Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI I
PERCOBAAN 1 – ANASTESI LOKAL

Nama Dosen dan PLP Pembimbing :

1. Dewi Marlina, SF, Apt., M.Kes


2. Ade Agustianingsih S.Farm., Apt

Disusun Oleh :

Kelompok : 3 (Ganjil)

Kelas : Reguler 2B

Nama : NIM :
1. Desti Putri Syafitri PO7139121047
2. Elmi Safitri PO7139121049
3. Yuliana Damayanti PO7139121073
4. Melda Via Ariska PO7139121087

JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obat bius lokal / anastesi lokal atau yang sering disebut pemati rasa adalah
obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara local pada jaringan
saraf dengan kadar yang cukup. Anastetika local atau zat-zat penghalang rasa
setempat adalah obat yang pada penggunaan local merintangi secara reversible
penerusan impuls-impuls saraf ke SSP dan dengan demikian menghilangkan atau
mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau dingin. Obat bius local
mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama
di selaput lendir. Di samping itu anastesi local mengganggu fungsi semua
organ dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls. Artinya
anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglion otonom,
cabang-cabang neuromuscular dan semua jaringan otot (Tjayetal.2007). Salah
Sejak tahun 1892 dikembangkan pembuatan anastetika lokal secara sintesis dan
yang pertama adalah prokain dan benzokain pada tahun 1905, yang disusul oleh
banyak derivate lain seperti tetrakain, butakain, dan cinchokain. Kemudian
muncul anastetika modern seperti lidokain (1947), mepivakain (1957),
prilokain (1963), dan bupivakain (1967).

Lidokain adalah derivat asatanilida yang merupakan obat pilihan utama


untuk anestesi permukaan maupun infiltrasi. Lidokain adalah anestetik lokal kuat
yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesi
terjadi lebih cepat, lebihkuat, lebih lama dan lebih ekstensif dari pada yang
ditimbulkan oleh prokain. Lidokain adalah obat anestesi lokal yang banyak
digunakan dalam bidang kedokteran oleh karena mempunyai awitan kerja yang
lebih cepat dan bekerja lebih stabil dibandingkan dengan obat-obat anestesi lokal
lainnya. Obat ini mempunyai kemampuan untuk menghambat konduksi
disepanjang serabut saraf secara reveribel, baik serabut saraf sensorik, motorik,
maupun otonom. Lidokain mampu melewati sawar darah otak dan diserap secara
cepat dari tempat injeksi. Dalam hepar, lidokain diubah menjadi metabolit yang
lebih larut dalam air dan disekresikan kedalam urin. Absorbsi dari lidokain
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tempat injeksi, dosis obat, adanya
vasokonstriktor, ikatan obat jaringan dan karakterfisikokimianya (Stoelting2006).
Prokain memiliki potensi yang sama dengan lignokain tetapi lama kerjanya lebih
pendek. Prokain menimbulkan analgesia yang kurang kuat karena cenderung
tersebar ke seluruh jaringan. Diserap secara kurang baik dari membran
mukosa dan tidak berguna sebagai anestetik permukaan. Efek samping yang
serius adalah hipersensitasi,yang kadang-kadang pada dosis rendah sudah dapat
mengakibatkan kolaps dan kematian.Efek samping yang harus dipertimbangkan
pula adalah reaksi alergi terhadap kombinasi prokain penisilin. Berlainan
dengan kokain, zat ini tidak mengakibatkan adiksi (Stoelting2006).

B. Maksud dan Tujuan Praktikum


Agar Mahasiswa dapat memahami efek anastesi lokal.

C. Prinsip Praktikum
Memahami, mengukur, dan membandingkan efek anastesi lokal yang
terjadi pada kulit yang diberi lidokain HCL dan yang diolesi Benzokain salep
(probandus).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Serabut saraf memiliki membran lipoprotein yang memisahkan matriks


intraseluler dari ekstraseluler. Cairan intraseluler terutama mengandung
kalium, sedangkan cairan ekstraseluler mengandung natrium. Pada fase istirahat,
membran relatif permeabel terhadap kalium tetapi kurang permeabel terhadap
natrium, sehingga mempunyai potensi membran -70 mV di mana bagian luar
relatif positif dibandingkan bagian dalam dan membran dalam keadaan polarisasi.
Bila saraf dirangsang maka terjadi peningkatan permeabilitas terhadap natrium,
sehingga terjadi depolarisasi dan peningkatan potensi membran +20 Mv di mana
bagian luar menjadi relatif negatif dibandingkan bagian dalam. Kejadian
berurutan di mana impuls menyebar sepanjang saraf. Pada fase selanjutnya terjadi
repolarisasi membran yang menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap
kalium. Pada akhir potensi aksi, natrium dikeluarkan melalui proses aktif, dan
saraf kembali ke fase istirahat. Sebagian besar obat anestesi lokal terikat pada
reseptor ‘sodium channel’dan bekerja mencegah terbukanya ‘sodium channel’
pada membran akson sehingga tidak terjadi depolarisasi dan potensi aksi tidak
meningkat. Dengan demikian, anestesi lokal menyebabkan peningkatan nilai
ambang rangsang saraf, menghambat penyebaran impuls, mengurangi
kecepatan peningkatan potensi aksi, dan akhirnya menghambat konduksi
(Yogyartono 2000).

Anastesi lokal adalah obat yang bekerja reversible pada tempat dimana
terdapat reseptor spesifik sehingga dapat menghambat hantaran saraf yang
dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup, Melalui reseptor
ion chanel pada sel syaraf obat ini bekerja melalui blokade pergerakan ion pada
tiap bagian susunan syaraf. Sebagai contoh, bila anastesi lokal dikenakan pada
korteks motoris, impuls-impuls yang di alirkan dari daerah tersebut tertentu, bila
di suntikkan dibawah kulit maka transmisi sensorik hambat. Pemberian Anastesi
lokal pada batang saraf menyebabkan paralis sensorik dan motorik di daerah yang
di parasafinya. Paralisis saraf oleh anastetik lokal pertama ditemukan adalah
kokain, suatu alkaloid yang terdapat dalam daun Erythroxylon coca.
BAB III
METODE KERJA

Masing-masing kelompok menunjuk 2 orang, probandus pertama


menggunakan salep benzokain dan probandus kedua menggunakan Lidokain HCl.
 Alat :
A. Penggaris (Jangka Sorong)
B. Jarum Pentul dan Kapas
C. Pipet Tetes
D. Ballpoint
 Obat dan Bahan :
A. Lidokain Injeksi
B. Benzokain/Anastesin Salep 2%
C. Alcohol 70%
 Cara Kerja :

a. Memilih 2 orang percobaan tiap kelompok, satu orang untuk


percobaan Lidokain Injeksi dan satunya untuk Benzokain Salep

Buat Lingkaran 2cm pada telapak tangan dan Punggung tangan


b. yang akan di uji

Telapak tangan dan punggung tangan di sterilisasi dengan kapas


c.
yang dibasahi alkohol

Berikan 2 tetes Lidokain injeksi ditelapak dan punggung tangan


d. probandus 1 dan olesi salep Benzokain pada telapak dan punggung
tangan probandus 2

e. Segera lakukan test kekebalan dengan cara menusuk nusuk daerah


yang sudah ditandai
f. Teruskan test sampai diluar batas tanda, ukur berapa milimeter
kekebalan diluar batas tanda

g.
Interval waktu test setiap 5 menit sampai kekebalan hilang

h.
Catat waktu yang didapatkan didalam tabel
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

A. Perhitungan Bahan
Resep standar : Salep Benzokain (Fornas Edisi II hal 16)

AETHYLIS AMINOBENZOATIS UNGUENTUM


Salep Etil Aminobenzoat
Salep Benzokaina

Komposisi : Tiap 10g mengandung:


Aethylis Aminobenzoas 500 mg
Adeps Lanae 2g
Vaselin Flavum hingga 10 g
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat atau dalam tube, terlindung dari
cahaya
Dosis : 2 sampai 3 kali sehari. Dioleskan
Catatan : Sediaan berkekuatan lain : 100 mg : 250 mg :1g :2g

1. Aethylis Aminobenzoas = 2g x 500mg = 100 mg


10g

2. Adeps Lanae = 2g x 2g = 400 mg


10 g

3. Vaselin Flavum = 10g x 10g = 2g


10 g

B. Pembuatan Salep Benzokain


1. Siapkan alat dan bahan
2. Timbang seluruh bahan
3. Masukkan Aethylis Aminobenzoas atau Benzokain kedalam lumpang,
gerus sampai homogen
4. Tambahkan Adeps Lanae kedalam lumpang, gerus homogen
5. Tambahkan vaselin flavum gerus homogen
6. Masukkan kedalam pot obat dan tutuup, lalu beri tanda

C. Hasil Percobaan

Probandus I (Lidokain HCL)


Nama : Yuliana Damayanti
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan

Probandus II (Salep Benzokain)


Nama : Elmi Safitri
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Ket: P :Punggung Tangan
T : Telapak tangan
S : Sakit (Ukur Diameter Rasa Sakit )
T : Tidak sakit ( Ukur diameter rasa tidak sakit )

Catt : Percobaan dilakukan dari rasa sakit Tidak ada rasa sakit Sampai
rasa sakit timbul kembali (Tiap probandus bias berbeda hasil waktunya)

PROBANDUS I

0,6 cm 0,7 cm

Punggung Tangan Telapak Tangan

PROBANDUS II

0,6 cm 0,7 cm

Punggung Tangan Telapak Tangan


D. Pembahasan

Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan
secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada tiap
bagian susunan saraf. Anestetika lokal bekerja menghambat penghantaran impuls
saraf bila obat tersebut dipergunakan secara lokal dan kontak langsung dengan
jaringan saraf. Obat tersebut dipergunakan secara lokal dan kontak langsung
dengan jaringan saraf. Obat ini dapat menyebabkan hilangnya sensasi panas,
dingin, sentuh, dan nyeri tanpa ini dapat menyebabkan hilangnya sensasi panas,
menghilangkan kesadaran umum,

Rute pemberian obat ( Routes of Administration) merupakan salah satu faktor


yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi
dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini
berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda, enzim- enzim dan getah-getah
fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan
bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu
akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzug, B.G, 1989).

