Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN TN.

RP DENGAN RHINOSINUSITIS
KRONIS DI POLI THT RSUP. Dr. R. D KANDOU MANADO

Di susun oleh:

Alicia Marlin Kaparang - 106022310037


Angelina F. S Senduk - 106022310041
Noviani Kezia Tatuhe - 106022310081
Marbella Ivana Kaligis - 106022310017

PROFESI NERS
UNIVERSITAS KLABAT
OKTOBER, 2023
DEFINISI

Rinosinusitis kronis (RSK) adalah peradangan pada mukosa hidung dan sinus

paranasal yang terjadi lebih dari 12 minggu. Rinosinusitis kronis merupakan penyakit

yang sering dijumpai pada sebagian besar populasi di dunia (Kurniasih & Ratnawati,

2019). Rinosinusitis kronik (RSK) secara umum diartikan sebagai suatu keadaan

klinis berupa peradangan persisten pada mukosa hidung dan sinus paranasal, yang

berlangsung selama 12 minggu atau lebih (Ismaya, 2023). Rhinosinusitis merupakan

peradangan pada mukosa atau selaput lendir pada hidung dan kelumpuhan pada sinus,

kasus yang sering ditemukan ialah pada sinus maksilaris dan sinus etmoid.

Berdasarkan durasinya jika kurang dari 4 minggu disebut akut, subakut jika terjadi

selama 4 sampai 12 minggu dan kronik lebih dari 12 minggu (KS, 2022).

ETIOLOGI

RSK merupakan kumpulan gejala atau sindroma dengan etiologi multifaktorial

yang dihasilkan dari interaksi disfungsional antara faktor lingkungan dan faktor host

(sistem imun pasien) (Farkhodova et al., 2022). Beberapa patogen dipercaya

berkontribusi dalam terjadinya RSK diantaranya jamur (pada kasus yang sulit

disembuhkan), Staphylococcus aureus karena dapat meningkatkan resistensi akibat

pembentukan biofilm, dan ketidakseimbangan mikroba. Berbagai mikroba abnormal

dan patogen tersebut dapat menyebabkan peradangan pada area rentan secara

anatomi. Selain itu, faktor host berupa sistem imunitas pasien juga memegang peran

penting dalam terjadinya RSK. Penelitian terbaru juga menyebutkan terdapat

hubungan antara genetik tertentu terhadap terjadinya RSK (Ismaya, 2023). Penyebab

tersering dari rinosinusitis akut adalah lanjutan dari penyakit infeksi saluran

pernapasan atas, seperti common cold, yang menyebabkan pembengkakan pada


mukosa hidung dan menggangu ventilasi dan aliran mukus dari sinus. Organisme

penyebabnya biasanya Streptococcus pneumonia, Moraxella catarrhalis, Haemophilus

influenza, Staphylococcus pyogenes, dan bakteri anaerob dari infeksi gigi (Indra &

Siregar, 2020).

MANIFESTASI KLINIS

Ada beberapa keluhan utama penderita rinosinusitis akut seperti hidung tersumbat

yang disertai dengan nyeri tekan pada daerah wajah yang di sebabkan oleh tekanan

yang di timbulkan oleh reaksi peradangan di sekitar ujung – ujung saraf didalam

rongga sinus dan ingus purulen yang mengalir ke tenggorokan (post nasal drip).

Gejala rinosinusitis lainnya adalah sakit kepala, batuk, nafas berbau, berkurangnya

indra penciuman, berkurangnya indra pengecapan, nyeri tenggorokan, rasa penuh di

telinga, demam dan biasanya menyebabkan sesak pada anak (Gultom, 2014).

PATOFISIOLGI

Rinosinusitis adalah peradangan pada selaput lendir atau membran mukosa pada

satu atau lebih sinus dan biasanya terlihat pada rinitis, terutama flu. Apa pun yang

menghalangi drainase sinus (misalnya, deviasi septum, polip atau tumor hidung,

polutan udara atau kokain yang dihirup, alergi, trauma wajah, dan infeksi gigi) dapat

menyebabkan rinosinusitis (Ignatavicious et al., 2018). Kegagalan transpor mukus dan

menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama berkembangnya sinusitis.

Patofisiologi rhinosinusitis digambarkan sebagai lingkaran tertutup, dimulai dengan

inflamasi mukosa hidung khususnya kompleks ostiomeatal (KOM) kemudian terjadi

pembengkakan (oedem) dan eksudasi. Adanya oedem membentuk suatu obstruksi

ostium sinus yang menyebabkan gangguan ventilasi dan drainase sehingga oksigen
dalam rongga sinus bekurang dan bisa terjadi hipoksia (oksigen menurun, pH

menurun, tekanan negatif) (Husni, 2016). Selanjutnya permeabilitas kapiler

meningkat, terjadi transudasi, peningkatan eksudasi serous, dan penurunan fungsi silia

yang mengakibatkan retensi sekresi di sinus atau pertumbuhan kuman. Sebagaian

besar kasus RS disebabkan karena inflamasi akibat dari infeksi virus dan rinitis alergi.

