Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

Daftar Isi 1
A. Definisi 2
B. Anatomi dan Fisiologi Batang Otak 2
C. Epidemiologi 4
D. Patofisiologi 5
E. Gambaran Klinik 9
F. Diagnosis 12
G. Penatalaksanaan 15
H. Prognosis 20
Daftar Pustaka 21

A. Definisi
Dalam kamus kedokteran Dorland, lesi berarti diskontinuitas jaringan patologis

atau traumatis, atau hilangnya fungsi suatu bagian. Jadi, lesi batang otak adalah

segala bentuk diskontinuitas jaringan patologis, atau traumatis, dan atau hilangnya

fungsi dari batang otak. (Dorland. and Newman, 2010)


Beberapa bentuk lesi batang otak yang sering terjadi, yaitu tumor batang otak

dan stroke batang otak.

B. Anatomi dan Fisiologi Batang Otak

1
Gambar 1. Anatomi Batang Otak

Batang otak (brainstem) adalah struktur padat dengan nuklei saraf kranial,

fasikula saraf dan traktus asenden dan desenden yang sama-sama saling

berdampingan. Bahkan suatu lesi tunggal relatif kecilpun hampir selalu merusak

beberapa nukleus, pusat refleks, traktus atau jaras.

Batang otak berada di bagian paling kaudal otak dan terletak pada tulang

tengkorak yang memanjang sampai ke tulang punggung atau sum-sum tulang

belakang. Bagian ini mengatur fungsi dasar manusia seperti mengatur pernapasan,

denyut jantung, pencernaan, insting terhadap bahaya dan sebagainya.

Batang otak terbagi menjadi beberapa bagian yakni:

a Mesensefalon
Fungsi untuk mengontrol otak besar dan otak kecil, berfungsi mengatur

penglihatan seperti lensa mata, pupil mata dan kornea.


b Pons
Fungsi untuk mengontrol apakah kita sedang terjaga atau tertidur.
c Medulla oblongata

2
Fungsi untuk mengatur sirkulasi darah, denyut jantung, pernapasan dan

pencernaan.

Batang otak mengandung banyak jaras serabut, termasuk semua jaras asendens

dan desendens yang menghubungkan otak dengan perifer. Beberapa jaras ini

menyilang garis tengah ketika melewati batang otak dan beberapa di antaranya

membentuk sinaps sebelum melanjutkan perjalanan di sepanjang jarasnya. Terdapat

banyak nuklei di batang otak yaitu:

- Nuklei nervus III nervus XII


- Nukleus ruber dan substansia nigra mesensefalon; nuklei pontis dan nuklei olivarius

medulla yang berperan pada sirkuit regulasi motorik.


- Nuklei lamina quadrigemina mesensefali yang merupakan stasiun jaras visual dan

auditorik
Hampir seluruh batang otak diliputi jaringan difus neuron yang tersusun padat

(formasio retikularis) yang mengandung pusat regulasi otonomik yang penting

untuk berbagai fungsi tubuh vital, termasuk aktivitas jantung, sirkulasi dan

respirasi. Formasio retikularis juga mengirimkan impuls pengaktivasi ke korteks

serebri yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesadaran. Jaras desendens dari

formasio retikularis mempengaruhi aktivitas neuron motorik spinal. Karena batang

otak mengandung berbagai macam nuklei dan jaras saraf pada ruang yang sangat

padat, bahkan lesi yang kecil pada batang otak dapat menimbulkan berbagai tipe

defisit neurologis secara simultan (seperti pada berbagai sindroma vaskular batang-

otak). (Baehr and Frotscher, 2010)


A. Mesensefalon

Tampak ventral : menunjukkan dua berkas serabut yang menonjol dan

berkonvergensi kearah pons yang disebut pedunkulus serebri atau krura serebri. Celah

di antara pedunkulus diebut fosa interpedunkularis yang merupakan tempat keluarnya

3
nervu okulomotorius (N.III). Pedunkulus akan menghilang kearah rostral, yang

dikelilingi oleh traktus optikus sebelum memasuki hemisfer cerebri.

