

serebral.

3. Jaga kepala dan leher pasien dalam posisi netral

Rasional : Posisi tersebut meningkatkan drainase vena dari otak dan menurunkan ICP

4. Hindari aktivitas perawatan yang tidak perlu.


Rasional : stimulasi pasien yang sering dapat berfungsi sebagai stimulus berbahaya

dan meningkatkan aktivitas otak dan ICP. kegiatan perawatan pengelompokan dalam

waktu singkat juga meningkatkan ICP

5. Pertahankan normotermia dengan antipiretik, antibiotik, dan selimut pendingin.

Rasional : mengendalikan demam mengurangi kebutuhan metabolisme otak dan

mengurangi ICP.

6. Pertahankan status volume pasien dengan mengganti atau membatasi cairan sesuai

resep

Rasional : keseimbangan cairan akan disesuaikan untuk mengurangi edema serebral

dan membuktikan keadaan.

2) Risiko pembersihan jalan napas yang tidak efektif

Common Risk Factore

Disfungsi neurologis

Obstruksi

Sekresi

Common Expected Outcome


Pasien mempertahankan saluran udara yang bersih dan terbuka, yang dibuktikan dengan

suara napas yang normal, frekuensi dan kedalaman pernapasan yang normal, serta

kemampuan untuk mengeluarkan sekret setelah perawatan dan napas dalam-dalam.

Noc outcome

Status pernafasan: patensi jalan nafas

Nic Intervention

Manajemen jalan nafas

Ongoing assessment

1. Pantau laju dan ritme pernapasan pasien, bunyi napas, dan kemampuan menangani

sekresi

Rasional: Obstruksi jalan nafas dapat terjadi dengan stroke akibat gangguan fungsi

saraf kranial yang menyebabkan berkurangnya refleks pelindung jalan nafas dan

gangguan mengunyah dan menelan. kelemahan saraf hipoglosus dapat menyebabkan

lidah jatuh kembali ke faring dan menghalangi jalan napas. refleks batuk dan muntah

yang berkurang meningkatkan risiko aspirasi sekresi oral dan makanan.


2. Periksa adanya refleks muntah

Rasional : Stroke batang otak dapat mengurangi fungsi saraf kranial dan

menyebabkan gangguan fungsi refleks pelindung saluran napas.Gangguan refleks

muntah meningkatkan risiko aspirasi dan jalan napas.

3. Kaji disfagia

Rasional : Gangguan menelan dapat terjadi dengan stroke. Penggunaan protokol

skrining disfagia formal secara signifikan menurunkan risiko pneumonia aspirasi.

Indikator kualitas Komisi Gabungan untuk Sertifikasi Pusat Stroke mencakup

skrining disfagia semua pasien dengan stroke sebelum asupan oral. ini adalah

pengaman untuk mencegah aspirasi.

Therapeutic Intervention

1. Posisikan pasien tegak

Rasional : Posisi ini mengurangi kerja pernapasan dan mendorong batuk yang lebih

efektif.
2. Jika pasien koma, gunakan jalan nafas orofaringeal

Rasional : Jalan nafas buatan membuat lidah tidak menghalangi jalan nafas.

Keterlibatan saraf kranial (saraf hipoglosus) dapat menyebabkan kelemahan unilateral

dan deviasi lidah.

3. Dorong pernapasan dalam dan batuk

Rasional : batuk adalah cara paling membantu untuk mengeluarkan sebagian besar

sekresi. pasien mungkin tidak dapat tampil sendiri. posisi duduk dan belat perut

mendorong batuk yang lebih efektif dengan meningkatkan tekanan perut dan gerakan

diafragma ke atas.

4. Hisap mulut dan saluran udara untuk mengeluarkan sekresi.

Rasional : gangguan fungsi saraf kranial dapat menyebabkan penurunan efektivitas

batuk. gangguan menelan dapat menyebabkan aspirasi sekresi oral dan obstruksi jalan

napas. penyedotan membantu pasien lebih efektif, mengatur sekresi jalan napas.

5. Berikan dukungan pernapasan:

 Berikan oksigen tambahan


Rasional : Tindakan ini mengurangi hipoksemia, yang dapat menyebabkan

vasodilatasi otak dan peningkatan tekanan intrakranial.

 Antisipasi intubasi endotrakeal atau trakea.

