Anda di halaman 1dari 104

TAHAP DISAIN

PERCOBAAN, Slamet Ibrahim S


Sekolah Farmasi ITB
UJI COBA DAN
OPTIMASI
Syarat Seleksi Metode Analisis

METODE ANALISIS

IDENTIFIKASI UJI CEMARAN PENETAPAN KADAR

KADAR UJI BATAS

SPESIFISITAS/ SPESIFISITAS/ SPESIFISITAS/ SPESIFISITAS/


SELEKTIFITAS SELEKTIFITAS SELEKTIFITAS
SELEKTIFITAS LOQ
LOD LINEARITAS
LINEARITAS
RENTANG RENTANG
AKURASI AKURASI
PRESISI PRESISI
Disain Percobaan
• Percobaan melakukan metode terpilih dilakukan oleh
investigator (analis) untuk menemukan hal-hal yang terkait
dengan proses atau sistem uji tersebut.
• Percobaan dapat didefinisikan sebagai suatu uji atau
rangkaian uji di mana berbagai perubahan dibuat sengaja
sebagai masukan variable proses analisis dan dengan itu
berbagai respon atau pengamatan dapat dihasilkan untuk
digunakan sebagai dasar kajian terhadap perubahan
tersebut.
• Tujuan percobaan uji adalah memperoleh suatu proses yang
Tangguh (robust) yang hanya bisa dipengaruhi secara
minimal oleh perubahan atau keragaman factor metode.
Hasil Percobaan
• Hasil percobaan adalah data berupa respon instrument yang
digunakan, misalnya Spekrum absorban vs panjang
gelombang (Spektrofotometri), atau Kromatogram antara
intensitas vs waktu elusi (Kromatografi).
• Data yang terhimpun diaolah menjadi informasi yang dapat
digunakan untuk menarik kesimpulan atau keputusan.
• Cara pengambilan dan pengolahan data yang terkumpuldari
suatu percobaan tersebut sangat mempengaruhi keputusan
yang diambil.
• Proses atau sistem percobaan dapat digambarkan sebagai
suatu model umum kotak hitam percobaan:
Kotak hitam proses analisis

Faktor Terkontrol PROSES ANALISIS


( X) ▪ SAMPEL
Respon
▪ METODE
Instrumen
▪ PEREAKSI/PELARUT
(Y)
Faktor Tak terkontrol ▪ INSTRUMEN
(Z) ▪ MANUSIA
Tujuan Disain Percobaan
1. Mengenali variabel metode yang paling
mempengaruhi respon Y (lihat kotak hitam proses
analisis)
2. Menyusun percobaan di mana respon Y yang
diperoleh mendekati persyaratan dengan
menempatkan variabel X (faktor terkendali) yang
paling tepat
3. Menyusun percobaan di mana perubahan Y yang
sangat minimal
4. Menyususn percobaan di mana variabel Z (tidak
terkontrol) dikurangi atau dihilangkan
5. Mempelajari dan mengurangi waktu dan biaya analisis
Sasaran desain percobaan
1. Mengenali semua faktor terkendali (X) maupun yang
tidak terkendali (Z) yang dapat mempengaruhi hasil
analisis yaitu respon instrumen (Y)
2. Mempelajari efek yang ditimbulkan oleh faktor-faktor
yang berpengaruh (baik X maupun Z) terhadap hasil
analisis (Y) dengan menggunakan model matematika
dan statistika.
3. Melakukan optimasi faktor-faktor yang berpengaruh
pada hasil analisis
4. Mengurangi dan menghilangkan faktor-faktor yang
tidak dapat dikendalikan (Z)
Persiapan Uji Coba
1. Membuat SOP (prosedur tetap) dan Protokol Uji Coba metode
yang terpilih secara ilmiah.
2. Menyiapkan semua pereaksi dan pelarut yang diperlukan
3. Menyiapkan analit berupan bahan baku pembanding (BPFI,
CRM) atau baku kerja, baik sebagai standar eksternal maupun
standar internal.
4. Menyiapkan semua peralatan dan instrumen yang telah
dikalibrasi atau diverifikasi kinerjanya dan dijaga
kebersihannya (kolom, fase gerak, detektor, dll).
5. Menyiapkan analis yang mumpuni untuk melakukan uji coba
6. Menyiapkan program perhitungan statistika (manual dan
komputer)
Istilah dalam uji coba
a. Faktor adalah variabel analisis yang dapat
mempengaruhi hasil percobaan/ analisis
b. Level (aras) adalah nilai yang berbeda-beda dari
faktor, dapat bersifat kualitatif (ada atau tidak) atau
kuantitatif (tinggi atau rendah)
c. Respon instrumen adalah hasil pengamatan yang
diperoleh masing-masing percobaan.
Respon dapat bersifat numerik tergantung teknik
analisis yang digunakan (Absorbans untuk
spektrometri, waktu retensi atau luas bawah
puncak-AUC- untuk kromatografi, dll)
d. Interaksi akan terjadi bila pengaruh dari dua atau
lebih faktor tidak bersifat aditif.
e. Perlakuan merupakan kombinasi berbagai aras
faktor yang digunakan dalam suatu percobaan (dua
faktor masing-masing dua aras menghasilkan 4
perlakuan.
f. Replikasi adalah pengulangan suatu percobaan
dengan kondisi yang sama misalnya duplo, triplo,
dll).
g. Optimasi adalah suatu proses percobaan untuk
menemukan aras-aras faktor yang optimum yaitu
dengan memaksimalkan faktor yang menguntungkan
dan meminimalkan faktor yang merugikan .
Tahap Optimasi
▪ Semua pengembang metode analisis wajib melakukan
optimasi antara respon metode analisis (variabel takbebas)
sebagai fungsi dari faktor eksperimental (variable bebas).
▪ Faktor eksperimental adalah faktor yang berpengaruh
terhadap hasil analisis yang nilainya dapat ditentukan oleh
pengembang metode analisis.
▪ Faktor tersebut sangat tergantung pada metode analisis dan
instrumen ukur yang digunakan (pH, suhu, waktu, fase gerak,
dll).
▪ Optimasi ditujukan untuk menentukan aras faktor
eksperimental untuk mendapatkan hasil analisis yang
optimum
Cara optimasi yang umum
a. Memaksimalkan hasil analisis sebagai fungsi dari
waktu reaksi.
b. Memaksimalkan atau meminimalkan respon
metode sebagai fungsi dari pH, pereaksi,
konsentrasi, suhu, dll.
c. Memaksimalkan stabilitas hasil atau lamanya
reaksi sehingga respon memberikan nilai yang
konstan .
d. Mencari tingkat kombinasi faktor-faktor yang
optimum dalam pemisahan maupun pengukuran
e. Menentukan level optimum dengan cara satu
factor tetap pada saat percobaan OFAT ( one
factor at a time optimization).
Rancangan Optimasi dengan OFAT
PERCOBAAN FAKTOR A FAKTOR B RESPON OPTIMUM
1 Tetap B-1 Y-1
2 Tetap B-2 Y-2 Y-2
3 Tetap B-3 Y-3
4 A-1 Tetap (B-2) Y-4 Y-4
5 A-2 Tetap Y-5
6 A-3 Tetap Y-6
7 A-1 B-2 Y-7 Optimum?.
Pemilihan faktor yang akan dioptimasi
• Desain percobaan yang dioptimasikan sangat
tergantung pada faktor dan aras faktor yang terlibat
dalam proses analisis.
• Makin banyak faktor dan aras makin banyak jumlah
percobaan yang akan dilakukan.
• Jumlah faktor dan arasnya dari suatu metode analisis
sangat beragam tergantung kepada jenis metode
yang dipilih.
• Faktor yang berpengaruh pada hasil analisis dipilih
berdasarkan percobaan pendahuluan OFAT
• Pengetahuan tentang faktor dan arasnya hanya
diketahui oleh ahli analisis dan tidak dipunyai oleh
ahli statistika
Langkah Penetapan Faktor Dan Optimasi
UJI COBA
PEMILIHAN METODE PERCOBAAN
ANALISIS
PENETAPAN LEVEL
FAKTOR
EVALUASI
PENETAPAN VARIABEL MODEL
BEBAS (RESPON)
PEMILIHAN MODEL
OPTIMASI

