Anda di halaman 1dari 8

Laporan Kasus

Diagnostik dan Penanganan Rinosinusitis

Oleh:
dr. Muhammad Rizaldi

Pembimbing:
Dr. Mudatsir, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA


BANDA ACEH
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Shalawat
beserta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah, serta kepada sahabat dan keluarga
beliau.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Mudatsir, M.Kes yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam
penyusunan laporan kasus yang berjudul “Diagnostik dan Penanganan
Rinosinusitis”
Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah laporan kasus.
Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan beberapa
penyebabnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan terhadap
laporan kasus ini demi perbaikan di masa yang akan datang.

Banda Aceh, 01 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Pembahasan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Penyakit Rinosinusitis
2.2 Diagnostik dan Penanganan Rinosinusitis
2.3 Kesimpulan
Kepustakaan
Lampiran
BAB I
1.1 Latar Belakang
Rinosinusitis (RS) adalah suatu kondisi peradangan yang melibatkan
hidung dan sinus paranasal. Secara klinik RS adalah keadaan yang terjadi
sebagai manifestasi adanya peradangan yang mengenai mukosa rongga hidung
dan sinus paranasal dengan terjadinya pembentukan cairan atau adanya
kerusakan pada tulang di bawahnya. Penyakit ini dapat mengenai semua
kelompok umur baik anak maupun dewasa. RS adalah salah satu keluhan yang
paling sering dialami oleh penderita yang datang berobat ke dokter umum
maupun spesialis THT. Penyakit ini cukup sering ditemukan sekitar 20% dari
penderita yang datang berobat ke praktek dokter. Di Amerika Serikat hampir
15% penduduk pernah menderita paling sedikit sekali episode RS dalam
hidupnya. Di Indonesia dimana penyakit infeksi saluran nafas akut masih
merupakan penyakit utama kiranya kasus RS juga banyak dijumpai meskipun
belum terdiagnosis,sehingga angka kejadiannya belum jelas dan belum banyak
dilaporkan.
Diagnosis RS ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan gambaran
klinis yang dirasakan oleh penderita serta hasil pemeriksaan THT. Oleh karena
peradangan pada RS dapat ditimbulkan atau dipengaruhi berbagai faktor,
anamnesis dan pemeriksaan THT perlu dilakukan dengan cermat dan teliti.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya RS diantaranya adalah :
alergi,kelainan anatomi rongga hidung,polip,gangguan mukosiliar dan lain-
lain. RS seperti alergi,infeksi dan kelainan anatomi di dalam hidung
memerlukan terapi yang berlainan.
1.2 Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui penyakit Rinosinusitis
2. Mengetahui cara Diagnostiik dan Penanganan Rinosinusitis
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyakit Rinosinusitis


Penyebab utama dan terpenting dari RS adalah obstruksi ostium sinus.
Berbagai faktor baik lokal maupun sistemik dapat menyebabkan inflamasi
atau kondisi yang mengarah pada obstruksi ostium sinus. Berbagai faktor
tersebut meliputi infeksi saluran nafas atas,alergi,paparan bahan
iritan,kelainan anatomi,defisiensi imun dan lain-lain. Infeksi bakteri atau
virus,alergi dan berbagai bahan iritan dapat menyebabkan inflamasi mukosa
hidung. Infeksi akut saluran nafas atas yang disebabkan oleh virus merupakan
faktor penyebab terbanyak dari RS viral. Udem mukosa hidung dan sinus
maksila yang berakibat penyempitan ostium sinus maksila ditemukan pada
80% pasien common cold. Adanya cairan dapat diikuti pertumbuhan bakteri
sekunder sehingga timbul gejala peradangan akut (RS akut bakterial).
Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan
faktor utama berkembangnya sinusitis. Patofisiologi RS digambarkan sebagai
lingkaran tertutup, dimulai dengan inflamasi mukosa hidung khususnya
kompleks ostiomeatal (KOM). Secara skematik patofisiologi RS sebagai
berikut: Inflamasi mukosa hidung  pembengkakan (udem) dan eksudasi 
obstruksi (blokade) ostium sinus  gangguan ventilasi dan drainase,resorpsi
oksigen dalam rongga sinus  hipoksia (oksigen menurun,pH
menurun,tekanan negatif)  permeabilitas kapiler meningkat 
transudasi,peningkatan eksudasi serous,penurunan fungsi silia  retensi
sekresi di sinus atau pertumbuhan kuman.
Infeksi akut saluran nafas atas yang disebabkan oleh virus merupakan
faktor penyebab terbanyak dari RS viral. Udem mukosa hidung dan sinus
maksila yang berakibat penyempitan ostium sinus maksila ditemukan pada
80% pasien common cold. Adanya cairan dapat diikuti pertumbuhan bakteri
sekunder sehingga timbul gejala peradangan akut (RS akut bakterial).
2.1 Cara Diagnostik dan Penanganan Rinosinusitis
Sebagaian besar kasus RS disebabkan karena inflamasi akibat dari infeksi
virus dan rinitis alergi. Infeksi virus yang menyerang hidung dan sinus
paranasal menyebabkan udem mukosa dengan tingkat keparahan yang
berbeda. Virus penyebab tersering adalah coronavirus,rhinovirus,virus
influenza A dan respiratory syncytial virus (RSV). Infeksi virus influenza A
dan RSV biasanya menimbulkan udem berat. Udem mukosa akan
menyebabkan obstruksi ostium sinus sehingga sekresi sinus normal akan
terjebak (sinus stasis). Pada keadaan ini ventilasi dan drainase sinus masih
mungkin dapat kembali normal, baik secara spontan atau efek dari obat-
obatan yang diberikan sehingga terjadi kesembuhan. Apabila obstruksi ostium
sinus tidak segera diatasi (obstruksi total) maka dapat terjadi pertumbuhan
bakteri sekunder pada mukosa dan cairan sinus paranasal. Bakteri yang paling
sering ditemukan pada RSA dewasa adalah Streptococcus pneumoniae dan
Haemophilus influenzae sedangkan pada anak Moraxella catarrhalis. Bakteri
ini kebanyakan ditemukan di saluran nafas atas , umumnya tidak menjadi
patogen kecuali bila lingkungan di sekitarnya menjadi kondusif untuk
pertumbuhannya. Pada saat respons inflamasi terus berlanjut dan respons
bakteri mengambil alih maka lingkungan sinus berubah menjadi lebih
anaerobik. Flora bakteri menjadi semakin banyak (polimikrobial) dengan
masuknya kuman anaerob, Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus
aureus. Perubahan lingkungan bakteri ini dapat menyebabkan peningkatan
organisme yang resisten dan menurunkan efektifitas antibiotik akibat
ketidakmampuan antibiotik mencapai sinus.
Pada pasien rinitis alergi, alergen menyebabkan respons inflamasi dengan
memicu rangkaian peristiwa yang berefek pelepasan mediator kimia dan
mengaktifkan sel inflamasi. Limfosit T-helper2 (Th-2) menjadi aktif dan
melepaskan sejumlah sitokin yang berefek aktifasi sel mastosit, sel B dan
eosinofil. Berbagai sel ini kemudian melanjutkan 217 respons inflamasi
dengan melepaskan lebih banyak mediator kimia yang menyebabkan udem
mukosa dan obstruksi ostium sinus. Rangkaian reaksi alergi ini akhirnya
membentuk lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan bakteri sekunder
seperti halnya pada infeksi virus.

