Anda di halaman 1dari 20

Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

BAB I
PENDAHULUAN

Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus terpuntir


sehingga terjadi strangulasi pada aliran darah testis. Keadaan tersebut merupakan
salah satu kegawatdaruratan bedah pada umumnya. Jika tidak diberikan terapi
dengan benar dan tepat maka dalama waktu 3-4 jam dapat timbul komplikasi
berupa infark, gangrene dan terakhir dengan atrofi testis. (1)
Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumur kurang dari
45 tahun, dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun).
Jarang sekali ditemukan pada penderita diatas 25 tahun. Pada sebagian besar
kasus, penderita datang terlambat ke rumah sakit sehingga sulit untuk
menyelamatkan testis, dan hanya 10% dari pasien torsio testis yang hanya
memiliki testis normal. (2)
Torsio testis ditandai oleh rasa nyeri hebat didaerah skrotum yang sifatnya
mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis yang menyebabkan batas dengan
epididimis menjadi tidak jelas. (2)
Pertolongan harus diberikan secepatnya, kalau terlambat akan
mengakibatkan terjadinya atrofi testis. Tindakan definitif adalah melakukan
explorasi, detorsi dan orchipexy (fiksasi). Detorsi dilakukan berlawanan dengan
arah torsinya. Ini merupakan tindakan sementara dan tindakan operasi yang
definitif harus tetap dikerjakan (orchiopexy). (2)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 1


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

BAB II
TINJAUAN UMUM

II.1. Anatomi
Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran testis
pada orang dewasa adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15-25 ml berbentuk
ovoid. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat
pada testis. Di luar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri dari 2
lapisan, yaitu lapisan viseralis yang langsung menempel ke testis dan di sebelah
luarnya adalah lapisan parietal yang menempel ke muskulus dartos pada dinding
scrotum. Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat
digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperature testis
agar tetap stabil. (2)
Secara histopatologis, testis terdiri atas ± 250 lobuli dan tiap lobules terdiri
atas tubuli seminiferi. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel
spermatogonia dan sel Sertoli, sedang di antara tubuli seminiferi terdapat sel-sel
Leydig. Sel-sel spermatogonium pada proses spermatogenesis menjadi sel
spermatozoa. Sel-sel sertoli berfungsi member makan pada bakal sperma,
sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel interstisial testis berfungsi dalam
menghasilkan hormone testosterone. (2)
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan
dan mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah mature (dewasa) sel-
sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens
disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan
cairan-cairan dari epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat
membentuk cairan semen atau mani. (2)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 2


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

Gambar.1 Anatomi Testis

Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada
muskulus dartos masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis,epididimis, dan
tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpluntir pada
sumbu funikulus spermatikus. Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio
testis ekstravaginal. (2)
Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan
kelainan sistem penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi
sebagian dari testis pada permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini
tunika mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi
epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan epididimis
dengan mudahnya bergerak di kantung tunikavaginalis dan menggantung pada
funikulus spermatikus. Kelainan ini dikenal sebagai anomali bellclapper. Keadaan
ini akan memudahkan testis mengalami torsio intravaginal. (2)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 3


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

II.2. vaskularisasi
Testis mendapat darah dari beberapa cabang arteri, yaitu (1) arteri
spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, (2) arteri deferensialis
cabang dari arteri vesikalis inferior, dan (3) arteri kremasterika yang merupakan
cabang arteri epigastrika. Testis mendapat vaskularisasi dari arteria testikularis
dan kembali melalui anyaman vena yang berjalan ascenden pada funikulus
spermatikus yaitu pleksus Pampiniformis. Selanjutnya anyaman tersebut akan
menyatu membentuk vena testikularis. Vena testikularis kanan bermuara pada
vena kava inferior, sedangkan vena testikularis kiri bermuara pada vena renalis
kiri. (3)
Aliran limfatik berjalan menuju kelenjar limfe para aorta yang terletak
diantara vena renalis dan bifurkasio aorta. Persarafan testis berasal dari nervus
torakalis 10 dan 11. Sementara itu persarafan skrotum berasal dari nervus
lumbalis 1 melalui nervus iliolinguinalis untuk bagian ventral dan pangkal penis,
sedangkan untuk bagian perineal disarafi oleh nervus sakralis 2, 3, 4 melalui
nervus scrotalis posterior dan ramus perinealis nervus kutaneus femoralis lateralis.
(3)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 4


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

Gambar.3 Pembuluh darah Testis (Orchis), Epididymis dan Funiculus spermaticus, dilihat
dari lateral. Arteri-arteri membentuk anastomosa.

