Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat


terjadinya gangguan aliran darah pada testis. Keadaan ini diderita oleh 1 diantara
4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun, dan paling banyak diderita oleh
anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Disamping itu, tidak jarang janin yang
masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio testis yang
tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral
ataupun bilateral.1
Tosio testis adalah suatu kondisi kegawatdaruratan urologi yang
membutuhkan perhatian dan penangana secepatnya. Terpeluntirnya funikulus
spermatikus menyababkan gangguan aliran vena dan arteri yang dapat berujung
pada iskemik dalam waktu 6-24 jam.2
Kelainan testis yang cukup sering salah satunya adalah torsio testis. Torsio
testis merupakan kegawatdaruratan yang harus segera mendapatkan pengobatan.
Torsio testis dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia
dewasa muda. Pada kasus torsio testis yang terjadi pada periode neonatus, 70%
terjadi pada fase prenatal dan 30% terjadi postnatal.3
Pengetahuan yang baik mengenai anatomi dari testis dan skrotum serta
perkembangannya sangat penting dalam penilaian pasien dengan masalah pada
skrotum karena waktu dari timbulnya gejala hingga penatalaksanaan merupakan
waktu krusial dalam mempertahankan fungsi organ. Testis berkembang dari
kondensasi suatu jaringan ke dalam urogenital ridge pada minggu ke-6 gestasi.
Dengan pertumbuhan embrio secara longitudinal, melalui sinyal endokrin dan
parakrin, keduanya belum dapat dijelaskan dengan baik. Testis turun ke dalam
skrotum pada trimester ketiga kehamilan. Saat keluar dari abdomen, lapisan
peritoneum menutupnya, membentuk processus vaginalis. Arteri spermatica dan
plexus venosus pampiniformis memasuki canalis inguinalis proximal ke testis

1
dengan vas deferens, membentuk spermatic cord. Testis tertinggal pada scrotum
distal oleh gubernaculum.4
Gambaran klinis yang sering dijumpai pada pasien torsio testis berupa nyeri
hebat di daerah skrotum yang sifatnya mendadak dan diikuti dengan
pembengkakan pada testis tetapi pada neonatus gejalanya tidak khas seperti
gelisah, rewel, atau tidak mau menyusu. Torsio testis dapat didiagnosis dengan
melakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Tatalaksana seperti detorsi manual dan operasi dapat dlakukan setelah
diagnosis torsio testis ditegakkan.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisis
Terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya
gangguan aliran darah pada testis.5 Torsio testis adalah kegawatdaruratan
yang membutuhkan perhatian segera dan pengobatan. Kondisi seperti ini
jika tidak segera ditangani dengan cepat dalam waktu 4-6 jam dapat
menyebabkan infark dari testis yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi
testis.3

2.2 Anatomi
Testis normal dibungkus oleh tunika albuginea. Pada permukaan
anterior dan lateral, testis dan epididimis dikelilingi oleh tunika vaginalis
yang terdiri atas 2 lapis, yaitu lapisan viseral yang langsung menempel ke
testis dan di sebelah luarnya adalah lapisan parietalis yang menempel ke
muskulus dartos pada dinding skrotum.1
Testis merupakan sepasang struktur organ yang berbentuk oval
dengan ukuran 4x2,5x2,5cm dan berat kurang lebih 20 gram. Testis terletak
di dalam scrotum dengan aksis panjang pada sumbu vertikal dan biasanya
testis kiri terletak lebih rendah di banding kanan. Testis dibungkus oleh
tunika albuginea pada 2/3 anterior kecuali pada sisi dorsal di mana terdapat
epididimis dan pedikel vaskuler. Sedangkan epididimis merupakan organ
yang terletak di sekeliling bagian dorsal dari testis.5 Testis bagian dalam
terbagi atas lobulus yang terdiri dari tubulus seminiferus, sel-sel Sertoli, dan
sel-sel Leydig. Produksi sperma, atau spermatogenesis, terjadi pada tubulus
seminiferus. Sel-sel Leydig mensekresi testosteron. Epididimis, bagian
kepalanya berhubungan dengan duktus seminiferus, dan bagian ekornya
terus melanjut ke vas deferens. Vas deferens adalah duktus ekskretorius
testis yang membentang hingga ke duktus vesikula seminalis, kemudian