PENETAPAN VARIABEL
TIDAK BEBAS (FAKTOR)
OPTIMASI
Pendekatan yang dipakai :
a. Menentukan faktor dan arasnya yang terlibat dalam proses
(tahapan ini menjadi tantangan bagi pengembang metode)
b. Faktor lain dapat dibuat tetap dan faktor yang satu diubah
selama percobaan unuk mencari level opimumnya namun cara
ini menjadi tidak ekonomis karena percobaan menjadi banyak
(One Factor At Time of Optimization)
c. Membuat rancangan percobaan yang akan dioptimasikan
berdasarkan:
1. Analisis numerik (bagi faktor tunggal),
2. Optimasi faktorial (bagi faktor banyak) dan
3. Optimasi simpleks (bagi faktor tunggal ataupun banyak).
4. Response surface methodology (RSM)
Optimasi secara manual Vs komputer.
a. Pendekatan manual hasilnya lambat, lama dan mahal,
karena dilakukan terhadap satu persatu dari faktor
berpengaruh saja sedangkan faktor yang lain dianggap
tetap (tidak berpegaruh). Makin banyak faktor makin
banyak percobaan dan waktu yang diperlukan.
b. Pendekatan dengan bantuan komputer hasilnya lebih baik,
cepat dan efisien (hanya perlu suatu software tertentu dari
vendor: Merck, Water, Hitachi, Agilent, dll ).
OPTIMASI DENGAN ANALISIS NUMERIK
• Analisis numerik digunakan sebagai cara atau alat untuk
mengembangkan penyelesaian suatu masalah dengan
menggunakan persamaan matematik.
• Optimasi ditujukan untuk tujuan maksimalisasi atau
minimalisasi.
• Jika berkaitan dengan mencari keuntungan atau kenaikan,
maka optimasi ditujukan untuk mencapai keuntungan yang
maksimal (maksimalisasi),
• Jika berkaitan dengan menghitung kerugian atau penurunan,
maka optimasi ditujukan untuk mencapai penurunan yang
minimal (minimalisasi).
Persamaan Polinomial (kuadratik)
• Optimasi dengan analisis numerik dilakukan berdasarkan
perhitungan nilai faktor optimum yang digambarkan sebagai nilai
x optimum (Xopt).
• Secara analitik, nilai maksimum atau minimum dari suatu
persamaan polinomial (kuadratik)
y = f(x) = ax2 + bx + c
dapat dihitung pada saat harga x dari turuna pertamanya (dy/dx)
sama dengan 0.
• Metode pendekatan Newton-Raphson merupakan cara yang
paling banyak digunakan.
• Hasil optimasi ini tidaklah terlalu eksak, harga yang diperoleh
masih terdapat kesalahan, meskipun kesalahannya sangat kecil.
Nilai Optimum
▪ Secara umum, nilai optimum pada persamaan kurva kuadratik
(polinomial) dapat diperoleh pada saat derivat pertama (dy/dx)
adalah 0.
▪ Jika diketahui persamaan kurva polinomial kuadratik umum:
y = ax2 + bx + c
▪ di mana a, b, dan c adalah tetapan yang diperoleh dari
perhitungan data percobaan.
▪ Nilai x optimumnya diperoleh :
dy/dx = 0
2ax + b = 0
2ax = - b
xopt = (-b)/2a
Analisis Numerik Pendekatan Newton
• Optimasi ini berdasarkan pada perhitungan xopt (faktor yang
optimum) pada kurva polinomial yang dibuat dari minimal 3
percobaan yang menghasilkan tiga titik.
• Dari ketiga titik tersebut dibuat garis melengkung yang
menggambarkan kurva polinomial.
• Sumbu Y menunjukkan respon: Y0, Y1 dan Y2
Optimisasi Analisis Numerik Pendekatan Newton
Persamaan Polinomial Newton
▪ Persamaan dengan formula Newton:
Y = Yo + (∆ yo- ½ ∆ 2Yo)x + ½ (∆ 2Yo)x2