II.3. EMBRIOLOGI
Pada minggu keenam kehidupan embrional, terjadi proliferasi epitel dinding
selom yang kemudian menebal membentuk krista genitalis. Daripadanya
dibedakan 2 bagian yaitu epitel germinativum di superfisialis dan blastema di
lapisan yang lebih profunda. Keduanya kemudian disebut gonad. Setelah minggu
ketujuh, dengan terdapatnya kromosom Y pada embrio, terjadi diferensiasi
menjadi testis. Lama kelamaan testis memisahkan diri dari lapisan epitelium oleh
adanya tunika albuginea yang berasal dari sel epitel germinativum (2).
Pada akhir bulan kedua testis dan mesonefros terletak di dinding posterior
selom. Bagian mesonefros mengalami regresi dan menjadi ligamentum yang
menggantung testis pada extremitas superior dan inferior serta pada dasar selom,
kecuali tubuli mesonefrisi yang berhubungan dengan testis tidak mengalami
regresi. Bulan kelima ligamentum menghilang dan testis sudah berada di sekitar
anulus inguinalis internus, bersandar pada prosesus vaginalis peritonei.
Bersamaan dengan itu bulbus genitalis yang akan menjadi scrotum juga terbentuk.
Akhirnya pada bulan ketujuh, testis, prosesus vaginalis, epididimis dan sebagian
duktus deferens sudah berada dalam kanalis inguinalis dan pada bulan kedelapan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 5


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

hingga aman masuk kedalam scrotum. Terjadi penutupan sebagian prosesus


vaginalis pada scrotum terbentuk rongga testis (2).
Diferensiasi dan perkembangan tersebut dipengaruhi oleh testosteron yang
dihasilkan oleh sel-sel Leydig, yang sudah terbentuk pada minggu kedelapan
kehamilan. Sementara testis sendiri telah melengkapi diri pada bulan keempat dan
tersusun atas sel-sel germinativum premordial dan sel-sel Sertoli (2).

II.4. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Secara pasti, etiologi torsio testis belum dapat diketahui. Banyak faktor yang
saling mempengaruhi dalam mekanisme terpuntirnya testis. Diperkirakan torsio
testis terjadi akibat kontraksi spastik dan muskulus kremasterika . Muskulus
kremasterika melekat secara oblik pada funikulus spermatikus sehingga
mempengaruhi arah perputaran pada torsio testis. Kontraksi muskulus tersebut
akan menyebabkan testis kiri penderita berputar berlawanan dengan arah jarum
jam dan testis kanan berputar searah jarum jam (jika pemeriksa melihat dari arah
kaki tempat tidur penderita). Karena muskulus kremasterikus merupakan salah
satu pembungkus funikulus spermatikus yang terletak lebih superfisial maka
akibat konstraksinya dapat timbul strangulasi vaskuler sehingga mengganggu
vaskularisasi organ di bawah titik sumbatan (3).

Gambar 4. Arah torsi

Secara fisioiogis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan


menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 6


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

kelainan sistem penyangga testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika
bergerak secara berlebihan (2).
Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara
lain adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan,
latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, trauma yang
mengenai skrotum. Terpluntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi
aliran darah testis sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada
akhirnya testis akan mengalami nekrosis (4).

