Anda di halaman 1dari 7

1.

Tetrasiklin
A. Mekanisme kerja
Tetrasiklin adalah antibiotik bakteriostatik spektrum luas yang menghambat
sintesis protein. Tetrasiklin masuk ke dalam mikroorganisme sebagian melalui difusi
pasif dan sebagian melalui proses transpor aktif dependen-energi. Organisme yang
rentan menimbun obat di dalam selnya. Setelah berada di dalam sel, tetrasiklin
berikatan secara reversibel dengan subunit 30S ribosom bakteri, menghambat
pengikatan aminoasil-tRNA ke tempat akseptor di kompleks mRNA-risobom. Hal ini
mencegah penambahan asam amino ke peptida yang sedang terbentuk. (Katzung,
2012)
Tetrasiklin aktif terhadap banyak bakteri positif gram dan negatif gram, termasuk
anaerob tertentu, riketsia, klamidia, dan mikoplasma. Aktivitas antibakteri sebagian
besar tetrasiklin serupa, kecuali bahwa galur-galur resisten tetrasiklin mungkin masih
rentan terhadap doksisiklin, minosiklin, dan tigesiklin, dan semuanya bukan substrat
yang baik bagi pompa efluks yang menimbulkan resistensi. Perbedaan efikasi klinis
untuk organisme yang rentan tidak banyak dan terutama disebabkan oleh perbedaan
dalam absorpsi, distribusi, dan ekskresi masing-masing obat. (Katzung, 2012)

B. Farmakokinetik
Berbagai tetrasiklin berbeda dalam penyerapan mereka setelah pemberian oral
dan dalam eliminasi mereka. Penyerapan setelah pemberian oral adalah sekitar 30%
untuk klortetrasiklin; 60-70% untuk tetrasiklin, oksitetrasiklin, demeklosiklin, dan
metasiklin; dan 95-100% untuk doksisiklin dan minosiklin. Tigesiklin kurang diserap
per oral dan harus diberikan secara intravena. Sebagian dari tetrasiklin yang diberikan
per oral tetap berada di lumen usus,mengubah flora usus, dan diekskresikan di tinja.
Penyerapan terutama berlangsung di usus halus bagian atas dan terhambat oleh
makanan (kecuali doksisiklin dan minosiklin); oleh kation divalen (Ca2+, Mg2+,
Fe2+) atau Al3+; oleh produk susu dan antasid, yang mengandung kation multivalen;
dan oleh pH basa. Untuk pemberian intravena, dibuat larutan tetrasiklin berdapar
khusus. (Katzung, 2012)
Tetrasiklin terikat ke protein serum sebanyak 40-80% nya. Dosis oral tetrasiklin
hidroklorida atau oksitetrasiklin 500 mg setiap 6 jam menghasilkan kadar darah
puncak 4-6 mcg/mL. Tetrasiklin yang disuntikkan secara intravena memberi kadar
yang sedikit lebih tinggi, tetapi hanya sementara. Kadar puncak 2-4 mcg/mL dicapai
dengan 200 mg doksisiklin atau minosiklin. Konsentrasi serum puncak steady-state
tigesiklin adalah 0,6 mcg/mL pada dosis baku. Tetrasiklin terdistribusi luas ke
jaringan dan cairan tubuh, kecuali cairan serebrospinal, yang konsentrasinya 10-25%
dari konsentrasi serum. Mino-siklin menunjukkan kadar yang sangat tinggi di air
mata dan liur, yang menyebabkannya berguna untuk membasmi keadaan pembawa
meningokokus. Tetrasiklin menembus plasenta untuk mencapai janin dan juga
diekskresikan dalam susu. Akibat kelasi oleh kalsium, tetra-siklin terikat ke dan
merusak tulang dan gigi yang sedang tumbuh. Karbamazepin, fenitoin, barbiturat, dan
ingesti alkohol kronik dapat mempersingkat waktu-paruh doksisiklin sebesar 50%
melalui induksi enzim-enzim hati yang memetabolisasi obat ini. (Katzung, 2012)
Tetrasiklin diekskresikan terutama di empedu dan urin. Konsentrasi dalam
empedu melebihi konsentrasi di serum hingga sepuluh kali lipat. Sebagian dari obat
yang diekskresikan di empedu direabsorpsi dari usus (sirkulasi enterohepatik) dan
mungkin ikut serta mempertahankan kadar serum. Sebanyak 10-15% tetrasiklin
diekskresikan ke dalam urin, terutama oleh filtrasi glomerulus. Sebanyak 10-40%
obat diekskresikan di feses. Doksisiklin dan tigesiklin, berbeda dari tetrasiklin
lainnya, dieliminasi melalui mekanisme non-ginjal, tidak menumpuk secara
signifikan, dan tidak memerlukan penyesuaian dosis pada pasien dengan gagal ginjal.
(Katzung, 2012)

