Anda di halaman 1dari 14

Referat

SINUSITIS JAMUR

Oleh :
Dedy Purnama
0808121373

Pembimbing :
Dr. HARIANTO, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2013

SINUSITIS JAMUR

1. ANATOMI SINUS PARANASAL


Sinus paranasal merupakan merupakan hasil pneumaturasi tulangtulang kepala sehingga berbentuk rongga dengan masing masing sinus
mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Ada empat pasang sinus
paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus
etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.1
Table 1. Sinus paranasal1
SINUS

BENTUK

BATAS

Maksila

Merupakan sinus terbesar, dengan


volume 6-8 ml pada saat lahir dan
sampai 15 ml setelah dewasa, sinus
maksila berbentuk pyramid.

Frontalis

Terbentuk mulai bulan ke empat


fetus, yang berasal dari resesus
frontal atau dari sel sel
infundibulum etmoid. Sinus frontal
dengan ukuran 2,8 cm tingginya,
lebar 2,4 cm dan dalam 2 cm

Etmoid

Sinus yang paling bervariasi, dan


merupakan focus infeksi dari sinus
sinus yang lain. Bentuknya
berongga yang terdiri dari sel sel
yang menyerupai sarang tawon,
terdapat dalam massa bagian
lateral os etmoid diantara konka
media dan dinding media orbita.

Sfenoid

Sfenoid dibagi dua oleh sekat


septum intersfenoid, volumenya 5
sampai 7,5 ml

Dinding anterior: permukaan fasial os


maksila (fosa kanina); Posterior:
infratemporal maksila; Medial: dinding
lateral rongga hidung; Superior: dasar
orbita, inferior: prosesus alveolaris dan
palatum. Ostiumnya berada di dinding
medial yang bermuara ke hiatus
semilunar melalui infundibulum etmoid.
Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang
relative tipis dari orbita dan fosa serebri,
sehingga infeksi dari sinus frontalis
mudah menjalar ke tempat ini.
Ostiumnya berada diresessus frontal
yang berhubungan dengan infundibulum
etmoid.
Sinus etmoidalis terbagi menjadi sinus
etmoid anterior dan posterior, yang
bermuara di meatusmedius, dan posterior
yang bermuara di meatus superior. Atap
sinus disebut fovea etmoidalis,
berbatasan dengan lamina kribrosa,
dinding lateral adalah lamina papirasea,
yang membatasi etmoid dengan rongga
orbita. Baian belakang berbatasan
dengan sinus sfenoid
Sebelah superior terdapat fossa serebri
media dan kelenjar hipofise, sebelah
inferiornya atap nasofaring, lateral
dengan sinus cavernosa dan arteri karotis
iterna, posterior dengan fsa serebri
posterior didaerah pons.

2. SINUSITIS JAMUR
2.1 Definisi
Fungal rhinosinusitis atau sinusitis jamur merupakan suatu infeksi jamur
pada sinus paranasal, angka kejadiannya meningkat dengan meningkatnya
pemakaian antibiotik , kortikosteroid, obat obatan imunosupresan dan radioterapi.1

2.2 Etiologi
Pada Sinusitis jamur noninvasif ada dua bentuk yaitu allergic fungal
sinusitis dan sinus mycetoma/fungal ball. Kebanyakan penyebabnya adalah
Curvularia lunata, Aspergillus fumigatus, Bipolaris dan Drechslera. A. Fumigatus
dan jamur dematiaceous kebanyakan menyebabkan sinus mycetoma. Pada
sinusitis jamur invasif termasuk tipe akut fulminan, di mana mempunyai angka
mortalitas yang tinggi apabila tidak dikenali dengan cepat dan ditangani secara
agresif, dan tipe kronik dan granulomatosa.2
Jamur saprofit selain Mucorales, termasuk Rhizopus, Rhizomucor,
Absidia, Mucor, Cunninghammela, Mortierella, Saksenaea, dan Apophysomyces
sp, menyebabkan sinusitis jamur invasif akut. A. Fumigatus satu-satunya jamur
yang dihubungkan dengan sinusitis jamur invasif kronik. Aspergillus flavus
khusus dihubungkan dengan sinusitis jamur invasif granulomatosa.2