3
bergabung membentuk duktus ejakulatorius. Duktus ejakulatorius kemudian
bergabung dengan uretra.3
Torsio testis terjadi bila testis dapat bergerak dengan sangat bebas.
Pergerakan yang bebas tersebut di temukan pada keadaan-keadaan seperti:7
1. Mesorchium yang panjang
2. Kecenderungan testis untuk berada pada posisi horizontal
3. Epididimis yang terletak pada salah satu kutub testis.
Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada
muskulus dartos masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga
testis, epididimis, dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan
memungkinkan untuk terpluntir pada sumbu funikulus spermatikus.
Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginalis.1
Selain gerak yang sangat bebas, pergerakan berlebihan pada testis juga
dapat menyebabkan terjadinya torsio testis. Beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan pergerakan berlebihan itu antara lain: perubahan suhu yang
mendadak, ketakutan, latihan yang berlebihan, defekasi atau trauma yang
mengenai scrotum.3
Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan
kelainan sistem penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya
mengelilingi sebagian dari testis pada permukaan anterior dan lateral testis,
pada kelainan ini tunika mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga
mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini meyebabkan
testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis
dan menggantung pada funikulus spermatikus. Kelainan ini dikenal sebagai
anomali bell-clapper. Keadaan ini akan memudahkan testis magalami torsio
intravaginal.1

4
Gambar 1. Anatomi Testis

Gambar 2. Perbedaan Testis nornal dengan torsio testis

2.3 Epidemiologi
Torsi testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus dan isinya serta
merupakan keadaan darurat operasi, dengan insiden tahunan 3,8/100.000
laki-laki berusia kurang dari 18 tahun. Secara historis, insiden tahunan telah
mendekati 1 / 4.000. Hal ini menjelaskan bahwa sekitar 10-15% penyakit

5
skrotum akut pada anak-anak, dan menghasilkan tingkat orkidektomi 42%
pada anak laki-laki yang menjalani operasi untuk torsio testis.4
Distribusi usia torsi testis adalah bimodal, pada periode neonatal dan
sekitar pubertas. Pada neonatus, torsi ekstravaginal lebih dominasi, dengan
keseluruhan funikulus, termasuk prosesus vaginalis, yang terpeluntir. Torsi
ekstravaginal dapat terjadi secara antenatal atau pada periode pasca
kelahiran awal dan biasanya timbul sebagai pembengkakan skrotum tanpa
rasa sakit, dengan atau tanpa peradangan akut.4

2.4 Etiologi
Faktor predisposisi utama peyebab torsio testis adalah kegagalan dari
gubenakulun untuk menarik testis ke bawah masuk ke skrotum saat
perkembangan janin. Hal ini disebabkan karena kegagalan penutupan
processus vaginalis setelah testis turun ke skrotum.6
Torsio ekstravaginal terjadi pada janin atau neonatus, karena testis
dapat berputar dengan bebas berdasarkan fiksasi testikular melalui tunika
vaginalis di dalam skrotum. Pengembangan fiksasi testis melalui tunika
vaginalis di dalam skrotum.7

2.5 Patofisiologi
Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis
mendekati dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal
untuk testis. Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis
dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan
yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain perubahan
suhu yang mendadak, celana dalam yang terlalu ketat dan trauma yang
mengenai skrotum.5
Terdapat 2 jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu, (1)
torsio intravagina, terjadi di dalam tunika vaginalis dan disebabkan oleh
abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam scrotum. Torsio ini
lebih sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda; (2) torsio

