Anda di halaman 1dari 11

MINI REFERAT

RHINOSINUSITIS AKUT

Pembimbing:
Dr. Ricky Yue, Sp. THT-KL

Oleh:
Gaby Rakanita A 2017-060-10122
Reynaldi Winata 2017-060-10092

KEPANITERAAN KLINIKILMU KEDOKTERAN TELINGA HIDUNG


TENGGOROKAN DAN KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA
PERIODE: 21 OKTOBER 2019 – 23 NOVEMBER 2019
DEFINISI1,2

Rhinosinusitis akut didefinisikan sebagai inflamasi simptomatik dari saluran pernafasan


hidup dan sinus-sinus paranasal yang berlangsung kurang dari 4 minggu. Berdasarkan etiologinya,
rhinosinusitis akut dapat dibedakan sebagai rhinosinusitis bakterial dan rhinosinusitis viral, yang
nantinya akan memberikan perbedaan signifikan pada tatalaksana masing-masing pasien.

Rhinosinusitis awalnya disebut sinusitis, namun karena temuan bahwa mukosa nasal
sangat berdekatan dengan mukosa sinus paranasal, inflamasi yang terjadi jarang sekali hanya
mengenai mukosa nasal, sehingga istilah rhinosinusitis lebih lazim untuk digunakkan.

EPIDEMIOLOGI2,3

Di US, rhinosinusitis ditemukan pada 1 di antara 7 orang dewasa, dan bertanggung jawab
terhadapat lebih dari 30 juta diagnosis setiap tahunnya. Prevalensi dari Rhinosinusitis akut adalah
6-15%, dan untuk rhinosinusitis kronik 5-15% untuk populasi barat, sedangkan untuk populasi
asia angka tersebut lebih rendah, yaitu 2.7-8%.

ETIOLOGI2

Rhinosinusitis akut dapat disebabkan berbagai faktor, namun yang paling sering ditemukan
adalah infeksi virus yang dihubungkan dengan infeksi saluran pernafasan atas.

Mikroorganisme yang diduga paling sering menyebabkan community-acquired


rhinosinusitis bakterial akut adalah Streptococcus pneumonia (~23-43%), Haemophilus influenza
(~22-35%), and Moraxella (Branhamella) catarrhalis (~2-10%). Bakteri yang lebih jarang
ditmeukan antara lain Staphylococcus aureus (~4%), bakteri-bakteri anaerob (~5%), dan sepsis
Haemophilus lainnya (~8%).

Untuk rhinosinusitis viral akut, virus yang paling banyak ditemukan adalah rhinovirus,
adenovirus, influenza, dan parainfluenza.

FAKTOR RESIKO

Beberapa faktor resiko yang dapat meningkat kemungkinan terkena rhinosinusitis akut adalah
sebagai berikut :
- Infeksi dan prosedur dental
- Penyebab-penyebab iatrogenik : operasi sinus, NGT, ventilasi mekanik
- Immunodefisiensi
- Terganggunya motilitas siliar : merokok, sistik fibrosis, sindrom Kartagener
- Obstruksi mekanis : deviasi septum, polip nasal, tumor, trauma, korpus alienum
- Edema mukosa : Infeksi viral saluran pernafasan atas penyerta, rhinitis alergi, rhinitis
vasomotor.

KLASIFIKASI

Rhinosinusitis dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe berdasarkan durasi, yaitu sebagai
berikut :

