Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

“EFEK LOKAL OBAT”


(METODE ANASTESI LOKAL)

DOSEN :
Elvina Triana Putri, M.Farm. Apt

Disusun Oleh :
Retno Agus Pratiwi
20334039

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
MEI 2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anestesika lokal atau zat penghilang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan
lokal merintangi secara reversible penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikiam
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau dingin. (Rahardja,
2007)
Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang digunakan sebagai
anestetikum lokal, antara lain:
 Tidak merangsang jaringan
 Tidak iritatif/merusak jaringan secara permanen
 Toksisitas sistemis rendah
 Efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lender
 Mulai kerjanya sesingkat mungkin, tetapi bertahan cukup lama
 Dapat larut dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga terhadap pemanasan
(sterilisasi). (Rahardja, 2007)
Struktur dasar anastetika lokal pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yakni suatu gugus
amio hidrofil (sekunder atau tersier) yang dihubungkan oleh suatu ikatan ester (alkohol) atau
amida dengan suatu gugus-aromatis lipofil. Semakin panjang gugus alkoholnya, semakin besar
daya kerja anastetiknya, tetapi toksisitasnya juga meningkat. (Rahardja, 2007)

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mengenal berbagai teknik untuk menyebabkan anastesi local pada hewan coba.
2. Memahami faktor yang melandasi perbedaan dalam sifat dan potensi kerja anastetika local.
3. Memahami faktor yang mempengaruhi potensi kerja anastetika local.