di mana :
∆Y0 = Y1 - Y0
∆Y1 = Y2 – Y1
∆2 Y0 = ∆Y1 - ∆Y0
= (Y2 – Y1 ) – (Y1 - Y0)
= Y2 – 2Y1 + Y0
Nilai Faktor X Optimum:
▪ Pada keadaan optimum turunan pertama persamaan Newton itu
harus sama dengan nol (dY/dX = 0) maka :
(dY/dX = (∆ 2Yo)x + (∆ Yo- ½ ∆ 2Yo ) = 0
Xopt = - (∆ Yo- ½ ∆ 2Yo ) / (∆ 2Yo)
Xopt = (Y2 – 4Y1 + 3Y0)/(2Y2 – 4Y1 + 2Yo)
▪ Sangat penting dicatat bahwa persamaan ini berlaku jika hanya
skala X yang digunakan sebenarnya dan jika aras pertama atau
nilai (x1 - ∆x ) pada skala mempunyai nilai 0, x1 bernilai 1 dan (x1 +
∆x) bernilai 2.
▪ Oleh karena kita gunakan persamaan berikut:
Xopt = x1 + ∆ x1 (Yo-Y2)/(2Y2 - 4Y1 + 2Yo)
Contoh:
• Bila faktor yang berpengaruh pada metode analisis hanya
ada 1 dan faktor lainnya tetap atau dibuat tetap (OFAT),
maka optimasi dapat dilakukan dengan perhitungan
analisis numerik sederhana.
• Misalkan : Percobaan penentuan panjang gelombang
serapan maksimum pada kurva spektrum absorpsi UV di
mana X merupakan panjang gelombang ( λ ) dan Y
merupakan Absorbans (A).
• Kurva diperoleh berupa garis lengkung polinomial dan titik
puncaknya adalah Y optimum dan X optimum.
Contoh: Spektrum UV/Vis senyawa X dalam air

λ (nm) A λ (nm) A
200 0,420 300 0,702
210 0,487 310 0,643
220 0,528 320 0,589
230 0,599 330 0,522
240 0,654 340 0,490
250 0,689 350 0,426
260 0,732 360 0,388
270 0,767 370 0,319
280 0,790 380 0,276
290 0,745 390 0,234
Persamaan polinomial kuadratiknya:
y =-4,034755861.10-5x2 + 0,02244347x - 2,240581651
Derivat pertamanya adalah:
dy/dx = 0, maka xopt = - b/2a
xopt = (- 0,02244347)/ 2.(- 4,034755861.10-5)
= 278,13 nm
Dengan Pendekatan 3 titik (Cara Newton):
xopt = x1 + Δx (yo-y2)/(2y0-4y1+2y2)
= 280 + 10(0,767-0,745)/(2.0,767-4.0,790 +2.0,75)
= 278,38 nm
Hanya ada perbedaan/selisih 0,25 nm, yang kemungkinan timbul
karena adanya pembulatan angka.
Contoh 2:
• Dalam percobaan analisis lipida (1 g/L dalam kloroform) menggunakan KLT
menggunakan lempeng silika komersial (Merck) ukuran 20 X 20 cm. Lempeng
akan dikembangkan dalam campuran kloroform-methanol. Bercak yang
terpisah akan diamati dengan lampu UV. Hitunglah ratio pelarut pengembang
yang memberikan pemisahan (Rs) yang optimum.
• Rancangan percobaan disusun sbb:
1. Pengembang 1 : Kloroform-methanol (97:3), Rs(0) = 0,56
2. Pengembang 2 : Kloroform-methanol (95:5), Rs(1) = 0,92  optimum?
3. Pengembang 3 : Kloroform-methanol (93:7), Rs(2) = 0,78
▪ Dengan menggunakan persamaan Newton saat optimum:
xopt = x1 + Δx (yo-y2)/(2y0-4y1+2y2)
= 5 + 2 (0,56 – 0,78)/(2.0,56 – 4.0,92 + 2.0,78)
= 5,44
Pelarut pengembang optimum : Kloroform-methanol (94,56 : 5,44)
OPTIMASI SIMPLEKS
• Simpleks merupakan gambaran geometri dengan (n + 1) sudut,
di mana n adalah jumlah faktor eksperimen yang berpengaruh
pada metode analisis yang sedang dioptimasi.
• Jika terdapat 1 faktor yang berpengaruh, maka gambar
geometriknya berupa garis lurus yang menghubungkan dua titik,
sedangkan jika ada 2 faktor maka gambarannya berupa segitiga,
dengan 3 titik sudut P1, P2 dan P3.
• Titik sudut tersebut dinamakan verteks.
• Sedangkan jika terdapat 3 faktor, maka gambaran simpleksnya
berupa tetrahedron dengan 4 bidang.
• Percobaan awal untuk optimasi dengan 2 factor dimulai dengan 3
perlakuan dengan kombinasi masing-masing factor.
Gambar Optimasi Simpleks 1 faktor

