FARMAKOLOGI I
PERCOBAAN 1 – ANASTESI LOKAL
Disusun Oleh :
Kelompok : 3 (Ganjil)
Kelas : Reguler 2B
Nama : NIM :
1. Desti Putri Syafitri PO7139121047
2. Elmi Safitri PO7139121049
3. Yuliana Damayanti PO7139121073
4. Melda Via Ariska PO7139121087
JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat bius lokal / anastesi lokal atau yang sering disebut pemati rasa adalah
obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara local pada jaringan
saraf dengan kadar yang cukup. Anastetika local atau zat-zat penghalang rasa
setempat adalah obat yang pada penggunaan local merintangi secara reversible
penerusan impuls-impuls saraf ke SSP dan dengan demikian menghilangkan atau
mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau dingin. Obat bius local
mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama
di selaput lendir. Di samping itu anastesi local mengganggu fungsi semua
organ dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls. Artinya
anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglion otonom,
cabang-cabang neuromuscular dan semua jaringan otot (Tjayetal.2007). Salah
Sejak tahun 1892 dikembangkan pembuatan anastetika lokal secara sintesis dan
yang pertama adalah prokain dan benzokain pada tahun 1905, yang disusul oleh
banyak derivate lain seperti tetrakain, butakain, dan cinchokain. Kemudian
muncul anastetika modern seperti lidokain (1947), mepivakain (1957),
prilokain (1963), dan bupivakain (1967).
C. Prinsip Praktikum
Memahami, mengukur, dan membandingkan efek anastesi lokal yang
terjadi pada kulit yang diberi lidokain HCL dan yang diolesi Benzokain salep
(probandus).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anastesi lokal adalah obat yang bekerja reversible pada tempat dimana
terdapat reseptor spesifik sehingga dapat menghambat hantaran saraf yang
dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup, Melalui reseptor
ion chanel pada sel syaraf obat ini bekerja melalui blokade pergerakan ion pada
tiap bagian susunan syaraf. Sebagai contoh, bila anastesi lokal dikenakan pada
korteks motoris, impuls-impuls yang di alirkan dari daerah tersebut tertentu, bila
di suntikkan dibawah kulit maka transmisi sensorik hambat. Pemberian Anastesi
lokal pada batang saraf menyebabkan paralis sensorik dan motorik di daerah yang
di parasafinya. Paralisis saraf oleh anastetik lokal pertama ditemukan adalah
kokain, suatu alkaloid yang terdapat dalam daun Erythroxylon coca.
BAB III
METODE KERJA
g.
Interval waktu test setiap 5 menit sampai kekebalan hilang
h.
Catat waktu yang didapatkan didalam tabel
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
A. Perhitungan Bahan
Resep standar : Salep Benzokain (Fornas Edisi II hal 16)
C. Hasil Percobaan
Catt : Percobaan dilakukan dari rasa sakit Tidak ada rasa sakit Sampai
rasa sakit timbul kembali (Tiap probandus bias berbeda hasil waktunya)
PROBANDUS I
0,6 cm 0,7 cm
PROBANDUS II
0,6 cm 0,7 cm
Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan
secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada tiap
bagian susunan saraf. Anestetika lokal bekerja menghambat penghantaran impuls
saraf bila obat tersebut dipergunakan secara lokal dan kontak langsung dengan
jaringan saraf. Obat tersebut dipergunakan secara lokal dan kontak langsung
dengan jaringan saraf. Obat ini dapat menyebabkan hilangnya sensasi panas,
dingin, sentuh, dan nyeri tanpa ini dapat menyebabkan hilangnya sensasi panas,
menghilangkan kesadaran umum,
Pada percobaan ini yang di ujikan adalah injeksi lidokain dan salep
benzokain, pada percobaan yang telah di lakukan didapatkan bahwa salep
benzokain lebih singkat menimbulkan efek anastesinya dibandingkan injeksi
lidokain, ini mungkin di sebabkan oleh cairan salep benzokain yang dioleskan
belum optimal dalam absorpsi, pendistribusiannya terhadap jaringan saraf yang
ada di dalam kulit, kemungkinan juga karena struktur kulitnya lebih tipis sehingga
reseptor-reseptor penerima stimulus yang terdapat pada bagian kulit korium atau
dermis dapat lebih aktif menerima stimulus-stimulus dari luar, durasi waktu
pencapaian kerja obatnya sebentar atau kurang, dapat kemungkinan lengan
kanannya banyak digerakkan saat praktikum sehingga dapat mengurangi efek
salep benzokain berkurang, dan dapat dikarenakan perbedaan sensitivitas saraf
dari setiap orang, yang menyebabkan pemberian benzokain menjadi lebih singkat.
BAB V
KESIMPULAN
Catterall W and Mackie K. 2001. Lokal Anesthetics. New York (US) : Mc Graw-
Hill.
Disusun Oleh :
Kelompok : 3 (Ganjil)
Kelas : Reguler 2B
Nama : NIM :
1. Desti Putri Syafitri PO7139121047
2. Elmi Safitri PO7139121049
3. Yuliana Damayanti PO7139121073
4. Melda Via Ariska PO7139121087
JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Prinsip Praktikum
xv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
xvi
Tekanan darah menurun terus akhirnya nol, respirasi hilang,
kollaps vasomotor, hal ini terjadi karena over dosis.
BAB III
METODE KERJA
B. Cara Kerja
xvii
BAB IV
A. Hasil Percobaan
1. Sebelum dianestesi
Tanda-tanda fisik
Pengamatan Waktu/menit
yang terjadi
Respirasi abdominal Abdominal = 73 kali / menit
08.07
dan torak Torak = 64 kali / menit
Denyut jantung
76 kali / menit 08.08
permenit
Tidak disinari Disinari
Gerak bola mata Kanan Kiri Kanan Kiri 08.10
normal normal normal normal
Tidak disinari Disinari
Ukuran pupil mata Kanan Kiri Kanan Kiri 08.12
0,6 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,5 cm
Refleks kornea Normal 08.13
Inhibis, tonus otot Normal masih ada pertahanan 08.14
2. Setelah dianestesi
xviii
Refleks kornea Normal 09.00
Inhibis, tonus otot Normal, masih ada pertahanan 09.00
Respirasi abdominal Abdominal = 134 kali/menit
09.10
dan torak Torak = 142 kali/menit
Denyut jantung
85 kali/menit 09.11
permenit
Tidak disinari Disinari
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerak bola mata 09.12
mening mening menin
meningkat
II kat kat gkat
Tidak disinari Disinari
Kanan Kiri Kanan Kiri
Ukuran pupil mata 09.13
0,4
0,8 cm 0,8 cm 0,4 cm
cm
Masih ada gerak reflek tetapi sedikit
Refleks kornea 09.15
berkurang
Inhibis, tonus otot Pertahanan ototnya meningkat 09.15
Respirasi abdominal Abdominal =110 kali/menit
09.21
dan torak Torak =116 kali/menit
Denyut jantung
70 kali/menit 09.22
permenit
Tidak disinari Disinari
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerak bola mata 09.23
berkura berkura berkur
III berkurang
ng ng ang
Tidak disinari Disinari
Ukuran pupil mata Kanan Kiri Kanan Kiri 09.24
0,6 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,5 c,
Refleks kornea Sudah mulai menghilang 09.26
Pertahanannya berkurang dan terlihat
Inhibis, tonus otot 09.26
lemah
Respirasi abdominal Abdominal = -
-
dan torak Torak =-
Denyut jantung
- -
permenit
Tidak disinari Disinari
Gerak bola mata Kanan Kiri Kanan Kiri -
IV - - - -
Tidak disinari Disinari
Ukuran pupil mata Kanan Kiri Kanan Kiri -
- - - -
Refleks kornea - -
Inhibis, tonus otot - -
xix
B. Pembahasan
Menurut hasil dari pemberian eter pada hewan coba tersebut efek
farmakologinya tidak stabil. Berdasarkan pengamatan pertama dari kelinci
sebelum dilakukan anastesi. Frekuensi pernapasan cepat , refleks korneahya
normal , ukuran pupil mata tidak disinari kiri dan kananya 0,6 cm Sedangkan
ketika disinari 0,5 cm . Inhibisi dan tonus otot normal , masih ada pertahanan .
Setelah pemberian anastesi, hewan coba perlahan memberikan reaksi - reaksi
kesadaran yang semakin menurun mendekati fase berikutnya meskipun belum
maksimal. Kemudian memasuki stadium berikutnya mulai muncul gejala yang
terjadi pergerakan mata yang melemah , Inhibisi dan tonus otot melemah . pupil
mata semakin mengecil . serta reaksi kesadaran yang menurun . Namun beberapa
menit kemudian hewan coba mulai mendapatkan - kesadarannya dengan pupil
mata yang kembali membesar dan telinganya kembali normal.
xx
BAB V
KESIMPULAN
xxi
DAFTAR PUSTAKA
Hasa, Delina, dkk. 2017. Penuntun Praktikum Farmakologi. Jakarta : UIN Jakarta
Tjay, Tan Hoan, Kirana Rahardja. 2007. Obat - Obat Penting dan Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta : Elex Media Komputindo
xxii
LAMPIRAN
Sebelum dianastesi
Sesudah anastesi
Stadium 1
xxiii
Stadium 2
Stadium 3
xxiv
xxv
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI I
PERCOBAAN 3 – OBAT - OBAT OTONOM
(SIMPATOMIMETIKA)
Disusun Oleh :
Kelompok : 3 (Ganjil)
Kelas : Reguler 2B
Nama : NIM :
1. Desti Putri Syafitri PO7139121047
2. Elmi Safitri PO7139121049
3. Yuliana Damayanti PO7139121073
4. Melda Via Ariska PO7139121087
JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
xxvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Prinsip Praktikum
Memahami dan mengukur diameter pupil mata hewan uji yang telah
ditetesi dengan masing-masing obat otonom (simpatmimetik).
v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi yang mengatur fungsi
viseral tubuh . Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat - pusat yang
terletak di medula spinalis , batang otak , dan hipotalamus . Juga , bagian korteks
serebri khususnyakorteks limbik , dapat menghantarkan impuls ke pusat pusat
yang lebih rendah sehingga demikian mempengaruhi pengaturan otonomik . |
Sistem saraf dibedakan atas 2 divisi anatomi yaitu sistem saraf pusat ( SSP
) yang terdiri dari otak dan medulla spinalis , serta sistem saraf tepi yang
merupakan sel - sel saraf yang terletak diluar otakdan medulla spinalis yaitu saraf
- saraf yang masuk dan keluar sistem saraf pusat . Sistem saraf tepi selnajutnya
dibagi dalam divisi eferen yaitu neuron yang membawa sinyal dari otak dan
medulla spinalis ke jaringan tepi , serta divisi aferen yang membawa informasidari
perifer ke sistem saraf pusat .
Bagian eferen sistem saraf tepi selanjutnya dibagi dalam 2
subdivisifungsional utama , yaitu sistem somatik dan sistem otonom . Eferen
somatik dapat dipengarui oleh kesadaran yang mengatur fungsi - fugsi seperti
kontraksi otot untuk memindahkan suatu benda . Sedangkan sistem otonom tidak .
dipengaruhi kesadaran dalam mengatur kebutuhan tubuh sehari - hari . Sistem
saraf otonom terutama terdiri atas saraf motorik visera ( eferen ) yang
menginevarsi otot polos organ visera , otot jantung , pembuluh darah dan kelenjar
eksokrin .
Sistem saraf otonom bersama - sama dengan sistem endokrin
mengkoordinasikan pengaturan dan integrasi fungsi - fungsi tubuh . Sistem
endokrin mengirimkan sinyal pada jaringan targetnya melalui hormon yang
kadarnya bervariasi dalam darah . Sebaliknya , sistem saraf menghantarkannya
melalui transmisi impuls listrik secara sepat melalui serabut - serabut saraf yang
berakhir pada organ efektor , dan efek khusus akan timbul sebagai akibat
pelepasan substansi neuromediator .
Sistem saraf otonom merupakan saraf yang bekerja tanpa dikendalikan
oleh kesadaran umum namun dapat berjalan sesuai fungsinya. Sistem saraf ini
vi
berfungsi mengendalikan dan memelihara organ - organ tubuh bagian dalam
misalnya jantung , saluran nafas , saluran cerna , kelenjar - kelenjar dan pembuluh
darah Obat - obat otonom simpatomimtika terutama bekerja pada reseptor yang
diperantarai Terutama golongan obat adrenergic karena efeknya mirip syaraf
simpatik perangsangan syaraf adrenergik atau efek neurotransmitter adrenergik
Syaraf simpatik terutama memberi respons terhadap stimulus fight or flight "
Fungsi dari saraf simpatis adalah untuk mempersiapkan diri dalam
keadaan darurat , merespons situasi yang tidak menyenangkan dan penuh tekanan
( stress ) . serta keadaan ancaman dari luar Oleh karena itu , dengan mdu ah efek
dominansi simaptis adalah adanya keadaan fight - or - flight . Dengan demikian ,
dapat dippeningkatan denyut jantung , tekanan darah , pelebran pembuluh darah ,
erkirakaan apa efek yang ditimbulkan akibat perangsangan simpatis , seperti
peningkatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung , pemecahan glikogen ,
pelebaran pembuluh darah , pelebaran pupil , berkeringat , dan penurunan
sementara fungsi sistem pencernaan dan perkemihan. Pengaruh aktivasi sistem
saraf simpatis terhadap kelenjar saliva adalah lampiran sekresi saliva yang kental
dan kaya akan lendir Efek lengkap dapat dilihat di lembaran lampiran.
Secara umum dapat dikatakan bahwa system simpatis dan parasimpatis
memperlihatkan fungsi antagonis Bila yang satu menghambat suatu fungsi maka
yang lain memacu fungsi tersebut . Contoh midriasis terjadi dibawah pengaruh
saraf simpatis dan miosis dibawah pengaruh parasimpatis .
vii
BAB III
METODE KERJA
Bahan :
a. Efedrin 0,036 %
b. Epinefrin 0,086 %
c. Prostigmin 0,023 %
Hewan percobaan :
Kelinci albino / 2 ekor Marmut
viii
B. Cara Kerja
ix
BAB IV
A. Hasil Percobaan
Mata Kelinci (Pupil)
Kanan Kiri
NO Pemberian Berat Waktu Denyut Horizontal Vertikal Horizontal Vertikal
Obat Tetes Badan (menit) jantung
Mata (gram) atau
menit Tidak Tidak Tidak Tidak
Disinari Disinari Disinari Disinari
Disinari Disinari Disinari Disinari
1. Sebelum 08.53 122 / 0,5 cm 0,3 cm 0,5 cm 0,3 cm 0,5 cm 0,4 cm 0,5 cm 0,4 cm
ditetesi menit
obat mata
2. Efedrin 09.14 129 / 0,8 cm 0,6 cm 0,8 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,4 cm 0,5 cm 0,4 cm
(mata menit
kanan)
322
3. Epinefrin Gram 09.20 137 / 0,8 cm 0,6 cm 0,8 cm 0,6 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,5 cm
(mata Kiri) menit
4. Prostigmin 09.41 98 / 0,5 cm 0,3 cm 0,5 cm 0,3 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,5 cm
(mata menit
kanan)
5. Efedrin 09. 51 115 / 0,5 cm 0,3 cm 0,5 cm 0,3 cm 0,8 cm 0,7 cm 0,8 cm 0,7 cm
(mata kiri ) menit
x
B. Pembahasan
Sistem saraf otonom merupakan saraf yang bekerja tanpa dikendalikan
oleh kesadaran umum namun dapat berjalan sesuai fungsinya. Sistem saraf ini
berfungsi mengendalikan dan memelihara organ - organ tubuh bagian dalam
misalnya jantung , saluran nafas , saluran cerna , kelenjar - kelenjar dan pembuluh
darah.
Pada Praktikum pengaruh obat simpatomimetikum terhadap mata kelinci,
kami menggunakan obat tetes mata berupa efedrin, Prostigmin dan epinefrin.
Pertama, Berat badan kelinci ditimbang terlebih dahulu. Berat badan kelinci yang
kami dapatkan di percobaan ini adalah 322 gram. Kemudian, Pupil mata kelinci
diukur. Hal ini bertujuan sebagai pembanding ketika telah ditetesi obat. Setelah
diukur, didapatkan 0,5 cm ukuran normal pupil mata kelinci jika tidak disinari dan
0,3 cm jika disinari. Selanjutnya, dihitung Denyut jantung kelinci. Frekuensi
denyut jantung kelinci dalam keadaan normal adalah 120 – 150 per menit. Lalu,
mata kanan kelinci di tetesi dengan 2 tetes Efedrin. Efedrin adalah obat adrenergik
yang merupakan obat yang bekerja dengan cara merangsang sarafsimpatis
(Simpatomimetik). Hal ini mengakibatkan denyut jantung kelinci bertambah
menjadi 129/menit dan pupil matanya midriasis atau melebar. Pupil mata kanan
pada kelinci yang kami dapatkan yaitu 0,8 cm jika tidak disinari dan 0,6 cm saat
di sinari.
BAB V
xi
KESIMPULAN
Hasil yang didapat pada praktikum pengaruh obat otonom ini, yaitu:
1. Jenis obat yang digunakan pada praktikum ini adalah efedrin hcl, epinefrin
dan prostigmin dengan kadar yang berbeda-beda. Efedrin dan Epinefrin adalah
obat adrenergik yang merupakan obat yang bekerja dengan cara merangsang
saraf simpatis (Simpatomimetik) yang mengakibatkan denyut jantung kelinci
bertambah dan pupil matanya midriasis atau melebar. Prostigmin adalah obat
kolinergik yang merupakan obat yang bekerja dengan cara merangsang saraf
parasimpatis (Parasimpatomimetik) yang mengakibatkan denyut jantung
kelinci menurun dan pupil matanya miosis atau mengecil.
2. Frekuensi denyut jantung kelinci dalam keadaan normal adalah 120 – 150 per
menit.
DAFTAR PUSTAKA
xii
Katzung, Bertram G. 2004. " Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8 "
Jakarta : Salemba Medika.
Hoan Tjay , Tan . Kirana Rahardja . 2015. " Obat - Obat Penting : Khasiat ,
Penggunaan dan Efek - Efek Sampingnya Edisi 7 " Jakarta : Elex Media
Komputindo .
Schmitz , Gerry . Hans Lepper , Michael Heidrich . 2014. " Farmakologi dan
Toksikologi Edisi III " Jakarta : Buku Kedokteran .
Goodman & Gilman. 2012 ."Dasar Farmakologi Terapi Volume 1 Edisi 10 ".
Jakarta : Buku Kedokteran.
Rustanti, Elly. 2020. “Farmakologi Dasar” Malang : PT. Cits Intrans Selaras
(Citila).
LAMPIRAN
xiii
Berat badan kelinci (3,22 gram)
xiv
Mata Kelinci (Pupil)
Kanan
Horizontal Vertikal
Tidak Disinari Disinari Tidak Disinari Disinari
xv
Mata Kelinci (Pupil)
Kanan
Horizontal Vertikal
Tidak Disinari Disinari Tidak Disinari Disinari
xvi
FARMAKOLOGI I
PERCOBAAN 4 – OBAT - OBAT OTONOM
(PARASIMPATOMIMETIKA)
Disusun Oleh :
Kelompok : 3 (Ganjil)
Kelas : Reguler 2B
Nama : NIM :
JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB I
xvii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem saraf parasimpatik merupakan sistem saraf yang bekerja disaat
kondisi tubuh dalam keadaan normal . Saraf parasimpatik memiliki serabut pra
ganglion yang panjang dan serabut post - ganglion pendek . Saraf simpatik dan
parasimpatik bekerja pada efektor yang sama tetapi pengaruh kerjanya berlawanan
sehingga keduanya bersifat antagonis . Fungsi saraf parasimpatik diantaranya
ialah dapat memperlambat denyut jantung , memperbesar diameter pembuluh
arteri . memperkecil pupil , mempebesar bronkus , dan menstimulasi sekresi
insulin juga glukagon , sedangkan fungsi dari saraf simpatik yaitu kebalikannya .
Sistem saraf parasimpatik juga mempunyai peranan penting dalam
mengatur jumlah asetilkolin di dalam tubuh . Asetilkolin dilepaskan dari terminal
saraf parasimpatis pascaganglion dan bekerja pada berbagai organ efektor melalui
aktivasi reseptor yang ada pada organ tersebut . Reseptor pada organ tubuh dibagi
menjadi dua , yaitu reseptor muskarinik yang terdiri atas M1 , M2 , M3 , M4 , dan
M5 , dan juga reseptor nikotinik yang terdiri atas N1 dan N2 .
Saat kondisi asetilkolin dalam tubuh lebih tinggi dari keadaan normal
maupun lebih rendah dari keadaan normal , maka kondisi tersebut dapat
menyebabkan penyakit didalam tubuh . Ada dua golongan obat yang bekerja
untuk menyeimbangkan kembali jumlah asetilkolin didalam tubuh , yaitu
parasimpatomimetik dan parasimpatolitik .
Parasimpatomimetik merupakan golongan obat yang dibutuhkan saat
kondisi asetilkolin dalam tubuh lebih rendah dari keadaan normal sehingga
mempunyai efek seperti asetilkolin , contohnya seperti dalam pengobatan
penyakit konstipasi dibutuhkan obat dulcolax , myasthenia gravis dibutuhkan obat
neostigmin , alzheimer dibutuhkan obat takrin , dan glaukoma dibutuhkan obat
pilokarpin . Lain hal nya dengan parasimpatolitk yang merupakan golongan obat
dibutuhkan saat kondisi asetilkolin dalam tubuh lebih tinggi dari keadaan normal
sehingga menghambat efek asetilkolin parasimpatis , contohnya seperti dalam
pengobatan penyakit urinary incontinence dibutuhkan obat oxybutynin , motion
sickness dibutuhkan obat skopolamin , asma dibutuhkan obat ipratropium , iritasi
xviii
usus besar dibutuhkan obat disklomin , dan keracunan pestisida dibutuhkan obat
atropin dan pralidoksim.
B. Maksud dan Tujuan Praktikum
Agar mahasiswa dapat memahami efek beberapa obat pada sistem saraf
parasimpatis terutama pada mata.
C. Prinsip Praktikum
Memahami dan mengukur diameter pupil mata hewan uji yang telah
ditetesi dengan masing-masing obat otonom (parasimpatomimetik).
xix
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bagian sistem saraf yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut sistem
saraf otonom . Sistem ini membantu mengatur tekanan arteri , motilitas dan
sekresi gastro - intestinal pengosongan kandung kemih , berkeringat suhu tubuh
dan banyak aktivitas lainnya . Ada sebagian yang diatur saraf otonom sedangkan
yang lainnya sebagian saja . Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi
yang mengatur fungsi viseral tubuh . Sistem saraf otonom terutama diaktifkan
oleh pusat - pusat yang terletak di medula spinalis , batang otak , dan
hipotalamus . Juga , bagian korteks serebri khususnya korteks limbik , dapat
menghantarkan impuls ke pusat - pusat yang lebih rendah sehingga demikian
mempengaruhi pengaturan otonomik .
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis
dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan . Sebenarnya tidak
ada penyamarataan yang dapat dipakai untuk menjelaskan apakah rangsangan
simpatis atau parasimpatis dapat menyebabkan timbulnya eksitasi atau inhibisi
pada suatu organ tertentu . Memahami anatomi dan fisiologi sistem saraf otonom
berguna memperkirakan efek farmakologi obat - obatan baik pada sistem saraf
simpatis maupun parasimpatis . Sistem saraf pada manusia , salah satunya adalah
otak sebagai bagian dari sistem saraf , mengatur dan mengoordinir sebagian besar
gerakan , perilaku dan fungsi tubuh . Sistem saraf terdin dari jutaan sel saraf
( neuron ) yang saling berhubung dan fital untuk perkembangan bahasa , pikiran
dan ingatan . Unit terkecil dalam sistem saraf adalah neuron yang diikat oleh sel
glia.
SSO, juga disebut susunan saraf vegetatif, meliputi antara lain saraf-saraf
dan ganglia (=majemuk dari gaglion=simpul saraf) yang merupakan persarafan ke
semua otot polos dari berbagai organ. Termasuk kelompok ini pula adalah
beberapa kelenjar (ludah, keringat, dan pencernaan) dan juga otot jantung, yang
sebagai pengecualian bukan merupakan otot polos, tetapi suatu otot lurik Dengan
demikian, SSO tersebar luas diseluruh tubuh dan fungsinya adalah mengatur
xx
secara otomatis keadaan fisiologi yang konstan, seperti suhu badan, tekanan dan
peredaran darah, serta pernafasan.
xxi
BAB III
METODE KERJA
B. Cara Kerja
xxii
5.Dua puluh menit kemudian mata 6.Buat data tabulasi ukuran diameter
kanan ditetsi dengan 2 tetes pupil mata yang ditetsi dengan
Pilkarpin, cata apa yang terjadi. masing-masing bat, kesimpulan
xxiii
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pembahasan
Mata Kelinci (Pupil)
Kanan Kiri
NO Horizontal Vertikal Horizontal Vertikal
Pemberian Berat Waktu Denyut
Obat Tetes Badan (menit) jantung /
Mata (gram) menit)
Tidak Tidak Tidak Tidak
Disinari Disinari Disinari Disinari
Disinari Disinari Disinari Disinari
1. Sebelum 07.49 133 0,6 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,5 cm
ditetesi obat kali/menit
mata
2. Pilokarpin 07.52 154 kali / 0,4 cm 0,3 cm 0,4 cm 0,3 cm 0,4 cm 0,3 cm 0,4 cm 0,3 cm
hcl (mata menit
kanan dan
mata kiri)
397
Gram
3. Atropin 08.14 119 0,8 cm 0,7 cm 0,8 cm 0,7 cm 0,8 cm 0,7 cm 0,8 cm 0,7 cm
Sulfat kali/menit
(mata
kanan dan
kiri)
4. Pilokarpin 08.36 121 0,6 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,7 cm 0,6 cm 0,7 cm 0,6 cm
Hcl (mata kali/menit
kanan)
xxiv
B. Pembahasan
Obat-obat otonom adalah obat yang dapat mempengaruhi penerusan
implus dalam SSO dengan jalan menganggu sintesa, penimbunan, pembebasan,
atau penguraian transmitter atau mempengaruhi keranya atas reseptor khusus.
Akibatnya adalah dipengaruhi otot polos dan organ, jantung dan kelenjar.
Pada praktikum pengaruh obat otonom terhadap mata, ini menggunakan
hewan uji berupa kelinci. Pada praktikum ini, menggunakan obat-obat tetes mata
(parasimpatomimetika) berupa atropin sulfat dan pilokarpin HCL. Setiap kelinci
ditimbang terlebih dahulu berat badannya Serta diukur terlebih dahulu diameter
matanya, untuk digunakan sebagai pembanding ketika telah ditetesi obat. Berat
badan kelinci yang kami dapatkan adalah 397 gram.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa mata kanan dan kiri pada Saat
normal baik secara horizontal maupun vertikal berukuran 0.6 cm dan ketika
disinari berukuran 0,5 cm. Kemudian ketika ditetesi Pilokarpin HCl pada mata
kanan dan kiri yang tidak disinari berukuran 0,4 cm, Ketika disinari berukuran 0.3
cm.
Lalu ketika diteteskan Pilokarpin Hcl kedua pupil mata mengalami miosis
(pengecilan ukuran pupil mata) hal ini disebabkan oleh efek dari Pilokarpin HCl.
Setelah diukur, pupil mata yang kami dapatkan 0,4 cm tidak disinari dan 0,3 cm
disinari. Setelah 20 menit kemudian, diteteskan Atropin Sulfat pada mata kanan
dan kiri. Pada mata kiri dan kanan baik secara horizontal maupun vertikal yang
tidak disinari berukuran 0,8 cm, sedangkan ketika disinari pupil mata berukuran
0,7 cm. Atropin Sulfat memberikan efek atau perubahan pupil mata menjadi besar
kembali. Setelah 20 menit kemudian, pada mata kanan diteteri pilokarpin HCl.
Pada mata kanan baik secara vertikal maupun horizontal yang tidak disinari
berukuran 0.6 cm dan disinari berukuran 0,5 cm. Pada mata kiri baik secara
vertikal maupun horizontal tidak disinari berukuran 0.7 cm dan yang disinari
berukuran 0,6 cm.
xxv
BAB V
KESIMPULAN
xxvi
DAFTAR PUSTAKA
Goodman & Gilman. 2012 ."Dasar Farmakologi Terapi Volume 1 Edisi 10 ".
Jakarta : Buku Kedokteran.
Schmitz , Gerry . Hans Lepper , Michael Heidrich . 2014. " Farmakologi dan
Toksikologi Edisi III " Jakarta : Buku Kedokteran .
Katzung, Bertram G. 2004. " Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8 "
Jakarta : Salemba Medika..
Rustanti, Elly. 2020. “Farmakologi Dasar” Malang : PT. Cits Intrans Selaras
(Citila).
Hoan Tjay , Tan . Kirana Rahardja . 2015. " Obat - Obat Penting : Khasiat ,
Penggunaan dan Efek - Efek Sampingnya Edisi 7 " Jakarta : Elex Media
Komputindo .
xxvii
LAMPIRAN
Berat badan kelinci (397 gram)
xxviii
Kanan
Horizontal Vertikal
xxix
Kiri
Horizontal Vertikal
Tidak Disinari Disinari Tidak Disinari Disinari
xxx
Tidak disinari : 0,6 cm Disinari : 0,5 cm
xxxi
FARMAKOLOGI I
PERCOBAAN 5 – EFEK OBAT ANTIEMETIKA
TERHADAP HEWAN UJI
Disusun Oleh :
Kelompok : 3 (Ganjil)
Kelas : Reguler 2B
Nama : NIM :
5. Desti Putri Syafitri PO7139121047
6. Elmi Safitri PO7139121049
7. Yuliana Damayanti PO7139121073
8. Melda Via Ariska PO7139121087
JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
xxxii
A. Latar Belakang
Metabolisme obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat
oleh organisme hidup, pada umumnya dilakukan melalui proses enzimatik.
Proses metabolisme obat merupakan salah satu hal penting dalam
penentuan durasi dan intensitas khasiat farmakologis obat.
Metabolisme obat sebagian besar terjadi di retikulum endoplasma sel-sel
hati. Selain itu, metabolisme obat juga terjadi di sel-sel epitel pada saluran
pencernaan, paru-paru, ginjal, dan kulit.
Metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain faktor
fisiologis (usia, genetika, nutrisi, jenis kelamin), serta penghambatan dan
juga induksi enzim yang terlibat dalam proses metabolisme obat. Selain
itu, faktor patologis (penyakit pada hati atau ginjal) juga berperan dalam
menentukan laju metabolisme obat.
Mual adalah perasaan dorongan kuat untuk muntah. Muntah atau
memuntahkan adalah memaksa isi pert naik melalui kerongkongan dan
keluar dari mulut (UMMC, 2013). Penyebab mual dan muntah ini ada
bermacam-macam seperti: alergi makanan, infeksi pada perut atau
keracunan makanan, bocornya isi perut (makanan atau cairan) keatas yang
juga disebut gastroesophageal reflux atau GERD (UMMC, 2013). Mual
dan muntah sejauh ini merupakan kejadian yang sering terjadi pada
kondisi kesehatan selama kehamilan, dengan prevalensi diperkirakan
sekitar 50 – 70%. Kejadian yang sering terjadi berupa hyperemesis
gravidarum (HG), telah diperkirakan sebesar 0,5 - 2 % dari seluruh
kehamilan (Svetlana et al, 1999).
Anti-emetik atau obat mual adalah obat yang digunakan untuk
mengatasi rasa mual dan muntah, Antiemetik secara khusus digunakan
untuk mengatasi mabuk perjalanan dan efek samping dari analgesik dari
golongan opiat, anestesi umum, dan kemoterapi yang digunakan untuk
melawan kanker, juga untuk mengatasi vertigo (pusing) atau migren
(Mutschler, 1991).
Tujuan keseluruhan dari terapi anti-emetik adalah untuk mencegah
atau menghilangkan mual dan muntah, seharusnya tapa menimbulkan efek
xxxiii
samping. Terapi anti-emetik dindikasikan untuk pasien dengan gangguan
elektrolit akibat sekunder dari muntah, anoreksia berat, memburuknya
status gizi atau kehilangan berat badan.
C. Prinsip Pratikum
Memahami
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
xxxiv
Anti emetika adalah obat-obat yang digunakan untuk mengurangi
atau menghilangkan perasaan mual dan muntah.
Muntah dapat disebabkan antara lain:
1.) Rangsangan dari asam lambung- usus ke pusat muntah karena adanya
kerusakan mukosa lambung-usus, makanan tidak cocok, hepatitis, dan
lain-lain.
2) Rangsangan disebabkan oleh obat-obatan seperti tetrastiklin, dioksin,
estrogen, morfin, dan lain-lain
3.) Rangsangan melalui kulit korteks dengan melihat, membau, merasakan
sesuatu yang tidak menyenangkan
xxxv
Efek samping : Gejala ekstra piramidal, mengantuk, sakit kepala, dan
lain-lain
Sediaan : Cinnarizine (generik) tablet 25 mg
2.) Dimenhidrinat
Indikasi : mual, muntah, vertigo, mabuk perjalanan dan kelainan
labirin
Kontra indikasi : Serangan asma akut, gagal jantung dan kehamilan.
Efek samping : mengantuk dan gangguan psikomotor
Sediaan : Generik.
4.) Pergenazion
Indikasi : mual dan muntah berat
Kontra indikasi : Gangguan hati dan ginjal.
Efek samping : mengantuk, gejala ekstrak piromidal, dan lain-lain
Sediaan : Perfenazin (generik) tablet 2,4,8 mg
5.) Proklorperazin
Indikasi : Mual dan muntah akibat gangguan pada labirin
Kontra indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek samping : mengantuk, gejala ekstrak piramidal, dan lain-lain
Sediaan : generik
6.) Trifluoperazin
Indikasi : Mual dan muntah berat
xxxvi
Kontra indikasi : gangguan hati dan ginjal
Efek samping : mengantuk, gejala ekstrak piramidal, dan lain-lain
Sediaan : Trifluoperazin HCl (generik) tab 1,5 mg
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
Alat:
Test sampel (crude extract, pure natural product or synthetic compound)
Sendok spatula
Pinset
Timbangan digital
Neraca analitik
Spuit Oral / Sonde
Labu takar
Mortir
Stamfer
Sarung tangan
Bahan:
Agent emetika (CuSO4. 5H2O)
Tablet Antimo / Dimenhidrinat (Anti Emetika)
Na-CMC
Aquadest
Cacing Tanah
xxxvii
B. Cara Kerja
9. Bahan Copper
7. Ada kelompok sulphate pentahydrate
8. Kondisikan Kodok (emetic agent) diberi
diberi antimo
selama 30 minute. oral dan diamati emesis
solution dan kupri
(10 Menit). yang pertama, kedua
sulfat. dan seterusnya selama
90 Menit
xxxviii
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Percobaan
1. Pembuatan
Cara Pembuatan Larutan Kupri Sulfat (CuSO4) (1000 mg/10 ml)
1. Timbang CuSO4 1000 mg
2. Masukkan ke dalam labu takar
3. Larutkan dengan aquadest ad 10 ml
xxxix
5. Perhitungan Dosis
A. Hasil penimbangan berat badan
Berat badan kodok 1 = 32 gram
Berat badan kodok 2 = 25 gram
Berat badan kodok 3 = 24 gram
Cara 1
Dosis untuk kodok 32 g = 32 g / 1000 g x 15 mg
= 0,48 mg
Volume untuk kodok 1 = 0,48 mg / 100 mg x 1 ml
= 0,0048 ml
Cara 2
Volume yang diberikan = 1% BB = 1/100 X 32 g
= 0,32 ml
xl
Volume yang diberikan = 1% x BB = 1/100 x 25 g
= 0,25 ml
xli
diberi
CuSO4
Kodok 2 25 Suspensi 11.2 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak T
gram Antimo 2 muntah munta muntah munta muntah m
h h
Kodok 3 24 Suspensi 11.3 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak T
gram Antimo 0 muntah munta muntah munta muntah m
Dan (tetapi h h
Lar.CuSO4 memberikan
reaksi mual
seperti ingin
muntah)
C. Pembahasan
Pada praktikum kali ini yang berjudul efek obat antiemetika terhadap
hewan uji, kami menggunakan hewan uji berupa kodok. Kodok yang kami pakai
berjumlah 3 ekor. Pertama, masing-masing kodok ditimbang beratnya untuk
menghitung dosis pemberian obat antiemetika. Kemudian tiap kodok diberi
makan cacing tanah. Kemudian, kodok 1 diberi kupri sulfat (CuSO4.5H2O)
sebanyak dosis yang telah di hitung dengan memakai sonde. Kodok kedua diberi
larutan antimo atau dimenhidrat. Lalu kodok ketiga, diberi keduanya yaitu kupri
sulfat dan antimo. Kupri sulfat merupakan obat agent emetika yang dapat
memberikan efek yang menyebabkan kodok menjadi muntah. Sedangkan Antimo
merupakan obat antiemetika yang mengakibatkan kodok menjadi tidak muntah.
Obat antiemetika adalah obat yang dapat mengatasi muntah dan mual.
Berdasarkan pengamatan yang didapatkan, selama 90 menit kodok 1
mengalami muntah pada 13 menit setelah diberi Kupri Sulfat (CuSO 4.5H2O). Hal
ini disebabkan karena larutan kupri sulfat ini merangsang terjadinya muntah.
Selanjutnya kodok 2 tidak muntah. Hal ini membuktikan bahwa benar obat antimo
merupakan obat antiemetika atau antimual yang menyebabkan kodok tidak
muntah. Selanjutnya kodok ketiga, 15 menit setelah diberi antimo dan kupri sulfat
kodok menunjukkan reaksi mual yakni membuka mulut seperti ingin muntah
tetapi tidak muntah. Hal ini disebabkan karena efek antimo bekerja lebih kuat
xlii
sehingga dapat mengatasi mual atau muntah. Tetapi bisa jadi juga kodok
mengalami muntah jika efek kupri sulfat bekerja lebih kuat. Jika kelompok kodok
yang ketiga ini muntah maka yang membedakannya dengan kelompok kodok 1
adalah waktu ketika menahan muntahnya akan lebih lama.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kupri sulfat adalah obat agent emetika yang dapat memicu atau
merangsang terjadinya mual atau muntah.
2. Antimo / Dimenhidrat adalah obat anti emetika yang berfungsi sebagai
obat anti mual atau anti muntah.
xliii
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/6426/5.BAB%20I.pdf?
sequence=5&isAllowed=y , diakses pada 15 januari 2023.
https://repository.unair.ac.id/55096/2/FF%20FK%2003%2016.pdf, diakses
pada 15 januari 2023.
https://ijhn.ub.ac.id/index.php/ijhn/article/view/239/217, diakses pada 15
januari 2023.
xliv
LAMPIRAN
2) Penimbangan cacing
xlv
3) Memberi makan cacing pada kodok
5) Pembuatan Na CMC 1 %
xlvi
6) Pembuatan Suspensi Antimo
7) Memberikan Obat
xlvii
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI I
PERCOBAAN 6 – EFEK OBAT DIURETIK
TERHADAP HEWAN UJI
Disusun Oleh :
Kelompok : 3 (Ganjil)
Kelas : Reguler 2B
Nama : NIM :
1. Desti Putri Syafitri PO7139121047
2. Elmi Safitri PO7139121049
3. Yuliana Damayanti PO7139121073
4. Melda Via Ariska PO7139121087
JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
xlviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam tubuh kita, volume dan komposisi cairan intestinal harus
tetap berada pada batas-batas tertentu agar sel-sel dapat berfungsi dengan
normal. Karena perubahan dari volume dan komposisi cairan nintestial
dapat menimbulkan kelainan fungsi tubuh. Ginjal adalah organ yang
memproduksi dan mengeluarkan urin dari dalam tubuh. Sistem ini
merupakan salah satu system utama untuk mempertahankan homeostatis
(kekonstanan lingkungan internal). Untuk mempertahankan homeostatis,
ekskresi air dan elektrolit pada asupan harus melebihi ekskresi karena
sebagian dari jumlah air dan elektrolit tersebut akan diikat dalam tubuh.
Jika asupan kurang dari ekskresi maka jumlah zat dalam tubuh akan
berkurang. Kapasitas ginjal untuk mengubah ekskresi natrium sebagai
respont terhadap perubahan asupan natrium akan sangat besar. Hal ini
sesuai untuk air dan kebanyakan elektrolit lainnya seperti klorida, kalium,
kalsium, hidrogen, magnesium, dan fosfat. Walaupun kerjanya pada ginjal,
diuretik bukan ‘obat ginjal’,artinya senyawa ini tidak dapat memperbaiki
atau menyembuhkan penyakit ginjal, demikian juga pada pasien
insufisiensi ginjal jika diperlukan dialysis, tidak dapat ditangguhkan
dengan penggunaan senyawa ini. Beberapa diuretika pada awal
pengobatan justru memperkecil ekskresi zat-zat penting urin dengan
mengurangi laju filtrasi glomerulussehingga memperburuk insufisiensi
ginjal.
C. Prinsip Pratikum
xlix
Menganalisis dan menghitung jumlah volume hasil dari efek
diuretik pada mencit dengan melihat dan mengamati keluarnya urin pada
hewan uji mencit setelah diberi obat diuretik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan
pembentukan urin.Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama
menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksidan yang
kedua menujjukan jumlh pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dalam
air.Fungsi utama diuretic adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang
berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume
cairan ekstra sel kembal imenjadi normal (Departemen Farmakologi dan
Terapeutik, 2007).