Rasional : Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran yang persisten mungkin

memerlukan intubasi untuk mengoptimalkan pembersihan jalan nafas.

3) Gangguan mobilitas fisik

Common Related Factors

Paresis atau kelumpuhan.

Kehilangan keseimbangan dan koordinasi.

Peningkatan tonus otot.

Defining Characteristics

Ketidakmampuan untuk bergerak dalam lingkungan fisik.

Rentang gerak terbatas (ROM).

Penurunan kekuatan otot, kontrol, atau massa.

Common Expected Outcomes


Pasien melakukan aktivitas fisik secara mandiri atau dalam batas batasan tindakan.

Pasien mendemonstrasikan penggunaan teknik adaptif yang mempromosikan ambulasi

dan pelatihan.

Pasien bebas dari komplikasi imobilitas, yang dibuktikan dengan kulit utuh, tidak adanya

tromboflebitis, pola usus normal, dan suara nafas yang jernih.

Noc Outcomes

Mobilitas; Penentuan Posisi Tubuh: Inisiasi Sendiri; Transfer kinerja; Ambulasi.

Nic Intervention

Terapi Latihan; Kontrol Otot

Ongoing Assessment

1. Menilai kemampuan bergerak dan mengubah posisi, berpindah dan berjalan,

melakukan ROM pada semua sendi, pergerakan otot halus, dan pergerakan otot kasar.

Rasional : Mungkin ada derajat keterlibatan yang berbeda di sisi yang terkena,

kelumpuhan, paresis, dan kehilangan sensorik kontralateral ke sisi otak yang terkena

stroke. pada fase awal pemulihan stroke, pasien mungkin tidak dapat bergerak sama

sekali. saat pemulihan otak berlangsung, paresis atau kelumpuhan mungkin terbatas

pada satu sisi tubuh atau hanya satu ekstremitas.


2. Amati aktivitas atau situasi yang meningkatkan atau menurunkan tonus otot.

Rasional : Awalnya otot menunjukkan hiporefleksia, yang kemudian berkembang

menjadi hiperrefleksia. aktivitas yang menyebabkan respons kejang dapat ditunda

hingga kemudian dalam pemulihan.

3. Pantau integritas kulit pasien untuk area yang memucat atau kemerahan

Rasional : Mobilitas yang terganggu meningkatkan risiko kerusakan kulit. Identifikasi

awal dari ulkus tekanan stadium 1 memungkinkan dilakukannya tindakan segera

untuk mengurangi tekanan dan meningkatkan integritas kulit.

Therapeutic Interventions

1. Ubah posisi pasien minimal setiap 2 jam, catat perubahan posisi dengan jadwal

balik.
Rasional : Perubahan posisi mengoptimalkan sirkulasi ke semua jaringan dan

mengurangi tekanan. pasien mungkin tidak merasakan peningkatan tekanan atau

memiliki kemampuan untuk menyesuaikan posisi. hilangnya kontrol motorik

dapat menyebabkan postur abnormal

2. Melakukan latihan ROM aktif dan pasif di semua ekstremitas beberapa kali

sehari. meningkatkan aktivitas fungsional saat kekuatan meningkat dan pasien

stabil secara medis.

Rasional : Aktivitas ROM menjaga kekuatan otot dan mencegah kontraktur,

terutama pada ekstremitas spatis. mobilisasi dini dan latihan ROM harus dimulai

segera setelah pasien stabil dan tidak lagi membutuhkan perawatan intensif.

3. melakukan aktivitas di lingkungan yang tenang dengan sedikit gangguan

Rasional : Gangguan fungsi kognitif yang terjadi akibat stroke dapat menurunkan

rentang perhatian dan konsentrasi pasien selama aktivitas mobilitas. perhatian

pasien mungkin mudah teralihkan, sehingga meningkatkan risiko jatuh.

4. Ajarkan latihan pasien dan keluarga serta teknik transfer.

Rasional : Setelah stabil secara medis, pasien mungkin mengalami defisit jangka

panjang seperti persepsi yang berubah dan kekuatan motorik. olahraga akan
meningkatkan kekuatan dan daya tahan, meningkatkan penggunaan sisi yang

terkena, dan meningkatkan keamanan pemindahan. pada saat pulang, pasien dan

keluarganya perlu melanjutkan program latihan untuk menjaga mobilitas pasien.