Respon
B

Faktor
Pengambaran geometrik simpleks
• Optimasi simpleks menggunakan strategi berundak (stepwise)
yang berarti experimen dilakukan menaik secara bertahap satu
demi satu, kecuali pada awal eksperimen dilakukan secara
paralel (n+ 1) perlakuan, di mana n adalah jumlah faktor yang
berpengaruh pada metode.
• Level atau aras faktor dapat ditentukan melalui percobaan
orientasi yang menggunakan OFAT.
• Koordinat setiap titik sudut menggambarkan kondisi operasional
percobaan.
• Dalam setiap percobaan selalu diukur tanggapan Y nya. Respon
Y yang jelek harus dibuang dan simpleks yang baru harus dibuat
lagi dan diukur responnya serta dibandingkan terhadap respon
yang lain.
Evaluasi Optimasi Simpleks
▪ Respon yang jelek dibuang lagi dan dibuat simpleks yang
baru dan diukur responnya dan seterusnya hingga diperoleh
simpleks yang optimal.
▪ Jumlah tahapan yang diperlukan untuk mencapai kondisi
optimum sangat tergantung pada simpleks awal dan
besaran perubahan faktor yang digunakan (step size).
▪ Nilai awal dan step size yang lebih besar akan
menguntungkan, karena kondisi optimum akan lebih cepat
tercapai.
▪ Sedangkan nilai awal dan step size yang kecil dapat
menyebabkan tahapan mencapai kondisi optimum menjadi
panjang.
Optimasi Simpleks Cara Deming
1. Tahap 1, Ternyata dari 3 percobaan awal, respon pada vertex 1 (P1)
memberikan hasil yang jelek, maka verteks 1 dibuang dan harus
dibuat lagi verteks yang baru (verteks 4, P4)
2. Tahap 2, Experimen dengan perlakuan 4 memberikan verteks 4. Dari
respon P 3,2 dan 4 ternyata respon 2 (P2) yang jelek dan harus
dibuang lalu dibuat verteks 5 dan diukur responnya.
3. Tahap 3, Dari percobaan 3,4 dan 5 ternyata respon 3 (P3) paling jelek
dan dibuang, lalu dibuat vertex 6 dan diukur responnya.
4. Tahap 4, Dari respon 4, 5 dan 6 ternyata respon 5 (P5) yang jelek
dibuang lalu dibuat verteks 7
5. Tahap 5, Dari respon4,6 dan 7 ternyata respon 4 (P4) yang paling
jelek harus dibuang lalu dibuat lagi verteks 8
6. Tahap 6, Dari respon 6,7 dan 8 ternyata respon 8 (P8) yang paling
baik dan merupakan kondisi yang optimum
Ilustrasi Optimisasi Simpleks Cara Deming
Cara perhitungan Optimasi Simpleks
▪ Pada optimisasi metode analisis kromatografi yang menggunakan
2 faktor yang berpengaruh yaitu Suhu kolom dan Laju alir fase
gerak.
▪ Berarti dibutuhkan percobaan awal dengan 3 perlakuan dengan
kombinasi kedua faktor ( 3 verteks).
▪ Ketiga verteks diukur responnya bisa berupa Rs (resolusi) , tR
(waktu retensi) atau AUC (luas puncak kromatogram).
▪ Respon yang baik diberikan oleh vertex B (Best) , sedangkan
respon yang paling jelek diberikan oleh vertex W ( Worse).
Vertex lain dinyatakan sebagai vertex N (Netral).
▪ Dari ketiga percobaan, respon verteks yang paling jelek vertex W
harus dibuang (tidak dipakai lagi dalam percobaan berikutnya)
dan harus digantikan dengan verteks baru (R).
▪ Jika step size masing- masing faktor selalu tetap selama
percobaan, maka algoritma ini dinamakan sebagai Fixed Size
Simplex Optimization.
1.Jumlahkan semua koordinat titik verteks (respon) yang
dipertahankan yaitu verteks B dan N, karena vertek W
dibuang, maka datanya tidak digunakan lagi dalam
perhitungan (berarti hanya ada data 2 hasil pengujian).
2.Hasil penjumlahan tersebut dibagi n (jumlah faktor). Ini
merupakan titik tengah M.
3.M merupakan titik tengah antara titik sudut B dan N.
Maka M = (B + N)/2 atau M = (B + N)/faktor
4.Selisih antara titik tengah M dengan titik sudut W adalah
d = (M – W)
5.Titik sudut baru verteks berikutnya adalah
R= M+d
R = M + (M - W)
R=2M–W
R = 2 [(B + N)/2] – W)
1. Secara matematis dapat dihitung : B R
B (x1b, x2b) M
N (x1n, x2n )
W (x1W, x2W)
W N

