Anda di halaman 1dari 24

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

PEMBUATAN TETES MATA ZINK SULFAT 0,25%

Kelompok 1 Lab B

1. Yuliana Damayanti (PO7139121073)


2. Zahra Putri Ramadhani (PO7139121076)
3. Sera Pramudita (PO7139121077)
4. Nurul Isla (PO7139121081)
5. Meisy Rahma Putri (PO7139121083)
6. Nyayu Nurmadira (PO7139121086)

Kelas :
Reguler II B

Dosen Pembimbing :
Mara’atus Sholikhah,S.Farm,M.Farm,Apt
Yuliani,SKM
Lia Puspita,AMF
Metha Vionari D,S.Farm,Apt

NILAI PARAF

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


JURUSAN FARMASI
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 TUJUAN
a. Mahasiswa mampu mengetahui ranmangan formula dalam pembuatan tetes
mata kloramfenikol
b. Mahasiswa dapat memahami proses pembuatan sediaan tetes mata kloramfenikol
c. Mahasiswa mampu memahami evaluasi pada sediaan tetes mata kloramfenikol
d. Mengetahui dan memahami cara pembuatan sediaan tetes mata kloramfenikol yang
baik dan benar.

1.2 MANFAAT

Mahasiswa mampu mengetahui apa dan bagaimana pembuatan sediaan tetes mata
dalam hal ini dibuat dalam skala besar/berkelompok
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

Mata merupakan organ yang peka dan penting dalam kehidupan, terletak dalam lingkaran
bertulang berfungsi untuk member perlindungan maksimal dan sebagai pertahanan yang
baik dan kokoh. Penyakit mata dapat dibagi menjadi 4 yaitu, infeksi mata, iritasi mata,
mata memar dan glaucoma. Mata mempunyai pertahanan terhadap infeksi karena secret
mata mengandung enzim lisozim yang menyebabkan lisis pada bakteri dan dapat
membantu mengeleminasi organism dari mata. Obat mata dikenal terdiri atas beberapa
bentuk sediaan dan mempunyai mekanisme kerja tertentu. Obat mata dibuat khusus.Salah
satu sediaan mata adalah obat tetes mata. Obat tetes mata ini merupakan obat yang
berupa larutan atau suspensi steril yang digunakan secara local pada mata.Karena mata
merupakanorgan yang paling peka dari manusia maka pembuatan larutan obat mata
membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas,
kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet, sterilisasi dan kemasan yang tepat.
Hal-hal yang berkaitan dengan syarat tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam makalah
ini.

A. Definisi Tetes mata


Menurut Farmakope Indonesia Edisi IVHalaman12, larutan obat mata adalah larutan
steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa
hingga sesuai digunakan pada mata. Pembuatan larutan obat mata membutuhkan
perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan akan
dapar, kebutuhan akan pengawet (dan jika perlu pemilihan pengawet) sterilisasi dan
kemasan yang tepat. Perhatian yang sama juga dilakukan untuk sediaan hidung dan
telinga.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III halaman 10, Tetes mata adalah sediaan steril
yang berupa larutan atau suspensi yang digunaka dengan cara meneteskan obat pada
selaput lendir mata disekitar kelopak mata dari bola mata. Menurut DOM Martin : Tetes
mata adalah seringkali dimasukkan ke dalam mata yang terluka atau kecelakaan atau
pembedahan dan mereka kemudian secara potensial lebih berbahaya daripada injeksi
intravena.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan obat mata merupakan sediaan steril, yang
terdiri dari bahan bahan berkhasiat obat dan bahan tambahan dan membutuhkan perhatian
khusus dalam pembuatannya terutama dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas,
kebutuhan akan dapar, pengawet, sterilitas, serta kemasan yang tepat.
Obat tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspense, digunakan untuk mata
dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola
mata. Sediaan ini diteteskan kedalam mata sebagai antibacterial, anastetik, midriatik,
miotik, dan antiinflamas.
B. Penggolongan Penggunaan Obat Tetes Mata
Obat-obat yang digunakan pada produk optalmik dapat dikategorikan menjadi : miotik,
midriatik, siklopegik, anti-inflamatory agent, anti infeksi, anti galukoma, senyawa
diagnostik dan anestetik lokal. (Codex hal 160).

C. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Tetes Mata


1. Keuntungan
a. Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas dan
kemudahan penangananan.
b. Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat
memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu
terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan
efek terapinya.
2. Kerugian
 Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas (  7L ) maka
larutan yang berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur GI
menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan. Mis. -bloker untuk
perawatan glaukoma dapat menjadi masalah bagi pasien gangguan jantung atau
asma bronkhial.
 Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler pada
retina dan iris relatif non permeabel sehingga umumnya sediaan untuk mata
adalah efeknya lokal/topikal.

D. Syarat Sediaan Tetes Mata


Syarat-syarat sediaan tetes mata
 Steril
 Isotonis dengan air mata, bila mungkin isohidris dengan pH air mata. Isotonis =
0,9% b/v NaCl, rentang yang diterima = 0,7 – 1,4 % b/v (Diktat hal 300) atau 0,7
– 1,5 % b/v (Codex hal 163). pH air mata = 7,4 (Diktat hal 301)
 Larutan jernih, bebas partikel asing dan serat halus.
 Tidak iritan terhadap mata (untuk basis salep mata)

E. Faktor PentingSediaan Tetes Mata


Faktor yang paling penting dipertimbangkan ketika menyiapkan larutan mata adalah
tonisitas, pH, stabilitas, viskositas, seleksi pengawet dan sterilisasi.Sayang sekali, yang
paling penting dari itu dalah sterilitas yang telah menerima sifat/perhatian dan farmasis
dan ahli mata.Beberapa faktor penting dalam obat tetes mata (Benny Logawa,39-40 ;
Modul praktikum teknologi sediaan likuida & semisolida, thn 2003 hal 24 – 25) :
 Sterilitas sediaan dan adanya bahan pengawet untuk mencegah kontaminasi
mikroorganisme pada waktu wadah dibuka untuk digunakan.
 Jika tidak mungkin dibuat isotonis dan isohiris maka larutan dibuat hipertonis dan
pH dicapai melalui teknik enhidri.
 Adanya air mata yang dapat mempersingkat waktu kontak antara zat aktif dengan
mata (perlu penambahan bahan pengental).
 pH optimum (pH zat aktif) lebih diutamakan untuk menjamin stabilitas sediaan.
 Dapar yang ditambahkan mempunyai kapasitas dapar yang rendah (membantu
pelepasan obat dari sediaan), tetapi masih efektif menunjang stabilitas zat aktif
dalam sediaan. (modul praktikum tek. sediaan likuida dan semi solida, 2003, p 24-
25)
 Konsentrasi zat aktif berpengaruh pada penetrasi zat aktif yang mengikuti
mekanisme absorpsi dengan cara difusi pasif. (modul praktikum tek. sediaan
likuida dan semi solida, 2003, p 24-25)
 Peningkat viskositas dimaksudkan untuk meningkatkan waktu kontak sediaan
dengan kornea mata (modul praktikum tek. sediaan likuida dan semi solida, 2003,
p 24-25)
 Beberapa larutan obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap dan
menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilkan efek obat
yang cepat dan efektif. Apabila larutan obat seperti ini digunakan dalam jumlah
kecil, pengenceran dengan air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat
hipertonisitas hanya sementara. (FI IV hal 13)
 Pembuatan obat mata dengan sistem dapar mendekati pH fisiologis dapat
dilakukan dengan mencampurkan secara aseptik: larutan obat steril dengan
larutan dapar steril. Walaupun demikian, perlu diperhatikan mengenai
kemungkinan berkurangnya kestabilan obat pada pH yang lebih tinggi,
pencapaian dan pemeliharaan sterilitas selam proses pembuatan. Berbagai obat,
bila didapar pada pH yang dapat digunakan secara terapeutik, tidak akan stabil
dalam larutan untuk jangka waktu yang lama. Sediaan ini dibeku-keringkan dan
direkonstitusikan segera sebelum digunakan (misalnya asetilkolin klorida untuk
larutan obat mata). (FI IV hal 13).