1.3 Prinsip Percobaan


Membandingkan macam – macam metode anastesi lokal terhadap hewan percobaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anastetika local adalah obat yang menghambat konduksi saraf apabila dikenakan secara
local pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Contoh anastetika local adalah kokain dan ester
asam para amino benzoate (PABA) yaitu prokain dan lidokain. Obat ini bekerja pada tiap bagian
susunan saraf.sebagai contoh, bila anestetik lokal dikenakan pada karteks motoris, impuls yang
dialirkan dari daerah tersebut terhenti, dan bila disuntikan kedalam kulit maka transmisi impuls
sensorik dihambat. Pemberian anastetik lokal pada batang saraf menyebabkan paralisis sensorik
dan motorik di daerah yang dipersarafinya. Banyak macam zat yang dapat mempengaruhi hantaran
saraf, tetapi umumnya tidak dapat dipakai karena menyebabkan kerusakan permanen pada sel
saraf,paralisis saraf oleh anastetik lokal bersifat reversibel, tanpa merusak serabut atau sel saraf.
(Farmakologi, 2019)
Anastetik lokal sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara
permanen. Batas keamanan harus lebar, sebab anastetik lokal akan diserap dari tempat suntikan.
Masa kerja harus sesingkat mungkin, sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup
waktu untuk melakukan tindakan operasi, tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa
pemulihan. Zat anastetik lokal juga harus larut dalam air. Stabil dalam larutan, dapat disterilkan
tanpa mengalami perubahan.
Beberapa teknik untuk menyebabkan anastesi local pada hewan coba di antaranya:
 Anastesi local metode permukaan
Efek anastesi ini tercapai ketika anastetika local ditempatkan di daerah yang ingin
dianastesi.
 Anastesi local metode regnier
Mata normal apabila disentuh pada kornea akan memberikan respon refleks ocular
(mata berkedip). Jika diteteskan anstestika local, respon refleks ocular timbul setelah
beberapa kali kornea disentuh sebanding dengan kekuatan kerja anastetika dan besaran
sentuhan yang diberikan. Tidak adanya respon refleks ocular setelah kornea disentuh
100 kali dianggap sebagai tanda adanya anastesi total.
 Anastesi local metode infiltrasi
Anastetika local yang disuntikkan ke dalam jaringan akan mengakibatkan kehilangan
sensasi pada struktur sekitarnya.
 Anastesi local metode konduksi
Respon anastesi local yang disuntikkan ke dalam jaringan dilihat dari ada/ tidaknya
respon Haffner. Respon Haffner adalah refleks mencit yang apabila ekornya dijepit,
maka terjadi respon angkat ekor/ mencit bersuara. (Farmakologi, 2019)
Lidocain adalah salah satu obat anastetika lokal dari golongan amida. Lidokain terdiri dari
satu gugus lipofilik (biasanya merupakan suatu cincin aromatik) yang dihubungkan suatu rantai
perantara (jenis amid) dengan suatu gugus yang mudah mengion (amin tersier). Dalam penerapan
terapeutik, mereka umumnya disediakan dalam bentuk garam agar lebih mudah larut dan stabil.
Didalam tubuh mereka biasanya dalam bentuk basa tak bermuatan atau sebagai suatu kation.
Perbandingan relatif dari dua bentuk ini ditentukan oleh harga pKa nya dan pH cairan tubuh,
sesuai dengan persamaan Henderson-Hasselbalch. (Stoelting RK, 2006)
Kelarutan: praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol (95%) P dan
dalam kloroform P; mudah larut dalam eter P dan dalam benzene P; larut dalam minyak
Khasiat dan Penggunaan: Anastetikum lokal. (Farmakope, 1979)
Biasanya Lidokain digunakan untuk anestesi permukaan dalam bentuk salep, krim dan gel.
Efek samping Lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap sistem saraf pusat misalnya
ngantuk, pusing, paraestesia, gangguan mental, koma, dan seizure. (Fatma, Tanpa Tahun)
Mekanisme Kerja Obat
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium channel), mencegah
peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga terjadi depolarisasi
yang ditimbulkan oleh masuknya ion-ion natrium ke dalam sel pada selaput saraf dan hasilnya tak
terjadi konduksi saraf. Mekanisme utama aksi anestetik lokal adalah memblokade “voltage-gated
sodium channels”. Membran akson saraf, membran otot jantung, dan badan sel saraf memiliki
potensial istirahat -90 hingga -60 mV. Selama eksitasi, lorong natrium terbuka, dan secara cepat
berdepolarisasi hingga tercapai potensial equilibrium natrium (+40 mV). Akibat dari depolarisasi,
lorong sodium menutup (inaktif) dan lorong kalium terbuka. Aliran sebelah luar dari repolarisasi
kalium yang ditimbulkan oleh keluarnya ion-ion kalium dari dalam sel mencapai potensial
equilibrium kalium (kira-kira -95 mV). Repolarisasi mengembalikan lorong natrium ke fase
istirahat. Gradient ionic trans membran dipelihara oleh pompa natrium. Fluks ionic ini sama halnya
pada otot jantung, dan anestetik lokal memiliki efek yang sama di dalam jaringan tersebut.
Rute pemberian anestetika lokal berhubungan erat dengan efek anestesi lokal yang
dihasilkan. Sebagai contoh suatu anestesi lokal yang diberikan pada permukaan tubuh (topikal)
dapat mencapai ujung saraf sensoris dan bekerja menghambat penghantaran impuls nyeri pada
serabut saraf tersebut, sehingga terjadilah anestesi permukaan. Anestesi lokal juga dapat diberikan
secara injeksi ke dalam jaringan sehingga menyebabkan hilangnya sensasi pada struktur di
sekitarnya.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat, Bahan, dan Metode