B2
Anomali bell clapper
Gambar 4. Kelainan penggantung testis sebagai penyebab terjadinya torsio testis, A. Normal,
B1 dan B2. Anomali bell-clapper, C. Torsio testis menyebabkan nekrosis testis(2).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 7


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

Gambar 5. Torsio testis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 8


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

BAB III
DIAGNOSIS TORSIO TESTIS

III.1. GEJALA DAN TANDA KLINIS


Melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik akan dapat informasi
tentang gejala dan tanda klinis dari torsio testis. Gejala dan tanda klinis tersebut
berhubungan erat, dengan patofisiologi terjadinya torsio testis (5).
III.1.1. Gejala Klinis
Dari anamnesis, nyeri merupakan gejala yang paling banyak dikeluhkan dan
tingkatnya bervariasi tergantung derajat torsionya . Nyeri dapat dirasakan sebagai
sakit mendadak dan hebat di daerah skrotal, walaupun dapat juga bertahap atau
(4)
tidak begitu hebat . Dapat pula rasa sakit terasa pada perut bawah disertai rasa
mual bahkan hingga muntah. Kadang-kadang pada keadaan awal keluhan ini
hanya dirasakan sebagai rasa tidak enak pada daerah lipat paha atau perut bagian
bawah, yang mungkin disertai pula nyeri lokal pada testis yang mengalami
torsio (5).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Alif S, ternyata didapatkan keluhan
nyeri testis pada 97,3% responden dan keluhan nyeri perut bawah 80 %. Pada
penelitian tersebut didapatkan pula keluhan mual muntah pada 41,3 % responden.
Keluhan miksi dapat berupa frequensi dan disuria, yang pada pemeriksaan
(3)
laboratoriumnya tidak menunjukkan kelainan . Hal ini sedikit berbeda dengan
hasil penelitian di Surabaya dimana didapatkan 5,3 % penderita torsio yang diteliti
menunjukkan lekosituria(5).

III.1.2. Tanda Klinis


Keluhan nyeri akan diikuti dengan pembengkakan skrotum serta perubahan
warna skrotum menjadi kemerahan dan hangat pada perabaan. Keadaan ini
biasanya timbul 1-2 jam setelah torsio testis (5).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 9


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

Waktu timbulnya perubahan ini dipengaruhi juga oleh derajat torsio.


Walaupun demikian ternyata penelitian di Surabaya menemukan 100% penderita
mengalami pembengkakan pada testisnya (5).
Pada torsio testis terjadi perputaran funikulus spermatikus sehingga testis
akan tertarik keatas dan letaknya menjadi lebih tinggi dengan posisinya menjadi
horisontal (6,10). Pada perabaan testis akan teraba hangat, bengkak dan nyeri tekan.
Pada bayi, menurut Williamson, pembengkakan skrotum dan testis merupakan
satu-satunya kemungkinan akibat torsio testis (6).
Dalam pemeriksaan fisik, tanda dari Prehn yang positif dapat sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis torsio testis. Pada keadaan torsio rasa
nyeri tidak akan berkurang dan malahan bertambah jika testis diangkat kearah
simfisis, ini disebut tanda Prehn positif (6).
Pemeriksaan reflex kremaster, yaitu dengan cara menggores sisi dalam paha
bagian proksimal dengan ujung dari tangkai reflex Hammer, merupakan salah satu
pemeriksaan yang penting. Reflex kremaster positif bila testis terlihat bergerak ke
proksimal kearah inguinal, dan dikatakan negatif bila pergerak tidak terlihat. Bila
reflex positif bearti penyebab akut skrotum bukanlah torsio testis (3) .
Pada stadium awal diagnosis dapat ditegakkan jika dapat diraba posisi
epididimis yang tidak normal, misalnya di anterior. Tetapi dalam beberapa jam
testis sudah mengalami pembengkakan sehingga epididimis tidak lagi dapat
dibedakan dari testis dengan palpasi (6).
Terdapat suatu prinsip kerja dalam menghadapi penderita torsio testis. Jika
penderita usia muda di bawah 18 tahun dengan keluhan dan tanda klinis
menyerupai keadaan-keadaan seperti tersebut di atas sebaiknya tidak di diagnosis
sebagai suatu epididimitis akut. Prinsip demikian tidak menambah resiko pada
penderita epididimitis akut bila dilakukan eksplorasi. Sebaiknya torsio testis tidak
diberikan antibiotik (6).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 10


