Anda di halaman 1dari 13

Laporan praktikum faramakologi

EFEK LOKAL OBAT (METODE ANASTESI LOKAL)

Dosen Pengempu :
1. Ainun wulandari, M.SE. Apt
2. Rika veriyanti, M Farm – Klin,Apt
3. Teodhora, M.Farm, Apt

Disusun Oleh :
Muhammad Haafizh Majidiansyah (18330004)
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul Percobaan


EFEK LOKAL OBAT (METODE ANASTESI LOKAL)
1.2 Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa dapat :
1. Mengenal berbagai teknik untuk menyebabkan anastesi local pada hewan coba.

2. Memahami faktor yang melandasi perbedaan dalam sifat dan potensi kerja anastetika
local.

3. Memahami faktor yang mempengaruhi potensi kerja anastetika local.

1.3. Latar Belakang


Anaesthesia adalah cara menghilangkan sensasi atau kontrol terhadap tubuh. Biasa
digunakan untuk mendeskribsikan proses reversible yang membiarkan prosedur operasi atau
juga terapi yang akan menyebabkan rasa nyeri hebat untuk dilakukan tanpa  pasien merasa
stres maupun tidak nyaman (Marcovitch, H., 2005).
Anestesi dengan cara rumatan agen inhalasi merupakan teknik yang banyak kerjakan
pada anestesi umum. Teknik pemberian anestesi umum dengan runtunan inhalasi
memberikan tiga kebutuhan anestesi umum dengan derajat yang sangat bervariasi, yakni efek
analgesik, hipnotik-sedatif, dan juga relaksasi otot. Sifat lain adalah efek terhadap dinamik
yang lebih stabil, tidak mudah terbakar, toksisitas terhadap organ yang minimal, dan mudah
diberikan dengan cara titrasi.Anestesi inhalasi sevofluran telahsering digunakan oleh ahli
anestesi, karena rendahnya kelarutan darah–gas di dalam tubuh dan juga darah-jaringan
sehingga pemulihan anestesi akan menjadi lebih cepat dilakukan.
Teknik anestesi pada umum dapat dilakukan dengan anestesi inhalasi, anestesi
intravena, ataupun kombinasi kedua antara teknik – teknik tersebut. Saat memilih teknik dan
obat yang akan digunakan dalam pengobatan anestesi umum, perlu adanya dipertimbangkan
banyak hal, antara lain adalah keamanan dan kemudahan unutk mendapatkan tindakan
tersebut, kecepatan menerimaan dan pemulihan tubuh, stabilitas hemodinamik, efek samping
yang akan ditimbulkan, serta biaya yang diperlukan selama melakukan teknik tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TEORI DASAR
Istilah ‘anestesi’ dibuat dari istilah Yunani “an” yang artinya tidak/ tidak ada, dan
“aisthesis” yang artinya perasaan atau rasa. Secara umum anestesi berarti kehilangan
perasaan atau sensasi. Walaupun demikian, istilah ini terutama digunakan Untuk kehilangan
rasa nyeri yang disumberkan untuk memungkinkan dilakukannya opresi atau prosedur lain
yang menimbulkan rasa nyeri.
Anestesi lokal didefinisikan sebagai menghilangnya sensasi sementara pada suatu area
tubuh yang relatif kecil atau terbatas dengan aplikasi topikal atau injeksi obat-obat untuk
menekan eksitasi ujung saraf atau menghambat konduksi impuls sepanjang saraf perifer.
Salah satu keuntungan anestesi lokal yaitu memungkinkan komunikasi antara dokter dengan
pasien selama berjalannya operasi. Hal ini utamanya penting saat memulai operasi yang
dilakukan di dekat saraf – saraf penting pada tubuh.
Sedangkan kerugiannya yaitu bahwa yang menerapkan harus sangat berhati-hati dalam
berbicara agar tidak mengucapkan sesuatu yang salah dan tidak pada tempatnya. Selain itu,
secara teknis injeksi anestesi lokal dapat menyebabkan pembengkakan pada jaringan yang
diinjeksikan, sehingga mempersulit menentukan batas lesi dengan tepat. Pada area seperti
bibir, kelopak mata, dan lain -lain , akan mengakibatkan pembengkakan yang serius karena
anestesi dan sangat mengganggu penentuan hasil akhir secara kosmetik. Untuk mengatasi
keadaan yang seperti ini, sebaiknya merencana tindakan dan garis batas operasi digambar
sebelum melakukan injeksi anestesi lokal. Obat anestesi lokal yang ideal yaitu yang memiliki
kerja yang singkat, durasi kerja cukup lama, serta derajat toksisitas dan alergenisitas sangat
minimal.
Anastesi yang bekerja dengan menghindar untuk sementara pembentukan dan tranmisi
impuls lalu sel saraf sampai ujungnya. Anastetik lokal juga dapat menghambat penerusan
impuls dengan cara jalan menurunkan perstabilitas sel saraf untuk ion natrium. Beberapa
kriteria yang harus dipenuhi suatu jenis obat yang digunakan untuk anestetika lokal, yaitu :
a. Tidak merangsang jaringan
b. Tidak berakibat kerusakan permanen terhadap susunan saraf pada tubuh
c. Toksisitas sistemik rendah.
d. Efektif dengan jalan injeksi ataupun penggunaan setempat yang terdapat pada selaput
lendir
e. Mulai kerjanya dengan waktu sesingkat mungkin, tetapi bertahan dengan waktu selama dan
dapat larut dengan air dan menghasilkan larutan lebih stabil, juga terhadap pernapasan
(sterilisasi).