C. Pemakaian Klinis
Golongan tetrasiklin adalah obat pilihan dalam pengobatan infeksi akibat riketsia.
Tetrasiklin juga obat yang sangat baik untuk mengobati infeksi oleh Mycoplasma
pneumonia , klamidia, dan beberapa spirokaeta. Obat ini digunakan dalam rejimen
kombinasi untuk mengobati penyakit tukak lambung dan duodenum akibat
Helicobacter pylori . Mereka dapat digunakan dalam berbagai infeksi bakteri positif
gram dan negatif gram, termasuk infeksi vibrio, asalkan organismenya tidak resisten.
Pada kolera, tetrasiklin cepat menghentikan pengeluaran vibrio, tetapi selama epidemi
muncul resistensi tetrasiklin. Tetrasikliri. masih efektif pada sebagian besar infeksi
klamidia, termasuk infeksi menular seksual. Tetrasiklin tidak lagi dianjurkan untuk
mengobati penyakit gonokokus karena resistensi. Suatu tetrasiklin-dalam kombinasi
dengan antibiotika laindiindikasikan untuk pes, tularemia, dan bruselosis. Tetrasiklin
kadang digunakan untuk mengobati atau mencegah infeksi protozoa, misalnya infeksi
akibat Plasmodium falciparum. Pemakaian lain mencakup terapi akne, eksaserbasi
bronkitis, pneumonia yang didapat di masyarakat, penyakit Lyme, relapsing fever,
leptospirosis, dan beberapa infeksi mikobakteri non-tuberkulosa (mis.
Mycobacterium marinum ). Tetra-siklin dahulu digunakan untuk berbagai infeksi,
termasuk gastroenteritis bakteri dan infeksi saluran kemih. Namun,banyak galur
bakteri yang menyebabkan infeksi-infeksi ini kini telah resisten, dan obat lain
umumnya telah menggantikan peran tetrasiklin. (Katzung, 2012)

D. Efek Samping
Mual, muntah, dan diare adalah penyebab tersering penghentian pemberian
tetrasiklin. Efek-efek ini disebabkan oleh iritasi lokal langsung pada saluran cerna.
Mual, anoreksia, dan diare biasanya dapat diatasi dengan memberikan obat bersama
dengan makanan atau karboksimetilselulosa, mengurangi dosis obat, atau
menghentikan obat. (Katzung, 2012)
Tetrasiklin mengubah flora normal saluran cerna, berupa penekanan organisme
koliform yang rentan dan pertumbuhan berlebihan pseudomonas, proteus,
stafilokokus, koliform resisten, klostridia, dan kandida. Hal ini dapat menyebabkan
gangguan fungsional usus, gatal di anus, kandidiasis vagina atau oral, atau kolitis
terkait –Clostridium difficle. (Katzung, 2012)

