Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

“TETES MATA”

Untuk memenuhi persyaratan


dalam menempuh mata kuliah Formulasi Teknologi Sediaan Steril
yang dibimbing oleh Resssa ,SsiApt

OLEH:
Afidatur Rafika
Dewi Ayu Liliana
Dwi Enjang
Eko Priyo Basuki
Sotya Bagaskara
Widya Ratna Anggraeni

AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG


OKTOBER 2018

AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG


AGUSTUS 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata merupakan organ yang peka dan penting dalam kehidupan, terletak dalam
lingkaran bertulang yang berfungsi untuk memberi perlindungan maksimal sebagai
pertahanan yang baik dan kokoh. Mata mempunyai pertahanan terhadap infeksi, karena
sekret mata mengandungenzim lisozim yang dapatmenyebabka n lisis pada bakteri dan dapat
membantu mengeliminasi organisme dari mata (Muzakkar, 2007).
Dalam pengobatan berbagai penyakit dan kondisi pada mata, ada beberapa bentuk
sediaan pada obat mata, dimana masing-masing obat mata tersebut memiliki mekanisme kerja
tertentu. Salah satunya bentuk sediaan obatnya adalah tetes mata (Lukas, 2006). Obat tetes
mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan dengan meneteskan
obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak dan bola mata. Persyaratan tetes mata antara
lain: steril, jernih, tonisitas, sebaiknya sebanding dengan NaCl 0,9 %. Larutan obat mata
mempunyai pH yang sama dengan air mata yaitu 4,4 dan bebas partikel asing. Penggunaan
tetes mata pada etiketnya, tidak boleh digunakan lebih dari satu bulan setelah tutup dibuka,
karena penggu naan dengan tutup terbuka kemungkinan terjadi kontaminasi dengan bebas
(Muzakkar, 2007).
Selain obat tetes mata digunakan untuk mengobati berbagai penyakit dan kondisi pada
mata, dapat juga digunakan untuk menghilangkan ketidaknyamanan pada mata (American
Academy of Ophthalmology, 2011). Menurut khasiatnya, obat mata dike na l antara lain
sebagai anestetik topika l, anestetik loka l untuk suntikan, midriatik & sikloplegik, obat-obat
yang dipakai dalam pengobatan glaukoma, kortikosteroid topikal, campuran kortikosteroid
&obat anti-infeksi, obat-obat lain yang dipakai dalam pengobatan konjungtivitis alergika, dan
obat mata anti-infeksi. Sediaan pengobatan dapat berupa larutan dan suspensi dengan cara
meneteskannya pada mata (Vaughan & Asbury, 2010). Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa tetes mata (oculoguttae) merupakan cara pemberian obat pada mata yang dapat
digunakan untuk persiapan pemeriksaan struktur internal mata dengan cara mendilatasi pupil,
untuk mengukur refraksi lensa dengan cara melemahkan otot lensa, kemudian juga dapat
digunakan untuk menghilangkan iritasi mata (Aziz, 2011) .
Sangatlah penting untuk diingat bahwa seluruh obat-obatan termasuk tetes mata
memiliki efek samping. Beberapa efek samping yang ditimbulkan oleh tetes mata bersifat
lokal, artinya hanya berefek pada mata saja. Seperti mata merah, iritasi, dan penglihatan yang
kabur. Sebagian besar bahan medikasi pada tetes mata dapat tertinggal didalam atau disekitar
mata. Tetapi dalam jumlah kecil, dapat juga berefek pada tubuh (American Academy of
Ophthalmology, 2011). Tetes mata diserap kedalam aliran darah melalui lapisan membran
mukosa pada permukaan mata, sistem pengeluaran air mata, dan hidung. Ketika diabsorbsi
pada aliran darah, tetes mata dapat menyebabkan efek samping pada bagian tubuh lainnya.
Beberapa efek samping diantaranya adalah: denyut jantung melemah, rasa pusing, dan sakit
kepala. Walaupun demikian, umumnya obat tetes mata memiliki resiko efek samping yang
lebih kecil daripada jenis obat-obatan lain yang dikonsumsi secara oral (American Academy
of Ophthalmology, 2011).
Dengan demikian sangatlah penting bagi kita sebagai tenaga farmasis untuk
mengetahui dan mempelajari pembuatan sediaan dalam bentuk steril yang sesuai dengan
persyaratan steril yang ideal ataupun stabil agar selanjutnya dapat diterapkan pada pelayanan
kefarmasian dalam kehidupan masyarakat.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Tujuan umum pada penelitian tersebut terdiri atas ;
a) Menerapkan pembuatan tetes mata
b) Dapat meningkatkan pengetahuan tentang sediaan steril
c) Dapat merancang formulasi tetes mata yang baik dengan bahan aktif asam borat
d) Dapat membuat sediaan yang telah diformulasikan tersebut sesuai dengan
persyaratan pembuatan sediaan steril
e) Dapat mengevaluasi sediaan tetes mata yang telah dihasilkan

1.2.2 Tujuan khusus


Tujuan khusus penelitian tersebut terdiri atas ;
a. Merancang formulasi bentuk sediaan Steril untuk penyakit Infeksi pada mata
b. Mengaplikasikan sediaan formulasi Steril dengan zat aktif Cholamphenichol
c. Mengevaluasi hasil akhir bentuk sediaan Steril

1.3 Manfaat
a) Mahasiswa mampu membuat sediaan steril dan menerapkan peraturan-peraturan yang
ada Mahasiswa mampu merancang formulasi sediaan tets mata yang baik dengan
bahan aktif kloramfenikol
Mahasiswa dapat membuat dan mengevaluasi sediaan tets mata yang dihasilkan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1.1 Sediaan tetes mata


1.1.2 Pengertian
a) FI III
Tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi yang digunaka
dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dari bola mata.
b) FI IV
Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang
dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. Pembuatan larutan
obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas,
kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet (dan jika perlu pemilihan pengawet)
sterilisasi dan kemasan yang tepat. Perhatian yang sama juga dilakukan untuk sediaan hidung
dan telinga.

1.1.3 Syarat Sediaan tetes mata

1) JERNIH
Sediaan tetes mata harus jernih, bebas dari partikel asing dan melayang. Cara yang
paling sederhana untuk menjamin kejernihan sediaan adalah dengan melakukan
penyaringan.
2) ISOTONIS
Cairan mata memiliki tonisitas yang ekuivalen dengan larutan NaCl 0,9%, namun
mata masih bisa mentoleril paling rendah 0,6% dan paling tinggi 1,8%.
Pada sediaan yang hipotonis biasanya ditambahkan zat pengisotonis seperti :
 NaCl
 Asam Borak
 Dextrosa
Sediaan yang hipertonis lebih diterima dibandingkan hipotonis.
3) ISOHIDRIS
Sediaan obat tetes mata harus memiliki pH = pH cairan air mata (isohidris),
tujuannya untuk menghindari timbulnya rasa perih pada mata pada waktu diteteskan.
Tapi lebih disyaratkan untuk menyamakan pH sediaan dengan pH stabilitas dari zat
aktif, tujuannya untuk menghindari timbulnya fluktuasi pH sediaan selama
penyimpanan yang bisa mempengaruhi stabilitas zat dan sediaan. Untuk
mengatasinya maka ditambahkan buffer.
4) STERIL
Sediaan tetes mata harus steril karena penggunaannya di gunakan pada bagian mata.
5) VISKOSITAS
Bahan pengkhelat viskositas untuk memperpanjang lama kontak dalam mata dan
untuk absorpsi obat dan aktivitasnya.Bahan-bahan seperti metilselulosa, polivinil
alkohol dan hidroksi metil selulosa ditambahkan secara berkala untuk meningkatkan
viskositas.
6) HOMOGEN
Pada sediaan tetes mata terutama sediaan tetes mata berbentuk larutan harus
tercampur sempurna.
7) BEBAS PIROGEN
Pada sediaan tetes mata harus bebas pirogen, pirogen merupakan produk
metabolisme mikroorganisme umumnya bakteri dan kapang serta virus.
2.1 Keuntungan Tetes Mata dan Kerugian

2.1.1 Keuntungan

1. Tidak mengganggu penglihatan ketika digunakan.


Karena pada sediaan tetes mata berbentuk larutan sama seperti air sehingga ketika
digunakan tidak menghalangi penglihatan seperti salep mata.
2. Larutan tetes mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan.
Karena dalam syarat umum sediaan tetes mata larutan ini harus homogeny,karena bila
larutan tidak homogen maka partikel-partikel yang tidak homogen akan mengganggu
kenyamanan mata setelah penggunaan dan dapat menyebabkan iritasi pada mata.
3. Dosis lebih baik daripada salep mata.
Karena saat penggunaan dosis sudah diatur pada setiap tetes yang keluar dari wadah
sediaan tetes mata.
4. Lebih cepat diabsorbsi daripada salep mata.
Karena sediaan tetes mata berbentuk larutan sehingga kerjanya lebih cepat diabsorbsi
daripada sediaan salep mata.
2.1.2 Kerugian
1. waktu kontak yang relatif singkat antara obat dan permukaan yang terabsorsi,
karena bentuk sediaan tetes mata berupa larutan sehingga proses penyebaran
di mata menjadi cepat.
2. Sediaan tetes mata lebih tidak stabil dibandingkan salep mata secara stabilitas
fisik, karena sediaan tetes mata memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada
sediaan salep mata sehingga pada tetes mata lebih mudah ditumbuhi
mikroorganisme.
3. Intensitas pemakaian harus berkali-kali, karena pada tetes mata, saat
penggunaan lebih mudah diabsorbsi oleh mata dibandingkan dengan salep
mata sehingga digunakan berkali-kali.
1. memiliki bioavaibilitas yang buruk, karena saat digunakan sediaan tetes mata yang
berbentuk larutan air langsung meyebar ke seluruh permukaan mata sehingga
bioavaibilitasnya lebih buruk dari pada sediaan salep mata. (Bioavaibilitas :
ketersediaan obat pada bagian yang diobati).
2.2 Penggolongan Sediaan Tetes Mata
1. Berdasarkan Cara Pemakaian :
 Tetes Mata Sekali Pakai.
Pada sediaan tetes mata sekali pakai, saat pemakaiannya hanya digunakan sekali
pakai saja.
 Tetes Mata yang Digunakan Berkali-kali.
Pada sediaan tetes mata pemakaiannya digunakan berkali-kali dan rentang
penggunaan sediaan mulai saat kemasan dibuka sampai satu bulan kedepan
setelah itu sediaan harus dibuang. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesterilan
sediaan tetes mata.
2. Berdasarkan khasiat :
 Tetes mata untuk mata infeksi.
Pada sediaan tetes mata untuk infeksi ini diberikan kepada pasien yang sudah
mengalami infeksi atau peradangan pada bagian matanya.
 Tetes mata untuk antiseptik.
Pada sediaan ini hanya digunakan pada pasien yang mengalami iritasi ringan
yang disebabkan oleh debu atau efek dari mata kering.
3. Berdasarkan Volume
Sedian 5 ml, 10 ml, dan 15 ml.
4. Berdasarkan Bentuk Sediaan
a. Larutan
Pembuatan larutan tetes mata dapat dilakukan jika obat dapat larut dalam
penyangganya. Misalnya zink sulphate yang dapat larut dalam air. Syarat utama
dari sediaan larutan adalah semua zat baik zat aktif maupun zat tambahan dapat
larut sempurna.
b. Suspensi
Pembuatan suspensi dapat dilakukan jika obat tidak larut dalam peyangga yang
cocok. Misalnya kortikosteroid. Syarat utama suspensi air atau minyak adalah
ukuran partikel yang sangat dibatasi. Pada dasarnya, suspensi menggunakan
serbuk yang telah dimikronisasi untuk menghindari terjadinya rangsangan pada
mata. Ukuran partikel pada mata <30 nm. Untuk menstabilkan suspensi, kita
tambahkan viskositas. Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi
massa yang mengeras atau penggumpalan. Suspensi mata memiliki kelebihan
dimana adanya partikel zat aktif dapat memperpanjang waktu tinggal pada mata
sehingga meningkatkan waktu terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi
peningkatan bioavailabilitas dan efek terapinya.
5. Berdasarkan Dosis :
 Dosis tunggal.
Suatu dosis yang berada di dalam suatu sediaan tetes mata yang mempunyai
dosis sekali pakai atau bisa disebut dengan dosis tunggal.
 Dosis ganda.
Suatu sediaan yang mempunyai dosis ganda atau penggunaan dosis yang
berkali-kali.

6. Berdasarkan Penggolongannya :
 Golongan Obat Bebas :
Merupakan jenis sediaan tetes mata yang dapat dibeli secara langsung tanpa
menggunakan resep Dokter contohnya Insto, rohto dan visine.
 Golongan Obat Bebas Terbatas :
Merupakan jenis sediaan obat tetes mata yang saat pembeliaannya harus
menggunakan resep resmi dari Dokter contohnya xendo citrol.

7. Berdasarkan Farmakologinya :
 Midriatik dan cycloplegic
Digunakan untuk memperlebar pupil mata, biasanya digunakan bila akan dilakukan
pemeriksaan pada mata untuk melihat detail mata.Tetes mata midriatik secara
temporer akan menstimulasi pelebaran otot iris pada mata.Midriatik biasa
digunakan untuk alasan berikut ini:
1. Relaksasi otot lensa mata dalam melakukan fokus mata.
2. Dalam operasi mata untuk menghindari luka gores dengan memperlebar pupil
mata (misal: operasi katarak).
3. Untuk menghindari operasi katarak pada penderita katarak kecil yang masih
kecil.
4. Post operatif Glaukoma.
5. Pada anak-anak penderita amblyopia (mata malas), midriatik digunakan sebagai
terapi untuk memburamkan pandangan mata agar otak anak terstimulasi.
6. Penggunaan Midriatik menyebabkan pelebaran pupil mata sehingga lebih
sensitif terhadap cahaya. Oleh sebab itu penggunaan kacamata UV dapat
membantu. Misalnya : Cendo Mydriatil
 Miotik dan anti glaucoma
Miotik digunakan dengan tujuan konstriksi/memperkecil pupil mata. Obat jenis ini
bertolak belakang dengan penggunaan tetes mata midriatik. Sedangkan
antiglaukoma digunakan untuk mencegah peningkatan Tekanan Intra Okular yang
berakibat pada perubahan patologis optik mata yang dapat menyebabkan kebutaan.
Contoh sediaan, misalnya: Azopt TM, Betoptima TM, Cendo Carpine TM, Cendo
Timolol.
 Anastetik lokal
Anastetik local mata biasa digunakan untuk menimbulkan kekebalan atau mati
rasa. Biasanya digunakan sebelum mengukur tekanan pada mata, menghilangkan
objek asing dari mata dan sebelum melakukan beberapa pemeriksaan mata. Efek
dari tetes mata anastetik biasanya selama 20 menit. Contoh sediaan Pantocain.
 Tonik
Tonik mata berfungsi sebagai penyegar dan mengatasi kelelahan pada mata.
Penggunaannya juga mampu mempertajam penglihatan. Contoh sediaan, misalnya
: Cendo Augentonic

8. Berdasarkan Wadah
a. Plastic
Tetes mata yang dikemas dalam wadah plastic memiliki penetas yang tetap dan
terpasang serta akan mengeluarkan obat apabila di pegang pada posisi terbalik.
Sediaan tetes mata yang dikemas dalam wadah plastic memiliki keuntungan yaitu
tidak mudah mendapatkan pencemaran dari udara.
b. Botol
Tetes mata yang dikemas dalam wadah botol memberikan bahan yang lebih efisien
untuk penyiapan terus-menerus larutan tetes mata.

2.3 Komponen Sediaan Tetes Mata


A. ZAT AKTIF
Zat aktif merupakan bahan yang diharapkan memberikan efek terapetik atau
efek lain yang diharapkan. Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan
mata bersifat larut air atau dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat-sifat
fisikokimia yang harus diperhatikan dalam memilih garam untuk formulasi larutan
optalmik yaitu:
a. Kelarutan
b. Stabilitas
c. pH stabilitas dan kapasitas dapar
d. Kompatibilitas dengan bagan lain dalam formula.
Sebagian besar zat aktif untuk sediaan optalmik adalah basa lemah. Bentuk garam
yang biasa digunakan garam hidroklorida, sulfat dan nitrat. Sedangkan untuk zat
aktif yang berupa asam lemah biasanya digunakan garam natrium. Suspensi mata
dapat dipakai untuk meningkatkan waktu kontak zat aktif dengan kornea sehingga
memberi kerja lepas lambat yang lebih lama.
Pemilihan bentuk suspensi disebabkan:
a. Rendahnya bioavailabilitas zat aktif dalam bentuk larutannya.
b. Toksisitas atau stabilitas zat aktif dalam bentuk larutan.
Karena mata adalah organ yang sangat sensitif, maka partikel-partikel dalam
suspensi dapat mengiritasi dan meningkatkan laju lakrimasi dan kedipan. Maka
solusinya digunakan partikel yang sangat kecil yaitu dengan memakai zat aktif
yang dimikronisasi (micronized). Masalah utama suspensi optalmik adalah
kemungkinan terjadinya perubahan ukuran partikel menjadi lebih besar selama
penyimpanan. Oleh karena itu, surfaktan diperlukan untuk membasahi zat aktif
hidrofob dan untuk memperlambat pengkristalan. Pensuspensi yang digunakan
biasanya sama dengan bahan peningkat viskositas.
B. ZAT TAMBAHAN
1. Zat pengawet
Larutan obat mata dapat dikemas dalam wadah takaran ganda bila
digunakan secara perorangan pada pasien dan bila tidak terdapat kerusakan pada
permukaan mata. Wadah larutan obat mata harus tertutup rapat dan disegel untuk
menjamin sterilitas pada pemakaian pertama. Sedangkan untuk penggunaan
pembedahan, disamping steril, larutan obat mata tidak boleh mengandung
antibakteri karena dapat mengiritasi jaringan mata.
Kontaminasi pada sediaan mata dapat menyebabkan kerusakan yang
serius. Misalnya menyebabkan radang kornea mata. Kontaminan yang terbesar
adalahPseudomonas aeruginosa. Organisme lain yang bisa menghasilkan infeksi
pada kornea seperti golongan proteus yang telah diketahui sebagai kontaminan
dalam larutan metil selulosa. Selain bakteri, fungi juga merupakan kontaminan.
Misalnya Aspergilus fumigatus. Virus juga merupakan kontaminan seperti
herpes simplex. Umumnya pengawet tidak cocok dengan virus.
Pengawet yang dipilih seharusnya mencegah dan membunuh
pertumbuhan mikroorganisme selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk
larutan obat tetes mata hendaknya memiliki sifat sebagai berikut:
a. Bersifat bakteriostatik dan fungistatik. Sifat ini harus dimiliki terutama
terhadap Pseudomonas aeruginosa.
b. Non iritan terhadap mata (jaringan okuler yaitu kornea dan konjungtiva)
c. Kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai.
d. Tidak memiliki sifat alergen dan mensensitisasi.
e. Dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi normal penggunaan
sediaan.
Jenis pengawet yang biasa digunakan :
1. Klorobutanol (mak : 0,5%)
2. Benzalkonium klorida (mak : 0,013%)
3. Benzetonium klorida (mak : 0,01%)
4. Fenil mercuri acetat (mak : 0,004%)
5. Fenil mercuri nitrat (mak : 0,004%)
6. Thimerosol (mak : 0,01%)
7. Para hidroksi benzoat (mak : 0,1%)
2. PENGISOTONIS
Larutan obat dikatakan isotonis apabila mempunyai tekanan osmosis
sama dengan cairan tubuh. Cairan tubuh termasuk darah dan cairan mata
mempunyai tekanan osmosis yang sebanding dengan larutan Natrium Klorida
dalam air 0,9%. Dalam prakteknya batas isotonitas suatu larutan mata berupa
Natrium Klorida atau ekuivalensinya dapat berkisar antara 0,6-2,0 tanpa rasa
tidak nyaman pada mata.
Zat pengisotonis yang biasa digunakan :
1.NaCl
2.Asam Borak
3.Dextrosa
3. PENDAPAR
Secara ideal larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas yang
sama dengan air mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4
banyak obat yang tidak cukup larut dalam air. Sebagian besar garam alkaloid
mengendap sebagai alkaloid bebas pada pH ini. Selain itu banyak obat tidak
stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4. Tetapi larutan tanpa dapar antara pH
3,5 – 10,5 masih dapat ditoleransi walaupun terasa kurang nyaman. Di luar
rentang pH ini dapat terjadi iritasi sehingga mengakibatkan peningkatan
lakrimasi. Rentang pH yang masih dapat ditoleransi oleh mata menurut beberapa
pustaka.
Syarat dapar :
1. Dapat menstabilkan pH selama penyimpanan
2. Konsentrasinya tidak cukup tinggi sehingga secara signifikan dapat
mengubah pH air mata
4. PENINGKAT VISKOSITAS
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan peningkat
viskositas untuk sediaan optalmik adalah:
1. Sifat bahan peningkat viskositas itu sendiri. Misalkan Polimer mukoadhesif
(asam hyaluronat dan turunannya; carbomer) secara signifikan lebih efektif
dari pada polimer non mukoadhesif pada konsentrasu equiviscous.
2. Perubahan pH dapat mempengaruhi aktivitas bahan peningkat viskositas.
3. Penggunaan produk dengan viskositas tinggi kadang tidak ditoleransi oleh
mata dan menyebabkan terbentuknya deposit pada kelopak mata; sulit
bercampur dengan air mata; atau mengganggu difusi obat.
Penggunaan peningkat viskositas dimaksudkan untuk memperpanjang
waktu kontak antara sediaan dengan kornea sehingga jumlah bahan aktif yang
berpenetrasi dalam mata akan semakin tinggi sehingga menambah efektivitas
terapinya.
Contoh peningkat viskositas:
1. Hidroksipropil metilselulosa = hypromellose (HPMC) (0,1%)
2. Metilselulosa (2%)
3. Polivinil alcohol (1,4%)
4. HEC (0,8 %)
5. PVP (1,7%)
5. ANTIOKSIDAN
Zat aktif untuk sediaan mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara. Untuk
itu kadang dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering digunakan adalah
Na metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Vitamin C (asam
askorbar) dan asetilsistein pun dapat dipakai terutama untuk sediaan fenilfrin.
Dengan oksidatif seringkali dikatalisa oleh adanya logam berat, maka
dapat ditambahkan pengkelat seperti EDTA. Penggunaan wadah plastik yang
permeabel terhadap gas dapat meningkatkan proses oksidatif selama
penyimpanan
Contoh antioksidan :
1. Ethylenediaminetetraacetat acid (mak 0,1%)
2. Na bisulfit (mak 0,1%)
3. Na metabisulfit (mak 0,1%)
4. Thiourea (mak 0,1%)
6. SURFAKTAN
Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhi berbagai aspek:
 Sebagai antimikroba (surfaktan golongan kationik seperti benzalkonium
klorida, setil piridinium klorida, dll)
 Menurunkan tegangan permukaan antara obat mata dan kornea sehingga
meningkatkan aksi terapeutik zat aktif.
 Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes mata dengan cairan lakrimal.
Meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva sehingga
meningkatkan penembusan penyerapan obat.
 Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan
merusak kornea. Surfaktan golongan non ionik lebih dapat diterima
dibandingkan dengan surfaktan golongan lainnya.
C. Water For Injection(Air Untuk Injeksi)
Menurut FI edisi III, air untuk injeksi adalah air suling segar yang disuling
kembali. Digunakan untuk pelarut dalam pembuatan obat suntik ,yang akan
disterilkan sesudah pembuatan air untuk injeksi. Air untuk obat suntik hanya dapat
digunakan dalam waktu 24 jam sesudah penampungan dan disimpan dalam wadah
dari gelas steril dan bebas pirogen.
Pelarut ini sering digunakan dalam obat suntik secara besar-besaran. Air ini
dimurnikan dengan cara penyulingan atau osmosis terbalik (reverse osmosis) dan
memenuhi standar yang sama dengan Purified Water, USP dalam hal jumlah zat
padat yang ada yaitu tidak lebih dari 1 mg per 100 ml WFI, USP dan tidak boleh
mengandung zat penambah.
Persyaratan WFI menurut standar BP (2001) dan EP (2002):
1. Total karbonorganik tidak boleh lebih dari 0,5 mg per liter. Kemudian bila 25 ml
air untuk injeksi ditambahkan kalsiumhidroksida LP, maka selama 5 menit harus
tetap jernih.
2. Klorin tidak boleh lebih dari 0,5 ppm. Kemudian, bila 500 ml air untuk injeksi
ditambahkan 1 ml praknitrat LP, maka setelah didiamkan 5 menit harus tetap
tidak berwarna dan jernih.
3. Amonia tidak boleh lebih dari 0,01 ppm. Kemudian bila 50 ml air untuk injeksi
yang ditambahkan 2 ml kalium raksa (II) iodida LP dalam suasana alkalis dan
dilihat dalam tabung Nessler, maka tidak memperlihatkan pewarnaan yang lebih
kuat daripada pewarnaan yang diberikan 50 ml air yang bebas amoniakP setelah
penambahan 2 ml pereaksi Nessler LP dan diperiksa pada keadaan sama.
4. Nitrat boleh lebih dari 0,2 ppm. Kemudian, 5 ml air untuk injeksi tidak boleh
memberikan warna biru pada batas permukaan setelah dituangkan dengan hati-
hati kedalam 5 ml difenilalamina LP.
5. Logam berat (Cu, Fe, Pb) tidak boleh lebih dari 0,1 ppm. Kemudian, bila 100 ml
air untuk injeksi ditambahkan 1 tetes larutan natrium sulfida LP, maka harus
tetap jernih dan tidak berwarna.
6. Oksidator tidak boleh lebih dari 5 ppm. Kemudian, bila 100 ml air untuk injeksi
dididihkan selama 3 menit serta ditambahkan 10 ml asam sulfat encer P dan 0,5
ml kalium permanganat 0,01 N, maka tidak menghilangkan sama sekali warna
larutan
7. Bebas pirogen.
8. Cairan jernih dan steril
9. Tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa
Ph 5,0-7,0. Pemeriksaannya dengan 10 ml air untuk injeksi dengan ditambahkan 2
tetes larutan merah metil

10. LP tidak boleh memberikan warna merah. Kemudian, 10 ml air untuk injeksi
dengan ditambahkan 5 tetes larutan biru bromtimol LP tidak boleh memberikan
warna biru.
Menurut Operation manual for Implementation of GMP, proses pembuatan
water for Injection melalui tiga proses sebagai berikut:
a) Proses pertama adalah persiapan (pretreatment) untuk mendapatkan Water For
Injection dimulai dari sumber air (sumur atau mata air) yang ditampung dan
diendapkan, kemudian diberi penyaring pasir dan diberi klorin, sehingga air
dapat diminum (drinking water). Air minum disaring kembali dengan filter 5-
10 µm.
b) Proses kedua adalah proses final treatment biasanya dilakukan reverse osmosis
dengan menggunakan chemical softening (kation anion), atau menggunakan
Twin Bed Column lalu disaring dengan menggunakan filter 5-10 µm kemudian
disaring lagi menggunakan filter yang lebih kecil dengan ukuran filter 2 µm
bila perlu menggunakan ozonisator atau ultraviolet atau pemanasan dengan
temperatur di atas 70o C kemudian dimasukkan dalam tangki penampung
dengan temperatur 70o C kemudian di EDI (Electro Deionization) Atau
didestilasi dimasukkan ke dalam tangki penampung lalu disaring dengan filter
bakteri 0,02 µm.
c) Proses ketiga adalah proses sterilisasi WFI dengan menggunakan autoklaf,
sehingga mendapatkan WFI steril.

2.2 Tinjauan Tentang Kloramfenikol


2.2.1 Definisi Kloramfenikol
Cholaramphenichol adalah obat yang digunakan untuk mengobati infeksi mata yang
disebabkan oleh bakteri. Jenis infeksi mata yang paling umum diidap adalah konjungtivitis.
Infeksi ini biasanya berawal dengan hanya menyerang salah satu mata, sebelum kemudian
menular ke mata yang satunya lagi. Suatugolongan antibiotic yang menghambat pertumbuhan
bakteri. Obat ini digunakan padainfeksi dimana diketahui kuman penyebabnya sensitif
terhadap kloramfenikol dan obat lain yang kurang toksik.
Kloramfenikol [1-(p-nirofenil)-2-diklorasetamido-1,3-propandiol]

Rumus kimia :C11H12Cl2N2O5


Berat molekul : 323,13

2.2.2 Indikasi
Chloramphenicol diindikasikan untuk pengobatan topical dari infeksi akut
konjungtifitis bacterial pada orang dewasa, orang tua, maupun anak-anak umur 2 tahun atau
lebih. Digunakan sebanyak satu tetes pada mata yang terinfeksi selama dua jam pada 48 jam
awal dan empat jam setelahnya. Tidur tidak perlu diganggu untuk pemberian tetes mata.
Pengobatan yang biasa dibutuhkan selama lima hari.
2.2.3 Efek Samping Chlorampenicol
Reaksi hypersensitifitas, demam, kemerahan pada tubuh, mimpi buruk, bengkak pada
wajah dan mata, anemia, penurunan jumlah sel darah putih trombosit yang disebabkan karena
supresi pada sum sum tulang, mual, muntah, diare, kesemutan, gangguan penglihatan.
Penggunaan dosis tinggi pada bayi baru lahir dapat menyebabkan grey baby syndrome
dimana keadaanya memburuk dengan cepat.
2.2.4 Kontra Indikasi
Tetes mata kloramfenikol di kontra indikasikan untuk orang yang memiliki sejarah
hipersesitif pada kloramfenikol ataupun zat kandungan pada tetes mata. Myelosuppression
pada saat penggunaan pertama chloramfenikol dan pasien dengan sejarah keluarga dyscrasias
darah termasuk aplastic anemia.
2.2.5 Dosis pemakaian
Teteskan 1 tetes pada mata yang sakit 1-4 kali.Untuk infeksi akut teteskan 1 tetes
stiap jam atau sesuai petunjuk dokter.Perlu perhatian untuk pemberian pada bayi dan anak-
anak dibawah 2 tahun.
2.2.6 Stabilitas Penyimpanan
Simpan pada suhu 15-25 derajat C, terlindungi dari cahaya.

2.3 Pra/ Formulasi


1.3.1 Praformulasi
1.3.1.1 Definisi
Praformulasi merupakan langkah awal pengembangan bentuk suatu sediaan dari suatu
bahan obat secara rasional dengan memanfaatkan data-data fisikokimia, fisikomekanik dan
biofarmakokinetik dari obat sendiri maupun kombinasinya dengan bahan pembantu, data-data
ini dapat digunakan untuk mendisain suatu sediaan yangstabil, manjur, ketersediaan hayati
terpenuhi, tidak toksik dan dapat diproduksi secara masal.
1.3.1.2 Tujuan
Tujuannya adalah untuk menghasilkan informasi bagi formulator dalam
mengembangkan bentuk sediaan yang stabil dan ketersediaan hayati yang dapat diproduksi
dalam skala besar, serta untuk menetapkan formula akhir yang sebenarnya dan arah kerja
untuk pembuatan produk.
1.3.1.3 Karakteristik Bahan
Monografi bahan:
1. Zat aktif
Kloramfenikol
Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang, putih hingga
putih kelabu atau putih kekuningan. Tidak berbau , rasa sangat pahit.
Dalam larutan asam lemah.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etenol, dalam propilena
glikol.
Titik Lebur : Antara 1490 dan 1530 C.
OTT : Endapan segera terbentuk bila kloramfenikol 500 mg dan eritromisin
250 mg atau tetrasiklin HCl 500 mg dan dicampurkan dalam 1 liter
larutan dekstrosa 5%.
Stabilitas :salah satu antibiotik yang secara kimiawi diketahui paling stabil dalam
segala pemakaian. Stabilitas baik pada suhu kamar dan kisaran pH 2-7,
suhu 25oC dan pH mempunyai waktu paruh hampir 3 tahun. Sangat
tidak stabil dalam suasana basa. Kloramfenikol dalam media air adalah
pemecahan hidrofilik pada lingkungan amida. Stabil dalam basis
minyak dalam air, basis adeps lanae. (Martindale edisi 30 hal 142).
Tinjauan farmakologis kloramfenikol (Martindale: 1137 dan Farmakologi II)
Efek utama : antibakteri
Bakteriostatik : terhadap enterobacter dan staphylococcus aureus
Bakterisid : terhadap str. Pneumoniae. Neiss. Meningitis,H. Infwanze (martindale
36;2009;p.241)
Efek samping : reaksi hipersensitif termasuk rashes, demam, angiodema bisa terjadi,
khususnya setelah penggunaan topikal (martindale 36;2009;p.241)
Kontraindikasi : (martindale 36;2009;p.240)
 Pasien dengan riwayat hipersensitivitas atau reaksi toksik pada kloramfenikol
 Tidak boleh diberikan secara sistemik untuk infeksi ringan atau untuk
profilaksis
 Program pengobatan berulang dan berkepanjangan
 Seharusnya tidak digunakan pada pasien dengan depresi sumsum tulang atau
diskisia darah
 Penggunaan kloramfenikol dihindari secara kehamilan dan dapat mengganggu
imunitas dan tidak boleh diberikan selama aktif imunisasi
Perhatian dan peringatan : Pada penggunaan jangka panjang sebaiknya dilakukan
pemeriksaan hematologi secara berkala. Hati-hati penggunaan pada
penderita dengan gangguan gagal ginjal, wanita hamil dan menyusui,
bayi prematur dan bayi yang baru lahir (martindale 36;2009;p.240)

Tinjauan sifat fisika kimia (martindale 36;2009;p.239)


a. Kelarutan : 1:400 dalam air, 1: 2,5 dalam etanol 95% P, sukar larut dalam
kloroform P dan dalam eter P, 1:7 dalam propilen glikol P, Praktis
tidak larut dalam petrolatum dan minyak nabati (Martindale: 1136).
b. Stabilitas
 Terhadap cahaya: tidak stabil
Pemaparan kloramfenikol (eye drops 10 mg mg/L, dapar fosfat PH 7,0)
terhadap cahaya menebabkan degradasi 80% dalam waktu 45 menit.
 Terhadap suhu: tidak stabil
Dalam air akan terhidrolisis 4% (pemanasan 100ºC 30 menit) dan 10%
(pemanasan 115ºC, 30 menit). Pada PH 7,2 lebih cepat terdegradasi daripada
PH 4,8 (pemanasan 100ºC/120ºC)
 Terhadap PH: PH larutan jenuh 4,5-7,5
PH stabilitas optimum 6,0 (FI IV,1995). Stabil terhadap larutan netral dan asam,
cepat rusakoleh larutan alkali (Remington). Stabil pada PH yang luas untuk
larutan air (PH 2-7)
 Terhadap oksigen: tidak stabil.
d. Cara sterilisasi bahan
Sediaan dipanaskan pada suhu 100ºC selama 30 menit dengan prediksi
kehilangan hanya 3,6%. Pemanasan 98-100% selama 30 menit pada sediaan tetes
mata tidak akan kehilangan potensi lebih dari 10% (Martindale: 1137)

e. Inkompatibilitas
- Dengan parasetamol : menurunkan waktu paruh dan klirens
- Dengan kontrasepsi oral : menurunkan efikasi kontrasepsi oral
- Dengan diuretic : meningkatkan ekskresi kloramfenikol (furosemid)
f. Cara penggunaan
Dosis umum untuk infeksi ocular, optalmik, kloramfenikol 0,5% dosis 1-2tetes
tiap2 jam untuk 48 jam pemakaian pertama, tiap 4 jam untuk pemakaian setelahnya
2. Bahan Tambahan
Benzalkonium Klorida(Hand Book Of Pharmaceutical Excipients,hal 27
Synonim : alkylbenzyldimethylammonium chloride; alkyl dimethyl benzyl
ammonium c chloride; BKC
Nama kimia :alkyldimethyl(phenylmethyl)ammonium chloride
Stuktur kimia:

Fungsi:
Pengawet antimikroba, antiseptik, desinfektan, solubilizing agents dan wetting
agents
Penggunaan pada pharmaceutical formulation:
Benzalkonium klorida adalah quarternary ammonium compound yang
digunakan pada formulasi farmasi sebagai pengawet antimikroba yang bekerja
serupa dengan kationik surfaktan lain seperti cetermide.
Pada formulasi optalmik, benzalkonium klorida adalah salah satu yang
digunakan sebagai pengawet pada konsentrasi 0,01-0,02% w/v. Sering kali
digunakan kombinasi dengan pengawet lain atau eksipien lain, seperti 0,1% w/v
disodium edetate, untuk meningkatkan aktivitas anti mikroba pada Pseudomonas.

Deskripsi:
Benzalkonium klorida merupakan bubuk putih atau kuning-putih
amorphorus, gel kental, atau serpihan gelatinuous. higroskopis, bersabun saat
disentuh, dan memiliki bau aromatik yang ringan dan rasa sangat pahit
Stabilitas dan penyimpanan: benzalkonium klorida higroskopis dan dapat
dipengaruhi oleh cahaya, udara, dan logam. Larutan yang stabil pada range pH
dan temperatur yang luas dan disterilisasi dengan autoklaf tanpa kehilangan
efektivitas. Larutan dapat disimpan untuk waktu yang lama pada suhu kamar.
Nilai ekivalensi : 0,16
PH : 5 – 8 pada Konsentrasi larutan 10 % w/v
Konsentrasi : 0,01 – 0,02% dalam sediaan mata
Sterilisasi : Otoklaf
Stabilitas : Teroksidasi oleh cahaya ,udara dan logam

2.2.1 KH2PO4(Kalium dihidrogen fosfat) (FI III hal 687 )


Synonim: Kalium dihidrogen fosfat, kalium bifosfat atau kalium fosfat monobasa
Nama kimia:
Rumus kimia: KH2PO4
BM:136,084g/mol
Struktur kimia:

Fungsi: sebagai pereaksi


Deskripsi:merupakan serbuk hablur putih

2.2.2 CMC Na. (Carboxymethylcellulose sodium)


Synonim:
Akucell, AqualonCMC, Aquasorb, Blanose, CarboseD, carmellosumnatricum,

Cel-O-Brandt, gom selulosa, Cethylose, Na CMC, E466, Finnfix, Glykocellan,

NymcelZSB, SCMC.
Nama kimia: Selulosa, karboksimetileter, garamnatrium[9004-32-4]

Rumus kimia: n [C6H7O2(OH) 2OCH2COONa]

Struktur Kimia:

BM: 198,18
Fungsi: Viskositas
Aplikasi dalam pharmaceutical formulation:
Na CMC secara luas digunakan pada formulasi sediaan oral dan topikal, terutama

untuk meningkatkan viskositas. Larutan kental digunakan untuk menangguhkan

serbuk ditujukan baik untuk aplikasi topikal atau oral dan parenteral administrasi.

Na CMC juga dapat digunakan sebagai pengikat tablet dan disintegran, dan untuk

menstabilkan emulsi.

Ph cma na : 5 – 11

Konstanta disosiasi : pKa =4,30

Stabilitas Dan penyimpanan:


Na CMC stabil, meskipun bersifat higroskopis. Dalam kondisi kelembaban yang

tinggi, Na CMC dapat menyerap air dalam jumlah besar (> 50 %). Pada tablet, hal

ini berkaitan dengan penurunan kekerasan tablet dan peningkatan waktu hancur.

Larutan Na CMC stabil pada pH 2-10, pengendapan dapat terjadi pada pH di

bawah 2, dan viskositas larutan menurun dengan cepat di atas pH 10. Umumnya,

larutan menunjukkan viskositas maksimum dan stabilitas pada pH 7-9.

Na CMC dapat disterilkan dalam keadaan kering dengan mempertahankannya

pada suhu 160C selama 1 jam. Namun, proses ini menghasilkan penurunan yang

signifikan pada viskositas dan beberapa penurunan sifat pada sediaan yang dibuat

dari bahan yang disterilkan.

NaOh (Natrium HIdroksida ) FI. Edisi III hal 412

2.4 Formulasi

2.4.1 Definisi
Formulasi adalah campuran bahan aktif dengan bahan lainnya yang mempunyai daya
kerja sesuai dengan tujuan yang direncanakan.

2.4.1.1 Tujuan Formulasi


Tujuan formulasi adalah untuk menghasilkan sediaan sesuai dengan formula yang
telah dibuat, dan tujuan lainnya adalah menghasilkan sediaan yang nantinya dapat berfungsi
sebagai penyembuhan pada penyakit yang ditujukan.

2.4.1.2 Formulasi Sediaan


2.4.1.2.1 Bahan aktif yaitu bahan utama yang digunakan sebagai pemberi efek terapi.
2.4.1.2.2 Bahan Tambahan yang digunakan disesuaikan dengan dengan bahan aktif agar
tidak inkompaktibilitas dengan bahan aktif.
1. Permasalahan dan penyelesaian
PH sediaan harus dibuat mendekati PH fisiologis untuk mencegah iritasi
 Harga PH mata sama dengan PH darah yaitu 7,4 (Lukas, 2006). Harga PH
tetes mata kloramfenikol antara 7-7,5 pada larutan dapar (FI IV, 1995).
Sehingga pada sediaan tetes mata ditambahkan buffer borat yang memiliki
rentang PH 6,8-9,1 (Lukas, 2006) agar dihasilkan PH sesuai cairan fisiologis
mata.
Kloramfenikol tidak stabil pada pemanasan
 Kloramfenikol pada air akan terhidrolisis 4% (pemanasan 100ºC, 3 menit) dan
10% (pemanasan 110ºC, 30 menit). Pada PH 7,2 lebih cepat terdegradasi
daripada PH 4,8 (pemanasan 100ºC/120ºC).
Kloramfenikol kurang larut dalam air
 Apabila dilihat dari kelarutannya maka kloramfenikol sangat sukar larut dalam
air (1:400), sehingga untuk meningkatkan kelarutanya ditambahkan atau
dilarutkan dalam dapar borat, karena dapar borat juga berfungsi untuk
meningkatkan kelarutan.
Kemungkinan terjadi kontaminasi mikroorganisme karena termasuk sediaan dosis
ganda
 Untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu ditambahkan bakterisida. Pada
praktikum ini dipilih fenil merkuri nitrat dengan konsentrasi 0,001-0,002%.
Dipilih fenil merkuri nitrat karena memiliki rentang PH yang luas. Selain itu
penambahan bakterisida juga dapat meningkatkan nilai SAL.

2.5 Produksi
Produksi yaitu suatu kegiatan untuk membuat, menambah nilai guna, baik nasioanal
maupun internasional.
Tujuan Produksi:
1. Untuk menghasilkan jenis obat yang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang
berlaku.
2. Meningkatkan mutu dan jumlah produksi.
Produsen selalu berusaha memuaskan keinginan konsumen. Dengan berproduksi,
produsen mendapat kesempatan melakukan uji coba (eksperimen) untuk
meningkatkan mutu sekaligus jumlah produksinya agar lebih baik dari produksi
sebelumnya.
Produksi meliputi ruang, peralatan, personalia dan metode.
2.5.1 Ruang Produksi
2.5.1.1 Definisi Ruang Produksi
Ruang produksi adalah suatu ruang yang dirancang dengan khusus sebagai tempat
dilaksanakan kegiatan produksi dimana di dalamnya mengakomodasi berbagai macam
kebutuhan produksi ( alat, bahan, personal, manajemen ) dengan spesifikasi khusus

2.5.1.2 Syarat Ruang Produksi


Syarat Umum :
1. Bangunan
a. Bangunan industri harus didirikan di lokasi yang terhindar dari pencemaran dan
tidak mencemari lingkungan
b. Bangunan industri harus memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi
c. Bangunan industri harus memiliki ruang-ruang pembuatan yang rancang bangun
dan luasnya sesuai dengan bentuk, sifat dan jumlah obat yang dibuat. Jenis dan jumlah alat
yang digunakan, jumlah karyawan yang bekerja serta fungsi ruangan.
d. Memungkinkan kegiatan produksi dilakukan diarea yang saling berhubungan
antara satu ruangan dengan ruangan yang lain mengikuti urutan tahap produksi
e. Bangunan industri di dirikan atas sifat yang kokoh, dengan tujuan agar bisa
terhindar dari bencana seperti gempa dan banjir.
2. Ruangan
a. Penataan ruangan-ruangan pembuatan, termasuk ruangan penyimpanan harus
sesuai dengan urutan proses pembuatan, sehingga tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang
simpang siur dan tidak menimbulkan terjadi pencemaran silang.
b. Dinding lantai dan langit-langit setiap ruangan pembuatan, termasuk ruangan
penyimpanan harus rata, bebas dari keretakan dan mudah di bersihkan
c. Dinding setinggi sekurang-kurangnya 150 cm dan lantai setiap ruangan pembuatan
termasuk ruangan penyimpanan harus kedap air. Dinding ruangan pembuatan selain kedap
air, harus licin
d. Ruangan pembuatan dan ruang penunjang seperti ruang administrasi dan jamban
harus bersih, tidak mengganggu dan tidak mencemari proses pembuatan
e. Penyimpanan dari ketentuan pada butir 2 dan butir 3 harus memperoleh izin tertulis
dari direktur jendral atau kepalah kantor wilayah.
Deskripsi Bangunan :
a. Lantai
Lantai ruangan produksi tablet terbuat dari semen yang di lapisi epoksi sehingga
lantai mempunyai permukaan yang rata, mudah di bersihkan, tidak menahan partikel, tahan
terhadap detergen dan disinfektan.
b. Dinding
Dinding ruangan terbuat dari tembok yang dilapisi epoksi sehingga permukaan
dinding menjadi licin dan rata, kedap air, mudah di bersihkan, tahan terhadap detergen,
disinfektan, tidak menahan partikel dan tidak menjadi tempat bersarangnya binatang kecil.
c. Langit-langit
Langit-langit ruangan terbuat dari beton yang dilapisi epoksi sehingga permukaan
langit-langit menjadi licin dan rata, air, mudah di bersihkan, tahan terhadap detergen,
disinfektan, tidak menahan partikel.
d. Pengaturan udara
Sirkulasi dan pengaturan udara harus baik.Terdapat tempat sirkulasi udara dengan
sirkulasi udara yang baik sesuai dengan ruangan.
e. Lokasi area
Lokasi area bangunan harus tahan terhadap gempa dan banjir.

2.5.1.3 Macam-Macam Ruangan


Area pabrik dibagi menjadi 4 zona dimana masing-masing zona memiliki spesifikasi tertentu.
Empat zona tersebut meliputi :
a. Unclassified Area
Area ini merupakan area yang tidak dikendalikan (Unclassified area) tetapi untuk
kepentingan tertentu ada beberapa parameter yang dipantau. Termasuk didalamnya adalah
laboratorium kimia (suhu terkontrol), gudang (suhu terkontrol untuk cold storage dan cool
room), kantor, kantin, ruang ganti dan ruang teknik.
b. Black area
Area ini disebut juga area kelas E. Ruangan ataupun area yang termasuk dalam kelas
ini adalah koridor yang menghubungkan ruang ganti dengan area produksi, area staging
bahan kemas dan ruang kemas sekunder. Setiap karyawan wajib mengenakan sepatu dan
pakaian black area (dengan penutup kepala)
c. Grey area
Area ini disebut juga area kelas D. Ruangan ataupun area yang masuk dalam kelas ini
adalah ruang produksi produk non steril, ruang pengemasan primer, ruang timbang,
laboratorium mikrobiologi (ruang preparasi, ruang uji potensi dan inkubasi), ruang sampling
di gudang. Setiap karyawan yang masuk ke area ini wajib mengenakan gowning (pakaian
dan sepatu grey). Antara black area dan grey area dibatasi ruang ganti pakaian grey dan
airlock.
d. White area
Area ini disebut juga area kelas C, B dan A (dibawah LAF). Ruangan yang masuk
dalam area ini adalah ruangan yang digunakan untuk penimbangan bahan baku produksi
steril, ruang mixing untuk produksi steril ,backgroundruangfilling, laboratorium mikrobiologi
(ruang uji sterilitas). Setiap karyawan yang akan memasuki area ini wajib mengenakan
pakaian antistatik (pakaian dan sepatu yang tidak melepas partikel). Antara grey area dan
white area dipisahkan oleh ruang ganti pakaian white dan airlock.
Airlock berfungsi sebagai ruang penyangga antara 2 ruang dengan kelas kebersihan
yang berbeda untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari ruangan dengan kelas kebersihan
lebih rendah ke ruang dengan kelas kebersihan lebih tinggi. Berdasarkan CPOB, ruang
diklasifikasikan menjadi kelas A, B, C, D dan E, dimana setiap kelas memiliki persyaratan
jumlah partikel, jumlah mikroba, tekanan, kelembaban udara dan air change rate.

Perbedaan dari masing-masing area :


a. Black area
1. Ruangannya tidak perlu steril
2. Jumlah karyawan yang berada di area tersebut
3. Ruangan dan alat tidak membutuhkan penangan yang khusus baik udara maupun
kontruksi bangunan
4. Fungsi dari pembangunan area ini adalah sebagai tempat penyimpanan bahan baku
obat, serta tempat dimana para karyawan bisa dengan leluasa melakukan tugas
mereka tanpa adanya penangan khusus
b. Grey area
1. Desain ruangan di butuhkan perlakuan khusus. Seperti penanganan khusus terhadap
udara, rancang bangun dan kontruksi ruangan, seperti lantai dan langit-langit tidak
boleh bercelah dan tahan terhadap bahan kimia. Dinding harus terbuat dari beton dan
di cat dengan cat yang tahan dicuci, seperti pintu dan peralatan lainnya tidak boleh
terbuat dari kayu
2. Kebebasan personal untuk masuk area ini sudah di kurangi
3. Fungsi dari pembangunan area ini adalah sebagai tempat produksi obat-obatan,di
mna tempat ini sangat penting dari semua area yang ada, karena proses intinya ada
di ruangan ini
4. Untuk memasuki area ini personal harus mencuci tangan dan kaki serta pakaian nya
pun harus bersih
c. White Area
1. Ruangan harus steril
2. Peralatan dan pakaian yang digunakan harus steril
3. Karyawan yang akan memasuki area harus bersih dan steril.
4. Ruangan mempunyai rancangan khusus, seperti tembok dengan cat yang tahan
dicuci, pintu dan peralatan lainnya tidak boleh terbuat dari kayu.
5. Udara dari luar tidak boleh memasuki ruangan. Menggunakan sanitasi udara
6. Fungsi dari white area adalah sebgai tempat produksi sediaan-sediaan steril,yaitu
tempat yang bebas dari bahaya mikroba ataupun virus.

2.5.2 Alat Produksi


2.5.1.1 Definisi Alat Produksi
Adalah seperangkat instrument yang digunakan untuk membuat, mengolah ataupun
memodifikasi suatu bahan awal menjadi sediaan ruahan maupun sediaan jadi dengan fungsi
dan standar tertentu.
2.5.1.2 Macam-Macam Alat dan cara sterilisasi
No. Nama Wadah Ukuran Jumlah Cara Suhu Waktu
Sterilisasi (0C) (menit)
1 Kaca arloji Besar 3 Oven 180 30
2 Gelas ukur 5; 10; 25 @ 1 Autoklaf 121 15
ml
3 Beaker gelas 50 ml @1 Oven 250 30
4 Batang Pendek @1 Autoklaf 250 30
pengaduk
5 Pipet tetes Panjang 1 Autoklaf 121 15
6 Corong gelas Kecil 1 Autoklaf 121 15
7 Kertas saring 1 Pemasan
api
langsung
8 Erlenmeyer 50 ml 1 Oven 250 30
9 Pinset 2 Oven 250 30
10 Spatula 1 Oven 250 30
11 Botol tetes 2 Oven 250 30

1.3.2 Personalia
Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam proses
pembuatan produk steril, terutama dengan tehnik pembuatan secara ASEPTIS adalah
faktor PERSONALIA. Berikut adalah beberapa persyaratan CPOB yang terkait dengan
personalia yang bekerja di ruang steril :
1. Personil yang bekerja di area bersih dan steril dipilih secara seksama untuk
memastikan bahwa mereka dapat diandalkan untuk bekerja dengan penuh disiplin dan
tidak mengidap suatu penyakit atau dalam kondisi kesehatan yang dapat menimbulkan
bahaya pencemaran mikrobiologis terhadap produk.

2. Hanya personil dalam jumlah terbatas yang diperlukan boleh berada di area bersih;
hal ini penting khususnya pada proses aseptik. Inspeksi dan pengawasan dilaksanakan
sedapat mungkin dari luar area bersih.

3. Standar higiene perorangan dan kebersihan yang tinggi adalah esensial. Personil yang
terlibat dalam pembuatan produk steril diinstruksikan untuk melaporkan semua
kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan penyebaran cemaran

4. Pakaian rumah dan pakaian kerja regular tidak boleh dibawa masuk ke dalam kamar
ganti pakaian yang berhubungan dengan ruang ber-Kelas B dan C. Untuk tiap personil
yang bekerja di Kelas A/B, pakaian kerja steril (disterilkan atau disanitasi dengan
memadai) harus disediakan untuk tiap sesi kerja.
Tahapan – tahapan personal ketika memasuki ruangan steril :
1. Sebelum memasuki ruangan steril, personal terlebih dahulu memakai APD yang terdiri
dari masker, head save, headscoon, sepatu yang terbuat dari karet dan jas lab. Apabila
bahan yang ditangani tergolong obat sitostatistika maka perlu memakai kacamata
pelindung.
2. Setelah itu ketika memasuki ruangan ke 3, antara ruangan ke 3 dan ke 4 harus ditutup
rapat. Diruang ini personal akan disinari oleh sinar UV untuk menghilangkan
mikroorganisme yang menempel pada pakaian. Selain itu dialiri oleh udara LAF.
3. Kemudian masuk keruang 2 di tahap ini personal juga melakukan hal yang sama
dengan yang dilakukan pada ruang 3.
4. Di dalam ruang 1 personal sudah dalam keadaan kondisi steril dan siap untuk
melakukan produksi.
APD personalia :

Prinsip Kerja Produksi


1. Persiapan ruangan dan fasilitas produksi
 Sebelum di lakukan proses produksi, ruangan harus di bersihkan dengan seksama
dan tidak ada sisa partikel bekas produk sebelumnya yang tertinggal. Selanjutnya
ruangan disterilisasi dengan menggunakan gas (gas formaldehida atau etilen
oxide).
 Tiap personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian
pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakannya
 Tiap personil yang mengidap penyakit atau yang dapat merugikan mutu produk
dilarang menangani bahan awal.
 Dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator dengan bahan awal
2. Pencucian atau Sterilisasi peralatan
 Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
 Alat dibungkus menggunakan alumunium foil
 Bungkus menggunakan plastik tahan panas kemudian di sterilisasi dengan
autoklaf 1210C selama 20 menit.
 Bahan aktif dan bahan tambahan disterilisasi dengan menggunakan oven 1600
selama 1 jam
3. Tahap penimbangan dan pencampuran
 Semprot tangan dengan etanol 70%
 Semprot meja praktikan dengan etanol 70%
 Ditimbang semua bahan (bahan aktif dan bahan tambahan) di ruangan steril.
4. Pencampuran
Pencampuran dilakukan di bawah LAF setelah bahan-bahan larut kemudian di
campur menjadi satu.
5. Pengisian
Proses pengisian dilakukan di bawah LAF setelah ada persetujuan dari bagian QC,
dilakukan pengisian dengan mesin pengisi ke dalam pengemas primer (botol tetes
mata). Pada proses ini dilakukan IPC berupa pemeriksaan uji sterilitas, kebenaran no
batch, tanggal kadaluarsa dan kerapian pelipatan.
6. Pengemasan sekunder
Produk ruahan yang telah lulus uji (memenuhi persyaratan) dikemas dengan
pengemas sekunder (box karton). IPC yang dilakukan meliputi pemeriksaan
kebenaran jumlah, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa.
2.6 Evaluasi sediaan Tetes Mata
2.6.1 Definisi Evaluasi
Suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah dilakukan dan yang
akan digunakan untuk memperhitungkan dan mngendalikan pelaksanaan kegiatan
kedepannya agar jauh lebih baik. Evaluasi lebih bersifat melihat kedepan dari pada melihat
kesalahan-kesalahan dan ditujukan untuk peningkatan kesempatan demi keberhasilan
kegiatan. Dengan demikian evaluasi adalah perbaikan atau penyempurnaan di masa
mendatang atas suatu kegiatan.
2.6.2 Macam-Macam Evaluasi Sediaan Suspensi
1. Organoleptis
Pemerian zat aktif, warna, aroma dan rasa zat aktif harus dicatat dengan menggunakan
terminology deskriptif. Terminology baku penting untuk ditetapkan karena menguraikan
sifat-sifat organoleptik agar terhindar dari kebingungan (Prof. Dr. Chafrles J. P Siregar,
2010).
2. Homogenitas
Suatu sediaan dikatakan homogen, apabila dalam suatu sediaan yang terdiri dari
berbagai macam jenis obat bercampur secara merata. Dalam artian zat aktif dalam suatu
sediaan terdispersi merata dalam dalam zat pembawanya.
3. Evaluasi Laju Sedimentasi
Merupakan kecepatan pengendapan dari partikel-partikel suspense. Adapun factor-
faktor yang terlibat dalam laju dari kecepatan mengendap partikel-partikel suspensi tercakup
dalam persamaan hokum srokes.
Kecepatan sedimentasi berdasarkan hukum stoker dipengaruhi:
a. Kerapatan fase terdispersi dan kerapatan fase pendispersi, bila partikel ringan dari
kerapatan pembawa maka partikel akan mengembang dan sulit didistribusikan
secara homogen kedlam pembawa
b. Diameter ukuran partikel laju sedimentasi dapat diperlambat dengan mengurangi
ukuran partikel dari fase terdispersi karena semakin kecil ukuran partikel maka
kecepatan jatuhnya lebih kecil
c. Viskositas medium pendispersi laju sedimentasi dapat berkurang dengan cara
menaikkan viskositas medium dispersi, tetapi suatu produk yang mempunyai
viskositas tinggi umumnya tidak diinginkan karena sulit dituang alat yang
digunakan viskometer brokfild
Semakin kental cairan semakin kecil kecepatan aliran. Sehingga akan memperlambat
gerakan partikel. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah agar
sediaan mudah dikocok dan dituang. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan Hukum Stokes.

𝑑 2 (𝜌 − 𝜌0 )𝑔
𝑉=
𝜂
Keterangan : V = kecepatan aliran
D = diameter partikel
𝜌 = bobot jenis partikel
𝜌0 = bobot jenis cairan
g = gravitasi, 𝜂 = viskositas cairan

4. Evaluasi volume sedimentasi


Volume sedimentasi (F) adalah perbadingan dari volume endapan yang terjadi (VU)
terhadap volume awal dari suspense sebelum mengendap (V0) setelah suspense didiamkan.

5. Evaluasi Waktu Redispersi


Bertujuan untuk mengetahui waktu sediaan suspensi terdispersi dengan sempurna.
Waktu redispersi dapat diketahui dengan cara mengocok sediaan dalam wadahnya atau
dengan menggunakan pengocok mekanik atau tangan. Suspensi didiamkan hingga
mengendap kemudian masing-masing suspensi dikocok homogen dan dicatat
waktunya.Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan
pengocokan dalam waktu maksimal 30 detik.
6.Uji pH
Tujuan : untuk mengetahui pH pada tetes mata sesuai apa tidak agar tidak terjadi iritasi
Acuan : Idealnya, sediaan mata sebaiknya diformulasi pada pH yang ekuivalen dengan cairan
air mata yaitu 7,4. (tetes mata antara 4,5 – 9,0)
Prosedur :
a. Dibasahi kertas pH dengan tetes mata
b. Diamati dan dicocokkan dengan warna pada indikator pH
1. Kejernihan
Kejernihan adalah suatu batasan yang relatif, artinya sangat dipengaruhi oleh penilaian
subjektif dari pengamat. Uji kejernihan larutan sangat penting untuk memastikan tidak ada
partikel padat yang belum terdispersi kecuali sediaan yang dibuat dalam bentuk suspensi,
serta untuk mengidentifikasi partikel-partikel yang tidak diinginkan dalam sediaan larutan
tetes mata tersebut.
Uji kerjernian di tujukan untuk memastikan tidak ada partikel padat kecuali berbentuk
suspensi.
Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm hingga 25 mm,
tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral.
1. Masukkan ke dalam 2 tabung reaksi, masing-masing larutan zat uji dan
suspense padanan yang sesuai secukupnya, yang dibuat segar sehingga
volume larutan dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm.
2. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit pembuatan Suspensi
padanan, dengan latar belakang hitam.
3. Pengamatan dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke
arah bawah tabung. Difusi cahaya harus sedemikian rupa sehingga
suspensi padanan I dapat langsung dibedakan dari air dan dari suspensi
padanan II.
2. Uji kebocoran
Tujuan dilakukan uji kebocoran adalah untuk mengetahui apakah ada kebocoran atau tidak
pada kemasan. Kaitan dari uji kebocoran ini adalah sterlilitas sediaan, dan volume sediaan.
Uji ini dilakukan dengan membalikkan botol tetes mata sehingga posisi tutup dibawah. Jika
terdapat kebocoran, maka dapat berbahaya karena lewat lubang atau celah tersebut dapat
menyebabkan masuknya mikroorganisme atau kontaminan lain yang berbahaya. Selain itu, isi
tetes mata juga dapat bocor keluar dan merusak penampilan kemasan.
3. Uji partikel asing
Tujuan dari uji partikel asing ini adalah agar mengetahui apakah ada partikel dalam
larutan. Partikel asing tersebut merupakan partikel-partikel yang tidak larut yang dapat
berasal dari larutan dan zat kimia yang terkandung, lingkungan, peralatan, personal, maupun
dari wadah. Partikel asing tersebut dapat menyebabkan pembentukan granuloma patologis
dalam organ vital tubuh. Untuk mengetahui keberadaan partikel asing dilakukan secara
visual.
4. Uji Keseragaman Bobot dan Keseragaman Volume(FI III Hal 19)
Keseragaman bobot : Sediaan yang sebelum digunakan sebagai injeksi dilarutkan terlebih
dahulu, harus memenuhi syarat keseragaman bobot berikut : Hilangkan etiket 10 wadah, cuci
bagian luar wadah dengan air, keringkan. Timbang satu persatu, dalam keadaan terbuka.
Keluarkan isi wadah, cuci wadah dengan air kemudian dengan etanol (95%)P, keringkan
pada suhu 1050 C hingga bobot tetap, dinginkan, timbang satu persatu. Bobot isi wadah tidak
boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera pada daftar berikut, kecuali satu wadah yang
boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera

- Volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan. Kelebihan
volume yang dianjurkan tertera dalam daftar dibawah ini

5. PenetapanVolume sediaan dalam wadah,


Larutan yang ada pada sediaan tidak mengalami pengurangan volume setelah disterilisasi
dengan menggunakan autoklaf pada suhu 115 – 116o C selama 10 menit.
Tujuan dilakukan penetapan volume disini adalah untuk menetapkan volume yang dimasukan
dalam wadah agar volume yang digunakan tepat/ sesuai dengan yang tertera pada penandaan.
Prosedur :
1. Pilih salah satu wadah, bila volume 10 ml atau lebih, 3 wadah atau lebih bila
volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml atau 5 wadah atau lebih bila volume
3 ml atau kurang.
2. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih
dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor
21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm.
3. Keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi
dalam alat suntik, tanpa mengosongkan bagian jarum, kedalam gelas ukur kering
volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi
sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera.
6. Uji Sterilitas
Semua produk tetes mata yang diberi label steril harus melewati uji sterilitas setelah
mengalami suatu proses sterilisasi efektif. Uji sterilisasi sangat penting untuk membersihkan
larutan tetes mata dari pencemaran (kontaminasi) mikroorganisme yang merugikan (patogen)
dan juga untuk mengetahui tingkat sterilitas dari larutan tetes mata tersebut.Sediaan tetes
mata dinyatakan steril apabila bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun yang
tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif.
- Prosedur Uji:
Inokulasi langsung ke dalam media perbenihan lalu diinkubasi pada suhu 2 sampai 25°C.
Volume tertentu spesimen ditambahkan volume tertentu media uji, diinkubasi selama tidak
kurang dari 14 hari, kemudian amati pertumbuhan secara visual sesering mungkin sekurang-
kurangnya pada hari ke-3atau ke-4 atau ke-5, pada hari ke-7 atau hari ke-8 dan pada hari
terakhir dari masa uji.
Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, semua isi wadah akan diamat
untuk menunjukkan ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan dan atau
pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan, maka sediaan tetes mata yang
telah diuji memenuhi syarat.
7. Uji pirogen
Pirogen adalah zat yang terbentuk dari hasil metabolisme mikroorganisme ( bangkai
mikroorganisme ) berupa zat eksotoksin dari compleks polisacharida yang terikat pada suatu
radikal yang mengandung unsur Nitrogen dan Posfor, yang dalam kadar 0,001 – 0,01 gram
per kg barata badan, dapat larut dalam air, tahan pemanasan, dapat menimbulkan demam jika
disuntikkan ( rekasi demam setelah 15 menit sampai 8 jam). Piorogen bersifat
termolabil.Larutan injeksi yang pemakaianya lebih dari 10 ml satu kali pakai, harus bebas
pirogen.
Cara Menghilangkan Pirogen
1. Untuk alat / zat yang tahan terhadap pemanasan ( jarum suntik, alat suntik dll )
dipanaskan pada suhu 2500 selama 30 menit.
2. Untuk aqua p.i ( air untuk injeksi ) bebas pirogen :
a) Dilakukan oksidasi :
 Didihkan dengan larutan H2O2 1 % selama 1 jam
 1 liter air yang dapat diminum, di tambah 10 ml larutan KmnO4 0,... N dan
5 ml larutan 1 N, disuling dengan wadah gelas selamjutnya kerjakan
seperti pembuatan air untu injeksi.
b) Dilakukan dengan cara absorpsi :
Saring dengan penyaring bakteri dari asbes. Lewatkan dalam koloni Al2O3 panaskan dalam
arang pengabsorpsi 0,1 % ( carbonadsorbens 0,1 % pada suhu 600selama 5 – 10 menit )
literatur lain 15 menit sambil sekali – sekali diaduk kemudian disaring dengan kertas saring
rangkap 2 atau dengan filter asbes. Larutan injeksi umumnya dihilangkan pirogennya dengan
cara ini.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

1.1 Formula
1. Formulasi standart (Fornas)
CHLORAMPHENICOLI GUTTAE OPHTHALMICAE
Tetes mata Kloramfenikol
Komposisi. Tiap ml mengandung :
Chloramphenicolum 1%
Benzalkonium klorid 0,01%
CMC Na 0,5%
KH2PO4 qs
NaOH qs
NaCl qs
Water for injeksi 10 ml
RANCANGAN FORMULA

Komposisi : Kegunaan :

Cloramphenicol 1% Bahan Aktif (khasiat sebagai antibakteri)


Benzalkonium klorid 0,01% Pengawet (karena dosis ganda rentan kontaminasi)
CMC Na 0,5% Sebagai viskositas
KH2PO4 qs Pendapar (agar mendekati pH normal mata yaitu 7,4)
NaOH qs Pendapar (agar mendekati pH normal mata yaitu 7,4)
NaCl qs Agen pengisotonis (mencegah iritasi mata)
Water forinjection ad 10 ml

3.2 Perhitungan isotonis


 Cloramfenikol (pH 4 – 8), (BM 323,126 gr/mol , Fa . 1,5 )
Chloramphenicol 1 %= 1/100 = 1 gr / 100 ml = 10 gr / L
 Benzalkonium klorida (BM. 360,0 g/mol ) Fa . 1,5
Benzalkonium 0,01 % = 0,01 / 100 = 0,01 gr / 100 ml = 1 gr/ L
 CMC Na (PH. 5- 11 , BM.198,18 , Fa.1,5)

CMC Na 0,5 % = 0,5 / 100 = 0,5 gr / 100 ml = 5 gr / L

 KH₂PO₄ ( PH . 4,4 – 4,7, BM . 136,09 g/mol ,Fa. 1,5

KH₂PO₄ 0,34 /10 ml = 0,34 gr / 10 ml = 34 gr / L

 NaOH (BM.40 g/mol , PH. 14 , Fa . 1,8 )

NaOH 0,06 gr / 10 ml = 0,06 gr / 10 ml = 6 gr / L

Jadi perhitungan tonisitas adalah :

 1,5 X 10 + 1,5 X 1 + 1,5 X 5 + 1,5 X 34 + 1,8 X 6 = 0,7294

323,126 360,0 198,8 136,09 40

0,7294> 0,28 ------------(hipertonis )


3.3 Perhitungan pendapar

 KH2PO4 ``= - KH2PO4 0,2 M = 0,2 mol/L

 Bobot KH2PO4 = gr/BM x 1000/v = gr/136,09 x 1000/50

 Bobot KH2PO4 →1000 gr = 136,09 x 50 → 6, 81gr/50 ml

 Larutan KH2PO4 10 ml →10 / 200 x 50 ml = 2,5 ml

 Larutan KH₂PO₄2,5 ml = 2,5 / 50 x 6,81 gr= 0,34 gr

Berarti larutan KH₂PO₄ dibuat dengan menimbang 0,34 gr

KH₂PO₄ dilarutkan dalam 2,5 ml air

 NaOH = NaOH 0,2 M = 0,2 mol /L

 Bobot NaOH = gr/BM x 1000 v = gr/40 x 1000/29,1 ml

 Bobot NaOH → 1000 gr = 40 x 29,1→1,16 gr/29,1 ml

 Larutan NaOH 10 ml = 10/200 x 29,1 ml = 1,45 ml

 Larutan NaOH 1,45 ml = 1,45/29,1 x 1,16 gr = 0,06 gr

 Berarti larutan NaOH dibuat dengan menimbang 0,06 gr

NaOH dilarutkan dalam 1,45 ml air

 Water for injection

Aq pro injeksi ditambahkan 10 ml

Vol yang tertera pada sediaan = 10 ml → kelebihan 0,5 ml (FI IV, 1995). Jadi sediaan

yang dimasukkan pada botol adalah 10,5 ml.

3.4 Perhitungan bahan

Kloramfenikol = 1 / 100 x 10 ml = 0,1 g

Benzalkonium = 0,01 / 100 x 10 ml = 0,001 g = 1 mg


CMC Na = 0,5 /100 x 10 ml = 0,05 g = 50 mg ,aqua dest untuk mengembangkan

CMC Na = 3 ml

KH₂PO₄ = 0,34 gr di larutkan 2,5 ml air

NaOH = 0,06 g dilarutkan 1,45 ml air

Penambahan Nacl

1.4 Alat dan Bahan


No Alat No Bahan
1. Kaca arloji 1. Klorampenikol
2. Gelas ukur 2. Benzal konium chloride
3. Beaker gelas 3. CMC Na
4. Batang pengaduk 4. KH₂PO₄
5. Pipet tetes 5. NaOH
6. Corong gelas 6 NaCL
7. Kertas saring 7 Water for injection 10,5 ml
8. Erlenmeyer
9. Pinset
10. Spatula
11. Botol tetes

1.5 Metodelogi
1. Penyiapan Alat

a. Alat yang digunakan dan cara sterilisasi

No Nama alat Jumlah Ukuran Sterilisasi Waktu

1 Kaca arloji 2 Ø 5 cm Oven – 1800C 30 menit

Beaker
2 1 Oven – 1800C 30 menit
glass
3 Pinset 1 Oven – 1800C 30 menit

Batang
4 1 Oven – 1800C 30 menit
pengaduk

Autoklaf -
5 Gelas ukur 1 15 menit
121ºC

Wadah
6 1
tetes

b. Pencucian, pengeringan, dan pembungkusan alat

- Pencucian alat

Mencuci alat gelas dengan air dan HCl encer

Merendam dalam larutan tepol 1% dan Na2CO3 0,5% (aa) dan didihkan

selama 1 jam

Ulangi ad larutan jernih (maksimal 3x)

Membilas dengan aquadest sebanyak 3x


- Pencucian alumunium

Mendidihkan alat alumunium dalam tepol 1% selama 10 menit

Merendam dalam larutan Na2CO3 5% selama 5 menit

Membilas dengan aqua panas mengalir

Mendidihkan dengan air 15 menit kemudian dibilas


Mendidihkan dengan aquadet 15 menit

Membilas dengan aquadest sebanyak 3 x

- Pengeringan dan pembungkusan

Mengeringkan alat di oven pada suhu 100-1050C selama 10 menit (dalam

keadaan terbalik

Mendinginkan dan bungkus dengan alumunium foil rangkap 2

2. Cara kerja

a. Pembuatan dapar borat PH 7,0

KH₂PO₄0,34 g ditimbang, dilarutkan Aqua 2,5 ml

NaOH 0,06 gr di timbang dilarutkan dalam 1,45 ml air

Larutan NaOH dan KH₂PO₄ dicampur, ukur ad PH 7,0

b. Pembuatan sediaan tetes mata

Timbang CMC Na 50 mg

Kalibrasi beker glass dengan 3 ml air panas,tuang air panas ke mortir

Taburkan CMC Na secara merata ke dalam mortir yang berisi air panas

Biarkan selama 15 menit agar CMC Na mengembang


Setelah 15 menit ,gerus CMC Na sampai terbentuk massa seperti gel

Kloramfenikol 0,1 gr ditimbang, masukkan beaker glass

Tambahkan benzalkonium klorida 1 mg

Ditambahkan larutan CMC Na ,larutan dapar, aduk ad larut bila perlu

dengan pemanasan <50ºC

Tambahkan WFI ad 10 ml

Disaring dengan membran prefilter dan membrane filter 0,2 µm di LAF

Masukkan 10ml ke dalam botol (FI IV,1995), tutup botol

1.6 Evaluasi sediaan


1.uji organoleptis
a) Dievaluasi bau dan warna sediaan
b) Di uji tetesan sediaan dengan melihat konsistensi cairan apakah dapat menetes
Atau tidak
2.uji pH
a) Diukur pH dengan sediaan tetes mata dengan mencelupkan pH meter ke dalam
Sediaan .
3.uji Kejernihan
a)Diletakkan wadah sediaan yang berisi cairan tetes mata di dalam kontak
Latar hitam dan putih dibagian dalam nya
b) Disinari wadah dari arah samping
c) Pertama , didekatkan wadahpada lampupada sisi latar putih,kejernihan cairan
Dengan melihat ada atau tidak kotoran yang berwarna gelap.
d) Kedua , didekatkan wadah pada lampu pada sisi latar hitam,kejernihan cairan
Dengan melihat ada atau tidaknya kotiran yang berwarna muda.
Parameter kejernihan : suatu cairan di nyatakan jernih ,jika kejernihan sama
Dengan air atau pelarut yang digunakan.
4.uji kebocoran
Dibalik botol sediaan tetes mata dengan mulut botol menghadap ke bawah ,
Diamati ada atau tidak nya cairan yang keluar menetes dari botol.
1.7 Pembahasan
1.8 Kesimpulan
Tetes mata merupakan sediaan steril berupa larutan atau supensi yang digunakan dengan
cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata.
Faktor yang plaling penting dipertimbangkan ketika menyiapkan kelarutan mata adalah
tonisitas ,pH ,stabilitas ,viskositas ,seleksi pengawet dan sterilisasi .
Dari hasil evaluasi sediaan tetes mata kloramfenikol yang dibuat dihasilkan warna
sediaan berwarna bening ,tidak berbau dan uji tetesan dapat menetes ,uji pH memiliki pH
7 ,uji kejernihan dihasilkan sediaan tetes mata jernih ,uji kebocoran dihasilkan sediaan
tetes mata tidak mengalami kebocoran .obat tetes mata kloramfenikol digunakan sebagai
antiseptik.
1.9 Daftar pustaka
Anief, M. (2000).Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek.Cetakan ke-9.Yogyakarta :
gajah Mada University-Press,Halaman 32 -80.
Anonim.1995.Farmakope Indonesia.Edisi keempat.jakarta:Departemen Kesehatan RI.
Dirjen POM.1979.Farmakope Indonesia Edisi III .Depkes RI.Jakarta
Ansel.Howard C .1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi ,Edisi keempat .Jakarta :UI-
Press.
.

Anda mungkin juga menyukai