Tampak dorsal : terdapat empat tonjolan yang secara kesuluruhan disebut lamina

quadrigemina. Informasi visual diproses pada tonjolan atas (kolikul superior),

sedangkan informasi auditorik diproses di dua penonjolan bagian bawah (kolikuli

inferior). Nervus trokhlearis (N. IV) keluar dari batang otak tepat dibawah kolikuli

inferior dimasing-masing sisi dan berjalan mengelilingi pedunkulus serebri.

Tampak lateral: Terdapat dua penonjolan kecil yang terletak pada bagian lateral

lamina quadrigemina adalah korpus genikulum mediale (area relay auditorik) dan

korpus genikulatum laterale (area relay visual).

B. Pons
Tampak ventral: Tampak pons menghubungkan dua hemisfer serebeli satu

dengan lainnya dengan sebush pita lebar berupa serabut yng bersusun horizontal, yang

terikat dibagian kaudal oleh medulla dan dibagian rostral oleh pedunkulus serebri (krura

serebri) mesensefali. Traktus kortikopontinus desendenss membentuk sinaps dengan

neuron keduanya di pons sisi ipsilateral, yang membentuk serabut pontoserebelaris yang

tersusun secara horizontal ini, yang kemudian, menyilang ke garis tengah dan berjalan

melalui pedunculus serebelaris medius ke serebellum

Tampak lateral : Nervus trigeminus (N.V) keluar dari pons tepat pada bagian

medial dari asal pedunculus serebelaris medius.

Tampak dorsal : membentuk bagian superior dasar ventrikel ke empat. Dasar ini

berbentuk segetiga yang dasarnya adalah garis horizontal yang membentuk batas antara

aspek dorsal pons dan medulla. Ventrikel keempat membuka ke dalam rongga

subarachnoid melalui aperture lateralis (foramen Luschka). Apertura medialis ventrikel

ke empat yang tidak berpasangan (foramen Magendie) terlihat diujung kaudal ventrikel.

4
Atap ventrikel keempat dibentuk oleh pedunkulus serebelaris superior (brachium

konjungtivum) dan velum medulare superius.

C. Medula

Tampak dorsal : Tuberkulum grasile terlihat pada kedua sisi garis tengah< diapit

oleh tuberkulum kuneatum. Penonjolan in terbentuk oleh nucleus grasilis dan

nukelus kuneatus dibawahnya pada kedua sisi. Bagian dasar kaudal ventrikel

keempat memiliki beberapa protusi terbentuk dibawahnya trigonum vagale,

trigonum hipoglosale dan area vestibularis. Atap ventrikel keempat dibentuk

oleh velum medulare superius, pedunkulus serebelaris dan serebelum itu sendiri.

Tampak ventral dan lateral: Gambaran ventral medulla menunjukkan pyramid,

yang memberikan namanya pada traktus piramidalis, yang serabutnya berjalan

menembusnya. Dekusasio piramidum terlihat pada bagian ini. NErvus

hipoglosus (XII) muncul dari batang otak di sulkus ventrolateralis antara

pyramid dan olive. Di bagian dorsal olive, radiks nervus asesorius (XI), radiks

nervus vagus (X), dan radiks nervus glosofaringeus (IX) muncul dari batang

otak dengan urutan yang tersusun vertical.

D. Epidemiologi
Kurang lebih 90% dari tumor batang otak adalah glioma. Gliomas pada batang

otak 10-20% dari semua tumor sistem saraf pusat pada pediatri. Menurut data dari

Central Brain Tumor Registry of The United states, terdapat 400-450 kasus glioma

batang otak pada anak setiap tahun di Amerika Serikat selama 2004-2008, mewakili

10,7% dari tumor sistem saraf pusat primer. Sedangkan di inggris, terdapat 30-40

kasus baru pertahun. Glioma batang otak dapat muncul pada umur berapapun,

meskipun umumnya muncul di anak-anak, dengan umur rata-rata saat didiagnosis

5
adalah 7-9 tahun, tidak ada kecenderungan gender. (Jallo et al., 2003b) (Zhou and

Souweidane, 2013)
Sedangkan data epidemiologi khusus mengenai stroke batang otak tidak tersedia,

data-data epidemiologi yang ada mencakup stroke secara umum. Prevalensi stroke

di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk, dan yang telah didiagnosis

oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Hal ini menunjukkan sekitar

72,3% kasus stroke di masyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan.