5. Gunakan alat pereda tekanan di tempat tidur dan kursi

Rasional : Perangkat ini berisiko untuk pengembangan ulkus tekanan.

6. Memulai teknik rehabilitasi di rumah sakit sesegera mungkin secara medis

Rasional : Rehabilitasi awal pada pasien yang stabil secara medis mencegah

kerusakan sistemik lebih lanjut dan memfasilitasi transisi ke rehabilitasi jangka

panjang.

untuk masalah keseimbangan dan koordinasi

7. Membantu pasien dalam melakukan gerakan atau tugas. Mulailah dengan tugas-

tugas yang memerlukan sedikit gerakan dan dorong kontrol (misalnya, duduk

tegak dan menjaga keseimbangan).

Rasional : Intervensi mobilitas mengikuti pola aktivitas progresif untuk pasien

stroke. kegiatan untuk mendorong keseimbangan adalah langkah pertama dan

dimulai dengan pasien duduk di sisi tempat tidur. ketika tonus otot membaik dan

pasien memperoleh beberapa kontrol otot sukarela, fokus bergeser ke aktivitas

yang mendukung pemindahan dari tempat tidur ke kursi akhirnya ambulasi.


8. Dorong fokus pada kontrol otot proksimal pada awalnya dan kemudian kontrol

otot distal, seperti memulai dengan posisi tungkai dan berlanjut ke makan sendiri

dan menulis.

Rasional : Kelompok otot yang lebih besar lebih mudah untuk difokuskan dan

dikendalikan.

9. Memastikan bahwa gaya gravitasi berada di atas panggul atau didistribusikan

secara merata pada posisi duduk dan berdiri; berikan lingkungan yang aman untuk

aktivitas ini.

Rasional : Pasien mungkin mengalami gangguan refleks meluruskan dan

pendirian dasar lebar. defisit spasial mempersulit pasien untuk menentukan

posisinya di ruang angkasa.

10. Ajarkan latihan dan teknik pasien dan keluarga untuk meningkatkan

keseimbangan dan koordinasi.

Rasional : Dukungan dari orang-orang terdekat akan mendorong kepatuhan dan

kesuksesan.

11. Perkuat tindakan pencegahan keselamatan dengan pasien dan keluarga.


Rasional : Defisit spasial, gangguan penilaian, dan hilangnya fungsi motorik

meningkatkan risiko pasien untuk jatuh, kecelakaan persepsi (menabrak benda),

mengembara, dan perilaku impulsif.

untuk meningkatkan tonus otot (spastisitas)

1. Instruksikan keluarga tentang konsep spastisitas dan cara mengurangi tonus.

Rasional : Tanda spastisitas membaik. otot yang tetap lembek kemungkinan

besar tidak akan pulih. spastisitas akan berangsur-angsur berkurang saat

kontrol otot pf pulih. Ketika spastisitas berkurang, fenomena yang disebut

synergi sering terjadi. Ini adalah gerakan tak sadar dari sebagian ekstremitas

setelah gerakan awal sukarela dari seluruh ekstremitas.

2. melakukan aktivitas peregangan otot dengan gerakan lembut dan ritmis.

Rasional : Pendekatan ini mengurangi rangsangan yang berkontribusi pada

spastisitas otot.

3. oleskan perangkat belat ke ekstremitas kejang yang ditentukan, dengan

penilaian berkelanjutan untuk meningkatkan nada.


Rasional: Perangkat digunakan untuk memendekkan otot yang terjadi dengan

fleksi kronis. pendekatan ini membantu mencegah kontraktur.

4) Risiko gangguan komunikasi verbal

Common Risk Factor

Stroke belahan otak kiri

Common Expected Outcomes

Pasien secara efektif mengkomunikasikan kebutuhan dasar.

Pasien memaksimalkan kemampuan komunikasi yang tersisa.

Pastient dan keluarga secara lisan memahami gangguan komunikasi.

Pasien dan keluarga dilibatkan dalam tindakan untuk meningkatkan komunikasi.