BAB III
Metodologi Praktikum
3.1. Alat, Bahan dan Prosedur
1. Anastesi Lokal Metode Permukaan
Hewan coba : Kelinci (jumlah 1 ekor), bobot tubuh ±1,5 kg
Obat : - Tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
- Tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
Alat : Gunting, aplikator, kotak kelinci, stop watch

Prosedur:
1. Siapkan kelinci. Gunting bulu mata kelinci agar tidak mengganggu aplikator.
2. Sebelum pemberian obat, cek ada/ tidaknya respon refleks ocular mata (mata berkedip)
dengan menggunakan aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke-0.
CATATAN: Jangan terlalu keras menggunakan aplikator dan ritme harus diatur.
3. Teteskan ke dalam kantong konjungtiva kelinci:
a. Mata kanan : tetes mata prokain HCL 2% sebanyak 1-2 tetes
b. Mata kiri : tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
4. Tutup masing-masing kelopak mata kelinci selama satu menit.
5. Cek ada/ tidaknya respon refleks ocular mata (mata berkedip) dengan menggunakan
aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke-5, 10, 15, 20, 30, 45, 60.
6. Catat dan tabelkan pengamatan.
7. Setelah percobaan di atas selesai, teteskan larutan fisiologis NaCl 0,9% pada kedua mata
kelinci.

Ada/tidak respon refleks okuler


Percobaan Bahan Obat (menit ke-)
0 5 10 15 20 30 45 60
Mata kanan Prokain HCl
               
Anastesi local metode kelinci 2%
permukaan Mata kiri Lidokain
               
kelinci HCl 2%
2. Anastesi Lokal Metode Regnier
Hewan : Kelinci (jumlah 1 ekor), bobot tubuh ±1,5 kg
coba
Obat : - Tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
- Tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
Alat : Gunting, aplikator, kotak kelinci, stop watch

Prosedur:
1. Siapkan kelinci. Gunting bulu mata kelinci agar tidak mengganggu aplikator.
2. Sebelum pemberian obat, cek ada/ tidaknya respon refleks ocular mata (mata berkedip)
dengan menggunakan aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke-0.
CATATAN: Jangan terlalu keras menggunakan aplikator dan ritme harus diatur.
3. Teteskan ke dalam kantong konjungtiva kelinci:
a. Mata kanan : tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
b. Mata kiri : tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
4. Tutup kelopak mata kelinci selama satu menit.
5. Cek ada/ tidaknya respon refleks ocular mata (mata berkedip) dengan menggunakan
aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke-8, 15, 20, 25, 30, 40, 50, 60.
6. Ketentuan metode Regnier:
a. Pada menit ke-8:
- Jika pemberian aplikator sampai 100 kali tidak ada respon refleks okuler  maka dicatat
angka 100 sebagai respon negative.
- Jika pemberian aplikator sebelum 100 kali terdapat respon refleks okuler  maka dicatat
angka terakhir saat memberikan respon sebagai respon negative.
b. Pada menit ke-15, 20, 25, 30, 40, 50, 60:
- Jika pemberian aplikator pada sentuhan pertama terdapat respon refleks okuler  maka
dicatat angka 1 sebagai respon negative dan menit-menit yang tersisa juga diberi angka 1.
c. Jumlah respon refleks okuler negative dimulai dari menit ke-8 hingga menit ke-60. Jumlah
ini menunjukkan angka Regnier dimana efek anastetika local dicapai pada angka Regnier
minimal 13 dan maksimal 800.
7. Setelah percobaan di atas selesai, teteskan larutan fisiologis NaCl 0,9% pada mata kanan
dan kiri kelinci.
8. Catat dan tabelkan pengamatan.
Ada/tidak respon refleks okuler
Percobaan Bahan Obat (menit ke-)
0 5 10 15 20 30 45 60
Mata kanan Prokain HCl
               
Anastesi local metode kelinci 2%
permukaan Mata kiri Lidokain
               
kelinci HCl 2%

3. Anastesi Lokal Metode Infiltrasi


Hewan : Kelinci (jumlah 1 ekor), bobot tubuh ±1,5 kg
coba
Obat : - Larutan prokain HCl 1% sebanyak 0,2 ml secara SC
- Larutan prokain HCl 1% dalam adrenalin (1:50.000) sebanyak 0,2 ml secara
SC
- Larutan lidokain HCl 1% sebanyak 0,2 ml secara SC
- Larutan lidokain HCl 1% dalam adrenalin (1:50.000) sebanyak 0,2 ml
secara SC
Alat : Gunting, alat cukur, spuit injeksi 1 ml, peniti, kotak kelinci, spidol, stop
watch
Prosedur:
1. Siapkan kelinci. Gunting bulu punggung kelinci dan cukur hingga bersih kulitnya (hindari
terjadinya luka).
2. Gambar empat daerah penyuntikan dengan jarak ±3 cm.
3. Sebelum pemberian obat, cek ada/ tidaknya respon getaran otot punggung kelinci dengan
menggunakan peniti sebanyak enam kali sentuhan pada daerah penyuntikan pada menit ke-0.
CATATAN: Jangan terlalu keras menggunakan peniti dan ritme harus diatur.
4. Suntikkan larutan obat tersebut pada daerah penyuntikan.
5. Cek ada/ tidaknya respon getaran otot punggung kelinci dengan menggunakan peniti
sebanyak enam kali sentuhan pada daerah penyuntikan pada menit ke-5, 10, 15, 20, 25, 30,
35, 40, 45, 60.
6. Catat dan tabelkan pengamatan.
Ada/ Tidaknya Getaran Otot Punggung Kelinci
Percobaa Sebanyak 6 kali dengan Menggunakan Peniti (menit
Bahan Obat ke-)
n
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 60
Prokain
               