Pada percobaan ini yang di ujikan adalah injeksi lidokain dan salep
benzokain, pada percobaan yang telah di lakukan didapatkan bahwa salep
benzokain lebih singkat menimbulkan efek anastesinya dibandingkan injeksi
lidokain, ini mungkin di sebabkan oleh cairan salep benzokain yang dioleskan
belum optimal dalam absorpsi, pendistribusiannya terhadap jaringan saraf yang
ada di dalam kulit, kemungkinan juga karena struktur kulitnya lebih tipis sehingga
reseptor-reseptor penerima stimulus yang terdapat pada bagian kulit korium atau
dermis dapat lebih aktif menerima stimulus-stimulus dari luar, durasi waktu
pencapaian kerja obatnya sebentar atau kurang, dapat kemungkinan lengan
kanannya banyak digerakkan saat praktikum sehingga dapat mengurangi efek
salep benzokain berkurang, dan dapat dikarenakan perbedaan sensitivitas saraf
dari setiap orang, yang menyebabkan pemberian benzokain menjadi lebih singkat.
BAB V
KESIMPULAN

Setelah dilakukan pratikum didapat hasil, pada probandus l (Lidokain )


pada waktu 0-40 menit tidak terjadi apa-apa, pada waktu 45menit pada bagian
punggungdalam tidak terasa sakit, telapak tangan dan punggung luar masih terasa
sakit. Kemudian di menit 50-55 punggung dan telapak tangan bagaian dalam tidak
terasa sakit, sedangkan punggung dan telapak tangan bagian luar masih terasa
sakit, pada menitke 60 keduanya sudah tidak tersa sakit dan pada menit 65-70
menit tangan kembali normal.

Pada probandus ll yaitu percobaan Benzokain didapatkan dari waktu 0-20


menit tidak terjadi apa-apa, pada waktu 25 meni tpunggung tangan bagian dalam
tidak terasa sakit. Sedangkan punggung tangan bagian luar dan telapak tangan
masih terasa sakit. Kemudian menit 30-35 punggung bagian luar dan dalam tidak
terasa sakit, sedangkan telapak tangan bagian dalam dan luar masih terasa sakit.
Pada menit 40-55 punggung tangan bagian dalam dan luar kembali terasa sakit,
sementara tealapak tangan bagian dalam dan luar masih tidak merasakan sakit.
Pada menit 60-65 tangan kembali normal.
DAFTAR PUSTAKA

Hendra Stifani.2016.Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi “Praktikum Farmakologi”.


Jakarta Selatan : Pusdik SDM Kesehatan

Prawirosujanto,S. (1978). Formularium Nasional Edisi Kedua.Jakarta:


Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

Dewi Marlina, M. A. (n.d.). Modul Praktikum Farmakologi I

Catterall W and Mackie K. 2001. Lokal Anesthetics. New York (US) : Mc Graw-
Hill.

Ikhsan M, Mariati NW, Mintjelungan C. 2013. Gambaran penggunaan bahan


anestesi lokal. Jurnal e - GIGI. 1(2) : 105-114
LAMPIRAN

Probandus I (Lidokain HCl)

1. Lidokain sebelum 2. Lidokain waktu 3. Lidokain setelah 4. Waktu mensterilkan


di sterilisasi disterilisasi di sterillisasi jarum pentul

5. Tes kekebalan anastesi pada probandus 1 6. Hasil akhir pada probandus 1

Probandus II (Benzokain Salep)


1. Benzokain sebelum 2. Benzokain waktu 3. Benzokain setelah 4. Waktu mensterilkan
di sterilisasi disterilisasi di sterillisasi jarum pentul

5. Tes kekebalan anastesi pada probandus 2 6. Hasil akhir pada probandus 2


LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI I
PERCOBAAN 2 – ANASTESI UMUM

Nama Dosen dan PLP Pembimbing :

1. Dewi Marlina, SF, Apt., M.Kes


2. Ade Agustianingsih S.Farm., Apt

Disusun Oleh :

Kelompok : 3 (Ganjil)

Kelas : Reguler 2B

Nama : NIM :
1. Desti Putri Syafitri PO7139121047
2. Elmi Safitri PO7139121049
3. Yuliana Damayanti PO7139121073
4. Melda Via Ariska PO7139121087

JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sistem saraf pusat sangat peka terhadap obat-obatan, akibat nyasebagian


besar obat-obatan jika diberikan dalamdosis yang cukup besar menimbulkan efek
yang mencolok terhadap fungsi system saraf pusat.Obat-obat yang bekerja
terhadap system saraf pusat yaitu obatsedative-hipnotik, obat anti kejang,
anestetika umum dan lokal.Anestetika umum adalah obat yang dapat
menimbulkan anesthesia atau narkosa, yakni suatu keadaan depresi umum dari pel
bagai pusatdi SSP yang bersifat reversible, di mana seluruh perasaan
dankesadaran ditiadakan, sehingga agak mirip keadaan pingsan (TanHoanTjay, et
al.,2007).

Anestetika umum dibedakan menjadi dua, yaitu anestetika inhalandan


anestetika intravena. Secara tradisional, efek anestetik pada otakmenimbulkan
empat stadium atau tingkat kedalaman depresi SSP,yaitu : Stadium I - analgesia,
stadium II – excitement, stadium III – anesthesia beda, dan stadium IV – depresi
medulla (Bertram G.Katzung,et al., 2013). Pada praktikum kali ini, dilakukan
pengamatan keempat stadium anestetika umum pada kelinci yang diberi anestesi
inhalan eter. Eter merupakan cairan dengan bau khas yang mudah menguap.Eter
memiliki fungsi analgesia dan anestetika yangkuat dengan relaksasi otot baik.

B. Maksud dan Tujuan Praktikum

Agar mahasiswa dapat dapat memahami efek anastesi umum dan


memahami tahap-tahap stadium anastesi.

C. Prinsip Praktikum

Memahami, mengukur, dan membandingkan efek anastesi umum yang


dilakukan pada hewan uji yaitu kelinci dengan menggunakan eter.

xv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anastesi umum adalah suatu keadaan hilangnya persepsi sensorik terutama


rasa sakit disertai dengan hilangnya kesadaran yang bersifat reversible. Obat-obat
yang menimbulkan anastesi umum disebut anastetika umum (general
anaesthetics).
Menurut Guedeel ada 4 stadium anastesi:
a. Stadium I: (Stadium analgesia)
Penderita masih sadar dan responsif, perasaan sakit hilang,
euphoria, respirasi teratur, pendengaran lebih tajam.
b. Stadium II: (Satdium ekstasi/delirium)
Penderita tampak tidak tenang sampai ribut/gelisah, tonos otot
naik, respirasi irregular, pupil tampak membesar, takikardia, gerak bola
mata bertambah, kesadaran menurun, refleks masih ada. Stadium I dan II
ini bersama-sama disebut stadium induksi. Kemudian dapat mati
mendadak karena inhibisi vagal atau sensitasi jantung terhadap adrenalin
(endogen atau eksogen)
c. Stadium III (Stadium pembedahan) dibagi 4 plane, yaitu
 Plane 1: Kesadaran hilang, tonus otot berkurang respirasi teratur
cepat dan dalam gerak bola mata berkurang, pupil kembali ke ukuran
normal, refleks kornea masih ada, refleks peritoneal masih ada,
refleks muntah dan menelan hilang pada plane ini dilakukan
pembedahan kecil
 Plane 2: Gerak bola mata berkurang sekali sampai tidak ada,
relaksasi otot sempurna, respirasi teratur, refleks kornea hilang
 Plane3: Refleks hilang, pupil berdilatasim palsus lemah tekanan
darah temporer, tonus otot masih ada tetapi relaksasi sempurna,
respirasi dalam dan tidak sempurna
 Plane 4: Respirasi jadi abnormal kecil dan dangkal, semua refleks
hilang, dilatasi maksimal, takikardia, tekanan darah merosot turun.
d. Stadium IV : (Stadium paralisa meduler)

xvi
Tekanan darah menurun terus akhirnya nol, respirasi hilang,
kollaps vasomotor, hal ini terjadi karena over dosis.

BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan

 Hewan percobaan: Kelinci albino sehat

 Alat-alat yang digunakan :


a. Penggaris (alat ukur milimeter)
b. Alat fiksasi
c. Lampu senter
d. Stetoskop
e. Eter kap
f. Botol drop
g. Pipet drop

 Obat dan bahan:


a. Eter
b. Amoniak
c. Kapas

B. Cara Kerja

1. Tiap kelompok mahasiswa


2. Kelinci dibuat tenang
bekerja dengan satu kelinci

3 Eter kap ditetesi dengan eter


4 Catat pengamatan sesuai lalu ditutupkan ke mulut / hidung
dengan kolom isian kelinci percobaan

xvii
BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Percobaan

1. Sebelum dianestesi

Tanda-tanda fisik
Pengamatan Waktu/menit
yang terjadi
Respirasi abdominal  Abdominal = 73 kali / menit
08.07
dan torak  Torak = 64 kali / menit
Denyut jantung
76 kali / menit 08.08
permenit
Tidak disinari Disinari
Gerak bola mata Kanan Kiri Kanan Kiri 08.10
normal normal normal normal
Tidak disinari Disinari
Ukuran pupil mata Kanan Kiri Kanan Kiri 08.12
0,6 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,5 cm
Refleks kornea Normal 08.13
Inhibis, tonus otot Normal masih ada pertahanan 08.14