Noc Outcomes

Komunikasi

Nic Intervention

Peningkatan Komunikasi: Defisit bicara


Ongoing Assessment

1. Menilai kemampuan komunikasi verbal pasien

Rasional : Pasien dengan bentuk disfasia ekspresif akan kesulitan menemukan kata-kata.

ucapan tidak akan lancar, dengan penggunaan kata tunggal atau frasa pendek untuk

mengkomunikasikan ide. menulis akan sulit. pasien dengan bentuk reseptif disfasia akan

berbicara lancar tetapi menghasilkan bahasa tanpa makna. ritme, irama, dan artikulasi

normal. pasien tidak dapat memperbaiki kesalahan dalam berbicara, seperti kata-kata

yang terdengar mirip atau memiliki arti yang mirip.

2. Menilai kemampuan pasien untuk memahami bahasa

Rasional : Pemahaman verbal biasanya utuh dengan disfasia ekspresif. beberapa pasien

dengan disfasia ekspresif mungkin mengalami perubahan dalam pemahaman membaca.

pasien dengan disfasia reseptif mengalami gangguan pemahaman verbal dan membaca.
3. Menilai fungsi saraf kranial wajah dan hipoglosal.

Rasional : Kelemahan lidah dan otot wajah yang diperlukan untuk berbicara

berkontribusi pada disartria. pasien akan kesulitan membentuk suara yang jelas dan

bicara cadel.

Therapeutic Interventions

1. Akui rasa frustasi pasien dengan gangguan komunikasi

Rasional : Ketidakmampuan untuk mengungkapkan kebutuhan atau perasaan adalah yang

paling menyedihkan bagi pasien. staf harus peka terhadap martabat pasien.

2. Meminimalkan rangsangan di lingkungan.

Rasional : Komunikasi dapat difasilitasi dan gangguan diminimalkan dengan memutar

televisi atau radio, atau dengan menutup pintu.


3. Memberikan petunjuk yang jelas dan sederhana.

Rasional : Pasien dengan disfasia membutuhkan petunjuk untuk sering diulang. tugas

perlu dijelaskan dalam langkah-langkah yang sangat sederhana dan disajikan satu per

satu.

4. Menggabungkan input multimodality, seperti musik, lagu, dan demonstrasi visual.

Rasional : Input yang berbeda ini meningkatkan fungsi di area bahasa ucapan yang utuh.

5. Gunakan bahan tertulis (jika sesuai).

Rasional : Input pendengaran tambahan ini (misalnya, papan komunikasi dengan gambar,

angka, kata, dan / atau alfabet). jika pasien menderita hemianopsia homonim, letakkan

bahan di tempat yang tidak terkena vison. hemianopsia homonim mempengaruhi bidang

penglihatan pada kedua sistem, berlawanan dengan sisi otak yang terkena stroke.

6. Gunakan isyarat bisikan, seperti gerak tubuh atau memegang benda yang sedang dibahas.

Rasional : Cucing visual dapat meningkatkan pemahaman pasien tentang pesan verbal.

7. Berikan waktu yang cukup untuk respon pasien


Rasional : Jika pasien merasa tergesa-gesa, masalah komunikasi menjadi lebih buruk.

pasien membutuhkan lebih banyak waktu untuk memproses informasi secara kognitif dan

merumuskan respons verbal.

8. Berikan kesempatan untuk percakapan spontan

Rasional : Pasien membutuhkan banyak kesempatan untuk berbicara tanpa

mengharapkan hasil yang diinginkan. Metode ini menurunkan kecemasan pasien tentang

kemampuan komunikasi.

9. mengantisipasi kebutuhan pasien sampai tercipta sarana komunikasi alternative

Rasional : Perawat harus merencanakan waktu yang cukup untuk menangani semua detail

perawatan pasien. langkah-langkah perawatan mungkin membutuhkan waktu lebih lama

untuk diselesaikan dengan adanya defisit komunikasi.

10. Memberikan orientasi realitas dan memusatkan perhatian, tetapi hindari terus

mengoreksi.

Rasional : Koreksi terus menerus meningkatkan frustrasi, kecemasan, dan kemarahan.

11. Bekerja sama dengan terapis wicara.

Rasional : Rencana perawatan multidisiplin yang komprehensif mungkin diperlukan

untuk meningkatkan kemampuan komunikasi pasien.


12. Dorong keluarga untuk berkomunikasi dengan pasien: jelaskan jenis disfasia dan metode

komunikasi yang bisa dicoba.