 Rhinosinusitis akut – gejala bertahan kurang dari 4 minggu


o Rhinosinusitis bakterial akut
o Rhinosinusitis viral akut
 Rhinosinusitis subakut – gejala bertahan 4-12 minggu
 Rhinosinusitis kronik – gejala bertahan lebih dari 12 minggu
 PATOFISIOLOGI
 Peningkatan viskositas sekresi sinus, menyempitnya ostium sinus dan menurunnya
aktivitas mukosiliar adalah 3 komponen utama patofisiologi dari rhinosinusitis akut.
Penyempitan ostium sinus dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti adanya edema
dari mukosa sinus yang menyebabkan obstruksi mekanis. Oleh karena semua gejala ini
dapat disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, seperti reaksi alergi, oleh karena itu
anamnesis mengenai riwayat perjalanan penyakit dan riwayat alergi harus dilakukan sebaik
mungkin.
 Obstruksi sinus menyebabkan peningkatan tekanan di dalam sinus sementara. Peningkatan
tekanan ini menyebabkan kadar oksigen didalam sinus berkurang, dan tekanan di dalam
sinus menjadi relative terhadap tekanan atmosfir. Hal ini akan berakibat masuknya bakteri-
bakteri di nasal ke sinus terutama saat sedang menghirup nafas. Saat obstruksi ostium sinus
berlangsung, sekresi cairan sinus terus berjalan, sehingga menyebabkan akumulasi cairan
didalam sinus.
 Disfungsi dari mukosiliar juga berkontribusi terhadap berkembangnya sinusitis. Saat
terjadi infeksi, siliar mengelami dismorfi mikrotubular terutama saat fase akut (7 hari
pertama). Seiring berjalannya penyakit, kerusakan siliar akan semakin meningkat. Klirens
dari mukosiliar juga menurun saat fase akut.

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari RSA bertumpang tindih dengan gejala infeksi saluran pernafasan
atas. Gejala yang paling sering ditemukan seperti kongesti dan rhinorea. Rhinorea yang muncul
biasanya khas, dan memiliki pola tertentu yaitu progresivitas dari cair dan bening, sebelum
menjadi mukoid dan kental, dan akhirnya berwarna kehijauan dan opak sebelum akhirnya
membaik.

Manifestasi klinis RSA bakterial dimulai dengan gejala yang persisten, rhinorea, batuk,
kongesti, atau ketiganya dan bertahan lebih dari 10 hari tanpa adanya perbaikan. Pada infeksi viral
salurang pernafasan atas, gejala yang muncul biasanya akan membaik sebelum 10 hari, dan apabila
gejala tidak membaik dalam 10 hari, hal ini sugestif terhadap adanya infeksi bakteri. Gejala-gejala
tambahan lain seperti edema kelopak mata, nafas berbau (malodorous), dan demam subfebris.
Gejala dapat memberat secara tiba-tiba, ditandai dengan demam disertai dengan rhinorea purulent,
berlangsung selama 3 sampai 4 hari. Pada fase ini, biasanya keadaan umum pasien juga tampak
memburuk.

Gejala-gejala tersebut biasanya akan membaik, namun akan memberat kembali dalam 10
hari. Memberatnya gejala tersebut dapat ditandai dengan onset demam yang baru, meningkatnya
rhinorea dan kongesti, dan batuk terutama pada siang hari. Gejala yang berulang hingga 12 minggu
menandkan rhinosinusitis kronik. Hiposmia disertai nyeri atau sensasi tertekan pada wajah
biasanya muncul pada rhinosinusitis kronik.

Hasil pemeriksaan fisik yang biasa ditemukan seperti sekret mukopurulen di mukosa nasal,
dan mukosa nasal biasanya eritem dan edema ringan. Nyeri tekan wajah pada bagian parasinus
tidak merupakan temuan yang reliable. Nafas yang bau (malodourous) tanpa disertai infeksi dental
atau faringitis eksudatif biasanya dapat ditemukan bersama dengan gejala-gejala RSA. Pada
pemeriksaan mata dapat ditemukan edema periorbita ringan disertai diskolorasi ringan dari kulit
dibawah kelopak mata.

Perjalanan perkembangan gejala-gejala RSA dapat digambarkan seperti grafik dibawah ini :2

PEMERIKSAAN PENUNJANG 2
Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan pada pasien dengan sinusitis akut
maksilaris bakterial antara lain laju endap darah (LED) dan c-reaktif protein (CRP), pada sebuah
penelitian peningkatan CRP ditemukan >49 mg/l (79%). Pemeriksaan radiologi biasanya tidak
diperlukan dalam mendiagnosis rhinosinusitis, namun pemeriksaan radiologi dapat bermanfaat
untuk menyingkirkan temuan cairan bila hasilnya negatif, namun hasil positif juga tidak dapat
bermanfaat dalam membedakan antara rhinosinusitis virus atau bakteri. Pada pasien rhinosinusitis
akut atau kronik yang rekuren.