2. Setelah dianestesi

Tanda-tanda fisik Waktu/


Stadium Pengamatan
yang terjadi menit
I Respirasi abdominal  Abdominal = 144 kali/menit
08.54
dan torak  Torak = 161 kali/menit
Denyut jantung
96 kali/menit 08.56
permenit
Tidak disinari Disinari
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerak bola mata 08.57
norma
normal normal normal
l
Ukuran pupil mata Tidak disinari Disinari 08.58
Kanan Kiri Kanan Kiri
0,6 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,5
cm

xviii
Refleks kornea Normal 09.00
Inhibis, tonus otot Normal, masih ada pertahanan 09.00
Respirasi abdominal  Abdominal = 134 kali/menit
09.10
dan torak  Torak = 142 kali/menit
Denyut jantung
85 kali/menit 09.11
permenit
Tidak disinari Disinari
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerak bola mata 09.12
mening mening menin
meningkat
II kat kat gkat
Tidak disinari Disinari
Kanan Kiri Kanan Kiri
Ukuran pupil mata 09.13
0,4
0,8 cm 0,8 cm 0,4 cm
cm
Masih ada gerak reflek tetapi sedikit
Refleks kornea 09.15
berkurang
Inhibis, tonus otot Pertahanan ototnya meningkat 09.15
Respirasi abdominal  Abdominal =110 kali/menit
09.21
dan torak  Torak =116 kali/menit
Denyut jantung
70 kali/menit 09.22
permenit
Tidak disinari Disinari
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerak bola mata 09.23
berkura berkura berkur
III berkurang
ng ng ang
Tidak disinari Disinari
Ukuran pupil mata Kanan Kiri Kanan Kiri 09.24
0,6 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,5 c,
Refleks kornea Sudah mulai menghilang 09.26
Pertahanannya berkurang dan terlihat
Inhibis, tonus otot 09.26
lemah
Respirasi abdominal  Abdominal = -
-
dan torak  Torak =-
Denyut jantung
- -
permenit
Tidak disinari Disinari
Gerak bola mata Kanan Kiri Kanan Kiri -
IV - - - -
Tidak disinari Disinari
Ukuran pupil mata Kanan Kiri Kanan Kiri -
- - - -
Refleks kornea - -
Inhibis, tonus otot - -

xix
B. Pembahasan

Anastesi umum adalah suatu keadaan hilangnya persepsi sensorik terutama


rasa sakit disertai dengan hilangnya kesadaran yang bersifat reversible. Obat-obat
yang menimbulkan anastesi umum disebut anastetika umum (general
anaesthetics).

Dalam percobaan anastesi umum pada hewan coba kelinci memperoleh


beberapa stadium yang berbeda dari menit per menit sesuai dengan pengamatan
berdasarkan jerus pemapasan , denyut jantung , gerak bola mata, ukuran pupil
mata , repleks mata . inhibisi , tonus otot . Cara kerjanya dengan memasangkan
corong pada mulut kelinci dan ditetesi dengan eter secukupnya . Ketika eter tidak
diberikan secukupnya , maka akan memperoleh hal yang fatal pada kelinci
tersebut .

Menurut hasil dari pemberian eter pada hewan coba tersebut efek
farmakologinya tidak stabil. Berdasarkan pengamatan pertama dari kelinci
sebelum dilakukan anastesi. Frekuensi pernapasan cepat , refleks korneahya
normal , ukuran pupil mata tidak disinari kiri dan kananya 0,6 cm Sedangkan
ketika disinari 0,5 cm . Inhibisi dan tonus otot normal , masih ada pertahanan .
Setelah pemberian anastesi, hewan coba perlahan memberikan reaksi - reaksi
kesadaran yang semakin menurun mendekati fase berikutnya meskipun belum
maksimal. Kemudian memasuki stadium berikutnya mulai muncul gejala yang
terjadi pergerakan mata yang melemah , Inhibisi dan tonus otot melemah . pupil
mata semakin mengecil . serta reaksi kesadaran yang menurun . Namun beberapa
menit kemudian hewan coba mulai mendapatkan - kesadarannya dengan pupil
mata yang kembali membesar dan telinganya kembali normal.

xx
BAB V
KESIMPULAN

Pada praktikum ini dapat diambil kesimpulan bahwa :


1. Anastesi umum pada percobaan anastesi eter pada hewan coba kelinci,
yaitu berupa anastesi inhalasi dengan eter . Anastesi umum bergantung
pada dalamnya pembiusan dan hanya memberikan efek hilangnya
sensasi nyeri disertai hilangnya kesadaran.
2. Waktu yang diperlukan hewan coba untuk bereaksi terhadap
pemberian anastesi menit pertama dan seterusnya tidak sama . Hal
tersebut kemungkinan dikarenakan kondisi pertahanan hewan coba dan
beberapa faktor lainnya .
3. Stadium anastesi I yaitu kelinci masih sadar , stadium 1 yaitu kelinci
mulai melakukan perlawanan dan stadium kelinci mulai tidak
melakukan per lawanan dan melemah , pada Stadium 1 dihindari karena
stadium ini merupakan Stadium fatal atau kematian pada hewan coba.

xxi
DAFTAR PUSTAKA

Hendra Stifani.2016.Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi “Praktikum Farmakologi”.


Jakarta Selatan : Pusdik SDM Kesehatan

Dewi Marlina, M. A. (n.d.). Modul Praktikum Farmakologi I

Hasa, Delina, dkk. 2017. Penuntun Praktikum Farmakologi. Jakarta : UIN Jakarta

Tjay, Tan Hoan, Kirana Rahardja. 2007. Obat - Obat Penting dan Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta : Elex Media Komputindo

Harvey, Richard . Adan Champe, Pamela. C. 2013. Farmakologi Ulasan


Bergambar Edisi 4. Jakarta:EGC

xxii
LAMPIRAN

Sebelum dianastesi

Resprasi Denyut jantung Gerak bola mata


abdminal dan Tidak disinari Disinari
toraks Kanan Kiri Kanan Kiri

Refleks kornea Inhibisi, tonus Ukuran pupil mata


otot Tidak disinari Disinari
Kanan Kiri Kanan Kiri

Sesudah anastesi
Stadium 1

Resprasi Denyut Gerak bola mata


abdminal dan jantung Tidak disinari Disinari
toraks Kanan Kiri Kanan Kiri

Refleks kornea Inhibisi, tonus Ukuran pupil mata


otot Tidak disinari Disinari
Kanan Kiri Kanan Kiri

xxiii
Stadium 2

Resprasi Denyut jantung Gerak bola mata


abdminal dan Tidak disinari Disinari
toraks Kanan Kiri Kanan Kiri

Refleks kornea Inhibisi, tonus Ukuran pupil mata


otot Tidak disinari Disinari
Kanan Kiri Kanan Kiri

Stadium 3

Resprasi Denyut Gerak bola mata


abdminal dan jantung Tidak disinari Disinari
toraks Kanan Kiri Kanan Kiri

Refleks kornea Inhibisi, tonus Ukuran pupil mata


otot Tidak disinari Disinari
Kanan Kiri Kanan Kiri

xxiv
xxv
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI I
PERCOBAAN 3 – OBAT - OBAT OTONOM
(SIMPATOMIMETIKA)

Nama Dosen dan PLP Pembimbing :

1. Dewi Marlina, SF, Apt., M.Kes


2. Ade Agustianingsih S.Farm., Apt

Disusun Oleh :

Kelompok : 3 (Ganjil)

Kelas : Reguler 2B

Nama : NIM :
1. Desti Putri Syafitri PO7139121047
2. Elmi Safitri PO7139121049
3. Yuliana Damayanti PO7139121073
4. Melda Via Ariska PO7139121087

JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023

xxvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obat – obat otonom adalah obat-obat yang dapat mempengaruhi penerusan


impuls dalam SSO dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan,
dan penguraian neutransmiter atau mempengaruhi kerja neutransmitter terhadap
reseptor khusus. Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi organ (otot
polos,jantung, dan kelenjar) semakin tinggi makhluk hidup berkembang , makin
besar kebutuhan akan sistem penghantar informasi , sistem kordinasi dan sistem
pengaturan , disamping kebutuhan akan organ pemasok dan organ ekskresi . Pada
manusia , sistem saraf , khususnya otak , mempunyai kemampuan berfungsi yang
jauh lebih berkembang daripada sistem saraf makhluk hidup lain . fungsi dari
sistem saraf itu sendiri yaitu untuk menerima rangsangan dari lingkungan atau
rangsangan yang terjadi didalam tubu , mengubah rangsangan ,
menghantarkannya dang memprosesnya , serta mengkoordinasi dan mengatur
fungsi tubuh melalui impuls - impuls yang dibebaskan dari pusat ke perifer .
Bagian sistem saraf yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut sistem
saraf otonom.Sistem ini membantu mengatur tekanan arteri , motilitas dan sekresi
gastro - intestinal pengosongan kandung kemih , berkeringat suhu tubuh dan
banyak aktivitas lainnya . Ada sebagian yang diatur saraf otonom sedangkan yang
lainnya sebagian saja .
Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi yang mengatur fungsi
viseral tubuh . Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat - pusat yang
terletak di medula spinalis , batang otak , dan hipotalamus . Juga , bagian korteks
serebri khususnyakorteks limbik , dapat menghantarkan impuls ke pusat pusat
yang lebih rendah sehingga demikian mempengaruhi pengaturan otonomik . |
Memahami anatomi dan fisiologi sistem saraf otonom berguna untuk
memperkirakan efek farmakologi obat - obatan sistem saraf simpatis maupun
parasimpatis .
Sistem saraf mempunyai beberapa kesamaan sifat dengan sistem endokrin,
yang merupakan sistem penting lain untuk mengontrol fungsi tubuh. Kesamaan
sifat ini meliputi adanya integrasi tingkat tinggi dalam tak kemampuan
memengaruhi prses-proses pada daerah yang jauh letaknya dalam tubuh,dan
penggunaan umpan balik negatif secara luas. Kedua sistem ini menggunakan zat-
zat kimiawi untuk menyampaikan informasi. Pada sistem saraf, transmisi kimiawi
terjadi antara sel-sel saraf dan sel-sel efektornya. Transmisi kimiawi berlangsung
melalui pelepasan sedikit substansi transmitter dari ujung saraf ke dalam celah
sinaptik. Transmiter ini menyebrangi celah sinaptik melalui difusi dan
mengaktifkan atau menghambat sel parasinaptik dengan berikatan pada suatu
mlekul reseptor khusus.
Dengan menggunakan obat-obat yang meniru atau menghambat kerja
transmiter kimiawi kita dapat secara selektif memodifikasi banyak fungsi
otonom.Fungsi ini melibatkan berbagai macam jaringan efektor, seperti otot
janung, otot polos, endotel vaskular, kelenjar ekskrin, dan uga ujung sarag
parasimpatik.Obat-obat otonom ini bermanfaat dalam berbaga kndisi klinis, tetapi
banyak juga yan mempunyai efek yang tidak di inginkan pada fungsi otonom jika
digunakan untuk tujuan lain.