2. Klindamisin
A. Mekanisme Kerja
Klindamisin, seperti eritromisin, menghambat sintesis protein dengan
mengganggu pembentukan kompleks inisiasi dan reaksi-reaksi translokasi aminoasil.
Tempat pengikatan untuk klindamisin di subunit SOS ribosom bakteri identik dengan
tempat bagi eritromisin. Streptokokus, stafilokokus, dan pneumokokus dihambat oleh
klindamisin, 0,5-5 mcg/mL. Enterokokus dan organisme aerob gram negatif resisten.
Bacteroides sp dan anaerob lain, baik positif maupun gram negatif biasanya rentan.
Resistensi terhadap klindamisin, yang umumnya menghasilkan resistensi silang
terhadap makrolid, disebabkan oleh (1) mutasi tempat pengikatan di ribosom, (2)
modifikasi reseptor oleh metilasi yang diekspresikan secara konstitutif, dan (3)
inaktivasi klindamisin oleh enzim. Spesies-spesies aerob negatif gram secara intrinsik
resisten karena rendahnya permeabilitas membran luarnya. (Katzung, 2012)

B. Farmakokinetik
Dosis oral klindamisin, 0,15-0,3 g setiap 8 jam (10-20 mg/ kg/hari untuk anak),
menghasilkan kadar serum 2-3 mcg/ mL. Jika diberikan secara intravena, 600 mg
klindamisin setiap 8 jam menghasilkan kadar 5-15 mcg/mL. Obat ini terikat ke
protein sekitar 90%. Klindamisin masuk ke sebagian besar jaringan dengan baik,
kecuali otak dan cairan serebrospinalis. Obat ini menembus baik ke dalam abses dan
secara aktif diserap dan dipekatkan oleh sel fagositik. Klindamisin dimetabolisasi di
hati, dan obat aktif maupun metabolit aktifnya diekskresikan di empedu dan urin.
Waktu-paruh adalah sekitar 2,5 jam pada orang normal, meningkat hingga menjadi 6
jam pada pasien anuria. Tidak diperlukan penyesuaian dosis untuk pasien dengan
gagal ginjal. (Katzung, 2012)

C. Pemakaian Klinis
Klindamisin diindikasikan untuk mengobati infeksi kulit dan jaringan lunak
akibat streptokokus dan stafilokokus. Obat ini umumnya aktif terhadap galur S.
aureus resisten metisilin yang didapat di masyarakat, suatu penyebab infeksi kulit dan
jaringan lunak yang semakin sering dijumpai. Klindamisin juga diindikasikan untuk
mengobati infeksi anaerob yang disebabkan oleh Bacteroides sp dan anaerob lain
yang sering ikut serta dalam infeksi campuran. Obat ini, kadang dikombinasikan
dengan suatu aminoglikosida atau sefalosporin, digunakan untuk mengobati luka
tembus abdomen dan usus; infeksi yang berasal dari saluran genitalia wanita, mis.
abortus septik, abses panggul, atau penyakit radang panggul; dan abses paru.
Klindamisin kini lebih direkomendasikan dibandingkan eritromisin untuk profi laksis
endokarditis pada pasien dengan penyakit katup jantung yang sedang menjalani
tindakan gigi dan mengidap alergi signifikan terhadap penisilin. Klindamisin dan
primakuin adalah alternatif efektif untuk trimetoprim sulfa metoksazol untuk
pneumonia Pneumocystis jiroveci sedang sampai sedang-berat pada pasien AIDS.
Obat ini juga dikombinasikan dengan pirimetamin untuk toksoplasmosis otak
terkaitAIDS. (Katzung, 2012)

D. Efek Samping
Efek samping umum adalah diare, mual, dan ruam kulit. Gangguan fungsi hati
(dengan atau tanpa ikterus) dan neutropenia kadang terjadi. Pemberian klindamisin
merupakan faktor risiko untuk diare dan kolitis akibat C. difficile. (Katzung, 2012)