2. Respon yang jelek adalah verteks W lalu dibuang dan diganti


dengan verteks baru untuk masing-masing faktor yang
berpengaruh:
Verteks baru dengan faktor X1:
M = ( B + N )/2,
M = (x1b + x1n)/2
3. Verteks baru adalah R = M + (M - W),
atau R1 = M1 + (M - X1W)
4. Dan seterusnya untuk faktor X2 yang lainnya.
Contoh Optimasi Simpleks:
▪ Temukan kondisi optimum metode analisis dengan 2 faktor
A dan B, yang menggunakan algoritma fixed size simplex .
Gunakan koordinat (0,0) sebagai aras faktor awal dan step
size masing masing dianggap tetap yaitu 1.
▪ Karena ada 2 faktor berpengaruh, maka percobaan awal
yang harus dilakukan ada 3 perlakuan (verteks).
Verteks 1 : (0,0)
Verteks 2 : (1,0)
Verteks 3 : (0,50, 0,87)
▪ Respon ketiga verteks tersebut diukur, lalu disusun tabel
percobaan sebagai berikut:
Cara Perhitungan
▪ Setelah membandingkan respon dari ketiga verteks, maka verteks
V1 yang jelek Responnya = 5,50, harus dibuang karena <
(6,85+6,68)/2 dan digantikan dengan verteks baru (Verteks 4):
▪ Verteks 4 dihitung sbb:
AV4 = [2(1,00 +0,50)/2] – 0 = 1,50
BV4 = [2(0,00 + 0,87)/2] – 0 = 0,87
▪ Verteks 4 memberikan respon 7,80. Dari ketiga respon V2,V3 dan
V4, ternyata verteks V2 memberikan respon jelek, harus
digantikan dengan verteks 5:
AV5 = [2(1,00 +1,50)/2 – 0,50 = 2,00
BV5 = [2(0,00 +0,87)/2 – 0,87 = 0,00
Optimasi Simpleks “Fixed Step Size”

Verteks Faktor A Faktor B Respon


V1 0 0 5,50
V2 1,00 0 6,85
V3 0,50 0,87 6,68
V4 ? ? 7,80
V5 ? ? ?
Contoh 2 Optimasi Simpleks

Vertex Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4 Respon (CRF)


1 10 5 5 1 2
2 14 6 6 1,2 3
3 12 7 6 1,2 3,16
4 12 6 7 1,2 3,06
5 12 6 6 1,4 3,02
6 ? ? ? ?
Cara Perhitungan Aras Faktor
• Faktor analisis = 4, maka percobaan awal harus ada (4 + 1 )
perlakuan (= 5 Vertex).
• Karena percobaan 1 (vertex 1) memberikan respon = 2,
merupakan respon terjelek (W) dan Hasil respon vertex 3 yang
terbaik (B) dan sisanya adalah respon (N1, N2 dan N3).
• Faktor 1:
M= (B + N1 + N2 +N3)/4 = (12 + 14 + 12 + 12)/4 = 12,5
d = (M – W) = 12,5 – 10 = 2,5
R1 = M + d = 12,5 + 2,5 = 15
R1 = 2 M – W = 2 (12,5) – 10 = 15
• Faktor 2 = 7,5
• Faktor 3 = 7,5
• Faktor 4 = 1,50
OPTIMASI FAKTORIAL
▪ Desain faktorial merupakan desain yang efisien untuk
menginvestigasi efek dua atau lebih faktor yang berpengaruh pada
metode/prosedur.
▪ Dalam hal ini semua faktor dikombinasikan atau disilangkan pada
semua level di setiap faktor yang ada dalam eksperimen yang
dilakukan.
▪ Digunakan untuk menyelidiki secara bersamaan efek faktor-faktor
dan kombinasinya terhadap respon.
▪ Pada setiap replikasi harus mengandung semua kombinasi
perlakuan, dan yang diselidiki adalah efek utama dan efek
interaksi.
▪ Adanya interaksi antar faktor hanya bisa diketahui kalau
menggunakan rancangan faktorial.
Jenis Desain Faktorial (An)
1. Desain faktorial dengan 2 aras.
▪ Dilakukan jika terdapat dua aras pada masing-masing
faktor.
▪ Jika terdapat 2 faktor
n
dengan 2 aras, maka ada 2 x 2
kombinasi atau 2 kombinasi.
2. Desain Faktorial dengan 3 aras.
▪ Dilakukan jika terdapat 3 aras pada masing-masing
faktor.
▪ Jika terdapat 2 faktor
n
dengan 3 aras, maka ada 3 X 3
kombinasi atau 3 kombinasi.
Jumlah percobaan = An
dimana A = aras masing-masing faktor
n = jumlah faktor berpengaruh.
Asumsi Dasar:
▪ Semua faktor telah dipilih dengan baik dan memiliki efek
tetap yang bersifat kuantitatif.
▪ Desain yang digunakan adalah desain acak yang lengkap.
▪ Kesalahan yang terjadi dan terdistribusi dalam respon
berupa kesalahan acak.
▪ Teknik atau metode analisis telah dikuasai dan dikenali
dengan baik.
Rancangan Faktorial 2 faktor 2 aras
KOMBINASI FAKTOR A FAKTOR B RESPON
1 - - Y1
2 + - Y2
3 - + Y3
4 + + Y4
Desain percobaan dengan 3 faktor 2 aras
(23 = 8 kombinasi)
Kombinasi Faktor A Faktor B Faktor C Respon
1 - - - Y1
A + - - Y2
B - + - Y3
AB + + - Y4
C - - + Y5
AC + - + Y6
BC - + + Y7
ABC + + + y8
Model Desain
▪ Desain faktorial model tetap, di mana aras dan faktornya
ditetapkan oleh pengembang berdasarkan penguasaan dan
pengalamannya.
▪ Desain faktorial acak, di mana semua aras dan faktor dipilih
secara acak dari populasi, yang diterapkan jika faktor dan
arasnya belum diketahui secara nyata.
▪ Desain faktorial campuran, dimana hanya sebagian aras
yang diacak.
Berdasarkan Jumlah Percobaan
▪ Desain faktorial penuh (Full factorial design). Pada desain
ini semua faktor dan arasnya digunakan dalam percobaan.
Biasanya digunakan jika jumlah faktor dan aras tidak
terlampau besar.
▪ Desain faktorial sebagian (Fractional factorial design). Pada
desain ini tidak semua aras dipilih. Biasanya digunakan jika
faktor dan arasnya sangat banyak. Misalnya untuk 5 faktor
dengan 3 aras memerlukan jumlah percobaan 35 atau 243
kombinasi. Ini menjadikan pengembangan metode menjadi
mahal dan lama.
Keunggulan Desain Faktorial
▪ Percobaan lebih efektif dan efisien serta hemat waktu,
karena dapat merangkum sejumlah percobaan dengan
kombinasi faktor dan arasnya.
▪ Dapat mengenali adanya efek masing-masing faktor dan
interaksi antar faktor terhadap respon.
▪ Hasil percobaan dapat ditetapkan dalam kondisi yang lebih
luas karena kombinasi berbagai faktor telah dipelajari.
Kelemahan:
▪ Sangat tergantung pada jumlah faktor dan arasnya.
▪ Makin banyak faktor dan arasnya makin banyak jumlah
percobaan yang harus dikombinasikan.
▪ Memerlukan perhitungan yang teliti, karena dengan
banyaknya faktor analisis menjadi lebih rumit.
▪ Mungkin terdapat efek dari kombinasi faktor yang tidak
signifikan terhadap respon, maka desain menjadi boros dan
tidak efisien lagi.
Pengaruh Faktor Terhadap respon
▪ Pengaruh utama adalah pengaruh suatu faktor dengan
adanya perubahan respon sebagai akibat adanya perubahan
aras faktor.
▪ Pengaruh adanya interaksi antar faktor terjadi jika selisih
respon diantara aras satu faktor tidak sama pada semua aras
faktor lainnya.
▪ Konvesi penandaan (Kode) : Aras tinggi dari suatu faktor
diberi tanda +, aras medium diberi tanda 0 dan aras rendah
diberi tanda -
Kodifikasi Aras Faktor
▪ Kodifikasi level faktor merupakan tranformasi atau
pengubahan nilai numerik faktor menjadi skala tanpa
dimensi tetapi masih tetap menempatirangking level:
- = aras rendah, 0 = aras median, dan + = aras tinggi.
▪ Persamaan berikut digunakan untuk kodifikasi aras faktor:
Kode Xi = (Xi – Cp)/ΔX
dimana Xi = Nilai numerik level
Cp = Nilai tengah (median)
ΔX = step size
Kodifikasi Aras Faktor (2)
Kode Faktor -2 -1 0 +1 +2
Laju alir (ml/menit) 0,5 1 1,5 2
pH Fase Gerak 2 2,5 3 3,5 4
Metanol (%) 30 45 60 75 90
Rancangan Faktorial 2n
Percobaan Faktor A Faktor B Respon
1 - - 20
2 + - 40
3 - + 30
4 + + 52

