TUJUAN
Pada akhir praktikum mahasiswa dapat memanipulasi resin akrilik aktivasi panas dan
aktivasi kimia dengan cara dan alat yang tepat, dapat mengamati tahap yang terjadi pada
pencampuran polimer dan monomer yaitu fase sandy, fase stringy, fase dough, fase ruberry, dan
fase striff serta dapat menganalisis hasil polimerisasi dari resin akrilik aktivasi panas dan kimia.
2.1.2 Alat
a. Kuvet yang telah dibuat cetakan (mould) dari gipsum keras (gipsum tipe III)
b. Pot Porselin dan Tutup
c. Pipet Ukur/gelas ukur
d. Stopwatch
e. Kuas Kecil
f. Kuvet Logam
g. Timbangan Digital
h. Press Hidrolik
i. Plastik
j. Pisau Malam
k. Pisau Model
l. Syringe
m. Handpress
n. Kompor
o. Panci /dandang
Deflasking
a. Setelah proses kuring selesai, kuvet dibiarkan sampai dingin (suhu ruang) kemudian
kuvet dibuka. Akrilik hasil kuring diambil secara hati-hati dengan pisau malam.
2.2 Cara kerja resin akrilik aktivasi kimia
2.2.1 Bahan
a. Bubuk polimer (Hillon)
b. Cairan monomer (Hillon)
c. Cairan Cold Mould Seal (CMS)
Bubuk Polimer Cairan Monomer Cairan CMS
2.2.2 Alat
a. Pot Porselen
b. Syringe
c. Timbangan digital
d. Spatula
e. Kuvet yang telah dibuat cetakan (mould) dari gipsum tipe III
f. Kuvet Logam
g. Stopwatch
h. Plastik
i. Pisau model
j. Handpress
k. Termometer
Deflasking 32:16
Stiff 58:02
Pada hasil akhir cetakan dapat terlihat bahwa cetakan cold cured memiliki tekstur yang
lebih halus dibandingkan dengan heat cured.
Kekurangan
1. Pergeseran elemen gigi protesa selama proses berlangsung.
2. Elastisitasnya lebih rendah dari pada heat cured acrylic resin.
3. Terjebaknya udara didalam basis protesa yang menyebabkan timbulnya porus. . (McCabe and
Walls 2008, hal. 196)
Pada ke lima tahap yang sudah disebutkan di atas, belum terjadi polimerisasi. Dikarenkanan
polimerasi heat cured terjadi kearena adanya panas.
4.5 Polimerisasi
Ada dua tipe polimerisasi, yaitu: polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi. Polimerisasi
adisi adalah polimerisasi yang melibatkan reaksi rantai dan dapat berupa radikal bebas atau
beberapa ion yang menghasilkan polimer yang memiliki atom sama seperti monomer dalam
gugus ulangnya. Radikal bebas pada polimerisasi heat cured terbentuk karena adanya reaksi
antara metyl metaklirat dengan benzoil peroxide. Benzoil peroxide dipecah untuk mendapatkan
radikal bebas. Sedangkan polimerisasi kondensasi adalah reaksi yang terjadi antar dua molekul
bergugus fungsi banyak yang menghasilkan molekul besar dengan disertai molekul kecil.
5.1 Pembahasan hasil resin akrilik aktivasi panas (heat cured acrylic resin)
Pada praktikum kali ini telah dilakukan percobaan sebanyak tiga kali dengan
variabel dimana packing dilakukan dengan fase yang berbeda, yaitu fase stringy, fase
dough, dan fase rubbery. Sebelum dilakukan packing, mould yang akan digunakan
terlebih dahulu dilapisi oleh cairan Cold Mould Seal (CMS) agar resin akrilik dapat
dilepas dengan mudah dan tidak menempel pada gipsum saat proses memanipulasi
telah selesai.
Percobaan pertama dimasukkan dalam mould ketika fase stringy. Pada fase ini
adonan terbentuk serat dan lengket. Adonan juga sulit untuk dibentuk sehingga pada
saat dilakukan press akan banyak adonan yang terbuang sehingga menghasilkan
banyak sayap. Adonan yang lengket menyebabkan banyak gypsum menempel pada
hasil akrilik yang telah di kuring. Hasil dari percobaan ini permukaannya yang lebih
kasar dari pada yang lainnya serta terdapat banyak sayap karena adonan yang lebih
berserat pada saat dimasukkan pada mould.
Percobaan kedua dimasukkan dalam mould ketika fase dough. Fase ini
merupakan saat yang paling tepat digunakan untuk pengaplikasian pada mould. Hal
tersebut dikarenakan fase ini memiliki sifat flow yang cukup sehingga adonan dapat
merata pada mould dan menghindari adanya udara terjebak, sehingga ketika
dilakukan press tidak terlalu banyak terbentuknya sayap dan porus.
Percobaan ketiga dimasukkan dalam mould ketika fase rubbery. Selama
percobaan, ketika adonan diangkat dari hidrolic press untuk yang terakhir kali tampak
tidak ada sayap-sayap di sekitar adonan. Hal ini dapat dijelaskan karena rubbery
adalah suatu tahap yang membuat adonan menjadi elastis dan minim flow. Sehingga
pada saat terjadi penekanan sebenarnya adonan masih mampu meluber keluar
cetakan. Namun ketika tekanan dihilangkan adonan akan kembali ke bentuknya
semula sehingga seakan-akan tidak terjadi perubahan. Namun ternyata pada saat
percobaan, ditemukan banyak sayap yang mengindikasikan bahwa terdapat banyak
kelebihan adonan. Sisa-sisa adonan akrilik mudah dibersihkan karena sudah tidak
lengket lagi.