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

III.2. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Jika diagnosis masih belum jelas dapat dilakukan teknik lain. Untuk
kepentingan tersebut dapat digunakan pemeriksaan Stetoskop Doppler yang
dihubungkan dengan USG, dan scanning (4). Stetoskop Doppler yang dihubungkan
dengan USG dapat membedakan torsio testis dengan epididimitis dengan tingkat
keberhasilan yang tinggi (79%). Testis yang menjadi iskemik akibat torsio testis
tidak dapat rnemantulkan gelombang suara, epididimis yang mengalami
hipervaskularisasi akan meningkatkan gelombang suara (1).
Penggunaan scanning rnemang sangat berarti akan tetapi karena waktu yang
dibutuhkan untuk pemeriksaan penunjang, maka pemanfaatannya harus sungguh-
sungguh dipertimbangkan. Meskipun demikian tidak banyak Rumah Sakit yang
memiliki fasilitas ini dan kalaupun ada biasanya tidak tersedia pelayanan selama
24 jam (1,5).

III.3. DIAGNOSIS BANDING


III.3.1. Torsio Apendiks Testis dan Epididimis
Salah satu penyebab yang sering dijumpai pada nyeri skrotal adalah torsio
dari apendiks testis dan epididimis. Secara klinis menyerupai torsio testis hanya
gejalanya lebih ringan. Rasa sakit timbul perlahan dan bertahap. Pada keadaan
awal biasanya terdapat nyeri lokal pada satu titik di daerah polus superior (1).
Karena kulit yang melapisi tipis terkadang dapat terlihat adanya suatu titik
kebiruan yang merupakan apendiks testis yang infark dan sianotik. Setelah 24-48
jam dinding skrotum akan tampak kemerahan dan menjadi sulit dibedakan dengan
torsio testis. Jika diagnosis meragukan sebaiknya dilakukan eksplorasi untuk
menegakkan diagnosis (1).
III.3.2. Epididimitis Akut
Epididimo-orkitis jarang ditemukan pada masa prapubertas (dibawah 16
tahun). Dapat dibedakan torsio testis dengan melakukan anamnesa dan
pemeriksaan fisik yang cermat.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 11


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

Diagnosis Banding Epididimitis


Torsio Epididimitis

Usia Pubertas sampai dekade ke-4 Pubertas sampai dekade


paling sering usia 12-18 tahun ke-8
Onset Akut Bertahap
Mual Sering Tidak
Nyeri Berat Berat
Demam Tidak ada Sering ada
Urinalisa Normal Sering pyuria
Elevasi skrotum Tetap sakit Sakit berkurang
Posisi testis Terangkat Normal

III.3.3. Trauma
Adanya trauma hebat yang mengenai skrotum dapat menimbulkan gejala
dan tanda klinis serupa dengan torsio testis. Timbul rasa nyeri, pembengkakan
skrotum dengan perabaan hangat (6).
III.3.4. Hernia skrotalis Inkarserata
Gejala dan tanda klinis yang menyerupai hernia skrotalis inkarserata di
dahului dengan anamnesis didapatkan benjolan yang dapat keluar dan masuk ke
dalam skrotum. (2)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 12


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

III.4. KOMPLIKASI
Komplikasi pada torsio testis timbul sehubungan dengan terjadinya
gangguan vaskularisasi organ di bawah titik perputaran. Akibat gangguan tersebut
kemudian dapat terjadi :
1. Iskemik sampai nekrosis testis
2. Atrofi testis
3. Gangguan spermatogenesis (1,4).
Komplikasi tersebut dipengaruhi oleh lamanya terjadinya torsio sebelum
menerima penanganan yang sesuai . Selain itu dipengaruhi pula oleh derajat
perputaran yang dialami funikulus spermatikus (7).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 13