Prevalensi stroke tertinggi dijumpai di NAD (16,6%) dan terendah di Papua (3,8%).

(BPPK, 2008)

E. Patofisiologi
a. Tumor Batang Otak
Neoplasma, yang berarti pertumbuhan baru, belum diketahui asal-usulnya,

walaupun banyak penyelidikan telah dilakukan. Mungkin sekali terdapat

berbagai faktor etiologik yang menyumbangkan pengaruhnya masing-masing.

Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau adalah :


1. Bawaan
Beberapa jenis tumor dapat dijumpai pada anggota-anggota keluarga.

Sclerosis tuberkulosa atau penyakit sturge-weber, yang dapat dianggap

sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor-faktor familial

yang jelas.
2. Degenerasi atau perubahan neoplasmatik
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan

yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi di dalam tubuh.

Tetapi adakalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal di dalam

tubuh yang sudah mencapai kedewasaan. Karena hal-hal yang belum jelas,

bangunan-bangunan embrional tersebut dapat menjadi ganas, karena

bertumbuh terus dan merusak bangunan sekitarnya.

3. Radiasi

6
Sel di dalam otak atau sel yang sudah mencapai kedewasaan pada umumnya

agak kurang peka terhadap efek radiasi dibanding dengan sel neoplasma.

Maka dari itu radiasi digunakan untuk pemberantasan pertumbuhan

neoplasmatik. Tetapi dosis subterapeutik dapat merangsang pertumbuhan sel

mesenkimal, sehingga masih banyak penyelidikan yang menekankan pada

radiasi sebagai faktor etiologik neoplasma saraf.


4. Virus
Banyak penyelidikan tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar

dilakukan dengan maksud menentukan peran infeksi virus dalam genesis

neoplasma. Belakangan ini telah dibuktikan oleh Burkitt bahwa suatu

limfoma yang banyak dijumpai pada penduduk Afrika disebabkan oleh

infeksi virus. Tetapi diskrepansi antara banyaknya infeksi virus dan luasnya

lesi karena infeksi virus di satu pihak dan sedikit perubahan neoplasmatik

yang dijumpai secara bersama-sama di lain pihak, masih merupakan halangan

untuk diterimanya infeksi virus sebagai faktor etiologik neoplasma.


5. Substansi-substansi karsinogen
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.

Kini telah diakui bahwa ada substansi-substansi yang karsinogenik, misalnya

methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Neoplasma yang dikembangkan

dengan jalan kimiawi ini, berhasil ditransplantasikan ke binatang lain sesuku.

(Mardjono and Sidharta, 2012)


Tumor otak maligna primer, tidak selalu memiliki batas yang jelas tetapi

invasif dan mempunyai penonjolan irregular ke arah jaringan yang berdekatan

sehingga sulit untuk diangkat total. Di sekitar tumor juga selalu ada area

inflamasi, memberikan tekanan. Dalam beberpa kasus, ketika massa tumor

membesar, ia akan menekan dan mengubah bentuk jaringan sekitarnya. Tumor

7
batang otak yang relatif kecil dapat menekan medulla dalam waktu yang singkat.

(Vanmeter and Hubert, 2013)


b. Stroke Batang Otak
Dua mekanisme utama yang menyebabkan kerusakan pada otak akibat

stroke adalah iskemik dan hemoragik. Pada stroke iskemik, penurunan atau

hilangnya sirkulasi darah menyebabkan neuron tidak mendapatkan substrat yang

dibutuhkan. Efek dari iskemik sangat cepat karena otak tidak menimbun

glukosa, substrat energi utama dan otak tidak dapat metabolism secara

anaerobik. Pendarahan intraserebral non traumatik berasal dari pembuluh darah

profunda dan menyebabkan lesi pada jaringan otak dengan menganggu pathway

dan menyebabkan lesi tekanan terlokalisir.