3.1.1 Anastesi Lokal Metode Permukaan
Hewan Coba : Kelinci (jumlah 1 ekor), bobot tubuh ±1,5 kg
Obat :  Tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
 Tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
Alat : Gunting, aplikator, kotak kelinci, stop watch
Prosedur:
1. Siapkan kelinci. Gunting bulu mata kelinci agar tidak mengganggu aplikator.
2. Sebelum pemberian obat, cek ada/ tidaknya respon refleks ocular mata (mata berkedip)
dengan menggunakan aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke-0.
CATATAN: Jangan terlalu keras menggunakan aplikator dan ritme harus diatur.
3. Teteskan ke dalam kantong konjungtiva kelinci:
a. Mata kanan : tetes mata prokain HCL 2% sebanyak 1-2 tetes
b. Mata kiri : tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
4. Tutup masing-masing kelopak mata kelinci selama satu menit.
5. Cek ada/ tidaknya respon refleks ocular mata (mata berkedip) dengan menggunakan
aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke-5, 10, 15, 20, 30, 45, 60.
6. Catat dan tabelkan pengamatan.
7. Setelah percobaan di atas selesai, teteskan larutan fisiologis NaCl 0,9% pada kedua
mata kelinci.
3.1.2 Anastesi Lokal Metode Reigner
Hewan Coba : Kelinci (jumlah 1 ekor), bobot tubuh ±1,5 kg
Obat :  Tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
 Tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
Alat : Gunting, aplikator, kotak kelinci, stop watch
Prosedur:
1. Siapkan kelinci. Gunting bulu mata kelinci agar tidak mengganggu aplikator.
2. Sebelum pemberian obat, cek ada/ tidaknya respon refleks ocular mata (mata berkedip)
dengan menggunakan aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke-0.
CATATAN: Jangan terlalu keras menggunakan aplikator dan ritme harus diatur.
3. Teteskan ke dalam kantong konjungtiva kelinci:
a. Mata kanan : tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
b. Mata kiri : tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
4. Tutup kelopak mata kelinci selama satu menit.
5. Cek ada/ tidaknya respon refleks ocular mata (mata berkedip) dengan menggunakan
aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke-8, 15, 20, 25, 30, 40, 50,
60.
6. Ketentuan metode Regnier:
a. Pada menit ke-8:
 Jika pemberian aplikator sampai 100 kali tidak ada respon refleks okuler,
maka dicatat angka 100 sebagai respon negative.
 Jika pemberian aplikator sebelum 100 kali terdapat respon refleks okuler,
maka dicatat angka terakhir saat memberikan respon sebagai respon
negative.
b. Pada menit ke-15, 20, 25, 30, 40, 50, 60:
 Jika pemberian aplikator pada sentuhan pertama terdapat respon refleks
okuler, maka dicatat angka 1 sebagai respon negative dan menit-menit
yang tersisa juga diberi angka 1.
c. Jumlah respon refleks okuler negative dimulai dari menit ke-8 hingga menit ke60.
Jumlah ini menunjukkan angka Regnier dimana efek anastetika local dicapai pada
angka Regnier minimal 13 dan maksimal 800.
7. Setelah percobaan di atas selesai, teteskan larutan fisiologis NaCl 0,9% pada mata
kanan dan kiri kelinci.
8. Catat dan tabelkan pengamatan.
3.1.3 Anastesi Lokal Metode Infiltrasi
Hewan Coba : Kelinci (jumlah 1 ekor), bobot tubuh ±1,5 kg
Obat :  Larutan prokain HCl 1% sebanyak 0,2 ml secara SC
 Larutan prokain HCl 1% dalam adrenalin (1:50.000) sebanyak
0,2 ml secara SC
 Larutan lidokain HCl 1% sebanyak 0,2 ml secara SC
 Larutan lidokain HCl 1% dalam adrenalin (1:50.000) sebanyak
0,2 ml secara SC
Alat : Gunting, alat cukur, spuit injeksi 1 ml, peniti, kotak kelinci, spidol,
stop watch
Prosedur:
1. Siapkan kelinci. Gunting bulu punggung kelinci dan cukur hingga bersih kulitnya
(hindari terjadinya luka).
2. Gambar empat daerah penyuntikan dengan jarak ±3 cm.
3. Sebelum pemberian obat, cek ada/ tidaknya respon getaran otot punggung kelinci
dengan menggunakan peniti sebanyak enam kali sentuhan pada daerah penyuntikan
pada menit ke-0.
CATATAN: Jangan terlalu keras menggunakan peniti dan ritme harus diatur.
4. Suntikkan larutan obat tersebut pada daerah penyuntikan.
5. Cek ada/ tidaknya respon getaran otot punggung kelinci dengan menggunakan peniti
sebanyak enam kali sentuhan pada daerah penyuntikan pada menit ke-5, 10, 15, 20,
25, 30, 35, 40, 45, 60.
6. Catat dan tabelkan pengamatan.
3.1.4 Anastesi Lokal Metode Konduksi
Hewan Coba : Mencit putih, jantan (jumlah 3 ekor), bobot tubuh 20-30 g
Obat :  Larutan prokain HCl 0,5 mg/kgBB mencit secara IV
 Larutan lidokain HCl secara IV
 Larutan NaCl 0,9% secara IV
Alat : Spuit injeksi 1 ml, kotak penahan mencit, pinset, spidol
Prosedur:
1. Siapkan mencit. Sebelum pemberian obat, cek ada/ tidaknya respon Haffner pada
menit ke-0.
2. Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk masing-masing mencit.
3. Mencit pertama disuntik dengan larutan prokain HCl secara IV.
4. Mencit kedua disuntik dengan larutan lidokain HCl secara IV.
5. Mencit ketiga disuntik dengan larutan NaCl 0,9%.
6. Cek ada/ tidaknya respon Haffner (ekor mencit dijepit lalu terjadi respon angkat ekor/
mencit bersuara) pada menit ke-10, 15, 20, 25, 30.
7. Catat dan tabelkan pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA

Farmakologi, Tim. Dosen. (2019). Petunjuk Praktikum Farmakologi. Jakarta.