3. Kloramfenikol
A. Mekanisme Kerja
Kloramfenikol adalah inhibitor kuat sintesis protein mikroba. Obat ini berikatan
secara reversibel dengan subunit 50S ribosom bakteri dan menghambat pembentukan
ikatan peptida (tahap 2). Kloramfenikol adalah antibiotik spektrum luas yang bersifat
bakteriostatik dan aktif terhadap organisme gram positif dan negatif aerob dan
anaerob. Obat ini juga aktif terhadap Rickettsiae , tetapi tidak terhadap Chlamydiae .
Sebagian besar bakteri gram-positif dihambat pada konsentrasi 1-10 mcg/mL, dan
banyak bakteri negatifgram dihambat pada konsentrasi 0,2-5 mcg/mL. H. in flu e n z
a e , Neisseria meningitidis, dan beberapa galur bakteroides sangat rentan, dan bagi
organisme-organisme ini, kloramfenikol mungkin bakterisidal. (Katzung, 2012)

B. Farmakokinetik
Dosis lazim kloramfenikol adalah 50-100 mg/kg/hari. Setelah pemberian oral,
kristal kloramfenikol cepat dan tuntas diserap. Dosis oral 1 g menghasilkan kadar
darah antara 10 dan 15 mcg/mL. Kloramfenikol palmitat adalah suatu prodrug yang
dihidrolisis di usus untuk menghasilkan kloramfenikol bebas. Formulasi parenteral
adalah suatu prodrug , kloramfenikol suksinat, yang terhidrolisis untuk menghasilkan
kloramfenikol bebas dengan kadar darah agak lebih rendah dibandingkan yang
dicapai pada pemberian oral. Kloramfenikol tersebar luas di hampir semua jaringan
dan cairan tubuh, termasuk susunan saraf pusat dan cairan serebrospinal, sedemikian
sehingga konsentrasi kloramfenikol di jaringan otak mungkin setara dengan
konsentrasi di serum. Obat ini mudah menembus membran sel. (Katzung, 2012)
Sebagian besar obat diinaktifkan oleh konjugasi dengan asam glukuronat
(terutama di hati) atau reduksi menjadi aril amina yang inaktif. Kloramfenikol aktif
(sekitar 10% dari total dosis yang diberikan) dan produk penguraiannya yang inaktif
(sekitar 90% dari total) dieliminasi di urin. Sejumlah kecil obat aktif diekskresikan ke
dalam empedu dan feses. Dosis sistemik kloramfenikol tidak perlu diubah pada
insufisiensi ginjal, tetapi jelas harus dikurangi pada gagal hati. Neonatus berusia
kurang dari seminggu dan bayi prematur juga kurang dapat membersihkan
kloramfenikol sehingga dosis perlu dikurangi menjadi 25 mg/kg/hari. (Katzung,
2012)

C. Pemakaian Klinis
Kloramfenikol digunakan secara topikal untuk mengobati infeksi mata karena
spektrumnya yang luas dan penetrasinya ke jaringan mata dan aqueous humor. Obat
ini tidak efektif untuk infeksi klamidia. (Katzung, 2012)

D. Efek Samping
Orang dewasa kadang mengalami gangguan pencernaan, termasuk mual, muntah,
dan diare. Hal ini jarang pada anak. Kandidiasis oral atau vagina dapat terjadi akibat
perubahan flora mikroba normal. (Katzung, 2012)
Kloramfenikol sering menyebabkan penekanan produksi sel darah. merah yang
reversibel dan terkait-dosis pada dosis lebih dari 50 mg/kg/hari setelah 1-2 minggu.
Anemia aplastik, suatu konsekuensi yang jarang (1 dalam 24.000 sampai 40.000
pengobatan) dari pemberian kloramfenikol melalui rute apa pun, adalah suatu reaksi
idiosinkratik yang tidak berkaitan dengan dosis, meskipun lebih sering terjadi pada
pemakaian yang berkepanjangan. Reaksi ini cenderung ireversibel dan dapat
mematikan. (Katzung, 2012)

Anda mungkin juga menyukai