Rasional : Konsistensi dalam pendekatan oleh perawat profesional dan anggota keluarga

mendorong komunikasi yang lebih efektif untuk pasien. Anggota keluarga mungkin

memerlukan pengingat agar pasien merespons daripada berbicara untuk pasien.

13. Berikan umpan balik kepada pasien tentang kemajuan yang dicapai dengan komunikasi

verbal.

Rasional : Umpan balik positif meningkatkan kepercayaan diri dan memfasilitasi upaya

berkelanjutan pasien untuk berkomunikasi secara lisan.

5) Risiko gangguan persepsi sensorik (sentuhan)

Common Risk Factor

Stroke dalam jalur transmisi sensorik dan / atau integrasi otak.

Common Expected Outcomes

Kulit pasien tetap bebas dari luka, termasuk ulkus tekanan


Noc Outcomes

Deteksi risiko, pengendalian risiko

Nic Intervention

Manajemen sensasi perifer

Ongoing Assessment

1. Menilai kemampuan pasien untuk merasakan sentuhan ringan, batu bata, dan suhu.

sentuh sedikit kulit dengan pin, bola kapas, atau benda panas atau dingin, dan minta

pasien untuk menjelaskan sensasi dan tunjuk ke tempat terjadinya sentuhan.

Rasional : Penilaian awal menentukan tingkat perubahan dan mengidentifikasi area risiko

tertentu. defisit taktil meningkatkan risiko cedera yang terkait dengan ketidakmampuan

pasien untuk merasakan tekanan yang dalam, nyeri, atau suhu.

2. Menggunakan jari-jari kaki atau jari pasien, menilai rasa posisinya (kemampuan untuk

merasakan apakah sendi digerakkan ke atas atau ke bawah).


Rasional : Hilangnya rasa posisi terjadi pada pasien dengan stroke yang mengenai arteri

serebral anterior. defisit spasial-persepsi meningkatkan risiko pasien untuk cedera.

Therapeutic Intervention

1. Melakukan pemeriksaan kulit secara teratur, dan menginstruksikan pasien dan anggota

keluarga tentang teknik untuk melakukan hal yang sama. jelaskan konsekuensi dari

tekanan berkepanjangan pada kulit.

Rasional : Tekanan pada sisi yang terkena tidak boleh lebih dari 30 menit.

ketidakmampuan untuk merasakan tekanan meningkatkan risiko kerusakan kulit.

2. Berikan stimulasi sentuhan pada anggota tubuh yang terkena dengan menggunakan kain

atau tangan yang kasar, dan instruksikan pasien atau keluarga tentang metode yang

digunakan.

Rasional : Penerapan rangsangan yang sering membantu pasien belajar mengenali

sensasi.

3. Menjelaskan bagaimana perasaan rangsangan (misalnya, air dingin, kain flanel lembut).
Rasional : deskripsi verbal meningkatkan pemahaman pasien tentang stimulus

4. Ajarkan pasien untuk memeriksa suhu air dengan sisi yang tidak terpengaruh sebelum

menggunakan air (pemeriksaan termal)

Rasional : Sensasi suhu yang berkurang, terutama untuk panas, meningkatkan risiko

cedera luka bakar yang tidak disengaja.

5. Instruksikan pasien untuk secara teratur menggerakkan anggota tubuh yang terkena.

Rasional : Gerakan meningkatkan sirkulasi. gangguan kepekaan terhadap rasa sakit atau

angka meningkatkan kemungkinan atau posisi stasioner yang berkepanjangan.

6. Ajarkan strategi pasien dan keluarga untuk memodifikasi lingkungan rumah

Rasional : Keselamatan optimal dapat dicapai dengan modifikasi di lingkungan, dengan

mengatur pengaturan suhu pada pemanas air panas, dengan memindahkan furnitur tajam,

dan dengan penerangan lorong.

7. Memfasilitasi rujukan ke ahli terapi fisik atau terapis okupasi untuk mempelajari

keterampilan adaptif.
Rasional : Pasien dan pengasuh perlu mempelajari keterampilan adaptif untuk

mengurangi risiko cedera.

6) Risiko pengabaian sepihak

Common Risk Factor

Stroke di belahan nondominan atau sisi kanan dominan

Common Expected Outcomes

Pasien tidak mengalami cedera akibat defisit.