B. Maksud dan Tujuan Praktikum


Agar mahasiswa dapat memahami efek beberapa obat pada sistem saraf
simpatis terutama pada mata.

C. Prinsip Praktikum
Memahami dan mengukur diameter pupil mata hewan uji yang telah
ditetesi dengan masing-masing obat otonom (simpatmimetik).

v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi yang mengatur fungsi
viseral tubuh . Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat - pusat yang
terletak di medula spinalis , batang otak , dan hipotalamus . Juga , bagian korteks
serebri khususnyakorteks limbik , dapat menghantarkan impuls ke pusat pusat
yang lebih rendah sehingga demikian mempengaruhi pengaturan otonomik . |
Sistem saraf dibedakan atas 2 divisi anatomi yaitu sistem saraf pusat ( SSP
) yang terdiri dari otak dan medulla spinalis , serta sistem saraf tepi yang
merupakan sel - sel saraf yang terletak diluar otakdan medulla spinalis yaitu saraf
- saraf yang masuk dan keluar sistem saraf pusat . Sistem saraf tepi selnajutnya
dibagi dalam divisi eferen yaitu neuron yang membawa sinyal dari otak dan
medulla spinalis ke jaringan tepi , serta divisi aferen yang membawa informasidari
perifer ke sistem saraf pusat .
Bagian eferen sistem saraf tepi selanjutnya dibagi dalam 2
subdivisifungsional utama , yaitu sistem somatik dan sistem otonom . Eferen
somatik dapat dipengarui oleh kesadaran yang mengatur fungsi - fugsi seperti
kontraksi otot untuk memindahkan suatu benda . Sedangkan sistem otonom tidak .
dipengaruhi kesadaran dalam mengatur kebutuhan tubuh sehari - hari . Sistem
saraf otonom terutama terdiri atas saraf motorik visera ( eferen ) yang
menginevarsi otot polos organ visera , otot jantung , pembuluh darah dan kelenjar
eksokrin .
Sistem saraf otonom bersama - sama dengan sistem endokrin
mengkoordinasikan pengaturan dan integrasi fungsi - fungsi tubuh . Sistem
endokrin mengirimkan sinyal pada jaringan targetnya melalui hormon yang
kadarnya bervariasi dalam darah . Sebaliknya , sistem saraf menghantarkannya
melalui transmisi impuls listrik secara sepat melalui serabut - serabut saraf yang
berakhir pada organ efektor , dan efek khusus akan timbul sebagai akibat
pelepasan substansi neuromediator .
Sistem saraf otonom merupakan saraf yang bekerja tanpa dikendalikan
oleh kesadaran umum namun dapat berjalan sesuai fungsinya. Sistem saraf ini

vi
berfungsi mengendalikan dan memelihara organ - organ tubuh bagian dalam
misalnya jantung , saluran nafas , saluran cerna , kelenjar - kelenjar dan pembuluh
darah Obat - obat otonom simpatomimtika terutama bekerja pada reseptor yang
diperantarai Terutama golongan obat adrenergic karena efeknya mirip syaraf
simpatik perangsangan syaraf adrenergik atau efek neurotransmitter adrenergik
Syaraf simpatik terutama memberi respons terhadap stimulus fight or flight "
Fungsi dari saraf simpatis adalah untuk mempersiapkan diri dalam
keadaan darurat , merespons situasi yang tidak menyenangkan dan penuh tekanan
( stress ) . serta keadaan ancaman dari luar Oleh karena itu , dengan mdu ah efek
dominansi simaptis adalah adanya keadaan fight - or - flight . Dengan demikian ,
dapat dippeningkatan denyut jantung , tekanan darah , pelebran pembuluh darah ,
erkirakaan apa efek yang ditimbulkan akibat perangsangan simpatis , seperti
peningkatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung , pemecahan glikogen ,
pelebaran pembuluh darah , pelebaran pupil , berkeringat , dan penurunan
sementara fungsi sistem pencernaan dan perkemihan. Pengaruh aktivasi sistem
saraf simpatis terhadap kelenjar saliva adalah lampiran sekresi saliva yang kental
dan kaya akan lendir Efek lengkap dapat dilihat di lembaran lampiran.
Secara umum dapat dikatakan bahwa system simpatis dan parasimpatis
memperlihatkan fungsi antagonis Bila yang satu menghambat suatu fungsi maka
yang lain memacu fungsi tersebut . Contoh midriasis terjadi dibawah pengaruh
saraf simpatis dan miosis dibawah pengaruh parasimpatis .

Respon sel efektor pada peransangan saraf otonom.


Organ efektor Impuls adrenergik / Impuls kolinergik /
simpatis parasimpatik
Mata Midriasis Miosis
Jantung Denyut bertambah Denyut menurun
Vena Konstriksi , dilatasi -
Sekresi kel . Lbng Berkurang Bertambah
Alat kelamin Ejakulasi Ereksi
Kel . Keringat Sekresi local Sekresi umum

vii
BAB III
METODE KERJA

A. Alat dan Bahan


 Alat :
a. Penggaris dengan skala milimeter
b. Pipet tetes
c. Lampu senter

 Bahan :
a. Efedrin 0,036 %
b. Epinefrin 0,086 %
c. Prostigmin 0,023 %

 Hewan percobaan :
Kelinci albino / 2 ekor Marmut

viii
B. Cara Kerja

2 tetes efedrin pada mata kanan 5 menit


kemudian bandingkan mata kanan dan kiri,
Tiap kelompok mahasiswa lalu mata kiri ditetesi dengan 2 tetes
adrenalin dan 15- 20 kemudian bandingkan
bekerja dengan satu kelinci antara mata kanan dan kiri, tes terhadap
refleks cahaya dengan lampu senter refleksi
kornea, keadaan vasa darah pada konjunctiva

Sepuluh menit kemudian 2 Dua puluh menit kemudian


tetes mata kiri dengan efedrin, tetesi mata kanan dengan
catat yang terjadi prostigmin, catat hasilnya

Buat data tabulasi ukuran


diameter pupil mata yang
ditetesi dengan masing-
masing obat, kesimpulan

ix
BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Percobaan
Mata Kelinci (Pupil)
Kanan Kiri
NO Pemberian Berat Waktu Denyut Horizontal Vertikal Horizontal Vertikal
Obat Tetes Badan (menit) jantung
Mata (gram) atau
menit Tidak Tidak Tidak Tidak
Disinari Disinari Disinari Disinari
Disinari Disinari Disinari Disinari

1. Sebelum 08.53 122 / 0,5 cm 0,3 cm 0,5 cm 0,3 cm 0,5 cm 0,4 cm 0,5 cm 0,4 cm
ditetesi menit
obat mata

2. Efedrin 09.14 129 / 0,8 cm 0,6 cm 0,8 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,4 cm 0,5 cm 0,4 cm
(mata menit
kanan)

322
3. Epinefrin Gram 09.20 137 / 0,8 cm 0,6 cm 0,8 cm 0,6 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,5 cm
(mata Kiri) menit

4. Prostigmin 09.41 98 / 0,5 cm 0,3 cm 0,5 cm 0,3 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,5 cm
(mata menit
kanan)

 5. Efedrin  09. 51  115 / 0,5 cm  0,3 cm  0,5 cm 0,3 cm  0,8 cm 0,7 cm 0,8 cm  0,7 cm
(mata kiri ) menit

x
B. Pembahasan
Sistem saraf otonom merupakan saraf yang bekerja tanpa dikendalikan
oleh kesadaran umum namun dapat berjalan sesuai fungsinya. Sistem saraf ini
berfungsi mengendalikan dan memelihara organ - organ tubuh bagian dalam
misalnya jantung , saluran nafas , saluran cerna , kelenjar - kelenjar dan pembuluh
darah.
Pada Praktikum pengaruh obat simpatomimetikum terhadap mata kelinci,
kami menggunakan obat tetes mata berupa efedrin, Prostigmin dan epinefrin.
Pertama, Berat badan kelinci ditimbang terlebih dahulu. Berat badan kelinci yang
kami dapatkan di percobaan ini adalah 322 gram. Kemudian, Pupil mata kelinci
diukur. Hal ini bertujuan sebagai pembanding ketika telah ditetesi obat. Setelah
diukur, didapatkan 0,5 cm ukuran normal pupil mata kelinci jika tidak disinari dan
0,3 cm jika disinari. Selanjutnya, dihitung Denyut jantung kelinci. Frekuensi
denyut jantung kelinci dalam keadaan normal adalah 120 – 150 per menit. Lalu,
mata kanan kelinci di tetesi dengan 2 tetes Efedrin. Efedrin adalah obat adrenergik
yang merupakan obat yang bekerja dengan cara merangsang sarafsimpatis
(Simpatomimetik). Hal ini mengakibatkan denyut jantung kelinci bertambah
menjadi 129/menit dan pupil matanya midriasis atau melebar. Pupil mata kanan
pada kelinci yang kami dapatkan yaitu 0,8 cm jika tidak disinari dan 0,6 cm saat
di sinari.