Pada stroke iskemik, mekanisme utama penyebab yaitu thrombosis, emboli,

dan global iskemik (hipotensi) stroke. Atherosclerosis adalah penyebab patologis

paling umum dari obstruksi vascular yang menghasilkan stroke trombotik. Plak

atherosclerosis dapat menyebabkan perubahan patologis seperti ulcerasi,

thrombosis, kalsifikasi, dan pendarahan intraplak. Atherosclerosis yang terus

berkembang dapat menyumbat pembuluh darah. Selain itu, jika struktur yang

menyusun plak atherosclerosis tidak adekuat, maka akan plak akan rupture dan

terbawa aliran darah sampai pada bagian yang lebih kecil dan akhirnya

menyumbat pada bagian tersebut. Selain atherosclerosis, formasi bekuan darah

akibat hiperkoagulasi, fibromuscular dysplasia, arteritis, dan diseksi dinding

pembuluh darah juga dapat mengakibatkan oklusi trombotik dari pembuluh

darah
Stroke emboli merupakan manifestasi dari embolisasi arteri di sirkulasi

sentral dengan sumber yang berbeda-beda. Selain bekuan, fibrin, potongan plak

atherosclerosis, material yang diketahui dapat menyebabkan embolisasi ke

8
sirkulasi sentral termasuk lemak, udara, tumor metastatis, rumpun bakteri, dan

benda asing. Material embolisasi tersebut akan menyebabkan oklusi pembuluh

darah di pembuluh darah dengan ukuran yang lebih kecil dari ukuran

materialnya. (Shah)
Sedangkan untuk stroke hemoragik, pendarahan biasanya timbul karena

pecahnya mikroaneurisma akibat hipertensi maligna. Hipertensi kronik

menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100-400 mikrometer mengalami

perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis,

nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe bouchard. Pada kebanyakan

pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya

penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil

membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya

membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan

semakin besar. Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya

kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversible terjadi

setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan

gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini

mengakibatkan defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga

menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya. Kematian

otak dapat segera terjadi karena distorsi atau kompresi yang disebabkan

peningkatan tekanan intrakranial yang menekan batang otak, perdarahan di

thalamus dapat secara langsung meluas ke bagian atas batang otak dan

menyebabkan kematian jaringan otak seperti halnya peningkatan tekanan

intrakranial. Pendarahan sekunder ke dalam batang otak dapat terjadi dan

9
merupakan 30% penyebab kematian dari penderita-penderita dengan perdarahan

supratentorial dengan peningkatan tekanan intrakranial. (Sastrodiningrat, 2006)

F. Gambaran Klinik
Setiap lesi di batang otak akan memberikan gambaran klinis berbeda jika dia

menempati lokasi berbeda di batang otak. Berikut tabel mengenai struktur di batang

otak beserta gambaran klinis yang akan muncul jika timbul lesi di struktur tersebut.

Struktur Defisit
Motor pathway (Corticospinal tract) Contralateral weakness
Medial lemniscus Contralateral proprioception/vibration loss
Medial longitudinal fasciculus Ipsilateral internuclear ophthalmoplegia
Motor nucleus and nerve Ipsilateral CN function loss
Spinocerebellar pathway Ipsilateral ataxia
Spinothalamic Contralateral pain/temp sensory loss
Sensory nucleus of CN5 Ipsilateral pain/temp loss in face
Sympathetic pathway Ipsilateral Horners syndrome
Glossopharyngeal CN9 Ipsilateral pharyngeal sensory loss
Vagus CN10 Ipsilateral palatal weakness
Spinal Accessory CN11 Ipsilateral shoulder weakness
Hypoglossal CN 12 Ipsilateral weakness of tongue
Trigeminal CN5 Ipsilateral facial sensory loss
Abducent CN6 Ipsilateral eye abduction weakness
Facial CN7 Ipsilateral facial weakness
Auditory CN8 Ipsilateral deafness
Occulomotor CN3 Eye turned out and down
Eye unable to look down when looking
Trochlear CN4
towards nose
Tabel 1. Struktur dan defisit neurologis yang timbul. (Gates, 2005)

Selain gambaran klinis yang disebutkan di atas, lesi pada batang otak juga dapat

memberikan gambaran klinis dalam bentuk sindrom, seperti pada tabel berikut.