Infeksi virus yang menyerang hidung dan sinus paranasal menyebabkan udem

mukosa dengan tingkat keparahan yang berbeda. Virus penyebab tersering adalah

coronavirus, rhinovirus, virus influenza A dan respiratory syncytial virus (RSV).

Oedem mukosa akan menyebabkan obstruksi ostium sinus sehingga sekresi sinus

normal akan terjebak (sinus stasis). Pada keadaan ini ventilasi dan drainase sinus

masih mungkin dapat kembali normal, baik secara spontan atau efek dari obat-obatan

yang diberikan sehingga terjadi kesembuhan. Apabila obstruksi ostium sinus tidak

segera diatasi (obstruksi total) maka dapat terjadi pertumbuhan bakteri sekunder pada

mukosa dan cairan sinus paranasal. Bakteri yang paling sering ditemukan pada RSA

dewasa adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae sedangkan

pada anak Moraxella catarrhalis (Husni, 2016).

Pada saat respons inflamasi terus berlanjut maka lingkungan sinus berubah

menjadi lebih anaerobik. Flora bakteri menjadi semakin banyak dengan masuknya

kuman anaerob, Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus. Perubahan

lingkungan bakteri ini dapat menyebabkan peningkatan organisme yang resisten dan

menurunkan efektifitas antibiotik akibat ketidakmampuan antibiotik mencapai sinus.

Pada pasien rinitis alergi, alergen menyebabkan respons inflamasi dengan memicu

rangkaian peristiwa yang berefek pelepasan mediator kimia dan mengaktifkan sel

inflamasi. Limfosit T-helper2 (Th-2) menjadi aktif dan melepaskan sejumlah sitokin

yang berefek aktifasi sel mastosit, sel B dan eosinofil. Berbagai sel ini kemudian
melanjutkan respons inflamasi dengan melepaskan lebih banyak mediator kimia yang

menyebabkan udem mukosa dan obstruksi ostium sinus (Kato et al., 2022).

Inflamasi yang berlangsung lama (kronis) sering berakibat penebalan mukosa

disertai kerusakan silia sehingga ostium sinus semakin buntu. Mukosa yang tidak

dapat kembali normal setelah inflamasi akut dapat menyebabkan gejala persisten dan

mengarah pada rinosinusitis kronis. Bakteri yang sering dijumpai pada RSK adalah

Staphylococcus coagulase negative, Staphylococcus aureus, anaerob (Bacteroides spp,

Fusobacteria) dan bakteri yang sering dijumpai pada RSA bakterial. Komplikasi

termasuk selulitis, abses, dan meningitis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat

dan gejala pasien, namun pemeriksaan lain pada kasus rumit meliputi pemeriksaan

endoskopi dan CT scan. Foto rontgen polos tidak membantu dalam melihat sinus dan

tidak dianjurkan. Drainase bernanah, demam, dan kurangnya respons terhadap

dekongestan dapat mengindikasikan adanya infeksi bakteri. Kultur biasanya tidak

diperlukan namun mungkin berguna pada pasien yang tidak memberikan respon

terhadap terapi atau mengalami komplikasi (Ignatavicious et al., 2018).


PENGKAJIAN TEORITIS

Menurut Nanda, (2014) pengkajian keperawatan pasien dengan sinusitis adalah

sebagai berikut:

a) Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, bangsa, pendidikan,

pekerjaan

b) Riwayat kesehatan sekarang: bernafas melalui mulut, sejak kapan, onset,

frekuensi, riwayat pembedahan hidung/trauma

c) Keluhan utama: biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan

d) Riwayat penyakit dahulu:

- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma

hidung

- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT

- Pernah menderita sakit gigi geraham

e) Riwayat keluarga: Adalah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang

lalu mungkin ada hubungannya dengan penyakit pasien sekarang

f) Riwayat psikososial:

- Intrapersonal: Perasaan yang dirasakan (cemas/sedih)

g) Pola fungsi kesehatan

- Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat: untuk mengurangi flu biasanya

pasien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping

- Pola nutrisi dan metabolisme: biasanya nafsu makan pasien berkurang

karena terjadi gangguan pada hidung

- Pola istirahat dan tidur: pasien merasa kesulitan tidur keran sering pilek

- Pola persepsi dan konsep diri: pasien sering pilek terus menerus dan

berbau yang menyebabkan konsep diri pasien menurun


- Pola sensorik: gangguan pada daya penciuman pasien akibat pilek terus

menerus (baik purulen, serous, mukopurulen)

h) Pemeriksaan fisik

- Status kesehatan umum: keadaan umum, tanda vital, kesadaran

- Pemeriksaan fisik (fokus pada hidung): biasanya pasien akan mengeluh

nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak)

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Data demografi

Nama : Reynaldo. Pangambean

Gender : Laki-Laki

Usia : 30 tahun

Alamat : Gorontalo, Hutuo Lingk 1.

Pekerjaan : kepolisian RI

Agama : Kristen

Status : Menikah

Anak :1

Ruang/medreca : Poli THT/00799470

dx. medis : Rhinosinusitis

dokter : DR. dr. Olivia Claudia Pelealu SpTHT-KL (K)


Riwayat penyakit sekarang:
pasien mengatakan sudah sekitar 2 bulan merasakan sakit kepala dan hidung keluar
cairan berwarna kuning kehijauan (purulen), namun baru datang ke RS bulan oktober
karena nyeri kepala sudah semakin parah (skala 8-9), nyeri pada mata dekat hidung
menjalar hingga dahi dan keluar cairan kental berwarna hijau dari hidung di tambah
lagi pasien mengatakan penglihatannya sudah mulai buram.
Setelah dikaji lebih tentang pekerjaan pasien, pasien mengatakan “karena pekerjaan
saya sebagai polri dan harus tugas di malam hari saya sering tidak tidur pulas dan
mengalami insomnia”.

Riwayat merokok/minum beralkohol: Merokok ada/ Minum alkohol tidak ada

Riwayat Pola makan, minum sebelum dan sesudah sakit:


Sebelum sakit: makan 3 kali sehari (nasi, ikan, sayur)
Setelah saat : makan 1-2 kali sehari (nasi, ikan, sayur) makan 4 sendok makan saja,
itupun karena harus minum obat dari dokter. Pasien mengatakan nafsu makan
menurun karena tidak penciuman pasien hilang. Untuk air minum pasien mengatakan
hanya minum di botol aqua 600 ml dalam sehari. Sebelum sakit pasien minum 2 botol
aqua besar.

BB sebelum sakit : 90 kg
BB sekarang/setelah sakit : 85 kg

Faktor yang memperberat sakit atau nyeri


Ketika pasien menundukan kepala ataupun mengangkat kepala ke atas “rasanya nyeri
seperti mau jatuh ke bawah ketika menunduk kebawah nyeri kepala di bagian alis,
bawah mata dan menjalar sampai ke belakang kepala”.

Riwayat penyakit dahulu: -


No Jenis pemeriksaan Nilai normal hasil Interpretasi
1. Leukosit 4,0 – 10,0 19 10^3/uL
10^3/uL
2. Hemoglobin 13,0 – 16,5 g/dL 17 g/dL

Pemeriksaan penunjang lain:

Pasien rencana operasi jumat (13/10/23): Tindakan FESS (Functional Endoscopic

Sinus Surgery)

Medikasi:

Sefiksim kaps 100 mg

Tindakan:

1. Nasofaringoskop
2. Laringoskop
3. Irigasi hidung
4. Suction
B. Analisa Data

Analisa Data Etiologi Masalah


S: Kurang terpapar Defisit Pengetahuan
“Saya belum tahu tentang informasi
masalah penyakit saya, apa itu
rhinosinusitis sus?”

O:
-Pt tampak bingung dan
bertanya-tanya
-Pt menunjukkan persepsi yang
salah terhadap masalah