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

BAB IV
PENATALAKSANAAN TORSIO TESTIS

IV. PENANGANAN
Penanganan torsio testis bertujuan sedapat mungkin mempertahankan testis
kecuali didapatkan keadaan gangren testis dan adanya riwayat tindakan yang
terlambat dilakukan. Pada prinsipnya setiap tindakan torsio testis adalah melepas
torsi yang dilanjutkan dengan melakukan fiksasi testis pada skrotum. Harus pula
selalu diingat bahwa torsio testis merupakan suatu keadaan darurat urologi (6,7,8).
Secara garis besar tindakan untuk melepaskan torsi dapat dikerjakan secara
manual dan dengan pembedahan (8).
IV.l. Detorsi Manual
Pada setiap kasus torsio testis harus selalu dicoba pada kesempatan pertama
untuk melakukan detorsi manual, kecuali nyata-nyata telah terjadi perlekatan
testis kedinding skrotum. Meskipun demikian keberhasilan detorsi manual tidak
menghilangkan indikasi untuk melakukan eksplorasi oleh karena reposisi manual
tidak menjamin kembalinya testis ke posisinya yang normal. Bahkan ada ahli
yang menyatakan bahwa tindakan ini hanya dapat dilakukan dengan persiapan
operasi (7).
Untuk melakukan detorsi manual mula-mula diberikan anestesi lokal secara
infiltrasi menggunakan xilokain HC1 1% 10-20 ml pada funikulus spermatikus
dekat anulus inguinalis eksternus. Setelah itu detorsi dilakukan dengan melakukan
pemutaran testis berlawanan dengan arah perputaran pada torsio. Dengan
demikian testis kanan diputar seperti gerakan melepas sekrup dan testis kiri
diputar seperti gerakan memasang sekrup (8).
Sebagaimana dikutip oleh Alif S, kadang-kadang hanya mengangkat testis
Sudah bisa terjadi reposisi, tetapi apabila belum berhasil maka dicoba memutar
testis kelateral dan apabila belum juga berhasil maka dicoba memutar ke medial(8).
Tindakan detorsi manual yang berhasil akan memberikan pemulihan segera
pemasokan darah ke testis. Hal ini jika dilakukan dengan tepat akan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 14
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

mempengaruhi vitalitas testis. Meskipun demikian tindakan ini tidak boleh


dianggap sebagai tindakan definitif oleh karena tidak menjamin penyembuhan
sempurna dan masih tetap ada torsi dengan tingkat tertentu meskipun pemasokan
darah telah dipulihkan (1,6).

IV.2. Tindakan Pembedahan


Dengan tindakan pembedahan selain dapat dilakukan pelepasan torsi juga
dapat segera dilakukan fiksasi baik pada testis yang mengalami torsi maupun
testis kontralateral. Beberapa ahli bahkan berpendapat pada kasus-kasus yang
jelas-jelas terjadi torsio testis sebaiknya segera dilakukan tindakan pembedahan
pada kesempatan pertama (8).
Apabila detorsi manual gagal maka tindakan pembedahan harus segera
dilaksanakan pada kesempatan pertama (operasi cito). Bila detorsi manual
berhasil, harus tetap dilakukan operasi secara efektif untuk memfiksasi testis
beberapa hari kemudian (8).
Tindakan pembedahan dilakukan dibawah anestesi umum. Testis dibuka
melalui irisan inguinoskrotal. Setelah testis dan funikulus spermatikus tampak
segera dilakukan eksplorasi untuk mengetahui adanya torsio dan dilakukan
perbaikan. Kemudian vitalitas testis dinilai, kriteria yang dipakai adalah adanya
perubahan warna. Jika testis berwarna biru sampai kehitaman, berarti terjadi
gangguan vaskularisasi. Dapat dicoba dengan kompres NaCl hangat untuk
mengembalikan vitalitas testis. Untuk menilai vitalitas testis menurut Bob Said
sebagaimana dikutip oleh Supangkat, dapat pula dengan rnelakukan irisan pada
tunika albugenia : keluarnya darah menunjukkan testis yang masih vital (8).
Setelah eksplorasi maka tindakan pembedahan selanjutnya tergantung pada
vitalitas testis. Jika didapatkan testis yang masih vital maka dilakukan tindakan
fiksasi yang disebut orkidopeksi. Sebaliknya apabila didapatkan testis yang telah
mengalami gangren atau nekrosis maka tindakan yang dilakukan adalah
orkidektomi. Ada ahli yang menganggap tindakan orkidopeksi pada testis
kontralateral tidak perlu dikerjakan, tetapi beberapa ahli lainnya berpendapat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 15
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