6
ekstravagina, terjadi bila seluruh testis dan tunika terpeluntir pada aksis
vertikal sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplit atau non fiksasi dari
gubernakulum terhadap dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi
yang bebas di dalam scrotum. Kelainan ini sering terjadi pada neonatus dan
pada kondisi undesensus testis.3
Torsio testis terjadi pada anak yang insersi tunika vaginalis tinggi di
funikulus spermatikus sehingga funikulus denga testis dapat terpuntir di
dalam tunika vaginalis. Akibat puntiran tangkai, terjadi gangguan
pendarahan testis mulai dari bendungan vena sampai iskemia yang
meyebabkan gangreng. Keadaan insersi tinggi tunika vaginalis di funikulus
biasanya digambarkan sebagai lonceng dengan bandul yang memutar dan
mengalami nekrosis dan gangreng.8
Kadang torsio dicetuskan oleh cedera olahraga. Biasanya nyeri testis
hebat timbul tiba-tiba yang sering disertai nyeri perut dalam serta mual dan
muntah. Nyeri perut selalu ada karena berdasarkan pendarahan dan
persarafannya, testis tetap merupakan organ perut. Pada permulaan testis
teraba agak bengkak dan nyeri tekan dan terletak agak tinggi di skrotum
dengam funikulus yang juga bengkak. Akhirnya, kulit skrotum tampak
udem dan menjadi merah sehingga menyulitkan palpasi, dan kelainan ini
sukar dibedakan dengan epididimitis akut.8
Terpeluntirnya funukulus spermatikus menyebabkan obtruksi aliran
darah testis sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemik.
Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis.1

7
Gambar 1. Torsio testis

Gambar 2. Torsio testis


Keterangan :8
A. Lonceng dengan bandul (perumpamaan)
B. Dasar anatomik torsio testis: (1) funikulus spermatikus yang panjang
dan bebas di dalam tunika vaginalis, (2) testis terletak horizontal di
dalam tunika vaginalis, (3) tunika vaginalis.
C. Keadaan torsio sewaktu operasi: (1) tunika vaginalis telah dibuka, (2)
funikulus yang mengalami torsi
D. Kedaan setelah testis dipuntir kembali: (1) perdarahan ternyata baik
kembali, (2) fiksasi untuk mencegah kekambuhan
E. Torsio hidatid morgagni atau apendiks testis

8
2.6 Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Keluhan berupa nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya
mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan ini dikenal
sebagai akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut
sebelah bawah, sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan
apendisitis akut. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel, atau
tidak mau menyusu.1
Pada pemeriksaan fisik, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan
lebih horozontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada
torsio testis yang baru saja terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau
penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai
adanya demam.1
Pasien-pasien dengan torsio testis dapat mengalami gejala berupa: (1)
nyeri hebat yang mendadak pada salah satu testis, dengan atau tanpa faktor
predisposisi; (2) scrotum yang membengkak pada salah satu sisi; (3) mual
atau muntah; (4) sakit kepala ringan. Gejala yang jarang ditemukan pada
torsio testis adalah rasa panas dan terbakar pada saat miksi. Pada awal
proses, belum ditemukan pembengkakan pada scrotum. Testis yang infark
dapat menyebabkan perubahan pada scrotum. Scrotum akan sangat nyeri
kemerahan dan bengkak.3

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya leukosit dalam
urine dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi,
kecuali pada torsio testis yang sudah lama dan telah mengalami
peradangan steril.1
2. Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis
dengan keadaan akut skrotum yang lain adalah dengan memakai :
stetoskop doppler, ultrasonongrafi doppler, dan sintigrafi testis yang
kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio

9
testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan pada
peradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis.1
2.8 Penatalaksanaan
1. Detorsi Manual
Detorsi manual adalah pengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu
dengan jalan memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio.
Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar
testis ke arah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan,
dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi
menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi behasil operasi
harus tetap dilaksanakan.1
2. Operasi
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengbalikan posisi testis
pada arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian
viabilitas testis yang mengalami torsio, mungkin masih viabel atau sudah
mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, lakukan orkidopeksi (fiksasi
testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis
kontralateral.1

Gambar 3. Torsio testis kanan pada kondisi nekrosis


Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak
diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir
kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis
dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul

10
orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah mengalami
nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang
terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan
fertilitas dikemudian hari.1
Torsio testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu
kegawatdaruratan dalam bidang urologi. Keterlambatan lebih dari 6-8
jam antara onset gejala yang timbul dan waktu pembedahan atau detorsi
manual akan menurunkan angka pertolongan terhadap testis hingga 55-
85%. Putusnya suplai darah ke testis dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan atrofi testis Atrofi dapat terjadi beberapa hari hingga
beberapa bulan setelah torsio dikoreksi. Insiden terjadinya atrofi testis
meningkat bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih.3

2.9 Diagnosis Banding


1. Epididimis akut. Penyakit ini secara klinis sulit dibedakan dengan torsio
testis. Nyeri skrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu tubuh,
keluarnya nanah dari uretra, ada riwayat coitus suspectus, atau pernah
menjalani kateterisasi uretra sebelumnya.1
Jika dilakuakn elevasi (pengangkatan testis) testis, pada epididimis akut
terkadang nyeri akan berkurang sedangkan pada torsio testis nyeri tetap
ada. Pasien epididimis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan
pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan adanya leukositoria atau
bakteriuria.1
2. Hernia skrotalis inkarserata, yang biasanya didahului dengan anamnesis
didapatkan benjolan yang dapat keluar dan masuk ke dalam skrotum.1
3. Hidrokel terinfeksi, dengan anamnesis sebelumnya sudah ada benjolan di
dalam skrotum.1
4. Tumor testis, benjolan tidak dirasakan nyeri kecuali terjadi perdarahan di
dalam testis.1

11
5. Edema skrotum yang dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis,
adanya pembuntuan saluran limfe inguinal, kelainan jantung, atau
kelainan-kelainan yang tidak diketahui sebabnya (idiopatik).1

2.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling penting dari torsi testis adalah hilangnya
fungsi testis, yang dapat menyebabkan gangguan fertilitas. Penyebab umum
kehilangan fungsi testis adalah penundaan dalam penanganan medis (58
persen), diagnosis awal yang salah (29 persen), dan keterlambatan dalam
perawatan di rumah sakit rujukan (13 persen).9

2.11 Prognosis
Keberhasilan dalam penanganan torsio testis diukur dari seberapa
cepat tindakan penanganan yang dilakukan dalam mencegah terjadinya
atrofi testis. Sebuah publikasi terbaru menyatakan bahwa sekitar 32% kasus
pediatri menyebabkan orchiectomy. Usia muda memiliki hubungan yang
signifikan dalam keterlambatan penegakan diagnosis pada anak-anak.
Berikut hubungan waktu antara onset nyeri dan keparahan torsio testis serta
tingkat keberhasilan penanganan :7
1. <6 jam - 90-100%
2. 12-24 jam - 20-50%
3. > 24 jam - 0-10%

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, Basuki, B. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto;


2015. hlm. 235
2. Nevzat, Can., Fener, Oka, B., Nihat, K., Hakan, E., Suleyman, y., Kursa, k.,
Abdurrahim, I. A Rare Emergency: Testicular Torsion in the Inguinal Canal.
BioMed Research International. Turkey: Hindawi Publishing Corporation,
2014. hlm 1
3. Al-Muqsith. Anatomi dan Gambaran Klinis Torsio Testis, Jurnal Aceh
Merdeka. Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh, 2017. hlm 74-
76
4. Victoria, J, S., Kathleen, K., Angela, M, A. Testicular Torsion: Diagnosis,
Evaluation, and Management. Amerika: American Academy of Family
Physicians; 2013. hlm 835
5. SMF Urologi Laboratorium Ilmu Bedah. Pedoman Diagnosis dan Terapi.
Malang: RSU Dr. Saiful Anwar / Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang; 2010. hlm 17-18
6. Adams, AW., N, Slade. Torsion Testis and Its Treatment. Inggris: Brities
Medical Journal, 1958. hlm 36
7. Oreoluwa., Ogunyemi, MD. Testicular Torsion. Amerika: Department of
Urology, University of Wisconsin Hospitals and Clinics; 2017.
8. De jong, S. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran;
2010. hlm 916-917
9. Ringdhal, E., Lynn, T. Testicular Torsion. Columbia: University of Missouri–
Columbia School of Medicine, Columbia, Missouri: 2006. hlm 1739-1740

13

Anda mungkin juga menyukai