HCl 2%      
Punggun
Prokain
g kelinci
+
kanan                
adrenali
Anastesi
n      
local
Lidokai
metode
n HCl
infiltrasi
Punggun 2%                      
g kelinci Lidokai
kiri n+
adrenali
n                      
4. Anastesi Lokal Metode Konduksi
Hewan coba : Mencit putih, jantan (jumlah 3 ekor), bobot tubuh 20-30 g
Obat : - Larutan prokain HCl 0,5 mg/kgBB mencit secara IV
- Larutan lidokain HCl secara IV
- Larutan NaCl 0,9% secara IV
Alat : Spuit injeksi 1 ml, kotak penahan mencit, pinset, spidol
Prosedur:
1. Siapkan mencit. Sebelum pemberian obat, cek ada/ tidaknya respon Haffner pada menit ke-0.
2. Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk masing-masing mencit.
3. Mencit pertama disuntik dengan larutan prokain HCl secara IV.
4. Mencit kedua disuntik dengan larutan lidokain HCl secara IV.
5. Mencit ketiga disuntik dengan larutan NaCl 0,9%.
6. Cek ada/ tidaknya respon Haffner (ekor mencit dijepit lalu terjadi respon angkat ekor/ mencit
bersuara) pada menit ke-10, 15, 20, 25, 30.
7. Catat dan tabelkan pengamatan.

Ada/ Tidaknya Respon Haffner (menit


Percobaan Bahan Obat ke-)

0 10 15 20 25 30
Prokain HCl
           
2%
Anastesi local Lidokain HCl
Mencit            
metode konduksi 2%
Larutan NaCl
0,9%            
Respon Haffner adalah refleks mencit yang apabila ekornya dijepit, maka terjadi respon angkat ekor/
mencit bersuara.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Berikut adalah tabel hasil pengamatan pada masing-masing metode:
1. Anastesi Lokal Metode Permukaan

Ada/Tidaknya Respon Refleks


Okuler
Percobaan Bahan Obat
(Menit ke-)
0 5 10 15 20 30 45 60
Mata kelinci Lidocain
+ + - - - - + +
Anastesi local metode kanan HCl 2%
permukaan Mata kelinci Lidocain
+ + - - - - + +
kiri HCl 2%
2. Anastesi Lokal Metode Regnier

Jumlah Sentuhan yang Memberi Respon Refleks


Okuler
Percobaan Bahan Obat
(Menit ke-)
0 8 15 20 25 30 40 50 60
Mata kelinci Lidocain
Anastesi 1 10 50 100 100 50 10 1 1
kanan HCl 2%
local metode
Mata kelinci Lidocain
regnier 1 10 50 100 100 50 10 1 1
kiri HCl 2%
3. Anastesi Lokal Metode Infiltrasi

Ada/Tidaknya Getaran Otot Punggung Kelinci


Sebanyak 6 kali dengan Menggunakan Peniti
Percobaan Bahan Obat
(Menit ke-)
0 15 20 25 30 35 40 45 60
Punggung Lidocain +
Anastesi + - - - - - - - -
kelinci kanan Adrenalin
local metode
Punggung Lidocain
infiltrasi + + - - - - - - +
kelinci kiri
4. Anastesi Lokal Metode Konduksi
Ada/Tidaknya Respon Haffner
Percobaan Bahan Obat (Menit ke-)
0 10 15 20 25 30
Anastesi Lidocain + - - - - -
local metode Mencit
NaCl
konduksi + + + + + +
0,9%
Catatan: Obat yang digunakan dalam praktikum ini hanya Lidokain (metode 1-4) dan
Adrenalin (metode 3).
4.2 PERHITUNGAN

Anestesi lokal metode konduksi Konversi :


0,0026 x 175 mg : 0,455 mg
(lidokain HCl)
- Mencit I
32 gram
× 0,455 mg=0,728 mg
20 gram
0,728 mg
×1 ml=0,0364 ml−0,04 ml
20 mg
- Mencit II
25 gram
× 0,455 mg=0,568 mg
20 gram
0,568 mg
×1 ml=0,0284 ml−0,03 ml
20 mg
- Mencit III
Larutan NaCL 0,9% 0,5 ml

4.2 Pembahasan
Anaesthesia adalah cara menghilangkan sensasi atau kontrol terhadap tubuh. Biasa
digunakan untuk mendeskribsikan proses reversible yang membiarkan prosedur operasi atau
juga terapi yang akan menyebabkan rasa nyeri hebat untuk dilakukan tanpa  pasien merasa
stres maupun tidak nyaman. Teknik anestesi pada umum dapat dilakukan dengan anestesi
inhalasi, anestesi intravena, ataupun kombinasi kedua antara teknik – teknik tersebut. Saat
memilih teknik dan obat yang akan digunakan dalam pengobatan anestesi umum, perlu
adanya dipertimbangkan banyak hal, antara lain adalah keamanan dan kemudahan unutk
mendapatkan tindakan tersebut, kecepatan menerimaan dan pemulihan tubuh, stabilitas
hemodinamik, efek samping yang akan ditimbulkan, serta biaya yang diperlukan selama
melakukan teknik tersebut.
1) Anastesi Lokal Metode Permukaan

Pada percobaan kali ini adalah anastesi lokal metode permukaan kepada kelinci. Bahan
obat yang digunakan lidocain Hcl 2% sampai 2 tetes dan diteteskan ke mata kanan kelinci
dan kiri kelinci , disaat pertama kali meneteskan terdapat respon di menit ke -0 , dimenit ke-5
ada respon juga dengan adanya kedipan dimata kanan dan kiri , selanjutnya dari menit ke-10
sampai menit ke-30 tidak ada respon kedipan , pada menit ke-45 terjadi respon kedipan
sampai menit ke-60 , disimpulkan bahwa lidocain hcl di sebut asam dan memberikan rasa
kering terhadap mata kelinci.

2) Anastesi Lokal Metode Regnier

Pada percobaan kali ini saya mengunakan metode uji anastesi lokal metode reginer
dengan bahan lidocain HCL 2% sebanyak 1 – 2 tetes pada mata kelinci ,percobaan dimulai
melalui mata kanan kelinci pada menit ke-0 meberikan rspin 1x kedipan , dilanjutkan denagn
menit ke-8 dengan 10 kali kedipan , lalu dimenit ke-15 semakin naik dengan 50x kedipan
mata , dimenit ke-20 sampai menit ke-25 menjadi 100x , dimenit ke-30 turun menjadi 50x
kedipan mata,dimenit ke-40 menjadi 10x kedipan ,lalu dari menit ke-50 hanya 1 kali berkedip
dan pada menit ke-60 hanya 1x kedipan mata. Dilakukan pada mata sebelah kiri pada kelinci
menghasilkan hasil yang sama pula . disimpulkan bahwa di menit ke-0 diteteskan lidocain
HCL 2% sampai ke menit ke-20 mengalami kenaikan respon kedipan sedangkan dari menit
ke-25 sampai menit ke-60 mengalami penurunan respon kedipan mata dengan jumlah respon
kedipan mata nya itu 323x respon kedipan mata , disetiap mata kanan dan kiri kelinci.

3) Anastesi lokal metode inflitasi

Pada praktikum kali ini saya mengunakan uji anastesi lokal dengan metode inflitasi yang
mengunakan bahan obat lidocain dicampulkan dengan adrenalin dan lidocain saja , dan diuji
cobakan apda kelinci yang lebih sefesifik adalah punggung kelinci. Pada percobaan pertama
kali saya mengunakan lidocain dengan dicampurkan dengan adrenalin yang di suntikan di
punggung kanan kelinci dengan diukur oleh 6x getaran otot punggung kelinci dengan peniti,
pada menit ke-0 kelinci terdapan getaran pada punggung kelinci menimbulkan efek anastesi ,
tetapi di menit ke 15 sampai menit ke-60 tidak ada getaran otot pada kelinci, sedangakan
dipercibaan selanjutnya saya suntikan lidocain saja dipunggung kiri kelinci dan pada menit
ke-0 menimbulkan getaran di area otot punggung kiri kelinci , sampai di menit ke-15 masih
menimbulkan getaran pada punggung kelinci tetapi dari menit ke-20 sampai menit ke-45
tidak ada getaran yang muncul di otot punggung kelinci ,tetapi di menit ke-60 terjadi getaran
pada otot punggung kembali , disimpulkan bahwa pada pemberian lidocain + adrenalin
terjadi efek mulai dari awal penyuntikan sampai melewati masa pengujian ,teapi di
pemberian lidocain pada menit ke-0 sampai menit ke-15 menampakan efek anastesinya
berlaku sampai menit ke-45 sampai kelinci menjadi emmbaik di menit ke-60 menjadikan efek
anastesinya hilang dan kelinci menjadi normal.
4) Anastesi lokal metode konduksi

Pada praktikum kali ini saya akan menguji anastesi lokal dengan metode konduksi pada
mencit dan bahan obat yang dipergunakan adalah lidocain dan NaCl 0,9% , pada praktikum
kali ini akan di sediakan dua mencit :

- Mencit yang disuntikan lidocain

Pada percobaan pertama kita menyuntikan lidocain ke mencit yag disuntikan di dareah
dekat ekor untuk melihat respon haffter pada mencit. Pada mencit ke-1 disuntikan dimenit ke-
0 mencit mengeluarkan respon haffter yang dipastikan memulai berefek anastesi didalam
ekor mencit sampai di menit ke-30 tidak ada respon kembali

- Mencit yang disuntikan NaCl 0,9%

Pada percobaan kedua saya menyuntikan NaCl 0,9% ke mencit untuk melihat ada respon
haffner pada mencit. Pada mencit ke-2 pada menit ke-0 mencit mengalami haffner sampai
menir ke 30 terus terjadi respon haffner pada mencit .

Disimpulkan bahwa mencit yang disuntikan lidocain pada menit ke-0 langsung terjadi
efek anatesi pada mencit tetapi di NaCl 0,9% tidak mengalami efek anastesi pada menit
kareana kegunakan NaCl 0,9% bukanlah untuk anastesi tetapi untuk pengobatan dehiderasi
hidro isotonik ekstraseluler sedangkan lidocain di memang digunkan unutk anastesi local
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
- Anestesi lokal adalah obat yang menghambat konduksi saraf apabila dikenakan
secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar ataupun dosis yang cukup.
- Lidocain yang digunkaan pada praktikum kali ini dapat dibuktikan bahwa obat
anestesi yang bekerja dengan mencegah transimisi impuls saraf dengan menghambat
pengiriman ion membran selektif pada membran saraf kanal anestesi.
- Lidocain yang dipergunakan dalam praktikum kali ini yang dberikan kepada mencit
maupun kelinci akan memberikan respon onkeur atau kedipan , respon getaran diaoto
punggung maupun respon haffner
DAFTAR PUSTAKA

 Marcovitch, H., 2005., Blacks Medical dictionary 21 edition., A & C Black, London.
 Welsh, L., 2009.,  Anaesthesia for Veterinary Nurses Second edition. Wiley
blackwell., Singapore.
 Ernerst, Mutschler. 1991. Dinamika Obat edisi kelima. Bandung. ITB.
 Ganiswara, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. FK UI : Jakarta
 Katzung G,B. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika : Jakarta
 Tim Penerjemah EGC. Anestesi. Dalam: Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 1996; 96.
 Petres J, Rompel R, Robins P. Anesthesia. Dalam: Dermatologic Surgery: Textbook
and Atlas. New York: Springer 1996; A(3): 17-23.
 Buku Panduan Praktikum Farmakologi ISTN

Anda mungkin juga menyukai