2.3 KLASIFIKASI
Ada 4 tipe dari sinusitis jamur2,3,4
a. Mycetoma fungal sinusitis atau fungal ball
Di mana terdapat gumpalan-gumpalan spora yang disebut fungal ball, di
dalam kavitas sinus, frekuensi terbanyak pada sinus maksilaris. Organisme
yang terlibat paling sering adalah famili Aspergillus. Pasien dengan kondisi
ini biasanya mempunyai riwayat infeksi sinus yang rekuren, gejalanya
biasanya hampir mirip dengan sinusitis bakteri.

Gambar 1. Fungal Ball4


b. Allergic Fungal sinusitis
Merupakan suatu reaksi alergi yang terjadi akibat respon pada lingkungan di
sekitar jamur yang tersebar ke udara. Jamur yang terlibat paling banyak family
Dematiceous, termasuk Bipolaris, Curvularia, dan Alternaria, dimana biasa
terdapat di lingkungan. Seperti pada fungal ball, gejalanya bisa sama dengan
sinusitis bakteri. Polip nasal dan sekret yang kental biasanya didapatkan pada
pemeriksaan nasal.

Gambar 2 alergic fungal sinusitis (AFS)4


c. Chronic Invasive Sinusitis
Sinusitis invasif akut dan kronik adalah tipe paling serius dari sinusitis jamur,
dan untunglah hanya sedikit yang ada. Sinusitis jamur invasif kronik
perkembangannya lebih lambat dan tumbuh ke dalam jaringan sinus dan
tulang.

Secara

mikroskopik,

ditandai

dengan

infiltrat

inflammatori

granulomatosa. Jamur yang paling sering adalah famili Rhizopus, Mucor, dan
Aspergillus.
d. Acute Invasive Sinusitis
Sinusitis jamur invasif akut proses perkembangannya cepat dan tumbuh ke
dalam jaringan sinus dan tulang. Sinusitis jamur tipe ini ditemukan pada
pasien dengan immunocompromised. Contohnya setelah mendapatkan
kemoterapi atau pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol.

Gambar 4. Acute invasive fungal sinusitis


2.3
2.3.1

DIAGNOSIS
Anamnesis dan Gejala Klinis
Sinusitis jamur dapat terjadi pada pasien dengan sinusitis kronik, yang

memiliki faktor predisposisi seperti neutropenia, AIDS, penggunaan jangka


panjang kortikosteroid atau antibiotik spektrum luas, diabetes yang tidak
terkontrol, atau imun yang rendah. Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur pada
kasus berikut: sinusitis unilateral, yang sukar disembuhkan dengan terapi
antibiotik. Adanya gambaran kerusakan tulang dinding sinus atau bila ada
membran berwarna putih keabu-abuan pada irigasi antrum.2,3
a. Mycetoma fungal sinusitis atau fungal ball
Merupakan bentuk non invasif, jamur tidak masuk ke dalam jaringan
tetapi membentuk gumpalan jamur di dalam lumen sinus. Tipe ini tidak
membuat kerusakan mukosa dan tulang. Sering hanya unilateral dan
kebanyakan mengenai sinus maksilaris. Gambaran klinisnya menyerupai
sinusitis kronis yaitu secret yang purulen, obstruksi hidung, sakit kepala satu
sisi, nyeri wajah, adanya post nasal drip, dan nafas yang berbau, kadangkadang dapat terlihat massa jamur bercampur sekret di dalam kavum nasi. Pada