Sindrom Lokalisasi Gejala


Weber Cerebral peduncle dan ventral Ipsilateral oculomotor palsy,

midbrain (sparing red nucleus dan contralateral body weakness

10
cerebellothalamic tract)
Claude Ventral midbrain dan superior Ipsilateral oculomotor palsy,

cerebellar peduncle (near red contralateral tremor

nucleus)
Benedikt Cerebral peduncle dan ventral Ipsilateral oculomotor palsy,

midbrain (including red nucleus contralateral body weakness dan

dan cerebellothalamic tract) tremor


Locked-in Bilateral median pontine Quadriplegia dengan bulbar plegia

sparing some eye movements


Marie-Foix Lateral pons Ipsilateral ataxia, contralateral

weakness dan loss of pain


Raymond Ventral pons Ipsilateral abducens palsy,

contralateral hemiparesis
Miliard-Gubler Mid pons Ipsilateral facial weakness,

contralateral body weakness


Foville Dorsal pons Ipsilateral lateral gaze palsy dan

facial weakness
Dejerine Medial medulla Ipsilateral tongue weakness,

contralateral hemiparesis dan loss

of vibration and proprioception


Wallenberg Lateral medulla Ipsilateral facial sensory loss,

Horners syndrome, palatal

weakness, dysphagia dan ataxia,

contralateral body pain dan

temperature loss
Tabel 2. Brainstem Sindrome. (Atri, 2009)

11
G. Diagnosis
a. Tumor Batang Otak (Jallo et al., 2003b)
- Anamnesis
Riwayat penyakit sangat penting dalam penegakan diagnosis tumor dan

prognosis penyakit. Anamnesis pasien tumor batang otak harus menanyakan

onset dari munculnya kelainan neuropati, gangguan penglihatan, gejala

hydrocephalus, mungkin menjadi beberapa tanda yang muncul.


- Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis pada penderita tumor batang otak bukan merupakan

modalitas utama untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan fisis yang

mencakup uji fungsi neurologi, pemeriksaan nervi cranialis, kemampuan

motorik dan sensorik hanya dilakukan untuk melihat seberapa besar defisit

neurologis dan memperkirakan bagian sistem saraf pusat yang terserang

lesi.
- Radiologi
Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan modalitas diagnostik

primer pada tumor batang otak. MRI membantu dalam penegakan diagnosis

tumor, identifikasi epicenter tumor, dan memprediksi perilaku biologis

tumor. Selain MRI, CT scan juga dapat membantu menegakkan diagnosis

namun tak sebaik MRI.


- Pemeriksaan Penunjang
Meski pemeriksaan radiologi sudah cukup mampu untuk

memperlihatkan keberadaan tumor, pemeriksaan penunjang berupa biopsi

penting dilakukan untuk memastikan kebenaran adanya tumor.


b. Stroke Batang Otak (Brass)
- Anamnesis
Anamnesis mungkin merupakan alat diagnostik yang paling penting

untuk menegakkan diagnosis. Anamnesis yang mendetail tentang riwayat

12
penyakit mungkin harus didapatkan dari anggota keluarga jika pasien

menderita disorientasi atau tidak dapat berbicara.


Pada anamnesis ditanyakan mengenai defisit neurologis yang terjadi,

apakah stroke terjadi saat istirahat atau beraktifitas, kesadaran setelah

serangan apakah baik atau terganggu, nyeri kepala atau tidak, muntah atau

tidak, apakah ini serangan pertama atau ulang, riwayat hipertensi dan

faktor resiko lainnya.


- Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis, pemeriksa melakukan berbagai macam tes

untuk menguji fungsi neurologi : orientasi, ingatan, kontrol emosi, skill

motorik, sensasi taktil, pendengaran, penglihatan, dan kemampuan untuk

membaca, menulis, dan berbicara. Dengan menggunakan pengetahuan

anatomi otak dan fungsinya, seorang neurologist dapat mengidentifikasi

area dari otak yang terkena stroke dengan melihat gejala yang spesifik
- Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah darah, urin, dan bila

perlu liquor cerebrospinal. Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk

mendeteksi adanya kondisi yang dapat memperburuk serangan stroke,

seperti infeksi atau hipoglikemi.

- Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang digunakan adalah CT-Scan atau MRI.

Masing-masing teknik memiliki manfaat bergantung pada keadaan.

Pemeriksaan radiologi ini dapat membedakan kondisi sperti tumor, abses,

dan pendarahan post trauma dari stroke. Pemeriksaan radiologi sering

dilakukan secepatnya setelah serangan. Pemeriksaan radiologi juga dapat

membedakan antara stroke iskemik dan stroke hemoragik.


- Angiography

13
Angiography merupakan prosedur invasif dengan menyuntikkan

medium kontras ke dalam arteri untuk mempelajari pembuluh darah via X-

Ray. Angiography dapat digunakan untuk mendeteksi abnormalitas yang

dapat menyebabkan stroke. Karena angiography adalah sebuah prosedur

yang invasif, prosedur ini dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti

memperparah stroke, reaksi alergi terhadap kontras, bahkan kematian.


- Ultrasound
Ultrasound adalah sebuah prosedur non invasif yang menggunakan

gelombang suara dan echonya untuk menampakkan struktur dan aliran

darah dalam tubuh. Dua tipe ultrasound yang digunakan pada diagnosis

stroke yaitu carotid ultrasound (untuk mengukur aliran darah di arteri

karotis) dan transcranial Doppler (untuk mengukur aliran darah di arteri

intrakranial). Meskipun hasilnya tak sebagus angiography, ultrasound tidak

menimbulkan nyeri dan bebas resiko. Ultrasound biasanya digunakan untuk

mengskrining pasien sebelum prosedur invasif dilakukan.

- Blood-Flow Studies
Blood flow studies memberikan informasi mengenai aliran darah di

otak. Tes ini dapat memberikan perubahan pada otak segera setelah onset

dari gejala stroke. Tes ini sangat berguna untuk menentukan mekanisme

stroke atau menentukan prognosis lebih awal. Contoh blood flow studies

yaitu positron emission tomography (PET), single-photon-emission

computed tomography (SPECT), dan xenon inhalation.

H. Penatalaksanaan
a. Tumor Batang Otak (Jallo et al., 2003b)

14
Pembedahan dini merupakan pilihan utama sebagai intervensi lini pertama,

terutama sebelum progresi signifikan dari gejala dan sebelum penatalaksanaan

lain seperti radioterapi atau kemoterapi diatur. Goal dari pembedahan adalah

untuk menurunkan beban tumor tanpa menimbulkan komplikasi neurologis

yang signifikan. Bagaimanapun, terdapat resiko signifikan terhadap morbiditas.


Pembedahan tidak dapat dilakukan jika tumor bersifat difuse sehingga untuk

menanggulanginya, dilakukan radioterapi dan kemoterapi. Meskipun kedua

terapi ini tidak begitu memuaskan dan tidak meningkatkan prognosis jangka

panjang untuk penderita tumor batang otak difuse.

Algoritma Penanganan Tumor Batang Otak (Jallo et al., 2003a)

Tabel 3. Protokol Kemoterapi dan Radioterapi (Jallo et al., 2003a)

15
b. Stroke Batang Otak
- Stroke Iskemik
Letakkan kepala pasien pada posisi 30 derajat, kepala dan dada pada

satu bidang, ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila

hemodinamik sudah stabil.


Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2liter/menit sampai

didapatkan hasil analisis gas darah, jika perlu, lakukan intubasi. Demam

diatasi dengan kompres dan antipiretik. Jika kandung kemih penuh,

dikosongkan.
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonic, kristaloid atau koloid 1500-

2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung

glukosan atau salin isotonic. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi

menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran

menurun, dianjurkan melalui slang nasogastric.


Kadar gula darah >150mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah

sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari

pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah <60 mg% atau <80mg% dengan

gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan

harus dicari penyebabnya.


Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-

obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali

bila tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg. Mean Arterial

Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang

16
waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung

kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah

20%.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mmHg, diastolic 70

mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama

4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika

belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat

diberi dopamine 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110

mmHg.
Jika Kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,

maksimal 100 ml per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral.

Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral

jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus

intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena

rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30

menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan

osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan

hipertonik (NaCl 3%) atau furosemide.