Rancangan Percobaan dengan 2 faktor yang kecil (tidak ada) interaksi


antara A dan B
▪ Efek utama A = ½(40+52) - ½ (20+30) = 21
▪ Efek utama B = ½(30+52) – ½(20+40) = 11
Disain faktorial dua faktor tanpa interaksi

30 20 50 B+
Tinggi
Faktor B

Respon
10 10 B+ B-

Rendah B-
20 20 40

Rendah Tinggi Rendah Tinggi


Faktor A Faktor A
Rancangan Faktorial 2n Dengan Interaksi
Percobaan Faktor A Faktor B Respon
1 - - 20
2 + - 50
3 - + 40
4 + + 12

Rancangan Percobaan dengan 2 faktor yang ada interaksi antara A dan B


▪ Efek utama A = ½( 50+12) – ½(20+40) = 1
▪ Efek utama B = ½(40+12) – ½(20+50) = -9
▪ Efek Interaksi AB = ½(20+12) – ½(50+40) = -29
Disain faktorial dua faktor dengan interaksi

40 - 28 12
Tinggi
B-
Faktor B

Respon
B+
20 - 38

Rendah B-
30 B+
20 50

Rendah Tinggi Rendah Tinggi


Faktor A Faktor A
Model matematik disain faktorial
▪ Model matematik “regresi linear” dapat digunakan untuk
menggambarkan pengaruh faktor (Xi) terhadap respon (Y).
a. Hubungan linear tanpa ada interaksi antar faktor
Y = β0 + β1X1 + β2X2 +.....+βnXn + ε
b. Hubungan linear dengan adanya interaksi antara faktor:
Y = β0 + β1X1 + β2X2 +.....+β1.2X1X2 + ε
dimana Y = respon
β0 = Koefisien empirik
X1 = faktor berpengaruh
ε = galat analisis (error of analysis)
▪ Cara menghitung koefisen empirik:
β0 = 1/n ∑ Ri
β1 = 1/n ∑ X*iRi
β2 = 1/n ∑ X*2Ri
β1.2 = 1/n ∑ X*iX*2Ri
▪ Nilai X* diambil dari tanda simbol level faktor
rendah adalah (-), level tinggi (+) dan level tengah
(0).
▪ Nilai Ri adalah respon instrumen yang dihasilkan
dari perlakuan percobaan (empiris).
▪ Nilai n = jumlah percobaan
Model matematik Disain Faktorial 22
Percobaan Faktor A Faktor B Respon
1 - - 20
2 + - 40
3 - + 30
4 + + 52
Perhitungan:
β0 = 1/n ∑ Ri = ¼ (20+40+30+52) = 35,5
β1 = 1/n ∑ X*iRi = ¼(-20+40-30+52) = 10,5
β2 = 1/n ∑ X*2Ri = ¼(-20-40+30+52) = 5,5
β12 = 1/n ∑ X*iX*2Ri = ¼(+20-40-30+52) = 0,5
Persamaan empirik
Y= 35,5 + 10,5X*i + 5,5 X*2 + 0,5 X*iX*2
Model matematik Faktorial 22 Dengan Interaksi
Percobaan Faktor A Faktor B Respon
1 - - 20
2 + - 50
3 - + 40
4 + + 12