BAB V

xi
KESIMPULAN

Hasil yang didapat pada praktikum pengaruh obat otonom ini, yaitu:
1. Jenis obat yang digunakan pada praktikum ini adalah efedrin hcl, epinefrin
dan prostigmin dengan kadar yang berbeda-beda. Efedrin dan Epinefrin adalah
obat adrenergik yang merupakan obat yang bekerja dengan cara merangsang
saraf simpatis (Simpatomimetik) yang mengakibatkan denyut jantung kelinci
bertambah dan pupil matanya midriasis atau melebar. Prostigmin adalah obat
kolinergik yang merupakan obat yang bekerja dengan cara merangsang saraf
parasimpatis (Parasimpatomimetik) yang mengakibatkan denyut jantung
kelinci menurun dan pupil matanya miosis atau mengecil.
2. Frekuensi denyut jantung kelinci dalam keadaan normal adalah 120 – 150 per
menit.

DAFTAR PUSTAKA

xii
Katzung, Bertram G. 2004. " Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8 "
Jakarta : Salemba Medika.

Dewi Marlina, M. A. (n.d.). Modul Praktikum Farmakologi I

Hoan Tjay , Tan . Kirana Rahardja . 2015. " Obat - Obat Penting : Khasiat ,
Penggunaan dan Efek - Efek Sampingnya Edisi 7 " Jakarta : Elex Media
Komputindo .

Schmitz , Gerry . Hans Lepper , Michael Heidrich . 2014. " Farmakologi dan
Toksikologi Edisi III " Jakarta : Buku Kedokteran .

Goodman & Gilman. 2012 ."Dasar Farmakologi Terapi Volume 1 Edisi 10 ".
Jakarta : Buku Kedokteran.

Rustanti, Elly. 2020. “Farmakologi Dasar” Malang : PT. Cits Intrans Selaras
(Citila).

LAMPIRAN

xiii
Berat badan kelinci (3,22 gram)

1. Sebelum ditetesi obat mata

Mata Kelinci (Pupil)


Horizontal Vertikal
Tidak Disinari Disinari Tidak Disinari Disinari

2. Efedrin (mata kanan)

xiv
Mata Kelinci (Pupil)
Kanan
Horizontal Vertikal
Tidak Disinari Disinari Tidak Disinari Disinari

3. Epinefrin ( mata kiri)

Mata Kelinci (Pupil)


Kiri
Horizontal Vertikal
Tidak Disinari Disinari Tidak Disinari Disinari

4. Prostigmin (mata kanan)

xv
Mata Kelinci (Pupil)
Kanan
Horizontal Vertikal
Tidak Disinari Disinari Tidak Disinari Disinari

5. Efedrin (mata kiri)

Mata Kelinci (Pupil)


Kiri
Horizontal Vertikal
Tidak Disinari Disinari Tidak Disinari Disinari

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

xvi
FARMAKOLOGI I
PERCOBAAN 4 – OBAT - OBAT OTONOM
(PARASIMPATOMIMETIKA)

Nama Dosen dan PLP Pembimbing :

1. Dewi Marlina, SF, Apt., M.Kes


2. Ade Agustianingsih S.Farm., Apt

Disusun Oleh :

Kelompok : 3 (Ganjil)

Kelas : Reguler 2B

Nama : NIM :

1. Desti Putri Syafitri PO7139121047


2. Elmi Safitri PO7139121049
3. Yuliana Damayanti PO7139121073
4. Melda Via Ariska PO7139121087

JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB I

xvii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem saraf parasimpatik merupakan sistem saraf yang bekerja disaat
kondisi tubuh dalam keadaan normal . Saraf parasimpatik memiliki serabut pra
ganglion yang panjang dan serabut post - ganglion pendek . Saraf simpatik dan
parasimpatik bekerja pada efektor yang sama tetapi pengaruh kerjanya berlawanan
sehingga keduanya bersifat antagonis . Fungsi saraf parasimpatik diantaranya
ialah dapat memperlambat denyut jantung , memperbesar diameter pembuluh
arteri . memperkecil pupil , mempebesar bronkus , dan menstimulasi sekresi
insulin juga glukagon , sedangkan fungsi dari saraf simpatik yaitu kebalikannya .
Sistem saraf parasimpatik juga mempunyai peranan penting dalam
mengatur jumlah asetilkolin di dalam tubuh . Asetilkolin dilepaskan dari terminal
saraf parasimpatis pascaganglion dan bekerja pada berbagai organ efektor melalui
aktivasi reseptor yang ada pada organ tersebut . Reseptor pada organ tubuh dibagi
menjadi dua , yaitu reseptor muskarinik yang terdiri atas M1 , M2 , M3 , M4 , dan
M5 , dan juga reseptor nikotinik yang terdiri atas N1 dan N2 .
Saat kondisi asetilkolin dalam tubuh lebih tinggi dari keadaan normal
maupun lebih rendah dari keadaan normal , maka kondisi tersebut dapat
menyebabkan penyakit didalam tubuh . Ada dua golongan obat yang bekerja
untuk menyeimbangkan kembali jumlah asetilkolin didalam tubuh , yaitu
parasimpatomimetik dan parasimpatolitik .
Parasimpatomimetik merupakan golongan obat yang dibutuhkan saat
kondisi asetilkolin dalam tubuh lebih rendah dari keadaan normal sehingga
mempunyai efek seperti asetilkolin , contohnya seperti dalam pengobatan
penyakit konstipasi dibutuhkan obat dulcolax , myasthenia gravis dibutuhkan obat
neostigmin , alzheimer dibutuhkan obat takrin , dan glaukoma dibutuhkan obat
pilokarpin . Lain hal nya dengan parasimpatolitk yang merupakan golongan obat
dibutuhkan saat kondisi asetilkolin dalam tubuh lebih tinggi dari keadaan normal
sehingga menghambat efek asetilkolin parasimpatis , contohnya seperti dalam
pengobatan penyakit urinary incontinence dibutuhkan obat oxybutynin , motion
sickness dibutuhkan obat skopolamin , asma dibutuhkan obat ipratropium , iritasi

xviii
usus besar dibutuhkan obat disklomin , dan keracunan pestisida dibutuhkan obat
atropin dan pralidoksim.
B. Maksud dan Tujuan Praktikum
Agar mahasiswa dapat memahami efek beberapa obat pada sistem saraf
parasimpatis terutama pada mata.

C. Prinsip Praktikum
Memahami dan mengukur diameter pupil mata hewan uji yang telah
ditetesi dengan masing-masing obat otonom (parasimpatomimetik).

xix
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bagian sistem saraf yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut sistem
saraf otonom . Sistem ini membantu mengatur tekanan arteri , motilitas dan
sekresi gastro - intestinal pengosongan kandung kemih , berkeringat suhu tubuh
dan banyak aktivitas lainnya . Ada sebagian yang diatur saraf otonom sedangkan
yang lainnya sebagian saja . Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi
yang mengatur fungsi viseral tubuh . Sistem saraf otonom terutama diaktifkan
oleh pusat - pusat yang terletak di medula spinalis , batang otak , dan
hipotalamus . Juga , bagian korteks serebri khususnya korteks limbik , dapat
menghantarkan impuls ke pusat - pusat yang lebih rendah sehingga demikian
mempengaruhi pengaturan otonomik .
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis
dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan . Sebenarnya tidak
ada penyamarataan yang dapat dipakai untuk menjelaskan apakah rangsangan
simpatis atau parasimpatis dapat menyebabkan timbulnya eksitasi atau inhibisi
pada suatu organ tertentu . Memahami anatomi dan fisiologi sistem saraf otonom
berguna memperkirakan efek farmakologi obat - obatan baik pada sistem saraf
simpatis maupun parasimpatis . Sistem saraf pada manusia , salah satunya adalah
otak sebagai bagian dari sistem saraf , mengatur dan mengoordinir sebagian besar
gerakan , perilaku dan fungsi tubuh . Sistem saraf terdin dari jutaan sel saraf
( neuron ) yang saling berhubung dan fital untuk perkembangan bahasa , pikiran
dan ingatan . Unit terkecil dalam sistem saraf adalah neuron yang diikat oleh sel
glia.
SSO, juga disebut susunan saraf vegetatif, meliputi antara lain saraf-saraf
dan ganglia (=majemuk dari gaglion=simpul saraf) yang merupakan persarafan ke
semua otot polos dari berbagai organ. Termasuk kelompok ini pula adalah
beberapa kelenjar (ludah, keringat, dan pencernaan) dan juga otot jantung, yang
sebagai pengecualian bukan merupakan otot polos, tetapi suatu otot lurik Dengan
demikian, SSO tersebar luas diseluruh tubuh dan fungsinya adalah mengatur

xx
secara otomatis keadaan fisiologi yang konstan, seperti suhu badan, tekanan dan
peredaran darah, serta pernafasan.

Obat-obat otonom adalah obat yang dapat mempengaruhi penerusan


implus dalam SSO dengan jalan menganggu sintesa, penimbunan, pembebasan,
atau penguraian transmitter atau mempengaruhi keranya atas reseptor khusus.
Akibatnya adalah dipengaruhi otot polos dan organ, jantung dan kelenjar.
Menurut khasiatnya, obat otonom dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Zat-zat yang bekrja terhadap SO, yakni


a. Simpatikomimetika (adrenergika), yang meniru efek dan perangsangan SO
oleh misalnya noradrenalin, efedrin, isoprenalin, dan amfetamin.
b. Simpatolitika (adrenolitika), yang justru menekan saraf simpatis atau
melawan efek adrenergika, umpamanya alkoloida sekale dan propranolol.