Pasien dapat melewati garis tengah dengan mata dan lengan yang tidak terpengaruh.

Pasien mengamati dan menyentuh sisi yang terkena selama ADL.

Pasien mulai mencuci, berpakaian, dan makan dengan memperhatikan kedua sisi.

Pasien dan keluarga mengungkapkan kesadaran kognitif tentang defisit.

Noc Outcomes
Penentuan Posisi Tubuh: Inisiasi Diri; Perawatan Diri; Aktivitas Kehidupan Sehari-hari

(ADL); Perilaku Keselamatan Pribadi.

Nic Intervention

Manajemen Pengabaian Sepihak

Ongoing Assessment

1. Kaji respons pasien terhadap sentuhan, nyeri, dan suhu.

Rasional : Data penilaian menentukan tingkat sensasi yang sebenarnya untuk

perbandingan dengan cara pasien menggunakan sisi yang terkena. penggunaan mungkin

berbeda dari kemampuan sebenarnya

2. Melakukan tes konfrontasi medan virtual.

Rasional : Pasien mungkin tidak dapat melihat pada sisi yang terkena (hemianopsia).

cedera pada lobus parietal di belahan nondominan menyulitkan pasien untuk mengenali

sisi kontralateral tubuh, meskipun bidang visual masih utuh.

3. Amati kinerja pasien ADL.

Rasional : Informasi ini menentukan pengenalan pasien terhadap sisi yang terkena. pasien

tidak boleh, misalnya, memandikan sisi yang terkena, lupa bahwa sisi tersebut ada.
4. Menilai hubungan spasial yang terdistorsi.

Rasional : Gangguan kesadaran spasial dan proprioception menyimpulkan dengan

kesadaran pasien dari sisi tubuh yang terkena.

Therapeutic Intervention

1. Dekati pasien dari sisi yang tidak terpengaruh saat pasien mulai sadar kembali.

Rasional : Dekati pasien dari sisi yang tidak terpengaruh saat pasien mulai sadar kembali.

2. Saat pasien menjadi lebih waspada, dekati dari sisi yang terkena sambil memanggil nama

pasien.

Rasional : Pendekatan ini akan meningkatkan kewaspadaan pasien pada sisi tubuh yang

terkena.

3. Memastikan lingkungan yang aman dengan menempatkan lampu panggilan pada pasien

yang tidak terpengaruh.


Rasional : Hemianopsia membatasi kemampuan pasien untuk melihat objek bidang

penglihatan yang terkena. jika pasien tidak dapat menyalakan lampu panggil, dia

mungkin mencoba untuk bangun tanpa bantuan. perilaku ini meningkatkan risiko jatuh.

4. Berikan rangsangan taktil ke sisi yang terkena.

Rasional : Penerapan stimulus yang sering meningkatkan kemampuan memori jangka

pendek membuatnya lebih mudah untuk menggambarkan makanan karena adanya ruang

di antara keduanya.

5. Letakkan semua makanan dalam jumlah sedikit, susun simpli di atas piring.

Rasional : Pendekatan ini mengurangi defisit spasial dan visual. jumlah yang sedikit

memudahkan penggambaran makanan karena adanya jarak di antara makanan.

6. Pasang jam tangan atau gelang cerah ke lengan yang sakit.

Rasional : Teknik ini menarik perhatian pasien ke sisi yang terkena.

7. Dorong pasien untuk membasuh bagian tubuh yang sakit dan membalut bagian tubuh

yang sakit terlebih dahulu.


Rasional : Pendekatan ADL ini meningkatkan kesadaran pasien akan sisi tubuh yang

terkena. peningkatan kesadaran sentuhan dan visual dari sisi yang terkena

mempromosikan persepsi saraf dan integrasi rangsangan eksternal.

8. berlatih menggambar dan menyalin gambar dengan pasien.

Rasional : Kegiatan ini membantu mengembangkan keterampilan motorik halus dan

mempelajari kembali hubungan spasial.

9. Buatlah tanda terang di sisi koran atau buku saat pasien membaca.

Rasional: Teknik ini memberi isyarat akhir baris dan kembalinya baris berikutnya.

10. Ajarkan strategi kompensasi seperti pemindaian visual (memutar kepala untuk

memvisualisasikan seluruh area).