2.3 Kesimpulan
Rinosinusitis adalah suatu kondisi peradangan yang melibatkan hidung dan
sinus paranasal.Penyebab utama dan terpenting dari RS adalah obstruksi
ostium sinus. Berbagai faktor baik lokal maupun sistemik dapat menyebabkan
inflamasi atau kondisi yang mengarah pada obstruksi ostium sinus. Berbagai
faktor tersebut meliputi infeksi saluran nafas atas,alergi,paparan bahan
iritan,kelainan anatomi,defisiensi imun dan lain-lain
Diagnosis rinosinusitis pada umunya dapat ditegakkan secara klinis,
pemeriksaan penunjang seperti radiologis dan nasal endoskopi hanya
dilakukan untuk konfirmasi atau evaluasi pengobatan terutama pada RS yang
kronis. Penanganan rinosinusitis tergantung dari jenis,derajat serta lamanya
penyakit pada masing-masing penderita. Terapi medikamentosa merupakan
terapi yang penting karena lebih sederhana,mudah dilaksanakan serta relatif
lebih murah dibandingkan dengan terapi pembedahan. Terapi bedah pada
rinosinusitis bisa berupa irigasi sinus dengan berbagai teknik,nasal
antrostomy,operasi Caldwell-Luc dan FESS.
Pada umumnya RSA tidak memerlukan tindakan bedah, kecuali beberapa
kasus yang mengalami komplikasi atau tidak memberikan respon dengan
terapi medis yang tepat. Tindakan bedah bisa berupa irigasi sinus (antral
lavage), nasal antrostomy,operasi Caldwell-Luc dan Functional Endoscopic
Sinus Surgery (FESS).
1. Benninger MS, et al. Adult chronic rhinosinusitis: Definitions, diagnosis, epidemiology,
and pathophysiology. Otolaryngology Head and Neck Surg 2003; 129: S1-S32.
2. Osguthorpe JD, Hadley JA. Rhinosinusitis: Current concepts in evaluation and
management. Otolaryngol Head and Neck Surg 119: S24-S29,2006.
3. Higler PA. Penyakit Sinus paranasal, dalam: Buku ajar penyakit THT, EGC, Jakarta,
2003:210-225.
4. Clement PAR,Bluestone CD,Gordts F,et al. Management of rhinosinusitis in children.
Arch Otolaryngol Head and Neck Surg 2001;124:31-4. 5 . Pinheiro AD, Facer GW, Kern
EB. Sinusitis: Current concepts and management. In: Bailey BJed. Head and neck surgery
otolaryngology. 2th Ed. Lippincott-Raven. Philadelphia,1998;442-52. 6. Greevers
G,Diseases of the nose and paranasal sinuses. In:Probst R ed. Basic otorhinolaryngology -
a step by step learning guide. Thieme. New York,2006;54-6 7. Gustafson RO,Bansberg
SF.Sinus surgery.In:Bailey BJ ed.Head and neck surgery otolaryngology. 2th Ed.
Lippibcott Raven. Philadelphia, 1998; 458 - 67. 8. Kennedy DW, Lanza DC. Functional
endoscopic sinus surgery: Concepts, surgical indications. In: Kennedy DW, Bolger WE ed.
Diseases of sinuses: Diagnosis a

Anda mungkin juga menyukai