TTV
BP: 150/85 mmHg
P: 87x/m
C. Rencana Keperawatan

Dx Keperawatan Tujuan Implementasi Evaluasi


Defisit Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan At. 11.30 am
pengetahuan b.d. intervensi (Rhinosinusitis)
kurang terpapar keperawatan selama S: “Sekarang saya
informasi d.d 30 menit, maka At. 11.00 am sudah paham mengenai
Ds: tingkat pengetahuan -Disediakan materi dan penyakit yang saya
“Saya belum tahu meningkat dengan media penkes alami”
tentang masalah kriteria hasil:
penyakit saya, apa At. 11.05 am O:
itu rhinosinusitis 1. Kemampuan -Diidentifikasi kesiapan -Pt sudah tampak
sus?” menjelaskan dan kemampuan mengerti
pengetahuan tentang menerima informasi (pt -Pt menunjukkan
Do: suatu topik terlihat penasaran dan persepsi yang tepat
-Pt tampak meningkat bersedia untuk mengenai penyakit yang
bingung dan mendengarkan edukasi) diderita
bertanya-tanya 2. Persepsi yang -Pt dapat menjelaskan
-Pt menunjukkan keliru terhadap At. 11.10 am kembali mengenai
persepsi yang masalah menurun -Dijelaskan definisi dan edukasi yang telah
salah terhadap faktor penyebab dari diberikan
masalah rhinosinusitis
(diberikan edukasi TTV
TTV mengenai penyebab BP: 130/80 mmHg
BP: 150/85 rhinosinusitis yaitu dari P: 80x/m
mmHg alergi terhadap patogen T: 36,6°c
P: 87x/m seperti virus, bakteri,
T: 36,7°c jamur) A: Tujuan tercapai
pada kriteria hasil 1,2
At. 11.15 am
-Dijelaskan strategi P: Hentikan Intervensi
yang meningkatkan (pt pulang)
perilaku hidup bersih
dan sehat (pt di
anjurkan untuk menjaga
kebersihan diri, makan
makanan yang bergizi,
minum air yang cukup,
istirahat, dan
menghindari faktor
resiko rhinosinusitis
contohnya dari asap
rokok.

At. 11.25 am
-Diberikan kesempatan
kepada pasien untuk
bertanya
(pt bertanya bagaimana
bisa terjadi
rhinosinusitis pada pt?)

At. 11.28 am
-Diberikan
reinforcement dan pt
diminta untuk
menjelaskan kembali
mengani edukasi yang
telah diberikan (pt
dapat menjelaskan
mengenai masalah
kesehatannya yaitu
rhinosinusitis walaupun
singkat namun jelas)
KESIMPULAN

Sinusitis merupakan inflamasi pada mukosa hidung dan sinus paranasal dimana

penyakit ini harus segera ditindak lanjuti karena mengakibatkan rasa tidak nyaman

yang dapat menganggu aktivitas seseorang. Masalah keperawatan yang dapat muncul

yaitu nyeri akut, ansietas, defisit pengetahuan, gangguan pola tidur, dan bersihan jalan

napas tidak efektif.


DAFTAR PUSTAKA

Farkhodova, K. F., Rakhmatulloevna, N. U., & Abdurasulovna, B. M.


(2022). Etiology of chronic rhinosinusitis and effectiveness of
etiotropic treatment methods. Clinical Otolaryngology, 4(100), 377–
381.https://doi.org/https://nauchniyimpuls.ru/index.php/noiv/article/v
iew/1367/1096

Gultom, J. . (2014). Gambaran Karakteristik Penderita Rinosinusitis di


RSUD. Dr. Pirngadi Medan pada Tahun 2012.

Husni, T. (2016). Diagnosis dan penanganan rinosinusitis. In Fakultas


Kedokteran Universitas Syiah Kuala (1st ed.).
http://conference.unsyiah.ac.id/TIFK/1/paper/viewFile/783/78

Ignatavicious, D. D., Workman, M. L., Rebar, C., & Heimgartner, N. M.


(2018). Medical surgical nursing: Concepts for interprofessional
collaborative care (9th ed.). Elsevier.

Indra, P. F. ., & Siregar, S. M. (2020). Gambaran kualitas hidup penderita


rinosinusitis kronis berdasarkan sino nasal outcome test 22 di rumah
sakit umum deli serdang. Jurnal Ilmiah Kohesi, 4(106–106).

Ismaya, F. T. (2023). Rinosinusitis Kronik: Diagnosis hingga prognosis.


Jurnal Medika Hutama, 4(2), 3251–3256.

Kato, A., Peters, A. T., Stevens, W. W., Schleimer, R. P., Tan, B. K., &
Kern, R. C. (2022). Endotypes of chronic rhinosinusitis:
Relationships to disease phenotypes, pathogenesis, clinical findings,
and treatment approaches. Allergy: European Journal of Allergy and
Clinical Immunology, 77(3), 812–826.
https://doi.org/10.1111/all.15074.

KS, D. W. (2022). Karakteristik pasien rhinosinusitis di rumah sakit


umum pusat DR. Sardjito tahun 2020 (Doctoral dissertation,
Universitas Gadjah Mada).

Kurniasih, C., & Ratnawati, M. L. (2019). Distribusi penderita


rinosinusitis kronis yang menjalani pembedahan di RSUP Sanglah
Denpasar Periode Tahun 2014-2016. Medicina, 50(1).

Nanda. (2014). Panduan diagnosa keperawatan. Prima Medika.

Anda mungkin juga menyukai