Rasional.: pasien perlu mempelajari strategi untuk mengurangi kemungkinan cedera dan

meningkatkan kesadaran visual dari seluruh bidang penglihatan.

11. Memulai terapi fisik atau konsultasi terapi okupasi.

Rasional: Terapis fisik dan okupasi dapat membantu pasien mempelajari keterampilan

adaptif untuk meningkatkan perawatan diri dan mengurangi risiko cedera.


7) Kurang Pengetahuan

Common Related Factors

Tidak terbiasa dengan diagnosis.

Tidak terbiasa dengan faktor risiko.

Rehabilitasi yang dibutuhkan.

Defining Characteristics

Pertanyaan tentang diagnosis dan hasil.

Kekhawatiran tentang tindak lanjut.


Common Expected Outcome

Pasien dan / atau pengasuh mengungkapkan pemahaman tentang proses penyakit dan

potensi hasil.

Noc Outcomes

Pengetahuan: Proses Penyakit; Pengetahuan:

Regimen pengobatan; pengetahuan: pengobatan;

Pengetahuan: keamanan pribadi

Nic Interventions

Pengajaran: Proses Penyakit; Pengajaran: Latihan yang Ditentukan

Ongoing Assessment

1. Menentukan defisit terkait stroke yang mungkin memengaruhi pembelajaran.

Rasional : Rencana pengajaran akan disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk

memahami dan mengingat informasi baru.

2. Menilai persepsi pasien tentang diagnosis dan kebutuhan perawatan.


Rasional : Pasien lebih reseptif untuk belajar jika kebutuhan dan tujuan mereka yang

teridentifikasi terpenuhi.

Therapeutic Interventions

1. mendiskusikan jenis stroke, kemajuan, perawatan, dan tindakan pencegahan.

Rasional : Menjelaskan perubahan fisik dan mental yang terjadi dengan stroke membantu

mengurangi kecemasan dan membatasi timbulnya depresi. mengetahui apa yang

diharapkan selama pemulihan stroke mendorong penanganan yang efektif dan motivasi

untuk berpartisipasi dalam proses rehabilitasi.

2. Mempersiapkan pasien dan keluarga untuk kemungkinan perubahan dalam perilaku dan

penilaian pasien.

Rasional : Pasien mungkin mengalami perubahan mood dan depresi dalam 6 bulan

setelah cedera stroke awal. ketidakstabilan emosi dapat berlanjut selama beberapa bulan.

3. Menyertakan pengasuh dalam proses rehabilitasi untuk belajar dan membantu perawatan,

serta memberikan dukungan emosional untuk upaya pasien.


Rasional : Hampir semua korban stroke akan memiliki tingkat kecacatan tertentu dan

akan membutuhkan bantuan dan dukungan emosional. anggota keluarga perlu memahami

bagaimana stroke dapat memengaruhi peran dan aktivitas sosial dan pribadi mereka.

4. Ajarkan langkah-langkah untuk mengelola atau mengurangi faktor risiko stroke berulang.

Rasional : Mengetahui faktor-faktor risiko adalah langkah pertama dalam

mengendalikannya dan mengurangi kemungkinan terkena stroke lebih lanjut. Faktor

risiko termasuk hipertensi, penyakit jantung, merokok, polisitemia, penggunaan alkohol,

obesitas, hiperkolesterolemia, diabetes melitus, dan gaya hidup menetap.

5. Memberikan pendidikan tentang penggunaan obat jangka panjang untuk pencegahan

stroke.

Rasional : Praktik klinis dari American Heart Association dan American Stroke

Association penggunaan harian obat antiplatelet untuk mencegah stroke berulang. obat

ini mungkin termasuk aspirin dosis rendah yang dikombinasikan dengan dipyridamole

lepas-panjang, dan clopidogrel. Antikoagulan oral, seperti warfarin, dapat diindikasikan

untuk pasien dengan stroke emboli dari trombus atrium. Penambahan statin penurun

kolesterol bermanfaat untuk pasien dengan stroke trombotik akibat aterosklerosis

serebral.

6. Mendorong penggunaan sumber daya komunitas dan kelompok pendukung.


Rasional : Keluarga membutuhkan informasi tentang bagaimana sumber daya komunitas

dapat mempromosikan koping yang efektif dan mengurangi perasaan pengasuhan sebagai

beban. Korban stroke seringkali adalah orang-orang yang lebih tua, karena kecacatannya

bisa membebani pasangan yang sama-sama tua atau lemah. tanggung jawab pengasuhan

dapat meningkatkan ketakutan dan stres bagi anggota keluarga.