operasi mungkin ditemukan massa yang berwarna coklat kehitaman kotor


bercampur sekret purulen di dalam rongga sinus.
b. Allergic Fungal sinusitis
Sering mengenai penderita atopi dewasa muda dengan polip hidung atau
asma bronkial. Secara klinis gejalanya mirip dengan sinusitis kronis berulang
atau persisten, lebih sering bilateral dengan keluhan hidung tersumbat dan
sering ditemukan adanya polip.2,3,6
Bent dan Kuhn membuat kriteria diagnosis untuk sinusitis alergi jamur yaitu:8
1. Tes atau riwayat atopik terhadap jamur positif.
2. Obstruksi hidung akibat edema mukosa atau polip.
3. Gambaran CT Scan menunjukkan material yang hiperdens dalam rongga
sinus
4. dan erosi dinding sinus.
5. Eosinifil positif
6. IgE total meningkat
7. Konfirmasi histopatologi dengan terlihatnya musin alergik dengan hifahifa
8. jamur (kultur jamur bisa positif atau negatif).
c. Invasive Fungal Sinusitis
Bersifat kronis progresif, dapat mengadakan invasi ke rongga orbita dan
intrakranial. Gambaran kliniknya menyerupai penyakit granuloma hidung.
Penderita biasanya mengeluh hidung tersumbat disertai gejala-gejala sinusitis
kronis yang lain. Mungkin terdapat granuloma dalam hidung dan sinus serta

nekrosis jaringan, yang sering menyebabkan ulkus pada septum. Granuloma


dapat5

2.3.2 Pemeriksaan Penunjang


2.3.2.1 Pemeriksaan laboratorium.
Terdapat peningkatan konsentrasi total jamur spesifik IgE pada pasien
dengan allergic fungal sinusitis. Sedangkan pada sinus mycetoma jarang terjadi.
Biasanya >1000 U/ml (normal <50 U/ml). Pasien dengan allergic fungal sinusitis
pada umumnya menunjukkan reaksi positif skin tes terhadap antigen jamur
maupun non jamur.

2.3.2.2 Pemeriksaan radiologik.


Foto polos walaupun menyediakan beberapa informasi, tidak cukup detail.
Pada CT scan sinusitis jamur invasif akut ditemukan gambaran mukosa yang tebal
atau opaksifikasi sempurna dari sinus paranasalis yang terlibat. Tampak destruksi
tulang sinus yang agresif tanpa perluasan. Pada CT scan sinusitis jamur infasif
kronik ditemukan hiperdens pada satu atau lebih sinus paranasalis. Tampak
gambaran massa yang dicurigai seperti keganasan. Tampak erosi pada sinus-sinus
yang terlibat dan adanya perluasan ke sekitarnya, seperti ke orbita, fossa kranial
anterior dan jaringan lunak maxillofacial. 1,4,5
Pada sinus mycetoma dapat terlihat adanya massa jaringan lunak pada
lumen sinus biasanya terbatas pada satu sinus dan biasanya pada sinus maksilaris,
yang radioopak atau metalik dengan gambaran busa sabun. Gambaran radioopak
ini disebabkan oleh penumpukan kalsium fosfat pada bola-bola jamur. Pada CT
scan nonkontras tampak gambaran hiperdens dan hipointens pada MRI. Pada

sinusitis alergi jamur biasanya terjadi pada multipel sinus, biasanya unilateral.
Pada CT scan ditemukan gambaran mucin alergi yang hiperdens dalam lumen
sinus paranasalis. Kadang-kadang ditemukan gambaran dinding sinus yang
mengalami erosi. Sedangkan pada MRI biasanya ditemukan gambaran
hiperintens.3,4