Pemeriksaan Computed Tomography (CT) sinus dengan kontras diperlukan setelah


menyelesaikan terapi secara maksimal dan pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai anatomi
sinus sebelum tindakan operatif, untuk menilai luas sinus, pola sinus dan kemungkinan penyebab
mekanis lainnya, gambaran signifikan infeksi sinus pada CT adalah penebalan mukosa setebal 5
mm atau lebih. Hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan CT adalah pemeriksaan harus
dilakukan saat simptomatis , bila tidak, pemeriksaan tidak bermanfaat. CT bermanfaat dalam
membedakan rhinosinusitis akut dengan rhinitis alergi, atypical facial pain dan penyebab lainnya.
Gambar CT mencakup hingga akar gigi, hal ini dapat bermanfaat dalam membedakan penyakit
lainnya yang menyerupai rhinosinusitis. Temuan CT harus memiliki korelasi dengan gejala klinis
pasien, bila tidak didapati temuan inflamasi pada CT, maka diagnosis rhinosinusitis kemungkinan
bukan penyebab dari gejala pasien. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak
direkomendasikan untuk pasien dengan rhinosinusitis, MRI tidak dapat mendemonstrasikan
anatomi kompleks ostiomeatal dan terlalu sensitif pada perubahan mukosa.

TATALAKSANA2,4

Rhinosinusitis viral merupakan penyakit self-limited disease, maka penanganannya berupa


penanganan simptomatis dan hindari penggunaan antibiotik yang tidak diperlukan. Guideline dari
AAO-HNS merekomendasikan watchful waiting dan pemberian antibiotik inisial untuk
rhinosinusitis bakterial.

Watchful waiting.

Pemberian antibiotik sebaiknya diberikan bila gejala pasien tidak membaik hingga 7 sampai 10
hari dari gejala awal atau bila gejala memburuk pada waktu kapanpun. Terapi simptomatis perlu
diberikan pada saat observasi pasien. Watchful waiting didukung oleh 4 meta-analisis yang
dikeluarkan oleh AAO-HNS tahun 2007. Pada sebuah penelitian Cochrane menunjukkan bahwa
rhinosinusitis bakterial dapat membaik pada 47% pasien setelah 7 hari baik dengan antibiotik
ataupun tanpa antibiotik. Sekitar 70% pasien membaik tanpa antibiotik. Pemberian antibiotik
meningkatkan laju penyembuhan antara 7 sampai 15 hari bila dibandingkan dengan plasebo,
namun manfaat klinisnya kecil, hanya 5% pasien yang mengalami penyembuhan yang cepat.

Antibiotik.

Antibiotik sebagai tatalaksana dari rhinosinusitis bakterial dapat di lihat pada tabel 1.
Antibiotik lini pertama yang digunakan yakni amoxicillin dengan atau tanpa clavulanate karena
efektifitasnya baik, harganya yang terjangkau dan spektrum mikrobiologis yang sempit.
Amoxicillin/clavulanate (Augmentin) diberikan pada pasien dengan resistensi bakteri atau
memiliki komorbid, begitu pula pada pasien dengan infeksi sedang-berat. Tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pada laju penyembuhan rhinosinusitis antar kelas antibiotik.
Florokuinolon respiratori tidak direkomendasikan sebagai terapi lini pertama. Berdasarkan
U.S. Food and Drug Administration, penggunaan florokuinolon untuk pasien yang tidak memiliki
pilihan terapi lain. Makrolid termasuk azitromycin (Zithromax), trimethoprim/sulfamethoxazole
dan generasi kedua atau ketiga sefalosporin tidak direkomendasikan sebagai tatalaksana inisial
untuk rhinosinusitis akut karena tingginya resistensi S. pneumoniae dan H.influenzae. Durasi yang
direkomendasikan untuk rhinosinusitis bakterial akut tanpa komplikasi yaitu 5 sampai 10 hari
untuk dewasa.

Terapi dikatakan gagal bila tidak ada perbaikan gejala dalam 7 hari setelah diagnosis atau
memburuk kapan saja, dengan atau tanpa antibiotik. Bila terapi gagal diikuti dengan terapi
antibiotik inisial, antibiotik alternatif dengan spektrum yang lebih luas diperlukan.
Amoxicillin/clavulanate dosis tinggi, fluorokuinolon respiratori, atau kombinasi clindamycin
ditambah generasi ketiga sefalosporin oral perlu dipertimbangkan.
Tabel 1. Antibiotik Oral sebagai Terapi Rhinosinusitis Bakterial Akut