perlunya tindakan orkidopeksi kontralateral pada kedua keadaan tersebut untuk


mencegah terjadinya torsio di masa yang akan datang (8)
IV.2.1.Orkidopeksi
Setelah testis dari funikulus spermatikus tampak dilakukan penilaian
terhadap mobilitas testis dan funikulus spermatikus untuk mengetahui sejauh
mana dapat dilakukan manipulasi tanpa penarikan yang berlebihan terhadap
arteria testiskularis yang mana dapat menimbulkan perubahan iskemik. Funikulus
kemudian dibebaskan dari jaringan sekitar untuk mendapatkan perpanjangan
funikulus. Setelah pemisahan maka testis akan terletak bebas didalam skrotum.
Skrotum dipisahkan secara tumpul kemudian testis difiksasi pada bagian yang
paling stabil. Jahitan dibuat melalui polus terbawah dari testis dan dilekatkan pada
kulit skrotum. Fiksasi ini dibiarkan selama 2-3 minggu dan penderita dapat mulai
melakukan kegiatan normal setelah 6-8 minggu (8).

Gambar 6. Tindakan Orkidopeksi. Dikutip dari (8).

IV.2.2. Orkidektomi
Setelah funikulus spermatikus dibebaskan secara tumpul, dilakukan
penjepitan pada vas deferens dan vasa. Kemudian testis dan epididimis
dikeluarkan, dipasang klem di sebelah proksimalnya. Selanjutnya vas deferens

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 16


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

dan kemudian vasa dipotong dekat dengan klem pertama dan dilakukan ikatan
pada vas deferens dan ikatan ganda pada vasa (8).

Gambar 7. Tindakan Orkidektomi

IV.3. PROGNOSIS
Prognosis torsio testis dipengaruhi oleh lamanya dan derajat dari torsio.
Lamanya torsio adalah saat timbul gejala pertama sampai saat pembedahan,
sedangkan derajat torsio adalah besarnya perputaran yang dialami testis dan
funikulus spermatikus (8).
Hubungan antara vitalitas dan lamanya torsio seperti tampak pada hasil
penelitian di Surabaya sebagai berikut :

Perbedaan Kejadian Vitalitas Testis Berdasarkan Lamanya Sakit

Vitalitas 0-5 jam 6-10 jam 11-24 jam > 24 jam

Vital 4,0% 9,3% 6,7 % 8,0%


Nekrosis 0 4,0% 1,1 % 66,7%

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 17


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

Meskipun demikian batasan waktu tersebut tidak pasti oleh karena ternyata
dilaporkan adanya kasus yang masih vital setelah 24 jam bahkan setelah 5 hari.
Hal lain dilaporkan pada penelitian Saragih dkk dimana lamanya torsio dan
derajat torsi pada responden, tampak bahwa batasan waktu tidak mengikat dalam
memperkirakan prognosis torsio testis (9).

Vitalitas Testis Dihubungkan Dengan Lama Dan Derajat Torsio


Jumlah Putaran Jumlah Lama Terputar Komplikasi
Penderita
1x180° 1 2 hari Vital
2x360o 1 1 pend: 3 hari Nekrosis
1 pend: 2 hari nekrosis
3x360° 5 1 pend: 8 jam vital
1 pend; 3 jam vital
1 pend: 3 jam vital
1 pend: 10 jam nekrosis
1 pend: 1 hari nekrosis
Tak diketahui 1 18 hari nekrosis

Dikutip Dari (10).