2.3.2.3. Pemeriksaan Histopatologik


Diagnosis yang paling sederhana dan cepat adalah pemeriksaan jamur
dengan menggunakan larutan KOH. Ada pewarnaan khusus seperti PAS (Periodic
Acid Schiff) atau MSS (Methenamine Silver Stain ) yang lebih baik untuk
pemeriksaan sinusitis jamur terutama untuk kasus sinusitis alergi jamur. Pada tipe
invasif ditemukan invasi hifa ke dalam jaringan, inflamasi granuloma tanpa
perkejuan dengan sel datia berinti banyak, tidak tampak invasi vaskuler dan
mungkin ada nekrosis jaringan lunak atau tulang. Pada misetoma ditemukan
kumpulan hifa jamur dengan reaksi jaringan yang minimal. Hifa dapat dilihat
pada pewarnaan HE (Hematoksilin-Eosin) Tanda khas sinusitis alergi jamur
adalah polip nasi dan musin alergi. Pada pemeriksaan histopatologi musin
mengandung eosinofil, kristal Charcot-Leyden dan hifa jamur.3
Kultur jamur tidak dapat dijadikan penentu dignosis karena mungkin ada
kontaminasi dari udara saat pengambilan atau pengiriman, sedangkan masih
mungkin hasil kultur negatif pada kasus yang memang disebabkan oleh jamur.

2.4 PENATALAKSANAAN
Terapi utama pada seluruh jenis sinusitis jamur adalah operasi. Pemberian
medikal terapi tergantung pada tipe infeksi dan ada tidaknya invasi.8

a. Allergic Fungal sinusitis


Terapi utamanya adalah operasi. Tujuan dari operasi adalah melakukan
debridement konservatif terhadap mucin alergi dan polip (jika ada) serta
mengembalikan aerasi sinus. Steroid sistemik dapat diberikan saat akan
dioperasi dan diagnosis telah jelas. Beberapa peneliti menganjurkan prednison
dosis rendah (0,5mg/kg) dengan dosis tapering selama periode 3 bulan. Steroid
nasal

topical

sangat

membantu

setelah

operasi.

Selain

itu

juga

direkomendasikan untuk mencuci hidung dengan air garam. Terapi imun masih
kontroversial, namun beberapa laporan menunjukkan adanya manfaat pada
terapi ini. Anti jamur sistemik tidak dianjurkan bila tidak ada invasi. 8
b. Mycetoma fungal sinusitis
Terapi yang direkomendasikan adalah operasi. Apabila fungus ball
sudah dikeluarkan maka tidak diperlukan terapi medikal, kecuali pada kondisi
tertentu. Pemberian anti fungal juga tidak diperlukan. 8
c. Acute Invasive Fungal Sinusitis
Pada kondisi ini perlu segara dilakukan operasi. Lakukan debridement
radikal pada jaringan yang nekrotik sampai didapatkan jaringan yang normal.
Dimulai pemberian terapi antijamur sistemik setelah operasi debridement.
Dianjurkan amphotericin B dosis tinggi (1-1,5 mg/kg/hari). Itraconazole oral
(400 mg/hari) dapat menggantikan amphotericin B setelah masa akut lewat. 8

d. Chronic Invasive Fungal Sinusitis


Kondisi ini kurang agresif bila dibandingkan dengan tipe akut. Operasi
debridement masih diperlukan. Dimulai terapi medikal dengan pemberian

10

antijamur sistemik setelah didiagnosis invasi. Dianjurkan amphotericin B


(2gr/hari); dapat diganti dengan ketoconazole atau itraconazole bila sudah
terkontrol. 8
Terapi dengan amphotericin B dianjurkan pada pasien dengan destruksi
tulang, penurunan cairan serebrospinal atau gangguan pada mata yang tidak
dapat dieksisi. Sebagai tambahan pada debridemen post operasi, terapi anti
fungal penting pada semua kasus sinusitis invasi pada pasien dengan penurunan
imunitas tubuh. Yang sering digunakan adalah amphotericin B. Tidak ada
batasan yang jelas mengenai dosis dan lama pemakaian obat ini. Penggunaan
yang biasa dipakai adalah 2 gr perhari selama 6 sampai 2 bulan. Terapi
amphotericin B dengan fluorocitocyn B dilaporkan berhasil untuk kasus
aspergillosis. Tapi amphotericin B memiliki efek samping yang signifikan
antara lain adalah flebitis lokal, demam, menggigil, sakit kepala, muntah dan
nefrotoksik. 8

2.5 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding sinusitis jamur adalah neoplasma benigna maupun
maligna. Sinusitis jamur invasif dengan neoplasma maligna sulit dibedakan atau
tidak dapat dibedakan dari gambaran radiologi. Tetapi dapat dibedakan dari
gambaran histopatologi. Pada sinusitis jamur invasif ada tanda yang khas yaitu
adanya invasi ke jaringan mukosa.1,2,3

11

2.6 KOMPLIKASI
Pada alergic fungal sinusitis dapat terjadi erosi pada struktur yang di
dekatnya jika tidak diterapi. Erosi sering dapat terlihat pada pasien yang
mengalami proptosis. Pada mycetoma fungal sinusitis jika tidak diterapi dapat
memperburuk gejala-gejala sinusitis yang berpotensi untuk terjadi komplikasi ke
orbita dan sistem saraf pusat. Pada Acute Invasive Fungal Sinusitis dapat
menginvasi struktur di dekatnya yang menyebabkan kerusakan jaringan dan
nekrosis. Selain itu juga dapat terjadi trombosis sinus kavernosus dan invasi ke
susunan saraf pusat. Pada chronic Invasive Fungal Sinusitis dapat menginvasi
jaringan sekitarnya sehingga terjadi erosi ke orbita atau susunan saraf pusat.5,6,7

2.7 PROGNOSIS
2.7.1 Allergic Fungal Sinusitis
Pada kelainan ini prognosis baik jika operasi debridement dan
pengisian udara di sinus adekuat. Follow-up sangat penting. Penggunaan
topikal steroid jangka panjang mengontrol kekambuhan. Sistemik steroid
jangka pendek digunakan bila kekambuhan terjadi.3,8
2.7.2 Sinus Mycetoma
Keadaan ini memiliki prognosis yang sangat baik jika fungus ball
dapat diangkat dan pengisian udara yang adekuat pada sinus dapat dilakukan
kembali. Tidak dibutuhkan follow-up jangka panjang untuk sebagian besar
pasien4

12

2.7.3 Acute Invasive Fungal Sinusitis


Keadaan memiliki prognosis yang kurang baik. Angka mortalitas
dilaporkan 50%, meskipun dengan operasi yang agresif dan pengobatan.
Kekambuhan sering terjadi.4,8
2.7.4 Chronic Invasive Fungal Sinusitis
Prognosis baik pada pasien yang menerima anti jamur sistemik
dalam waktu yang lama. Pasien yang menerima anti jamur sistemik dalam
waktu singkat sering kambuh, dengan demikian memerlukan terapi lebih
lanjut.4,8

DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. buku ajar ilmu kesehatan
Telinga, hidung, tenggorok, kepala leher. Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Edisi keenam. FKUI. Jakarta;
2011:145-153.
2. Fungal sinusitis [database on the internet]. Medscape. C2013 [cited 2013
des 15]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/863062overview#a0102
3. Chakrabarti A, Denning DW, Ferguson BJ et al. Fungal Rhinosinusitis: A
Categorization and Definitional Schema Addressing Current
Controversies. Laryngoscope. 2009 September ; 119(9): 18091818.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2741302/
pdf/nihms127932.pdf
4. Fungal Sinusitis [database on the internet]. American Rhinologic Society
(ARS). c2013 [cited 2013 des 15]. Available from: http://care.americanrhinologic.org/fungal_sinusitis
5. Monroe MM, McLean BA, Sautter N et al. invasive fungal rhinosinusitis:
A 15 year experience with 29 patients. Laryngoscope 123; july 2013;15831587 available from: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/lary.
23978/pdf
6. Daniller T. allergic fungal rhinosinusitis. Current Allergy & Clinical
Immunology, March 2013 Vol 26, No.1. available from:
http://www.allergysa.org/journals/march2013/Allergic%20fungal.pdf
7. Prateek S, Baneerje G, Gupta P et al Fungal rhinosinusitis: A prospective
study in a University hospital of Uttar Pradesh. Indian J Med Microbiol
2013;31:266-9
8. Fungal Sinusitis Treatment & Management [database on the internet].
Medscape.C2013
[cited
2013
des
16].
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/863062-treatment

Anda mungkin juga menyukai