Pasien seharusnya sudah mengalami perbaikan gejala setelah 3-5 hari dari pemberian
antibiotik. Walaupun gejala masih dapat muncul selama lebih dari 10 hari, namun harus terus
membaik. Bila gejala memburuk atau tidak membaik, pertimbangkan diagnosisnya, pasien
memerlukan antibiotik alternatif. Bila gagal terapi antibiotik pada orang dewasa yang suspek
rhinosinusitis akut bakterial, namun gejala tidak membaik, perlu mengganti antibiotik sebelumnya
dengan antibiotik lainnya. Infeksi dental dapat terjadi dan dapat melibatkan bakteri anaerob oral
yang memproduksi beta laktamase. Amoxicillin-clavulanate tetap menjadi regimen antibiotik dan
pada beberapa kasus, antibiotik seperti metronidazole atau clindamycin dapat ditambahkan.

Terapi Simptomatis
Pilihan terapi simptomatis yang disarankan antara lain analgesik, kortikosteroid intranasal,
irigasi nasal dengan saline. Durasi penggunaannya disarankan pada 10 hari pertama dan
dilanjutkan bila antibiotik diperlukan. Dekongestan, antihistamin, dan guaifenesin tidak
direkomendasikan pada pasien dengan rhinosinusitis akut bakterial karena telah di buktikan tidak
efektif. Berikut adalah pilihan terapi simptomatis yang direkomendasikan.
 Analgesik
Analgesik yang dapat digunakan antara lain asetaminofen atau antiinflamasi nonsteroid,
cukup untuk meredakan nyeri atau demam pada rhinosinusitis akut.
 Kortikosteroid intranasal
Kortikosteroid intranasal bermanfaat mengurangi edema mukosa atau inflamas jaringan
dan membantu aliran sinus karena memberikan efek antiinflamasi. Namun pemberian
kortikosteroid intranasal sebagai monoterapi simptomatis terbatas.
 Irigasi nasal dengan saline.
Irigasi intranasal dengan saline fisiologis atau hipertonis menunjukkan perbaikan
bersihan mukosilier dan bermanfaat sebagai terapi rhinosinusitis akut.
 Dekongestan.
Dekongestan oral efektif sebagai terapi simptomatis jangka pendek. Namun efek
dekongestan hanya pada kavum nasal dan tidak meluas sampai sinus paranasal.
Dekongestan oral perlu diperhatikan untuk pasien dengan hipertensi atau penyakit
kardiovaskular. Dekongestan topikal tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam, berpotensi
untuk rebound congestion (rhinitis medikamentosa)
 Antihistamin
Antihistamin sering digunakan untuk meredakan gejala seperti sekret yang banyak dan
bersin. Antihistamin dapat pula memperburuk gejala kongesti dengan menyebabkan
mukosa nasal yang kering.
KOMPLIKASI 1,2

Bila gejala memburuk atau membaik secara episodik, pasien perlu dievaluasi ulang untuk
konfirmasi diagnosis dari rhinosinusitis akut bakterial, eksklusi penyebab lainnya dan deteksi
komplikasi. Pasien dengan imunokompromise, atau sakit berat perlu dirujuk ke dokter spesialis.

Komplikasi yang dapat terjadi bila melibatkan sinus frontal dan sphenoid yaitu infeksi ke
otak dengan invasi dari bakteri anaerob melalui pembuluh darah. Abses, meningitis dan keadaan
lain yang mengancam nyawa dapat terjadi. Komplikasi orbital dikategorikan menjadi 5 tahap yaitu
pertama selulitis preseptal, kedua selulitis orbital, ketiga abses subperiosteal, ke empat abses
orbital, kelima thrombosis sinus kavernosus septik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mustafa M, Patawari P, Hussain S, Sien M. Acute and Chronic Rhinosinusitis,


Pathophysiology and Treatment. :7.
2. Aring AM, Chan MM. Current Concepts in Adult Acute Rhinosinusitis. AFP. 2016 Jul
15;94(2):97–105.
3. Husain S, Amilia H, Rosli M, Zahedi F, Sachlin I. Management of rhinosinusitis in adults
in primary care. Malays Fam Physician. 2018 Apr 30;13(1):28–33.
4. Acute rhinosinusitis in adults Clinical Practice Guidelines [Internet]. Guideline Central.
Available from: https://www.guidelinecentral.com/summaries/acute-rhinosinusitis-in-adults/

Anda mungkin juga menyukai