2. Zat-zat yang bekerja terhadap SP yakni


a. Parasimpatikomimetika (kolinergika) yang merangsang organ-organ yang
dilayani saraf parasimpatis dan meniru efek perangsang oleh asetilkolin,
misalnya pilokarpin, dan prostigmin.
b. Parasimpatikolitika (antikolinergika) justru melawan efek-efek kolinergika
misalnya alkoloida beladonna dan propatelin.
c. Zat-zat perintang ganglion. Yang merintangi penerusan implus dalam sel-
sel ganglion simpatis. Efek perintangan ini dampaknya luas, antara lain
vasodilatasi karena blokade susunan simpatis

Organ Efektor Impuls Impuls


Adrenergik / Simpatis Kolinergik / Parasimpatik
Mata Midriasis Miosis
Jantung Denyut bertambah Denyut menurun
Vena Konstriksi, dilatasi -
Sekresi kel. Lbng Berkurang Bertambah
Alat kelamin Ejakulasi Ereksi
Kel. Keringat Sekresi local Sekresi umum

xxi
BAB III
METODE KERJA

A. Alat dan bahan

 Hewan percobaan: Kelinci albino sehat / 2 ekor marmut

 Alat-alat yang digunakan :

b. Penggaris (alat ukur milimeter)


c. Pipet tetes
d. Lampu senter

 Obat dan bahan:

b. Prostigmin (Neostgimin) 0,023%


c. Pilokarphine HCl 0,001%
d. Atropin Sulfat 0,025%

B. Cara Kerja

xxii

2.Ukur diameter pupil horizonta


1.Tiap kelompok mahasiswa
bekerja dengan satu kelinci,
perlakukan kelinci dengan baik
agar tenang.

3.Teteskan 2 tetes Prostigmin pada 4.Jika miosis sudah terjadi maksimal


sakus onjungtivals kanan dan 2 tetes pada kedua mata mata kanan dan kiri
pada mata kiri. Catat perubahan- masing-massing ditetesi dengan 2 tetes
perubahan yang terjadi selama Atropin Sulfat , catat apa yang terjadi
pemberian. selama pemberian

5.Dua puluh menit kemudian mata 6.Buat data tabulasi ukuran diameter
kanan ditetsi dengan 2 tetes pupil mata yang ditetsi dengan
Pilkarpin, cata apa yang terjadi. masing-masing bat, kesimpulan

xxiii
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pembahasan
Mata Kelinci (Pupil)
Kanan Kiri
NO Horizontal Vertikal Horizontal Vertikal
Pemberian Berat Waktu Denyut
Obat Tetes Badan (menit) jantung /
Mata (gram) menit)
Tidak Tidak Tidak Tidak
Disinari Disinari Disinari Disinari
Disinari Disinari Disinari Disinari

1. Sebelum 07.49 133 0,6 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,5 cm
ditetesi obat kali/menit
mata

2. Pilokarpin 07.52 154 kali / 0,4 cm 0,3 cm 0,4 cm 0,3 cm 0,4 cm 0,3 cm 0,4 cm 0,3 cm
hcl (mata menit
kanan dan
mata kiri)

397
Gram
3. Atropin 08.14 119 0,8 cm 0,7 cm 0,8 cm 0,7 cm 0,8 cm 0,7 cm 0,8 cm 0,7 cm
Sulfat kali/menit
(mata
kanan dan
kiri)

4. Pilokarpin 08.36 121 0,6 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,7 cm 0,6 cm 0,7 cm 0,6 cm
Hcl (mata kali/menit
kanan)

xxiv
B. Pembahasan
Obat-obat otonom adalah obat yang dapat mempengaruhi penerusan
implus dalam SSO dengan jalan menganggu sintesa, penimbunan, pembebasan,
atau penguraian transmitter atau mempengaruhi keranya atas reseptor khusus.
Akibatnya adalah dipengaruhi otot polos dan organ, jantung dan kelenjar.
Pada praktikum pengaruh obat otonom terhadap mata, ini menggunakan
hewan uji berupa kelinci. Pada praktikum ini, menggunakan obat-obat tetes mata
(parasimpatomimetika) berupa atropin sulfat dan pilokarpin HCL. Setiap kelinci
ditimbang terlebih dahulu berat badannya Serta diukur terlebih dahulu diameter
matanya, untuk digunakan sebagai pembanding ketika telah ditetesi obat. Berat
badan kelinci yang kami dapatkan adalah 397 gram.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa mata kanan dan kiri pada Saat
normal baik secara horizontal maupun vertikal berukuran 0.6 cm dan ketika
disinari berukuran 0,5 cm. Kemudian ketika ditetesi Pilokarpin HCl pada mata
kanan dan kiri yang tidak disinari berukuran 0,4 cm, Ketika disinari berukuran 0.3
cm.
Lalu ketika diteteskan Pilokarpin Hcl kedua pupil mata mengalami miosis
(pengecilan ukuran pupil mata) hal ini disebabkan oleh efek dari Pilokarpin HCl.
Setelah diukur, pupil mata yang kami dapatkan 0,4 cm tidak disinari dan 0,3 cm
disinari. Setelah 20 menit kemudian, diteteskan Atropin Sulfat pada mata kanan
dan kiri. Pada mata kiri dan kanan baik secara horizontal maupun vertikal yang
tidak disinari berukuran 0,8 cm, sedangkan ketika disinari pupil mata berukuran
0,7 cm. Atropin Sulfat memberikan efek atau perubahan pupil mata menjadi besar
kembali. Setelah 20 menit kemudian, pada mata kanan diteteri pilokarpin HCl.
Pada mata kanan baik secara vertikal maupun horizontal yang tidak disinari
berukuran 0.6 cm dan disinari berukuran 0,5 cm. Pada mata kiri baik secara
vertikal maupun horizontal tidak disinari berukuran 0.7 cm dan yang disinari
berukuran 0,6 cm.

xxv
BAB V
KESIMPULAN

Hasil yang didapat pada praktikum ini, yaitu:


1. Jenis obat yang digunakan pada praktikum ini adalah pilokarpin HCL dan
Atropin Sulfat dengan berbagai kadar. Pilokarpin adalah obat kolinergik yang
merupakan obat yang bekerja dengan cara merangsang saraf parasimpatis
(parasimpatomimetik) yang mengakibatkan pupil matanya miosis atau
mengecil. Sedangkan Atropin sulfat adalah obat adrenergik yang merupakan
obat yang bekerja dengan cara merangsang saraf simpatis (Simpatomimetik)
yang mengakibatkan pupil matanya midriasis atau melebar.
2. Tiap-tiap obat memiliki efek yng berbeda, dari perbedaan efek tersebut
dilakukan pengujian dan perbandingan dengan efek yang sesuai yang
diakibatkan oleh masing masing obat.
3. Frekuensi denyut jantung kelinci dalam keadaan normal adalah 120 – 150 per
menit.

xxvi
DAFTAR PUSTAKA

Goodman & Gilman. 2012 ."Dasar Farmakologi Terapi Volume 1 Edisi 10 ".
Jakarta : Buku Kedokteran.

Dewi Marlina, M. A. (n.d.). Modul Praktikum Farmakologi I

Schmitz , Gerry . Hans Lepper , Michael Heidrich . 2014. " Farmakologi dan
Toksikologi Edisi III " Jakarta : Buku Kedokteran .

Katzung, Bertram G. 2004. " Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8 "
Jakarta : Salemba Medika..

Rustanti, Elly. 2020. “Farmakologi Dasar” Malang : PT. Cits Intrans Selaras
(Citila).

Hoan Tjay , Tan . Kirana Rahardja . 2015. " Obat - Obat Penting : Khasiat ,
Penggunaan dan Efek - Efek Sampingnya Edisi 7 " Jakarta : Elex Media
Komputindo .

xxvii
LAMPIRAN
Berat badan kelinci (397 gram)

1. Sebelum ditetesi obat mata (kanan dan kiri)


Tidak Disinari : 0,6 cm Disinari : 0,5 cm

Mata Kelinci (Pupil)


Horizontal Vertikal
Tidak Disinari Disinari Tidak Disinari Disinari

2. Pilokarpin Hcl (mata kanan dan mata kiri)


Tidak disinari : 0,4 cm Disinari : 0,3 cm

Mata Kelinci (Pupil)

xxviii
Kanan
Horizontal Vertikal

Tidak Disinari Disinari Tidak Disinari Disinari

Mata Kelinci (Pupil)


Kiri
Tidak Disinari : 0,4 cm Disinari : 0,3 cm
Horizontal Vertikal
Tidak Disinari Disinari Tidak Disinari Disinari

3. Atropin sulfat (mata kanan dan mata kiri)


Tidak disinari : 0,8 cm Disinari : 0,7 cm

Mata Kelinci (Pupil)

xxix
Kiri
Horizontal Vertikal
Tidak Disinari Disinari Tidak Disinari Disinari

Mata Kelinci (Pupil)


Kanan
Horizontal Vertikal
Tidak Disinari Disinari Tidak Disinari Disinari

4. Pilokarpin Hcl (mata kanan)

xxx
Tidak disinari : 0,6 cm Disinari : 0,5 cm

Mata Kelinci (Pupil)


Kanan dan Kiri
Horizontal Vertikal
Tidak Disinari Disinari Tidak Disinari Disinari

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

xxxi
FARMAKOLOGI I
PERCOBAAN 5 – EFEK OBAT ANTIEMETIKA
TERHADAP HEWAN UJI

Nama Dosen dan PLP Pembimbing :

3. Dewi Marlina, SF, Apt., M.Kes


4. Ade Agustianingsih S.Farm., Apt

Disusun Oleh :

Kelompok : 3 (Ganjil)

Kelas : Reguler 2B

Nama : NIM :
5. Desti Putri Syafitri PO7139121047
6. Elmi Safitri PO7139121049
7. Yuliana Damayanti PO7139121073
8. Melda Via Ariska PO7139121087

JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

xxxii
A. Latar Belakang
Metabolisme obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat
oleh organisme hidup, pada umumnya dilakukan melalui proses enzimatik.
Proses metabolisme obat merupakan salah satu hal penting dalam
penentuan durasi dan intensitas khasiat farmakologis obat.
Metabolisme obat sebagian besar terjadi di retikulum endoplasma sel-sel
hati. Selain itu, metabolisme obat juga terjadi di sel-sel epitel pada saluran
pencernaan, paru-paru, ginjal, dan kulit.
Metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain faktor
fisiologis (usia, genetika, nutrisi, jenis kelamin), serta penghambatan dan
juga induksi enzim yang terlibat dalam proses metabolisme obat. Selain
itu, faktor patologis (penyakit pada hati atau ginjal) juga berperan dalam
menentukan laju metabolisme obat.
Mual adalah perasaan dorongan kuat untuk muntah. Muntah atau
memuntahkan adalah memaksa isi pert naik melalui kerongkongan dan
keluar dari mulut (UMMC, 2013). Penyebab mual dan muntah ini ada
bermacam-macam seperti: alergi makanan, infeksi pada perut atau
keracunan makanan, bocornya isi perut (makanan atau cairan) keatas yang
juga disebut gastroesophageal reflux atau GERD (UMMC, 2013). Mual
dan muntah sejauh ini merupakan kejadian yang sering terjadi pada
kondisi kesehatan selama kehamilan, dengan prevalensi diperkirakan
sekitar 50 – 70%. Kejadian yang sering terjadi berupa hyperemesis
gravidarum (HG), telah diperkirakan sebesar 0,5 - 2 % dari seluruh
kehamilan (Svetlana et al, 1999).
Anti-emetik atau obat mual adalah obat yang digunakan untuk
mengatasi rasa mual dan muntah, Antiemetik secara khusus digunakan
untuk mengatasi mabuk perjalanan dan efek samping dari analgesik dari
golongan opiat, anestesi umum, dan kemoterapi yang digunakan untuk
melawan kanker, juga untuk mengatasi vertigo (pusing) atau migren
(Mutschler, 1991).
Tujuan keseluruhan dari terapi anti-emetik adalah untuk mencegah
atau menghilangkan mual dan muntah, seharusnya tapa menimbulkan efek

xxxiii
samping. Terapi anti-emetik dindikasikan untuk pasien dengan gangguan
elektrolit akibat sekunder dari muntah, anoreksia berat, memburuknya
status gizi atau kehilangan berat badan.

B. Maksud dan Tujuan Pratikum


Agar mahasiswa dapat memahami efek bahan uji sebagai
antiemetika terhadap hewan uji yang diinduksi dengan kupri sulfat.

C. Prinsip Pratikum
Memahami

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

xxxiv
Anti emetika adalah obat-obat yang digunakan untuk mengurangi
atau menghilangkan perasaan mual dan muntah.
Muntah dapat disebabkan antara lain:
1.) Rangsangan dari asam lambung- usus ke pusat muntah karena adanya
kerusakan mukosa lambung-usus, makanan tidak cocok, hepatitis, dan
lain-lain.
2) Rangsangan disebabkan oleh obat-obatan seperti tetrastiklin, dioksin,
estrogen, morfin, dan lain-lain
3.) Rangsangan melalui kulit korteks dengan melihat, membau, merasakan
sesuatu yang tidak menyenangkan

Anti emetika diberikan kepada pasien dengan keluhan sebagai berikut.


1.) Mabuk jalan (motio sickness)
2.) Mabuk kehamilan (morning sickness)
3.) mual atau muntah yang disebabkan penyakit tertentu

Obat anti emetika dibagi menjadi 4 golongan yaitu :


1.)Anti histamin, misalnya: sinarizin, dimenhidrinat dan prometazin
teoklat
2.)Metoklopramid dan fenotiazin, misalnya : klorpromazin HCl,
Perfenazin, Proklorperazin, dan trifluo perazin
3.) Domperidon, Obat ini dipakai pada kasus mual dan muntah yang
berkaitan dengan obat-obat sitostatika.
4.) Antagonis 5 HT3, bermanfaat pada pasien mual dan muntah yang
berkaitan dengan obat-obat sitostatika.

Obat generik, indikasi, kontra indikasi dan efek samping


1) Sinarizin
Indikasi : kelainan vestibuler seperti vertigo, tinitus, mual dan
muntah
Kontra indikasi : kehamilan (menyusui, hipotensi dan serangan asma)

xxxv
Efek samping : Gejala ekstra piramidal, mengantuk, sakit kepala, dan
lain-lain
Sediaan : Cinnarizine (generik) tablet 25 mg

2.) Dimenhidrinat
Indikasi : mual, muntah, vertigo, mabuk perjalanan dan kelainan
labirin
Kontra indikasi : Serangan asma akut, gagal jantung dan kehamilan.
Efek samping : mengantuk dan gangguan psikomotor
Sediaan : Generik.

3.) Klorpromazin HCl


Indikasi : mual dan muntah
Kontra indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek samping : mengantuk, gejala ekstrak piramidal, dan lain-lain
Sediaan : klorpromazin generik tablet 25, 100 mg

4.) Pergenazion
Indikasi : mual dan muntah berat
Kontra indikasi : Gangguan hati dan ginjal.
Efek samping : mengantuk, gejala ekstrak piromidal, dan lain-lain
Sediaan : Perfenazin (generik) tablet 2,4,8 mg

5.) Proklorperazin
Indikasi : Mual dan muntah akibat gangguan pada labirin
Kontra indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek samping : mengantuk, gejala ekstrak piramidal, dan lain-lain
Sediaan : generik

6.) Trifluoperazin
Indikasi : Mual dan muntah berat

xxxvi
Kontra indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek samping : mengantuk, gejala ekstrak piramidal, dan lain-lain
Sediaan : Trifluoperazin HCl (generik) tab 1,5 mg

BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan

 Hewan Percobaan : Kodok Hijau

Alat:
 Test sampel (crude extract, pure natural product or synthetic compound)
 Sendok spatula
 Pinset
 Timbangan digital
 Neraca analitik
 Spuit Oral / Sonde
 Labu takar
 Mortir
 Stamfer
 Sarung tangan

Bahan:
 Agent emetika (CuSO4. 5H2O)
 Tablet Antimo / Dimenhidrinat (Anti Emetika)
 Na-CMC
 Aquadest
 Cacing Tanah

xxxvii
B. Cara Kerja

3. Tiap kodok diberi


2. Dibagi kedalam 5
1.Hewan coba makan cacing tanah
kelompok dan
masing-masing 3 jam sebelum
masing-masing
ditimbang Percobaan. (Buat 15
terdiri atas 3.
Menit)

4. Suspensikan 5. Ada kelompok


6. Ada kelompok
Sampel tablet antimo kontrol yang hanya
hanya diberikan
diberi dosis Oral 50 diberikan kupri sulfat
antimo solution
mg/kg Berat badan. (15 mg/10 ml)

9. Bahan Copper
7. Ada kelompok sulphate pentahydrate
8. Kondisikan Kodok (emetic agent) diberi
diberi antimo
selama 30 minute. oral dan diamati emesis
solution dan kupri
(10 Menit). yang pertama, kedua
sulfat. dan seterusnya selama
90 Menit

10. Buat tabele 11. Hasil antiemesisnya 12. Bandingkan efek


pengamatan 15, 30, 45, ditentukan dari lamanya pemberian obat sample
60, 75,dan 90 Menit. efek menahan emetika dengan kontrol.

Data dapat Dihitung


secara satitistika
(Kawai et al,1994).

xxxviii
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Percobaan
1. Pembuatan
Cara Pembuatan Larutan Kupri Sulfat (CuSO4) (1000 mg/10 ml)
1. Timbang CuSO4 1000 mg
2. Masukkan ke dalam labu takar
3. Larutkan dengan aquadest ad 10 ml

Pembuatan Suspensi Na.CMC 1%


1. Timbang Na Cmc 1% = 1/100 x 50 ml = 0,5 g
2. Masukkan dalam mortir panas, dan tambahkan air panas (20
kalinya)
= 20 x 0,5 = 10 ml air panas
3. Taburkan Na Cmc di atasnya,tunggu hingga mengembang
4. Gerus Hinga Homogen
5. Encerkan dalam labu takar dengan aquadest ad 50 ml

Pembuatan Suspensi Antimo (Dimenhidrinat)


1. Timbang Antimo sebanyak 20 tablet
2. Gerus tab Antimo, ambil serbuk sebanyak:
100 mg/1000 mg = x / 4.904
x = 490.400 / 1000
x = 490,4 = 500 mg
3. Masukkan 500 mg Serbuk Antimo ke dalam lumpang lalu
tambahkan larutan Na Cmc 1% ad 50 ml.
4. Gerus Hingga Homogen
5. Masukkan dalam labu takar

xxxix
5. Perhitungan Dosis
A. Hasil penimbangan berat badan
Berat badan kodok 1 = 32 gram
Berat badan kodok 2 = 25 gram
Berat badan kodok 3 = 24 gram

 KODOK 1 DIBERIKAN CUSO4


Dosis Larutan CuSo4 = 15 mg/10 ml
Dibuat dalam sediaan larutan CuSO4 1000 mg dalam 10 ml aquadest
Dosis untuk kodok 1 (BB = 32 g)

 Cara 1
Dosis untuk kodok 32 g = 32 g / 1000 g x 15 mg
= 0,48 mg
Volume untuk kodok 1 = 0,48 mg / 100 mg x 1 ml
= 0,0048 ml

 Cara 2
Volume yang diberikan = 1% BB = 1/100 X 32 g
= 0,32 ml

 KODOK 2 DIBERIKAN SUSPENSI ANTIMO


Dosis Antimo = 50 mg / kgBB
Dibuat sediaan Suspensi Antimo 500 mg dalam 50 ml Na.CMC 1%
Dosis untuk kodok 2 (BB= 25 g)
 Cara 1
Dosis untuk kodok 25 g = 25 g / 1000 g x 50 mg
= 1,25 mg
Volume yang diberikan = 1,25 mg / 10 mg x 1ml
= 0,125 ml
 Cara 2

xl
Volume yang diberikan = 1% x BB = 1/100 x 25 g
= 0,25 ml

 KODOK 3 DIBERIKAN LARUTAN CUSO4 DAN SUSPENSI


ANTIMO
 Cara 1
Untuk kodok 3 (BB = 24 g)
Larutan CuSo4
Dosis untuk kodok 24 g = 24 g / 1000 g x 15 mg
= 0,36 mg
Volume Larutan CuSO4 yang diberikan = 0,36 mg / 100 mg x 1 ml
= 0,0036 ml
Suspensi Antimo
Dosis untuk kodok 24 g = 24 g / 1000 g x 50 mg
= 1,2 mg
Volume yang diberikan = 1,2 mg / 10 mg x 1ml
= 0, 12 ml
 Cara 2
Larutan CuSo4
Volume yang diberikan = 1% BB = 1/100 X 24 g
= 0,24 ml
Suspensi Antimo
Volume yang diberikan = 1% x BB = 1/100 x 24 g
= 0,24 ml

B. Tabel Hasil Pengamatan

Perlakuan Berat Diskusi Jam 15 Menit 30 45 60 75


badan dengan Menit Menit Menit menit M
kodok
(gram)
Kodok 1 32 Lar.CuSO4 11.1 Muntah Tidak Tidak Tidak Tidak T
gram 7 (Tepatnya munta muntah munta muntah m
13 menit h h
setelah

xli
diberi
CuSO4
Kodok 2 25 Suspensi 11.2 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak T
gram Antimo 2 muntah munta muntah munta muntah m
h h
Kodok 3 24 Suspensi 11.3 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak T
gram Antimo 0 muntah munta muntah munta muntah m
Dan (tetapi h h
Lar.CuSO4 memberikan
reaksi mual
seperti ingin
muntah)

Ket: Muntah/Tidak Muntah

C. Pembahasan
Pada praktikum kali ini yang berjudul efek obat antiemetika terhadap
hewan uji, kami menggunakan hewan uji berupa kodok. Kodok yang kami pakai
berjumlah 3 ekor. Pertama, masing-masing kodok ditimbang beratnya untuk
menghitung dosis pemberian obat antiemetika. Kemudian tiap kodok diberi
makan cacing tanah. Kemudian, kodok 1 diberi kupri sulfat (CuSO4.5H2O)
sebanyak dosis yang telah di hitung dengan memakai sonde. Kodok kedua diberi
larutan antimo atau dimenhidrat. Lalu kodok ketiga, diberi keduanya yaitu kupri
sulfat dan antimo. Kupri sulfat merupakan obat agent emetika yang dapat
memberikan efek yang menyebabkan kodok menjadi muntah. Sedangkan Antimo
merupakan obat antiemetika yang mengakibatkan kodok menjadi tidak muntah.
Obat antiemetika adalah obat yang dapat mengatasi muntah dan mual.
Berdasarkan pengamatan yang didapatkan, selama 90 menit kodok 1
mengalami muntah pada 13 menit setelah diberi Kupri Sulfat (CuSO 4.5H2O). Hal
ini disebabkan karena larutan kupri sulfat ini merangsang terjadinya muntah.
Selanjutnya kodok 2 tidak muntah. Hal ini membuktikan bahwa benar obat antimo
merupakan obat antiemetika atau antimual yang menyebabkan kodok tidak
muntah. Selanjutnya kodok ketiga, 15 menit setelah diberi antimo dan kupri sulfat
kodok menunjukkan reaksi mual yakni membuka mulut seperti ingin muntah
tetapi tidak muntah. Hal ini disebabkan karena efek antimo bekerja lebih kuat

xlii
sehingga dapat mengatasi mual atau muntah. Tetapi bisa jadi juga kodok
mengalami muntah jika efek kupri sulfat bekerja lebih kuat. Jika kelompok kodok
yang ketiga ini muntah maka yang membedakannya dengan kelompok kodok 1
adalah waktu ketika menahan muntahnya akan lebih lama.

BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kupri sulfat adalah obat agent emetika yang dapat memicu atau
merangsang terjadinya mual atau muntah.
2. Antimo / Dimenhidrat adalah obat anti emetika yang berfungsi sebagai
obat anti mual atau anti muntah.

xliii
DAFTAR PUSTAKA

Dewi Marlina, M. A. (n.d.). Modul Praktikum Farmakologi I.


Hastuti, Tri Budi. 2014. “Laporan Akhir Praktikum Farmakologi”,
https://www.academia.edu/17563147/LAPORAN_AKHIR_PRAKTIKUM_FARMAKO
LOGI_P2, diakses pada 15 januari 2023.

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/6426/5.BAB%20I.pdf?
sequence=5&isAllowed=y , diakses pada 15 januari 2023.

Wahyudi, M.Tamam. 2016. “UJI AKTIVITAS ANTI-EMETIK


MINYAK ATSIRI JAHE (Zingiber officinale) PADA OTOT POLOS ILEUM
MARMUT (Cavia cobaya) TERISOLASI: STUDI IN SILICO DAN IN VITRO
PADA RESEPTOR ASETILKOLIN MUSKARINIK 3”,
http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/6426?show=full , diakses pada 15
januari 2023.

https://repository.unair.ac.id/55096/2/FF%20FK%2003%2016.pdf, diakses
pada 15 januari 2023.
https://ijhn.ub.ac.id/index.php/ijhn/article/view/239/217, diakses pada 15
januari 2023.

xliv
LAMPIRAN

1) Penimbangan hewan uji (Kodok)

Kodok 1 = 32 Kodok 2 = 25 gram Kodok 3 = 24 gram


gram

2) Penimbangan cacing

xlv
3) Memberi makan cacing pada kodok

4) Pembuatan larutan CuSO₄

Penimbangan Melarutkan CuSO₄ Larutan CuSO₄


CuSO₄

5) Pembuatan Na CMC 1 %

xlvi
6) Pembuatan Suspensi Antimo

7) Memberikan Obat

CuSO4 Antimo Antimo & CuSO4

8) Reaksi kodok setelah diberikan obat

Kodok 1 = Muntah Kodok 2 = Tidak muntah Kodok 3 = Seperti ingin


muntah/ mual

xlvii
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI I
PERCOBAAN 6 – EFEK OBAT DIURETIK
TERHADAP HEWAN UJI

Nama Dosen dan PLP Pembimbing :

1. Dewi Marlina, SF, Apt., M.Kes


2. Ade Agustianingsih S.Farm., Apt

Disusun Oleh :

Kelompok : 3 (Ganjil)

Kelas : Reguler 2B

Nama : NIM :
1. Desti Putri Syafitri PO7139121047
2. Elmi Safitri PO7139121049
3. Yuliana Damayanti PO7139121073
4. Melda Via Ariska PO7139121087

JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023

xlviii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam tubuh kita, volume dan komposisi cairan intestinal harus
tetap berada pada batas-batas tertentu agar sel-sel dapat berfungsi dengan
normal. Karena perubahan dari volume dan komposisi cairan nintestial
dapat menimbulkan kelainan fungsi tubuh. Ginjal adalah organ yang
memproduksi dan mengeluarkan urin dari dalam tubuh. Sistem ini
merupakan salah satu system utama untuk mempertahankan homeostatis
(kekonstanan lingkungan internal). Untuk mempertahankan homeostatis,
ekskresi air dan elektrolit pada asupan harus melebihi ekskresi karena
sebagian dari jumlah air dan elektrolit tersebut akan diikat dalam tubuh.
Jika asupan kurang dari ekskresi maka jumlah zat dalam tubuh akan
berkurang. Kapasitas ginjal untuk mengubah ekskresi natrium sebagai
respont terhadap perubahan asupan natrium akan sangat besar. Hal ini
sesuai untuk air dan kebanyakan elektrolit lainnya seperti klorida, kalium,
kalsium, hidrogen, magnesium, dan fosfat. Walaupun kerjanya pada ginjal,
diuretik bukan ‘obat ginjal’,artinya senyawa ini tidak dapat memperbaiki
atau menyembuhkan penyakit ginjal, demikian juga pada pasien
insufisiensi ginjal jika diperlukan dialysis, tidak dapat ditangguhkan
dengan penggunaan senyawa ini. Beberapa diuretika pada awal
pengobatan justru memperkecil ekskresi zat-zat penting urin dengan
mengurangi laju filtrasi glomerulussehingga memperburuk insufisiensi
ginjal.

B. Maksud dan Tujuan Pratikum


Untuk menganalisis efek diuretic pada mencit dengan melihat daan
mengamati serta menentukan jumlah volume dan, frekuensi urin pada
hewan uji mencit ( musmuculus ) setelah pemberian obat diuretik.

C. Prinsip Pratikum

xlix
Menganalisis dan menghitung jumlah volume hasil dari efek
diuretik pada mencit dengan melihat dan mengamati keluarnya urin pada
hewan uji mencit setelah diberi obat diuretik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan
pembentukan urin.Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama
menunjukkan adanya  penambahan volume urin yang diproduksidan yang
kedua menujjukan jumlh  pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dalam
air.Fungsi utama diuretic adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang
berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume
cairan ekstra sel kembal imenjadi normal (Departemen Farmakologi dan
Terapeutik, 2007).

Golongan obat diuretik yang umum diresepkan contohnya HCT


(hydrochlorothiazide) dan Spironolakton. Efek samping dari penggunaan
jangka panjang bisa berupa hipokalemi (kadar kalium rendah dalam
darah), dan hiperurisemia (kadar asam urat meningkat dalam darah)
Penggunaan diuretik harus dihindari pada pasien tekanan darah tinggi
disertai kencing manis (diabetes) atau pada penderita kolesterol. (Dep
artemen Farmakologi dan Terapeutik, 2007)

Diuretik dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Dimana istilah


diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya
penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan  jumlah
pengeluaran (kehilangan) zat- zat terlarut dan air. Fungsi utama diuretik adalah
untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan

Anda mungkin juga menyukai