Farmakope. (1979). Farmakope Indonesia edisi ketiga. Jakarta.
Fatma, S. D. (Tanpa Tahun). Perbandingan Mula Kerja dan Masa Kerja Dua Anestetik Lokal
Lidokain pada Kasus Pencabutan Gigi Molar Satu atau Dua Rahang Bawah.
Rahardja, T. H. (2007). Obat-Obat Penting. Jakarta: CV. Permata.
Stoelting RK, H. S. (2006). Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 4nd.
Philadelphia.
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
“EFEK LOKAL OBAT”
(PENGARUH OBAT TERHADAP MEMBRAN DAN KULIT MUKOSA)

DOSEN :
Elvina Triana Putri, M.Farm. Apt

Disusun Oleh :
Retno Agus Pratiwi
20334039

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
MEI 2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anestetik lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal
pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada tiap bagian susunan saraf.
Sebagai contoh, bila anestetik lokal dikenakan pada korteks motoris, impuls yang dialirkan
dari daerah tersebut terhenti, dan bila disuntikkan ke dalam kulit maka transmisi impuls
sensorik dihambat. Pemberian anestetik lokal pada batang saraf menyebabkan paralisis
sensorik dan motorik di daerah yang dipersarafinya. Banyak macam zat yang dapat
mempengaruhi hantaran saraf, tetapi umumnya tidak dapat dipakai karena menyebabkan
kerusakan permanen pada sel saraf. Paralisis saraf oleh anestetik lokal bersifat reversible, tanpa
merusak serabut atau sel saraf.
Anestetik lokal sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara
permanen. Kebanyakan anetetik lokal memenuhi syarat ini. Batas keamanan harus lebar, sebab
anestetik lokal akan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus sesingkat mungkin,
sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan
operasi, tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat anestetik
lokal juga harus larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami
perubahan.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Memahami efek local dari berbagai obat/ senyawa kimia terhadap kulit dan membrane
mukosa berdasarkan cara kerja masing-masing; serta dapat diaplikasikan dalam praktek
dan dampaknya sebagai dasar keamanan penanganan bahan.
2. Memahami sifat dan intensitas kemampuan merusak kulit dan membrane mukosa dari
berbagai obat yang bekerja local.
3. Menyimpulkan persyaratan farmakologi untuk obat yang dipakai secara local.
1.3 Prinsip Praktikum
Pada praktikum kali ini menguji hewan percobaan menggunakan prinsip percobaan yaitu 4
jenis zat obat secara lokal terdiri dari zat yang dapat menggugurkan bulu, zat korosif, zat
astringen, dan fenol dalam berbagai larutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Efek obat yang akan timbul pada membran dan kulit mukosa tergantung pada jumlah obat
yang dapat diserap pada permukaan kulit dan membrane serta kelarutan obat dalam lemak karena
pada epidermis kulit merupakan sawar lemak. Absorbsi jauh jauh lebih mudah pada kulit yang
terkelupas/ luka. Obat yang digunakan di sini dapat memberikan efek menggugurkan bulu korosif,
sedangkan fenol serta adstrigen dapat memberikan efek local pada membrane dan kulit mukosa.
Obat yang dipakai secara local terdiri dari beberapa sifat dan penggunaan di antaranya:
 Zat yang dapat menggugurkan bulu; bekerja dengan cara memecah ikatan S-S pada
keratin kulit sehingga bulu mudah rusak dan gugur.
 Zat korosif; bekerja dengan cara mengendapkan protein kulit melalui reaksi oksidasi
sehingga kulit dan membrane mukosa akan rusak.