F. Pemilihan Bentuk Zat Dalam Tetes Mata


Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan mata bersifat larut air atau
dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat-sifat fisikokimia yang harus diperhatikan
dalam memilih garam untuk formulasi larutan optalmik yaitu :
1. Kelarutan
2. Stabilitas
3. pH stabilitas dan kapasitas dapar
4. Kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula.
Sebagian besar zat aktif untuk sediaan optalmik adalah basa lemah. Bentuk garam
yang biasa digunakan adalah garam hidroklorida, sulfat, dan nitrat. Sedangkan untuk zat
aktif yang berupa sam lemah, biasanya digunakan garam natrium (Codex hal 161).

G. Karakteristik sediaan tetes mata yang baik


1. Kejernihan
Larutan mata adalah dengan definisi bebas dari partikel asing dan jernih secara
normal diperoleh dengan filtrasi, pentingnya peralatan filtrasi dan tercuci baik
sehingga bahan-bahan partikulat tidak dikontribusikan untuk larutan dengan desain
peralatan untuk menghilangkannya. Pengerjaan penampilan dalam lingkungan
bersih. Penggunaan Laminar Air Flow dan harus tidak tertumpahkan akan
memberikan kebersamaan untuk penyiapan larutan jernih bebas partikel asing.
Dalam beberapa permasalahan, kejernihan dan streilitas dilakukan dalam langkah
filtrasi yang sama. Ini penting untuk menyadari bahwa larutan jernih sama fungsinya
untuk pembersihan wadah dan tutup. Keduanya, wadah dan tutup harus bersih, steril
dan tidak tertumpahkan. Wadah dan tutup tidak membawa partikel dalam larutan
selama kontak lama sepanjang penyimpanan. Normalnya dilakukan test sterilitas.

2. Stabilitas
Stabilitas obat dalam larutan, seperti produk tergantung pada sifat kimia bahan
obat, pH produk, metode penyimpanan (khususnya penggunaan suhu), zat tambahan
larutan dan tipe pengemasan.

3. Tonisitas
Tonisitas berarti tekanan yang diberikan oleh garam-garam dalam larutan berair,
larutan mata adalah isotonik dengan larutan lain ketika magnefudosifat koligatif
larutan adalah sama. larutan mata dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama
dengan 0,9% larutan Na Cl. Sebenarnya mata lebih toleran terhadap variasi tonisitas
daripada suatu waktu yang diusulkan. Maka biasanya dapat mentoleransi larutan
sama untuk range 0,5%-1,8% NaCl. Memberikan pilihan, isotonisitas selalu
dikehendaki dan khususnya penting dalam larutan intraokuler. Namun demikian, ini
tidak dibutuhkan ketika total stabilitas produk dipertimbangkan.