β0 = 1/n∑ Ri = ¼ (20+50+40+12) = 30,5


β1 = 1/n∑ X*iRi = ¼(-20+50-40+12) = 0,5
β2 = 1/n∑ X*2Ri = ¼(-20-50+40+12) = -4,5
β12 = 1/n∑ X*iX*2Ri =¼(+20-50-40+12) = -14,5
Persamaan:
Y= 30,5 + 0,5X*i -4,5 X*2 -14,5 X*iX*2
Pengaruh faktor pH ( P), kadar ion lawan (C) dan kadar
pelarut organik dalam fase gerak ( O) terhadap Respon
nilai k’ (faktor retensi ) dalam KCKT pasangan ion):

Kombinasi Faktor P Faktor C Faktor O Respon


1 - - - 4,7
P + - - 9,9
C - + - 7,0
PC + + - 15,0
O - - + 2,7
PO + - + 5,3
CO - + + 3,2
PCO + + + 6,0
Pengaruh pH pada respon
• Pengaruh pH (faktor P) dapat diperoleh dari rata-rata selisih dalam respon
jika P berubah dari aras “tinggi” ke aras “rendah” dengan aras O dan C yang
tetap.

Aras P
Aras O Aras C (+) (-) Selisih
- - 9,9 4,7 5,2
+ - 5,3 2,7 2,6
- + 15,0 7,0 8,0
+ + 6,0 3,2 2,8
Jumlah selisih = 18,6
Pengaruh rata-rata jika aras P berubah:
= 18,6/4 = 4,65
Pengaruh C dan O
• Dengan cara perhitungan yang sama dapat diperoleh pengaruh rata-rata jika
C dan O berubah dari aras tinggi ke rendah.
Pengaruh rata-rata jika aras O berubah = -4,85
Pengaruh rata-rata jika aras C berubah = 2,15
• Pengaruh interaksi dua faktor dihitung dengan cara yang sama. Misalnya
pengaruh P dan C
Perubahan P dari tinggi ke rendah pada C aras rendah
(5,2 + 2,6)/2 = 3,9.
Perubahan P dari tinggi ke rendah pada C aras tinggi
(8,0 + 2,8)/2 = 5,4
Maka pengaruh interaksi PC = (5,4 -3,9)/2 = 0,75
• Pengaruh interaksi PO = -1,95
• Pengaruh interaksi CO = -1,55
Rangkuman Pengaruh Faktor
Faktor tunggal Pengaruh
P 4,65
C 2,15
O - 4,85
Interaksi dua faktor
PC 0,75
PO - 1,95
CO - 1,55
Interaksi 3 faktor
PCO - 0,65
Optimasi faktorial 32 pada KCKT Asam Humat
Model Matemattik Desain Factorial 32
Hubungan linear dengan adanya interaksi antar faktor:
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β1.2X1X2 + β1.3X1X3 + β2.3X2X3 + ε
dimana Y = respon (R)
X1 = faktor berpengaruh
ε = galat analisis (error of analysis)
β0 = 1/n ∑ Ri
β1 = 1/n ∑ X*iRi
β2 = 1/n ∑ X*2Ri
β3 = 1/n ∑ X*3Ri
β1.2 = 1/n ∑ X*iX*2Ri
β1.3 = 1/n ∑ X*iX*3Ri
β2.3 = 1/n ∑ X*2X*3Ri
Persamaan empirik desain factorial 3 faktor
• β0 = 10,36
• βA = - 0,1875
• βM = 0,9625
• βC = 0,0625
• βAM = 0,0625
• βAC = 0,0125
• βMC = 0,4125
• βAMC = 0,0125
Persamaan empiriknya:
• Y = 10,36 - 0,1875 A*+ 0,9625* M*+ 0,0625 C*
+ 0,0625 A*M*+0,0125 A*C*+0,4125 M*C*+0,0125 A*M*C*
RESPONSE SURFACE METHODOLOGY
▪ Metodologi Permukaan Respon (Response Surface
Methodology, RSM) merupakan teknik matematika dan
statistika yang digunakan untuk menyelesaikan masalah di
mana respon yang diamati dipengaruhi oleh beberapa
faktor, dan tujuan RSM adalah mencari aras faktor yang
memberikan respon optimum.
▪ Permukaan respon merupakan grafik kurva yang
menggambarkan hubungan antara permukaan respon
terhadap faktor-faktor yang berpengaruh
▪ Grafik tersebut dapat digambarkan sebagai
❖ Wireframe plot
❖ 2D level plot
❖ 2D contour plot
Grafik/gambaran kurva RSM
Permukaan respon jenis 3D
Permukaan Respon 3D
Permukaan Respon Jenis Countur
Model Matematik
▪ Hubungan antara respon dengan faktor independen
biasanya tidak diketahui.
▪ Oleh karena itu, perlu perkirakan hubungan menggunakan
model persamaan matematik.
▪ Langkah pertama, menetapkan hubungan yang sederhana
antara respon dengan semua faktor menggunakan first
order model berupa persamaan model linear.
▪ Setelah diuji kesesuaiannya dengan lack of fit test, maka
dikembangkan langkah kedua menggunakan persamaan
polinomial dengan second order model berupa persamaan
polinomial kuadratik.
a. Model Linear (first-order model)
• Persamaan matematik yang digunakan:
a. Hubungan linear tanpa ada interaksi antar faktor
Y = β0 + β1X1 + β2X2 +.....+βnXn + ε
b. Hubungan linear dengan adanya interaksi antara faktor:
Y = β0 + β1X1 + β2X2 +.....+β1.2X1X2 + ε
dimana Y = respon
β = Koefisien empirik
X = faktor berpengaruh
ε = galat analisis (error of analysis)
▪ Cara menghitung koefisen empirik:
β0 = 1/n ∑ Ri
β1 = 1/n ∑ X*iRi
β2 = 1/n ∑ X*2Ri
β1.2 = 1/n ∑ X*iX*2Ri
▪ Nilai X* diambil dari tanda simbol level faktor rendah adalah
(-), level tinggi (+) dan level tengah (0).
▪ Nilai Ri adalah respon instrumen yang dihasilkan dari
perlakuan percobaan (empiris).
b. Model polinomial kuadratik
▪ Disebut juga sebagai second-order respon surface
model.
▪ Persamaan umum polinomial kuadratik:
Y = β0 +∑βiX*i +∑βiX*i 2+∑∑ βiX*i X*j + ε
▪ Dari persamaan ini, dapat diperoleh nilai optimum masing-
masing faktor dengan cara menurunkan derivatif pertama
(dy/dx) = 0
▪ Nilai optimum dapat berupa:
▪ titik optimum respon, atau
▪ titik minimum respon atau
▪ titik sadel.
Model Matematik RSM 2 Faktor
Model Matematik RSM 32
Disain factorial 3 aras 2 faktor
Disain Faktorial 3 Faktor 3 Aras
Penetapan kondisi optimum
▪ Misalnya persamaan kuadratik diperoleh dari 2 faktor
yang berpengaruh:
Y = β0 + β1X1+ β2X2+ β11X12+ β22X22+ β12X1X2
▪ Maka dengan menurunkan derivat pertamanya dapat dihitung
nilai optimum masing-masing faktor X1 dan X2.
dy/dx = β1+2β11X1 +β12X2 = 0
dy/dx = β2 +2β22X2+β12X1 = 0
▪ Dengan dua persamaan tersebut, maka nilai optimum faktor
X1 dan X2 dapat dihitung.
Symetrical Second-Order Experimental Design