 Zat astringen; bekerja dengan cara mengkoagulasikan protein sehingga permeabilitas
sel pada kulit dan membrane mukosa menjadi turun.
 Fenol dalam berbagai pelarut akan menunjukkan efek local yang berbeda pula; yang
dipengaruhi oleh perbedaan koefisien partisi dan permeabilitas kulit sehingga
mempengaruhi penetrasi fenol ke dalam jaringan.
 Fenol ( C6H5OH )
Fenol mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 100,5 % C6H5OH
dihitung terhadap zat anhidrat dapat mengandung stabilisator yang sesuai. Fenol
merupakan suatu hablur bentuk jarum/ massa hablur, tidak berwarna/ putih/ merah
jambu, bau khas, mencair dengan penghangatan dan dengan penambahan 10 % air.
Mendidih pada lebih 182 0 C, uapnya mudah membakar pada konsentrasi 0,5 – 1 %
dalam larutan digunkan sebagai anestetik local. Larutan 5 % digunkan sebagai
desinfektan.
 Veet cream
Komposisi : water, glearil alcohol, potassium, thioglikolate, calcium hidrixide,
sodium magnesium silicate, fragrance, PPG – 15, steryl ether, Mg trisilicate, titanium
dioxide, propylene glikol, capolymer, mineral oil, sweet almond oil, sodium
glikonate, pigmen red 5.
 AgNO3
AgNO3 di samping bekerja bakterisid juga mempunyai sifat adstrigen dan korosif.
Larutan AgNO3 1 % digunakan untuk perlindungan terhadap blenorea pada bayi
yang baru lahir ( profilaksis Lrede ). Larutan AgNO3 P / batang AgNO3 digunakan
sebagai korosif. Lama kerja serta dalamnya penetrasi dibatasi oleh ion klorida
jaringan, yang dengan AgNO3 membentuk endapol mengandung tian AgCl. Garam
peram sulfonamide, sulfadiazine, sulfadiazine perak, Flamazine, terutama digunakan
untuk luka baker, senyawa perak protein asetilanat ( targesin ) dalam betuk tetes mata
berfungsi pada penanganan konjungtivitas.
 Tanin
Tanin memberikan efek adstringen dimana dapat diserap melalui mukosa serta
memiliki sifat dapat menimbulkan presipitasi proten pada permukaan sel dengan
daya penetrasi yang sehingga hanya permeabilitas membrane sel yang dipengaruhi.
Tanin dapat menimbulkan nekrosis hati.
 Etanol
Etanol mengandung tidak kurang dari 92.3% b/b dan tidak lebih dari 93,8% b/b,
setara dengan tidak kurang dari 94,9% dan tidak lebih dari 96,0% v/v C6H5OH pd
suhu 15,56o. Cairan mudah menguap, jernih dan tidak berwarna. Bau khas dan
menyebabkan seperti rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu
rendah dan mendidih pada suhu 78o, mudah terbakar.
 Glyserin
Glyserin mengandung tidak kurang dari 95% dan tidak lebih 101% C3H8O3. Cairan
jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis, hanya boleh berbau khas lemah
(tajam/tidak enak), higroskopis, netral terhadap lakmus. Dapat bercampur bercampur
dengan air dan dengan etanol, tidak larut CHCl3 dalam eter, dalam minyak lemak
dan dalam minyak menguap.
 Adstringen
Adalah senyawa yang dengan protein dalam larutan netral atau asam lemah akan
membentuk endapan yang tidak larut, terasa kesat jika di berikan. Pada mukosa akan
bekerja menciutkan. Zat ini akan menyebabkan perapatan dan penciutan lapisan sel
terluar sel juga sekresi jaringan yang meradang akan dihambat. Jika selalu
adstrigensia, terutama garam logam yang bekerja adstrigensia digunakan dalam
konsentrasi terlalu tinggi, maka zat ini dapat menembus lapisan sel teratas dan juga
menyerang lapisan bawahnya.
Efek local obat terjadi akibat penggabungan langsung antara molekul obat dengan reseptor,
sehingga akan terobservasi timbulnya perubahan dari fungsi organ tergantung pada daerah lokasi.
Oleh karena itu, timbullah suatu efek obat. Adapun factor – factor yang mempengaruhi efek local