4. Viskositas
USP mengizinkan penggunaan bahan pengkhelat viskositas untuk
memperpanjang lama kontak dalam mata dan untuk absorpsi obat dan
aktivitasnya. Bahan-bahan seperti metilselulosa, polivinil alkohol dan hidroksi
metil selulosa ditambahkan secara berkala untuk meningkatkan viskositas. Para
peneliti telah mempelajari efek peningkatan
viskositas dalam waktu kontak dalam mata umumnya viskositas meningkat 25-
50 cps range yang signifikan meningkat lama kontak dalam mata.
5. Tambahan (additives)
Penggunaan bahan tambahan dalam larutan mata diperbolehkan, namun
demikian pemilihan dalam jumlah tertentu. Antioksidan, khususnya Natrium Bisulfat
atau metabisulfat, digunakan dengan konsentrasi sampai 0,3%, khususnya dalam
larutan yang mengandung garam epinefrin. Antioksidan lain seperti asam askorbat
atau asetilsistein juga digunakan. Antioksidan berefek sebagai penstabil untuk
meminimalkan oksidasi epinefrin.
6. Tetes mata harus steril
Sterilisasi merupakan sesuatu yang penting. Larutan mata yang dibuat dapat
membawa banyak organisme, yang paling berbahaya adalah Pseudomonas
aeruginosa. Infeksi mata dari organisme ini yang dapat menyebabkan kebutaan.Ini
khususnya berbahaya untuk penggunaan produk nonsteril di dalam mata ketika
kornea dibuka.Bahan-bahan partikulat dapat mengiritasi mata, ketidak nyamanan
pada pasien dan metode ini tersedia untuk pengeluarannya.
7. Tetes mata harus isotonis
Isotonisitas dalam larutan mata. Ketika sekresi lakrimal sekarang
dipertimbangkan untuk mempunyai tekanan smotic yang sama sebagai cairan darah,
dan kemudian menjadi isotonis dengan 0,9% larutan natrium klorida, perhitungan
untuk penyiapan larutan mata isotonis telah disederhanakan. Farmasis selanjutnya
selalu menuntut, sebagai bagian dari praktek profesionalnya, untuk menyiapkan
larutan mata yang isotonis (Scoville’s : 234).
Tonisitas adalah tekanan osmotik yang diberikan oleh garam dalam larutan
berair. Larutan mata adalah isotonik dengan cairan lain ketika magnetudo sifat
koligatif larutan adalah sama. Larutan yang dipertimbangkan isotonik ketika
tonisitasnya sama dengan larutan NaCl 0,9%.
Tonisitas berarti tekanan osmotik yang dihasilkan oleh larutan dari
keberadaan padatan terlarut atau tidak larut. Cairan mata dan cairan tubuh lainnya
memberikan tekanan osmotik sama dengan garam normal atau 0,9% larutan NaCl.
Larutan yang mempunyai jumlah bahan terlarut lebih besar daripada cairan mata
disebut hipertonik. Sebaliknya, cairan yang mempunyai sedikit zat terlarut
mempunyai tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik. Mata dapat
mentoleransi larutan yang mempunyai nilai tonisitas dalam range dari ekuivalen
0,5% sampai 1,6% NaCl tanpa ketidaknyamanan yang besar.
Dalam pembuatan larutan mata, tonisitas larutan dapat diatur sama cairan
lakrimal dengan penambahan zat terlarut yang cocok seperti NaCl. Jika tekanan
osmotik dari obat diinginkan konsentrasi melampaui cairan mata, tidak ada yang
dapat dilakukan jika konsentrasi obat yang diinginkan dipertahankan, ketika larutan
hipertonik. Contohnya 10 dan 30% larutan natrium sulfasetamid adalah hipertonik,
konsentrasi kurang dari 10% tidak memberikan efek klinik yang diinginkan. Untuk
larutan hipotonik sejumlah metode disiapkan untuk menghitung jumlah NaCl untuk
mengatur tonisitas larutan mata, salah satu metodenya adalah metode penurunan
titik beku.
8. pH cairan mata
Ada persetujuan umum tentang konsentrasi ion hydrogen dari cairan lakrimal
adalah mendekati netral.Namun demikian, variasi nilai telah dilaporkan oleh
beberapa peneliti. Kemudian Hasford dan Hicks, Buchr dan Baeschlin, Feldman,
Dekking, Byleveld, van Grosz dan Hild dan Goyan dilaporkan telah menemukan pH
cairan mata berhubungan dengan darah. Yang lain telah mendapatkan nilai yang
berbeda: Gyorffy dari 6,3-8,4, Lipschultz 8,0, Oguchi dan Nakasima dari 8,4-8,6.
Federsen-Bjergaard menemukan pH cairan lakrimal dari sepuluh orang normal dan
menemukan nilai 8,2. Dia membuat ketentuan dengan cara kolorimetri dan
elektrometri, dan ditemukan hasil yang sama pada kedua metode. Hind dan Goyan
dalam pekerjaan terakhir, menemukan pH air mata adalah 7,4. Berdasarkan hal itu,
pH cairan lakrimal sekurang-kurangnya 7,4 dan mungkin lebih alkali. (Scoville’s :
224).
Konsentrasi ion hidrogen dari cairan mata berkisar 7,2-7,4. Sekresi lakrimal
mempunyai nilai pH antara 7,2-7,4 dan mempunyai kapasitas membuffer yang
tinggi. Akibatnya, mata dapat mentoleransi larutan yang mempunyai nilai pH dari
3,5-10, mereka tidak didapar dengan kuat ketika cairan mata akan dengan cepat
memperbaiki nilai pH normal dari mata.
9. pH sediaan tetes mata
Larutan lakrimal normalnya pH 7,4 dengan rentang 5,2-8,3. Ini masih bisa
ditoleransi oleh larutan mata dengan range pH ini, disebabkan oleh (1) volume kecil
larutan, (2) buffer cairan mata, dan (3) peningkatan produksi air mata. (Parrot : 223).
Dalam banyak perumpamaan, kita dapat mencapai obat dengan seratus kali lebih
stabil pada pH 5,0 dan kemudian pH 7,0. pH dari larutan mata sebaiknya antara 4,5
dan 9.
10. Pewadahan
Wadah untuk larutan mata. Larutan mata sebaiknya digunakan dalam unit
kecil, tidak pernah lebih besar dari 15 ml dan lebih disukai yang lebih kecil. Botol
7,5 ml adalah ukuran yang menyenangkan untuk penggunaan larutan mata.
Penggunaan wadah kecil memperpendek waktu pengobatan akan dijaga oleh pasien
dan meminimalkan jumlah pemaparan kontaminasi. Botol plastic untuk larutan mata
juga dapat digunakan. Meskipun beberapa botol plastic untuk larutan mata telah
dimunculkan dalam pasaran, mereka masih melengkapi dan yang terbaik adalah
untuk menulis secara langsung produksi untuk menghasilkan informasi teknik dalam
perkembangan terakhir.
Tipe wadah yang biasa digunakan untuk tetes mata adalah vertikal dilipat ambar atau
gelas botol hijau layak dengan tutup bakelite yang membawa tube tetes dengan
sebuah pentil dan kemampuan untuk ditutup sebagaimana untuk menahan
mikroorganisme. Sifat-sifat yang penting sebagai berikut :
a. Mereka (wadah) dilengkapi dengan uji untuk membatasi alkali gelas. Copper (1963)
menunjukkan bahwa kadang-kadang botol dapat dibebasalkalikan tetapi tube tetes
tidak. Ini dapat dicontohkan oleh tetes mata fisostigmin dalam larutan dalam botol
tidak berwarna tetapi pada tube tetes berwarna merah muda.
b. Mereka melindungi isi bahan terhadap cahaya. Banyak bahan obat sensitif terhadap
cahaya.
c. Mereka mempunyai segel yang memuaskan. Norton (1963) menunjukkan test warna.
d. Pentil karet atau pentil dari bahan-bahan lain adalah penyerap dan sebaiknya
dijenuhkan dengan pengawet yang digunakan dalam larutan mata dimana mereka
digunakan.
e. Mereka menyiapkan penetes yang siap digunakan dan melindungi terhadap
kerusakan dan kontaminasi.
f. Mereka dilengkapi dengan pengaturan racun. Banyak obat mata adalah racun.
g. Wadah non gelas tidak bereaksi dengan obat-obat atau partikel lain yang menjadi isi
larutan.
Larutan mata disiapkan secara terus-menerus dikemas dalam wadah tetes
(droptainers) polietilen atau dalam botol tetes gelas. Untuk mempertahankan sterilitas
larutan, wadah harus steril. Wadah polietilen disterilkan dengan etilen oksida,
sementara penetes gelas dapat dengan dibungkus dan diotoklaf. Secara komersial
disiapkan unit dosis tunggal dengan volume 0,3 ml atau kurang dikemas dalam tube
polietilen steril dan disegel dengan pemanasan.
Wadah gelas sediaan mata tradisional dengan dilengkapi penetes gelas telah
dilengkapi hampir sempurna dengan unit penetes polietilen densitas rendah yang
disebut “Droptainer”. Hanya sejumlah kecil wadah gelas yang masih digunakan,
biasanya karena pembatasan sterilitas. Larutan intraokuler volume besar 250-500 ml
telah dikemas dalam gelas, tetapi bahkan sediaan parenteral mulai dikemas dalam
pabrik khusus wadah polietilen/polipropilen.Satu yang masih perlu dipikirkan adalah
wadah plastik, biasanya polietilen densitas rendah, adalah tidak dengan alat
tergantikan dengan gelas.
Wadah plastik adalah permeabel terhadap beberapa bahan termasuk cahaya dan
air. Wadah plastik dapat mengandung variasi bahan-bahan ekstraneous seperti bahan
pelepas jamur, antioksidan, reaksi quenchers dan yang mirip, siap dapat
menggunakan plastik dalam wadah larutan. Lem label, tinta dan warna juga dapat
berpenetrasi polietilen dengan cepat, sebaliknya bahan-bahan menguap dapat
menyerap dari larutan ke dalam atau melalui wadah plastik.
Wadah gelas memberikan bahan yang menyenangkan untuk penyiapan terus-
menerus larutan mata.Tipe I digunakan. Wadah sebaiknya dicuci dengan air destilasi
steril kemudian disterilisasi dengan otoklaf. Penetes normalnya disterilkan dan
dikemas dalam blister pack yang menyenangkan
H. Penggunaan Tetes Mata
• Cuci tangan
• Dengan satu tangan, tarik perlahan-lahan kelopak mata bagian bawah
• Jika penetesnya terpisah, tekan bola karetnya sekali ketika enates dimasukkan ke
dalam botol untuk membawa larutan ke dalam enates
• Tempatkan penates di atas mata, teteskan obat ke dalam kelopak mata bagian bawah
sambil melihat ke atas jangan menyentuhkan enates pada mata atau jari.
• Lepaskan kelopak mata, coba untuk menjaga mata tetap terbuka dan jangan berkedip
paling kurang 30 detik
• jika penetesnya terpisah, tempatkan kembali pada botol dan tutup rapat.
BAB III

PREFORMULASI

3.1 Preformulasi
1. Zinci sulfas ( Farmakope Indonesia Edisi III halaman 637 )

Nama resmi : Zinci Sulfas


Nama lain : Seng Sulfat

Rumus molekul : ZnSO4.7H2O


Berat molekul : 287,54
Pemerian : Hablur Transparan atau serbuk hablur; tidak berwarna; tidak berbau;
rasa sepat dan mirip logam. Sedikit rapuh.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; praktis tidak larut dalam etanol ( 95% ) P;
mudah larut dalam gliserol P.
pH :
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat :Antiseptikum lokal
2. Dinatrii Hydrogenphosphas ( Farmakope Indonesia Edisi III halaman 227)

Nama resmi : DINATRII HYDROGENPHOSPHAS


Nama lain : Dinatrium hidrogenfosfat, Natrium fosfat.
Rumus molekul : Na2HPO412H2O
Berat molekul : 358,14
Pemerian : Hablut tidak berwarna; tidak berbau; rasa asin. Dalam udara kering
merapuh.
Kelarutan : Larut dalam 5 bagian air; sukar larut dalam etanol ( 95% ) P.
Khasiat : Zat Tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
pH :

3. Natrii Dihydrogenphosphas ( Farmakope Indonesia Edisi III halaman 409 )


Nama resmi : NATRII DIHYDROGENPHOSPHAS
Nama lain : Natrium Dihidrogenfosfat
Rumus molekul : NaH2.2H2O
Berat molekul : 156,01
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau ; rasa asam
dan asin .
Kelarutan : larut dalam 1 bagian air
pH :
Kegunaan : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

4.Aqua Pro Injection (FI IV hal 112)

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak


berbau Sterilisasi : Kalor basah (autoklaf)
Kegunaan : Pembawa dan melarutkan
3.2DATA TAMBAHAN
A. Data Zat Aktif

Bahan Cara
Zat Aktif pH
Pembawa Sterilisasi Khasiat

Sterilisasi B
Seng
Aqua pro (pemanasan
Sulfat 4,5 – 7,5 dengan Antibiotikum
Injection
bakterisid) atau
C (Filtrasi
membran

B. Data zat Pembantu

No Nama Zat BahanPembawa pH Ekivalensi Khasiat


Stabilitas NaCl

1 Acid boricum Etanol 3,5-4,1 0,50 Pendapar

2 Aqua pro Inject 9,0-9,6 0,42 Preservatif,


Natrii tetraboras
pendapar.
BAB IV

DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1. Formula Acuan (Fornas Edisi II Halaman 305)

ZINCI SULFATIS COLLYRIUM


Kolorium Seng Sulfat

Komposisi Tiap 100 ml mengandung :


Zinci Sulfas 100 mg

Dinatrii Hydrogenphosphas 2,04 g


Natrii Dihydrogenphosphas 370
Aqua destilata hingga 10 ml

M . f gutt .Ophth . steril No. II


Da in10 ml

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk


Catatan : 1. Disterilkan dengan cara sterilisasi B atau
C
2. Pada etiket harus juga tertera: daluwarsa
 Note : Phenylhydragyrinitras dianggap sudah dimasukkan.
Sediaan dianggap sudah sterilisasi akhir dengan sterilisasi B atau
C

4.2.FORMULA YANG DITERAPKAN


Tetes mata 10 ml mengandung:
No Bahan obat Yang dibutuhkan ( mg/ml )

Chloramphenicol 50 mg
1.
Acidum boricum 150 mg
2.
Natrii tetraboras 30 mg
3.
Phenylhydrargyri nitras 200 g
4.
Aqua pro injection Ad 10 ml
5.

4.3.PERHITUNGAN TONISITAS
 C chloramphenicol = 0,05 𝑔 𝑥 100% = 0,5 %
10 𝑚𝑙

 C acidum boricum =100,15𝑔


𝑚𝑙
𝑥 100% = 1,5 %

 C natrii tetraboras =100,03𝑔


𝑚𝑙
𝑥 100% = 0,3 %

Nama Zat C (%) E

Chloramphenicol 0,5% E = 17 × 1,9


= 0,09
323,13

AcidumBoricum 1,5% 0,50 (FI Ed IV Hal. 1238)

NatriiTetraboras 0,3% 0,42 (FI Ed IV Hal. 1251)

W = 0,9 - (∑C . E)
W = 0,9 – ((0,5 ×0,09) + (1,5 ×0,5) + (0,3 × 0,42)
W = 0,9 – 0,921

W = - 0,021g/100ml
Untuk 50 ml diperlukan NaCl sebanyak = - 0,021g / 100 ml x 50 ml = - 0,0105
(hipertonis, tidak perlu penambahan NaCl)
4.4.PERHITUNGAN BAHAN
Dibuat 2 botol tetes mata @10 ml
Volume total = (n × vl) + (2 ×3)
= (2 × 10,5 ml) + 6
= 27 ml + 20%
= 32,4 ml ~ 50ml

a) Chloramphenicol = 50 𝑚𝑙 ×0,05 g
10𝑚𝑙

= 0,25 g
=250 mg
Dilebihkan 5% =5/100 × 250 mg
=12,5 mg
Chloramphenicol yang diambil =250 mg + 12,5 mg
=262,5 mg ~ 250 mg

b) Asam borat =50 𝑚𝑙 × 0,15 g


10 𝑚𝑙

= 0,75 g
=750 mg

c) Natrii tetraboras =50 𝑚𝑙 × 0,03 g


10 𝑚𝑙

= 0,15 g
=150mg

d) Aqua pro injeksi ad 50 ml


4.5.PENIMBANGAN BAHAN

NO Nama Bahan Obat Jumlah

1 Chloramphenicolum 250 mg

2 Acidum boricum 750 mg

3 Natrii tetraboras 150 mg

4 Aqua destilata Ad 50 ml
BAB V
PROSEDUR KERJA

5.1. Alat dan cara sterilisasi

Waktu
Cara Akhir
No Bahan / Alat Awal
Sterilisasi
Jam Paraf Jam Paraf

Botol coklat
1 Oven 150 oC(60 menit)
drop
2 Beaker Glass Oven 150 oC(60 menit)

3 Erlenmeyer Oven 150ºC(60 menit)

4 GelasUkur Oven 150ºC(60 menit)

5 Sendok spatula Flambeer (20 detik)


Batang
6 Flambeer (20 detik)
Pengaduk
7 Pinset Flambeer (20 detik)
Autoklaf 1210C (30
8 Pipet tetes
menit)
Autoklaf 1210C (30
9 Kapas
menit)
Corong gelas & Autoklaf 1210C (30
10
Kertas Saring menit)
Autoklaf 1210C (30
11 Perkamen
menit)
12 Aquades Dididihkan air
Di didihkanselama 30
13 Karet Pipet
menit
14 Syringe / Spuit Dianggap sudah steril
5.2. Pembuatan obat

1. Siapkan alat dan bahan


2. Sterilkan alat yang akan digunakan
3. Disiapkan Aqua Pro Injeksi bebas O2, aquadestilata di panaskan hingga mendidih
kemudian dibiarkan selama 40 menit.
4. Ditimbang masing-masing bahan yang akan digunakan pada neraca timbangan
dengan kaca arloji yang sebelumnya telah disterilkan secara aseptis.
5. Dikalibrasi beaker glass dan botol tetes mata yang akan digunakan (10,5 ml)
6. Dilarutkan masing-masing bahan dalam Aqua Pro Injectio.
7. Larutkan asam borat dan natrii borat pada masing-masing beaker. Kemudian
dicampur untuk digunakan dalam melarutkan kloramfenikol sedikit demi sedikit
dimasukan ke larutan tersebut. Kemudian dimasukan sisa Aqua Pro Injectio.
8. Lakukan pengecekan pH (pH yang diinginkan yaitu 7-7,5 (FI edisi IV thn 1997),
standar syarat sediaan tetes mata adalah antara rentang pH 5-7,5)
9. Lapisi corong dengan kertas saring dan dibasahi dengan aqua pro injectio
kemudian pindahkan corong ke beaker glass yang sudah dikalibrasi. Kemudian
disaring larutan ke dalam erlenmeyer.
10.Sisa 2/5 bagian aqua pro injectio digunakan untuk membilas kemudian disaring
lagi ke dalam beaker glass yang berisi filtrat.
11.Ditambahkan aqua pro injectio sampai batas kalibrasi
12.Diambil sebanyak 10,5 ml untuk tiap wadah dan mengisikan larutan ke dalam
wadah, ditutup dengan penutupnya.
13.Lakukan sterilisasi akhir.
14.Diberi etiket dan dilakukan evaluasi
5.3. Tabel sterilisasi Akhir

Paraf Pengawas:
NO Sediaan Cara Sterilisasi AWAL AKHIR
JAM PARAF JAM PARAF
1 Tetes Mata Autoclave pada suhu
Kloramfenikol 121oC (30 menit)

5.4. Evaluasi Sediaan


1. Uji Kejernihan
Kejernihan sediaan ditandai dengan tidak adanya kotoran atau zarah pada sediaan,larutan
jernih jika berwarna maka sesuai dengan warna zat yang terdapat pada sediaan. Prosedur
kejernihan adalah melihat sediaan tetes mata pada latar yang gelap (dengan menggunakan
kertas karbon) lalu dilihat adakah kotoran yang mengapung pada sediaan.

2. Uji PH (FI hal 1039-1040)


Cek PH larutandenganmenggunakan PH meter ataudengankertas indicator
univeral

 Dengan PH meter: sebelumdigunakan, periksa elektroda dan jembatan


garam. Kalibrasi PH meter.
Pembakuan PH meter :bilas elektroda dan sel beberapa kali dengan larutan uji
dan isi sel dengan sedikit larutan. Baca harga PH. Gunakan air bebas CO2 untuk
pelarutan dengan pengenceran larutan uji.

 Alat : kertas PH dan PH meter


Prosedur :

Dengan pH meter
a. pH meter dikalibrasi dengan larutan dapar standar yang pH sama dengan pH yang
akan diukur.
b. Batang electrode pH meter dibersihkan dengan aquadest dan dikeringkan.
c. Batang electrode dicelupkan dalam sediaan injeksi yang akan diukur pH nya.
d. Menekan auto read lalu enter.
e. Tunggu angka sampai berhenti lalu catat pH.

3. Uji Keseragaman Volume


Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat keseragaman volume
secara visual.

Keseragaman
No. Kejernihan pH
Volume

Nb : (√ ) memenuhi standar
( x ) tidak memenuhi standar
VI. PEMBAHASAN
VII. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Sirait, Midian. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Tim Penyusun Farmakope Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia Edisi

IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anief, Moh. 2005. Farmasetika.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kniazi, Sarfaraz. 2009. Volume One Second Edition Handbook of Pharmaceutical


Manufacturing Informa Healthcare USA Formulation.
New York

Rowe, Raymond C, Paul J Sheskey and Marian E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Manufacturing Excipients Sixth edition. London: PhP

Tjay, Hoan, Tan, dkk. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek
Sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Anda mungkin juga menyukai