Pada ketiga hasil percobaan ini setelah diamati terdapat 5 hal yaitu :
1. Sayap
Pada ketiga hasil percobaan terdapat sayap. Karena pengepresan yang
kurang efektif, ekspansi yang tinggi serta pemotongan yang kurang
presisi atau tidak sesuai dengan bentukan mould. Adanya sayap ini
sangat merugikan karena dapat mempengaruhi oklusi gigit dari pasien.
2. Bintil
Hal ini diduga akibat cetakan pada mould yang tidak rata yang
disebabkan oleh kesalahan dalam proses manipulasi gipsum.
3. Permukaan Kasar
Pada permukaan ketiga hasil percobaan terasa kasar. Permukaan yang
kasar ini disebabkan mikroporositas yang terdapat pada mould. Hal ini
juga dapat diakibatkan oleh pengolesan cairan CMS yang tidak efektif
sehingga mikroporositas pada mould tidak tertutupi dengan baik.
4. Warna
Warna yang terang pada percobaan pertama disebabkan karena jarak
antar molekul pada fase stringy ini berjauhan yang ditandai dengan
viskositas yang tinggi. Warna pada percobaan kedua lebih ideal daripada
warna pada fase lain, karena fase dough merupakan fase ideal untuk
packing akrilik. Di dalam fase ini jarak antar molekul yang saling
berikatan tidak teralu jauh dan tidak terlalu dekat sehingga menghasikan
viskositas yang cukup dan dapat menyesuaikan ruang cetakan dengan
baik. Warna pada percobaan ketiga lebih pekat dari dua percobaan
sebelumnya karena viskositas saat fase rubbery lebih tinggi dan flow
rendah hal ini diakibatkan karena jarak antar molekulnya sangat
berdekatan sehingga apabila diberi zat warna maka akan menghasilkan
warna yang paling pekat.
5. Distorsi
Pada ketiga percobaan diatas tidak ditemukan distorsi sama sekali. Hal
ini dapat terjadi karena pada ketiganya setelah dilakukan proses
polimerisasi yang berupa perebusan pada suhu 100 0C selama 20 menit
dilakukan penurunan suhu secara perlahan hingga mencapai suhu kamar
sebelum dilakukan proses deflasking. Distorsi dapat terjadi karena
adanya perubahan suhu yang drastis.
Ketiga hasil manipulasi memiliki hasil yang hampir sama yaitu terdapat
permukaan kasar, bintil, dan sayap.
5. 2 Pembahasan hasil resin akrilik aktivasi kimia (cold cured acrylic resin)
Pada percobaan resin akrilik aktivasi kimia ini terdapat kelebihan resin akrilik
(sayap) pada hasil manipulasi. sayap pada resin akrilik cold cured tersebut melebar tipis
ke bagian luar dari daerah manipulasi. Hal ini disebabkan oleh pemotongan kelebihan
resin akrilik yang kurang maksimal. Pada pengepresan pertama, kuvet dibuka dan
dilakukan pemotongan bagian kelebihan resin akrilik sampai sesuai dengan bentuk
manipulasinya, begitupun setelah pengepresan kedua. Ketika pemotongan kelebihan resin
akrilik tidak sempurna, akibatnya dapat timbul sayap pada akhir pengepresan selanjutnya.
Adanya sayap ini berdampak buruk pada oklusi gigit pasien dan menyebabkan oklusi
gigitnya menjadilebih kasar dan bergerigi. Pengaruh pengepresan dan pemotongan
kelebihan resin dalam waktu yang cukup cepat sangat berpengaruh pada hasil manipulasi
resin akrilik cold cured. Maka harus dilakukan teknik yang sempurna dan teliti agar tidak
menghasilkan sayap pada hasil akhir tapi tetap dalam waktu yang singkat. Keuntungan
dalam menggunakan cold cured ini dapat mengefisienkan waktu dan tenaga sehingga
pengerjaan dokter gigi dapat lebih mudah dan cepat.
VI. SIMPULAN
Dari hasil praktikum yang kami lakukan, proses pembuatan resin akrilik aktivasi panas akan
mendapatkan hasil yang maksimal apabila dibuat dengan adonan yang berada dalam fase dough
untuk kemudian dimasukkan ke dalam cetakan (mould). Hal itu terbukti sesuai dengan
pembahasan di atas, bahwa jika menggunakan campuran polimer dan monomer yang berada
dalam fase stringy dan rubbery, campuran tersebut akan lebih sukar untuk dimanipulasi. Pada
resin akrilik self cured memiliki jumlah sayap yang tidak sebanyak heat cured hal ini
dikarenakan waktu manipulasi dari self cured lebih cepat dibandingkan heat cured.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, KJ, Shen, C & Rawls.HR. 2013.Phillip’s science of dental material.12th
edn. Saunders Elsevier, Missouri. pp. 475-476, 478, 482.
McCabe, JF, & Walls, AWG. 2008. Applied dental materials, 9thed, Blackwell
Publishing, Pp.112, 195-196.