7. Rujuk pasien dan keluarganya ke konseling dan layanan sosial.

Rasional : beberapa pasien mungkin mengalami depresi yang mengganggu pembelajaran.

konseling profesional mungkin diperlukan untuk memfasilitasi pembelajaran yang lebih

efektif oleh pasien dan keluarga. Keterlibatan pelayanan sosial akan memudahkan

perencanaan rehabilitasi dan pemulangan.

Jurnal

Judul : Pengaruh Pemberian Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Kemampuan Motorik

Pada Pasien Post Stroke Di RSUD Gambiran

Tahun : Juli 2015

Nama penulis : Kun Ika Nur Rahayu

Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu untuk mencari tau tentang pengaruh latihan Range of

Motion terhadap kekuatan otot pasien post stroke di RSUD Gambiran Kediri. Penelitian ini
menggunakan desain penelitian Pre Experimental dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi

dalam penelitian ini sebanyak 17 responden dansampel 16 responden yang diberikan latihan

range of motion 2x sehari selama 7 hari. Evaluasi penelitian ini dilakukan pada hari pertama dan

ketujuh. Teknik pengambilan sampel, purposive sampling. Analisa data dalam penelitian ini

menggunakan analisa univariat dan analisa bivariat (Paired Sample T-test). Hasil penelitian

menunjukkan ada pengaruh pemberian latihan range of motion terhadap kemampuan motorik

pada pasien post stroke di RSUD Gambiran Kediri 2014 dengan hasil sebelum latihan mean

berkisar 3,00 dan setelah latihan mean berkisar 4,00 .

Kesimpulan pribadi : jadi menurut kami kelompok sangat disarankan untuk melakukan ROM

agar dapat melatih otot-otot yang ada

BAB III

Kesimpulan

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang

menyebabkan kematian jaringan otak sehingga mengakitbatkan seseorang menderita

kelumpuhan atau kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah deficit neurologis

yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagau akibat dari cardiovascular

desease. Seperti banyak masalah kesehatan lainnya, penyebab stroke kemungkinan besar
merupakan kombinasi faktor risiko genetik dan lingkungan. faktor risiko utama meningkatkan

kemungkinan stroke dan dapat dibagi menjadi, yang dapat dimodifikasi dan yang berkonotasi

(faktor yang tidak dapat dimodifikasi). Banyak dari faktor-faktor ini memiliki kecenderungan

umum atau genetik misalnya, risiko stroke kerabat pertama (ibu, ayah, saudara perempuan,

saudara laki-laki) meningkat dengan adanya riwayat keluarga hipertensi yang kuat, penyakit

aterosklerotik, dan diagnosis aneurisma. kerabat pasien dengan aneurisma, terlepas dari lokasi

pembuluh darah, mungkin berisiko lebih tinggi untuk aneurisma intrakranial dan harus

mempertimbangkan pengujian diagnostik dan tindak lanjut. Gejala stroke bisa muncul kapan saja

hingga siang atau malam hari. Asuhan keperawatan pada penyakit stroke memiliki tanda dan

gejala seperti

Kebingungan mendadak atau kesulitan berbicara atau memahami orang lain, Tiba-tiba mati rasa

atau kelemahan pada wajah, lengan, atau tungkai, Kesulitan melihat secara tiba-tiba pada salah

satu atau kedua mata, Pusing mendadak, kesulitan berjalan, atau kehilangan keseimbangan atau

koordinasi, Sakit kepala parah mendadak tanpa penyebab yang diketahui Dan akhir menemukan

asuhan keperawatan Gangguan Perfusi Jaringan Otak.

Daftar Pustaka

Workman,I.&. ( 20160. Meducal-Surgical Nursing: Patient Centered Collaborative Care.


Elsevier: Missouri.
Meg Gulanick,J.L. (2014). Nursing Care Plans: Diagnoses, Interventions, and Outcomes.
Philadelphi & Elsevier.
Hudak (1996)
Hadi Purwanto, S.Kep., Ns.,M.Kes. (2016). Keparawatan Mdeikal Bedah II

Anda mungkin juga menyukai