Menurut Sonde dan Lapides (1961) seperti dikutip oleh Saragih dkk, pada
percobaan anjing pada satu kali putaran akan bertahan sampai 12 jam, tetapi
sesudah 24 jam akan menyebabkan nekrosis dari testis yang bersangkutan.
Perputaran sempurna 3-4 kali (1080°-1440°) akan menyebabkan nekrosis testis
sesudah 2 jam. Hal ini akan sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan
Saragih dkk. Akan tetapi meskipun demikian terbukti bahwa derajat torsio
mempengaruhi vitalitas dan prognosis torsio testis (10).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 18


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

BAB V
RINGKASAN

Insidensi torsio testis tidak dapat dipastikan, akan tetapi kejadian torsio
testis terdapat pada dua puncak usia yaitu masa pubertas dan masa bayi. Perlu
diingat bahwa torsio testis merupakan suatu keadaan kegawatdaruratan bedah,
oleh sebab itu setiap keadaan akut di daerah skrotum hendaknya dipikirkan
kemungkinan suatu torsio testis terutama pada usia remaja.
Vitalitas testis sangat dipengaruhi oleh waktu antara pertama kali
timbulnya gejala hingga saat pembedahan dan juga dipengaruhi oleh derajat
perputaran yang dialami funikulus spermatikus dengan demikian maka setelah
diagnosis torsio testis ditegakkan harus segera dilakukan tindakan, bila tidak
diberikan terapi yang tepat dan cepat dapat timbul komplikasi berupa infark,
gangren dan bisa berakhir dengan atrofi testis.
Diagnosis torsio testis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang baik. Setelah diagnosis tegak, pada kesempatan pertama
selalu dicoba untuk dilakukan detorsi manual. Apabila detorsi gagal, harus segera
dilakukan tindakan pembedahan (operasi cito) dan bila berhasil diprogramkan
operasi elektif untuk dilakukan fiksasi. Testis yang masih vital dilakukan
orkidopeksi, tetapi bila vitalitas testis tidak dapat dipertahankan lagi dilakukan
orkidektomi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 19


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011
Torsio testis Marwin Tjandra (406107004)

DAFTAR PUSTAKA

1. Jong WD. Torsio testis. Dalam: Sjamshuhidayat R,eds. Buku ajar ilmu
bedah. EGC:2004.
2. Purnomo BB. Torsio testis. Dalam: Dasar-dasar urologi. EGC: 2007: 8,
145-148.
3. Ramli HM. Torsio testis. Dalam: Kedaruratan Non bedah dan bedah. Balai
pnerbit FKUI: 2002: 101-105.
4. Price SA, Wilson LM. Torsio testis. Dalam: Patofisiologi konsep klinis
proses-proses penyakit. EGC: 1997: 1153.
5. Andri P. Torsio testis. Dalam: Urologi untuk praktik umum (urologic voor
de algemene praktijk). EGC. 1996.
6. Spenser SS. Torsio testis. Dalam: Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah.
EGC: 1998: 578-0.
7. Sabiston DC, Kortz WJ. Torsio testis. Dalam: Buku ajar bedah. EGC: 1:
1994: 491-2.
8. Bratajaya. Torsio testis. Dalam: ilmu bedah dan teknik operasi. FK
UNAIR: 1998: 152-3.
9. Alif S. Torsio testis di RSUD Dr. Soetomo studi prospektif selama 2
tahun, Karya akhir, seksi urology UPF Ilmu Bedah FK UNAIR/RSUD Dr.
Soetomo Surabaya, 1991.
10. Saragih E, Prayoga B, Muslim R. vitalitas pada torsio testis. Dalam:
Saragih E,eds. Kumpulan Naskah Ilmiah, RSDK/FK UNDIP. Semarang.
1987.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah 20


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 30 Mei – 6 Agustus 2011

Anda mungkin juga menyukai