obat ini diketahui jika efek terapi telah diketahui dan dicapai.
Mukosa yang tervaskularisasi baik, yaitu rongga mulut dan rongga tenggorokan ( rute local,
sublingual ), memilliki sifat absorpsi yang baik untuk senyawa yang tidak terionisasi lipofil.
Yang menguntungkan pada bentuk pemakaian ini ialah munculnya kerja yang cepat, di
samping tak ada kerja cairan pencernaan dari saluran cerna dan bahan obat tidak harus melewati
hati segera setelah diabsorpsi. Karena permukaan absorpsi yang relative kecil, rute bukal/
sublingual hanya mungkin untuk senyawa yang dapat diabsorpsi dengan mudah dan selain itu tidak
mudah rasa tidak enak. Indikasi penting ialah pengobatan serangan angina pectoris dengan
nitrogliserol dalam kapsul kunyah/ sebagai aerosol.
Pada pecobaan efek obat pada membrane mukosa ini digunakan berbagai reagen yang
dibuat seperti H2SO4(p), HCL (p), NAOH, Tanin, AgNO3, Fenol 5 % dalam gliserin, Fenol 5 %
dalam minyak lemak dan veet cream.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat, Bahan dan Metode
3.1.1 Mengugurkan Bulu
Hewan Coba : Tikus putih, jantan (jumlah 1 ekor), usia 2 bulan, bobot tubuh 200-
300 g
Obat :  Veet cream
 Larutan NaOH 20%
 Larutan Na2S 20%
 Kertas saring
Alat : Gunting bedah, batang pengaduk, gelas arloji, stop watch
Prosedur:
1. Siapkan tikus yang terlebih dahulu dikorbankan.
2. Ambil kulitnya lalu dibuat tiga potongan; masing-masing berukuran 2,5 x 2,5 cm.
3. Letakkan potongan kulit tersebut di atas gelas arloji yang telah diberi alas kertas
saring.
4. Catat bau asli/ awal dari obat yang digunakan.
5. Oleskan/ teteskan larutan obat pada bagian atas potongan kulit tikus tersebut.
6. Amati selama 30 menit efek menggugurkan bulu setelah pemberian obat dengan
bantuan batang pengaduk.
7. Catat dan tabelkan pengamatan.
3.1.2 Korosif
Hewan Coba : Tikus putih, jantan (jumlah 1 ekor), usia 2 bulan, bobot tubuh 200-
300 g
Obat :  Larutan AgCl2 5%
 Larutan fenol 5%
 Larutan NaOH 10%
 Larutan H2SO4 pekat
 Larutan HCl pekat
 Larutan AgNO3 1%
 Kertas saring
Alat : Gunting bedah, batang pengaduk, gelas arloji, stop watch
Prosedur:
1. Siapkan tikus yang terlebih dahulu dikorbankan.
2. Ambil ususnya lalu dibuat enam potongan; masing-masing berukuran 4-5 cm.
3. Letakkan potongan usus tersebut di atas gelas arloji yang telah diberi alas kertas saring.
4. Teteskan larutan obat pada potongan usus tikus tersebut hingga terendam.
5. Rendam selama 30 menit.
6. Setelah 30 menit, amati efek korosif/ kerusakan jaringan setelah pemberian obat
dengan bantuan batang pengaduk.
7. Catat dan tabelkan pengamatan.
3.1.3 Astringen
Prosedur:
1. Mulut praktikan dibilas/ dikumur dengan larutan tannin 1%.
2. Rasakan jenis sensasi yang dialami di mulut.
3. Catat dan tabelkan pengamatan.
3.1.4 Efek Lokal Fenol
Prosedur:
1. Celupkan empat jari tangan selama 5 menit ke dalam larutan fenol yang tersedia.
2. Rasakan jenis sensasi yang dialami jari tangan (rasa tebal, dingin, panas).
3. Jika jari terasa nyeri sebelum 5 menit, angkat segera dan bilas dengan etanol.
4. Catat dan tabelkan pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA

Syamsudin. 2004 Farmakologi jilid II. Anastesi lokal Departemen Kesehatan RI.
Fakultas Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional. 2020. Penuntun Praktikum Farmakologi.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi ketiga. Jakarta
Mutschler E., Dinamika obat, Buku ajar Farmakologi dan Toksikologi, ITB : Bandung

Anda mungkin juga menyukai