Terapi khusus ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet

seperti aspirin dan antikoagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik

rt-PA (recombinant tissue plasminogen activator). Dapat juga diberi agen

neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam.

- Stroke Hemoragik

17
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma

>30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan

klinis cenderung memburuk.


Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau

15-20% bila tekanan sistolik > 180 mmHg, diastolic >120mmHg, MAP

>130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal

jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg

(pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit)

maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali

6,25-25 mg per oral.


Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala

dinaikkan 30 derajat, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian

manitol, dan hiperventilasi.


Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak

lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor

pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan

diobati dengan antibiotik spectrum luas.


Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.

Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada

pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan berdiameter >3

cm3, hidrosefalus akut dilakukan VP-Shunting. (Setyopranoto, 2011)

I. Prognosis
Prognosis tumor sangat bervariasi. Ada beberpa faktor yang menentukan

prognosis pasien dengan tumor batang otak, antara lain : histologi jaringan tumor

yang kemudian menentukan grade tumor dan treatment yang sesuai untuk setiap

gradenya; Usia pasien, semakin muda usia saat terdiagnosis maka prognosis

18
semakin baik; Residu tumor pasca operasi, semakin sedikit residu tumor maka

prognosis semakin baik; Lokasi tumor, lokasi yang berbeda akan memberikan

manifestasi yang berbeda dan prognosis yang berbeda; Status neurologis

fungsional, semakin baik statusnya (penilaian dengan karnofsky performance scale)

maka prognosis juga semakin baik; Metastatis tumor, tumor yang telah

bermetastatis ke organ lain memiliki prognosis yang buruk; Marker biogenetik dan

rekurensi tumor.(Cancer.net, 2014)


Prognosis stroke bergantung pada pengenalan tanda dan gejala dini stroke dan

upaya rujukan ke rumah sakit harus segera dilakukan karena keberhasilan terapi

stroke sangat ditentukan oleh kecepatan tindakan pada stadium akut. Makin lama

upaya rujukan ke rumah sakit atau makin panjang saat antara serangan dengan

pemberian terapi, makin buruk prognosisnya. (Setyopranoto, 2011)

DAFTAR PUSTAKA

ATRI, A. 2009. Ishcemic Stroke : Pathophysiology and Principles of Localization.


Neurology Board Review Manual, 13.

BAEHR, M. & FROTSCHER, M. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS : Anatomi,


Fisiologi, Tanda, dan Gejala Ed.4, Jakarta, EGC.

BPPK 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

BRASS, L. M. Stroke. Major Cardiovascular Disorders.

CANCER.NET. 2014. Brain Tumor : Staging and Prognostic Factors [Online].


Available: http://www.cancer.net/cancer-types/brain-tumor/staging-and-
prognostic-factors [Accessed 10 November 2014].

19
DORLAND. & NEWMAN, W. A. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Ed.31, Jakarta,
EGC.

GATES, P. 2005. The Rule of 4 of the Brainstem : a simplified method for


understanding brainstem anatomy and brainstem vascular syndromes for the
non-neurologist. Internal Medicine Journal, 35, 263-266.

JALLO, G., BISER-ROHRBAUGH, A. & FREED, D. 2003a. Brainstem Gliomas.

JALLO, G., FREED, D., ROONPRAPUNT, C. & EPSTEIN, F. 2003b. Current


Management Of Brainstem Gliomas. Annals of Neurosurgery.

MARDJONO, M. & SIDHARTA, P. 2012. Neurologi Klinis Dasar, Jakarta, PT. Dian
Rakyat.

SASTRODININGRAT, A. G. 2006. Perdarahan Intraserebral Hipertensif. Majalah


Kedokteran Nusantara.

SETYOPRANOTO, I. 2011. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. CDK 185.

SHAH, S. Stroke Pathophysiology. FERNE.

VANMETER, K. C. & HUBERT, R. J. 2013. Gould's Pathophysiology for The Health


Professions 5th. Edition, Elsevier Health Sciences.

ZHOU, Z. & SOUWEIDANE, M. 2013. Brainstem Gliomas. InTech, 391-411.

20

Anda mungkin juga menyukai