1. Full-three level factorial design, Jumlah percobaan N = 3k


(k= faktor), Jika k>3 , maka tidak efisien
2. Box-Behnken Design (BBD) dikembangkan oleh Box –
Behnken, untuk meningkatkan efisiensi dengan
menggunakan titik tengah (Cp). Jumlah percobaan N =
2k(k-1) + Cp
3. Central Composite Design (CCD) dikembangkan oleh Box-
Wilson 1951. Jumlah percobaan N = k2 +2k +Cp
4. Doehlert Design (DD), sangat efisien. Jumlah Percobaan
N = k2 +k +Cp
Central Composite Design 2 dan 3 Faktor
Box – Behnken Experiment
• 3 Factor Experiment

▪ This Box-Behnken experiment for 3 factors consists of twelve “edge”


points all lying on a single sphere about the center of the experimental
region, plus replicates of the center point.

Monday, Aug 13, 2007 Dr. Gary Blau, Sean Han


Pengkodean untuk perhitungan
▪ Dalam program perhitungan statistik digunakan paket software
“Design Expert 7.1.5” menggunakan model polinomial kuadratik.
▪ Faktor yang dikaji dan diseleksi melalui desain Plackett-Burmann
▪ Perhitungan untuk masing-masing faktor digunakan kode sebagai
berikut:
Kode Xi = (Xi – Cp)/ΔX
dimana Xi = Nilai numerik level (1,2,3,…0
Cp = Nilai tengah (median)
ΔX = step size
Tahapan Dalam RSM
Rancangan Percobaan
Parameter/Kode -2 -1 0 +1 +2
Berat Sampel (g) 4 5 6 7 8
pH 4 5 6 7 8
Lama perendaman 12 18 24 30 36
(mn)
Hasil Percobaan dan Prediksi
No Percobaan Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Experimen Prediksi
1 -1 -1 -1 5,530 5,313
2 -1 +1 -1 4,800 4,630
3 -1 -1 +1 5,200 5,221
4 -1 +1 +1
5 +1 -1 -1
6 +1 +1 -1
7 +1 +1 +1
8 +1 -1 +1
9 0 0 0
10 0 0 0
11 0 0 0
12 0 0 0
Evaluasi kesesuaian model
▪ Menggunakan statistika : ANOVA (Analysis of Variance) dua
arah (two way).
▪ Membandingkan keragaman akibat perlakuan dengan
keragaman akibat kesalahan acak.
▪ Keragaman harus dapat dijelaskan menggunakan model
regresi dan sisa terkait dengan pure error (akibat fluktuasi
pengukuran yang acak).
▪ Model dianggap sesuai dengan data experimen jika
terdapat regresi yang signifikan dengan lack of fit yang
tidak signifikan.
▪ Gunakan Program statistic : SPSS, Minitab, Matlab, dll.
ANOVA untuk menilai kesesuaian model
matematik terhadap data experimen
Sumber Jumlah Derajat Rataan
Keragaman Kuadrat (JK) Kebebasan (DF) Kuadrat
Regresi JK reg p-1 MSreg
Residual JK res n-p MSres
Lack of fit JKlof m-p MSlof
Pure Error JKpe n-m MSpe
Total JKtot n-1
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai