Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TUTORIAL

Skenario 1 Blok 15 : Perawatan Penyakit dan Kelainan Gigi


Tutor : drg. Roedy Budirahardjo, M.Kes., Sp. KGA

Oleh Kelompok Tutorial L


Risma Nur Baiti (Nim : 181610101117)
Karenina Cahyanissa (Nim : 181610101118)
Muchamad Ziyad Afif (Nim : 181610101119)
Salsabila Izdihar (Nim : 181610101120)
Ahmad Yarham (Nim : 181610101122)
Syafika Nuring Fadiyah (Nim : 181610101123)
Octaviana Putri P (Nim : 181610101125)
Hammam Habib Al Falah (Nim : 181610101126)
Gita Hindah Cahyani (Nim : 181610101127)
Pradipta Alam Syahda (Nim : 181610101128)
Tyasno Zufar Indra Purwita (Nim : 181610101129)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2018

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah -Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas laporan tutorial. Laporan ini disusun untuk memenuhi step 7 dalam seven
jump steps yaitu melaporkan hasil diskusi kelompok turorial L dalam skenario pertama Blok 15
Perawatan Penyakit dan Kelainan Gigi.
Penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada:
1. drg. Roedy Budirahardjo, M.Kes., Sp. KGA selaku tutor yang telah membimbing
jalannya diskusi tutorial kelompok L Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember dan memberi
masukan yang membantu bagi pengembangan ilmu yang telah didapatkan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan – perbaikan di masa
yang akan datang demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat berguna bagi kita.

Jember, 08 Oktober 2020

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
SKENARIO 4
STEP 1 Clarifying Unfamiliar Terms 5
STEP 2 Problem Definition 5
STEP 3 Brainstorm 6
STEP 4 Mapping 10
STEP 5 Formulating Learning objects 10
STEP 6 Self Study 10
STEP 7 Pembahasan Learning Objects 11
DAFTAR PUSTAKA 27

3
SKENARIO 3

Perawatan gigi dengan fraktur mahkota Pasien anak perempuan 9 tahun datang bersama bapaknya

ke bagian klinik Pedodonsia RSGM Unej dengan kondisi ngilu ketika terkena es. Gigi tersebut

patah setelah Anak dipukul temannya sore kemarin. Pemeriksaan intraoral didapatkan gigi 21

fraktur pada sepertiga insisal, tes vitalitas gigi (+), tes perkusi (+), tes tekanan (-). Hasil

pemeriksaan ronsen didapatkan bahwa 11 fraktur mengenai dentin dengan saluran akar yang masih

lebar dan ujung apeks masih terbuka, tidak terdapat gambaran radiolusen pada gigi 11. Diagnosa

pada kasus tersebut adalah Fraktur Mahkota Gigi mengenai dentin dan direncanakan akan

dilakukan perawatan apeksogenesis pada gigi 11.

Gambar 1. Fraktur mahkota melibatkan pulpa

4
STEP 1 Clarifying Unfamiliar Terms

 Apeksogenesis

Merupakan prosedur perawatan yang melibatkan pulpa yang terinflamasi pada gigi yang

perkembangannya belum sempurna. Tujuannya adalah untuk memmpertahankan jaringan

pulpa vital sehingga perkembangann antar gigi permanen mudanya tertutup dengan

sempurna.

Merupakan salah satu periode pada gigi sulung yang baru tanggal dan digantikan dengan

gigi permanen.

Tujuannya untuk melanjutkan dari pertumbuhan apeks sehingga bisa menutup dengan

baik, perrawatannya sebelum apeksogonesis adalah pulpotomy.

- Fraktur

Fraktur gigi atau patah gigi merupakan hilangnya fragmen satu gigi lengkap yang biasanya

disebabkan oleh karena trauma.

Fraktur gigi menurut eliss dibagi menjadi 9 kelas

- Radiolusen

Merupakan gambaran hitam pada gambaran radiografi yaitu menunjukkan jaringan yang

tidak keras (lunak)

Menunjukkan lebih tranparansi terhadap foto sinar x dikarena bahan radiasi lewat lebih

bebas pada daerah tersebut

STEP 2 Problem Definition

1. Apa saja macam-macam fraktur ?

2. Pemeriksaan apa saja untuk mengethui adanya fraktur?

3. Apa saja factor resiko dari fraktur ?


5
4. Mengapa memilih perawatan apeksogonesis ?

5. Bagaimana indikasi dan kontraindikasi dari apeksogonesis?

6. Bagaimana prosedur apeksogenesis?

STEP 3 Brainstorm

1. Klasifikasi menurut ellis

- Kelas I: melibatkan corona sampai enamel, tidak nyeri dan tidak diskolorasi

- Kelas II : melibatkan enamel dan dentin, adanya nyeri dengan rangsangan sentuhan dan

udara, lapisan dentin berwarna kuning

- Kelas II : melibatkan enamel, dentin , dan pulpa, nyeri dan terlihat darah atau wanra

kemerahan

Menurut WHO 1978

- 1: melibatkan email

- 2 : email, dentin, dan pulpa belum terbuka

- 3 : fraktur mahkota dengan pulpa terbuka

- 4 : fraktur akar

- 5 : fraktur mahkota sampai dengan akar

- 6 : luksasi atau pergeseran gigi

- 7 : intrusi dan ekstrusi

- 8 : pergeseran gigi secara menyeluruh

- 9 : injury lain seperti restorasi jaringan lunak

Klasifikasi WHO 1995

6
- Fraksi enamel : tanpa kehilangan substansi gigi

- Fraktur enamel : fraktur dengan hilangnya substansi gigi yang mengenai enamel

- Fraktur enamel dentin : hilangnya substansi gigi yang melibatkan enam dan dentin tapi

tanpa terbukanya pulpa

- Fraktur mahkota : yang mengenai enamel dan dentin dengan terbukanya pulpa

- Fraktur akar : fraktur yang mengnai sementum, dentin dan pulpa

- Fraktur mahkota akar : fraktur yang mengnai dentin, enamel, sementum, dengan atau

tanpa terbukanya pulpa

Klasifikasi menururt AAE

- fraktur crazyline, melibatkan enamel saja

- fraktur tonjolan gigi, melibatkan corona gigi hingga dentin dan berakhir pada servikal

gigi

- gigi retak, pada permukaan oklusal kearah apical tanpa membagi gigi menjadi 2

fragmen

- fliptooth, keretakan gigi mulai dari batas marginal kearah mesiodistalyang membagi

menjadi 2 fragmen

- fraktur akar gigi, frakturnya dari akar gigi bisa complete dan incomplete

2. Menurut scenario, pemeriksaan tes vitalitas gigi, tes perkusi (pada mengethui salah satu

jenisnya adalah pada arah horizontal bukallingual, yang dimanan untuk emngethui

kerusakan pada periapical yang disebabkan oleh jaringan periodontal, bisa diliat dari bunyi

7
yang dihasilkan, semakin nyaring bunyinya maka pulpa semakin buruk / inflamasi pada

pulpa) , tes tkanan, dan rontgen

Ada pemeriksaan status lokalis (pemeriksaan pada are afraktur) ada 3 macam : look, feel,

dan move. Look : ekstraksi terhadap warna pada area fraktur jika ada pembengkakan.

Feel, dilakukan palpasi untuk memeriksa fungsi motoric, nyeri tekan, suhu, dan krepitasi.

Move, bertujuan untuk menilai pergerakan aktif dan pasif dari sendi dan

Anamnesa yang lengkap, Riwayat terjadi trauma(waktu, tempat, kronologi), ada atau

tidaknya oklusi, dan pergerakan maksila dan mandibula

Ada tes khusus, test transluminasi, akan menghalangi cahaya, tets wedging, membedakan

gigi yang retak dan fraktur, test gigit, pasien menggigit bola kapas, jika nyeri saat

melepaskan gigitan kemungkinan ada fraktur pada regio tersebut

3. Karena adanya insiden crown profile, dengan susunan gigi anterior yang protrusive dengan

jarak overjet yang besar, kemudian adanya maloklusi klas I tipe 2 atau klas II div 1, dan

penutupan bibir yang tidak sempurna.

Laki-laki lebih besar resikonya disbanding perempuan, anak umur 9-12 tahun, dan orang

yang berprofesi rentan mendapatkan trauma seperti petinju

Kehilangan Sebagian besar struktur gigi akan adanya paparan email terhadap suhu ekstrem,

bisa juga karena pasca perawatan endo atau kesalahn operator

Factor kelainan anatomi, kebiasaan menggigit dan juga periodontitis

Mungkin bisa juga bruxism, penggunaan gigi yang berlebih dan juga pemasangan alat

ortodonti

8
4. Diindikasikan pulpa yang masih vital, yang memungkinakan apical konveksion pada gigi

premature. Salah satu mekanisme nya adalah bisa dilakukan pulp capping atau pulpotomy.

Karena agar fisiologi pembentukan akar gigi tersebut bisa terjadi dan tidak terjadi inflamasi

pulpadan kelainan pada jaringan periodontal

5. Indikasi

Pulpa terbuka kurang 72 jam

Nekrosis pulpa parsialis

Tidak ada perangan periapical

Gigi tetap mudah vital

Kerusakan pada pulpa koronal sedangkan pulpa radicular dalam keadaan sehat

Usia tidak lebih dari 20 tahun karena akar masih belum terbentuk dengan sempurna

Tidak ada pulpitis radiculer

Panjang akar paling sedikit masih tersisa 2/3

Tidak ada resorbsi interna

Tidak ada kehilangan tulang intraradikuler

Kontraindikasi

Gigi goyang ekstrim

Tidak bisa pada gigi pada avulsi

Kondisi akar gigi yang pendek

Gigi dengan fraktur akar horizontal yang berada dekat dengan gingival

Gigi karies yang tidak dapat di restorasi

Pembengkakan akibat peradangan

9
Perdarahan berlebihan setelah amputasi pulpa

6. Anamnesa, pemeriksaan vitalitas, anastesi, opening acces, dapat dilakukan dengan 3 cara :

pulp capping, pulpotomy, apeksifikasi. Kemudian control 3-6 bulan, dan pemulihan

STEP 4 Mapping

STEP 5 Formulating Learning objects


1. Mahasiswa mampu menjelaskan, mengetahui dan mengkaji jenis pemeriksaan untuk
mengetahui adanya fraktur.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan, mengetahui dan mengkaji Macam dan jenis dari fraktur
gigi.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan, mengetahui dan mengkaji Jenis dan prosedur dari
apeksogenesis.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan, mengetahui dan mengkaji Indikasi dan kontraindikasi
apeksogenesis.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan, mengetahui dan mengkaji Keberhasilan dan kegagalan
perawatan apeksogenesis.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan, mengetahui dan mengkaji KIE perawatan
apeksogenesis.

STEP 6 Self Study

10
STEP 7 Pembahasan Leraning Object

1. Mahasiswa mampu menjelaskan, mengetahui dan mengkaji jenis pemeriksaan untuk

mengetahui adanya fraktur.

Pemeriksaan pasien yang mengalami fraktur terdiri dari pemeriksaan darurat dan

pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan daruratmeliputi pengu-mpulan data vital, riwayat

kesehatan pasien, data dan keluhan pasien. Data vital terdiri dari usia pasien, bagaimana

dan dimana terjadinya trauma serta kapan terjadinya trauma. Apabila terjadinya trauma

ditempat yang kotor atau kemungkinan banyak bakteri dan mengakibatkan keadaan klinis

kemerahan, pembengkakan pada ginggiva, maka pasien perlu diberikan ATS (Anti Tetanus

Serum). Pasien juga ditanyakan apakah terjadi muntah pada saat trauma, atau pasien

menjadi tidak sadar, sakit kepala serta amnesia setelah mengalami trauma. Apabila hal ini

terjadi maka kemungkinan ada kerusakan pada sistem syaraf pusat. Maka pasien

dianjurkan untuk pemeriksaan lebih lanjut pada bagian neurologi.. (Eva & Hendralin,

2013)

Pemeriksaan lanjutan meliputi pemeriksaan kembali klinis lengkap yang terdiri dari

pemeriksaan ekstra oral dan intra oral serta dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu

pemeri-ksaan radiografis, untuk dapat melihat perkembangan akar, ukuran pulpa dan jarak

dengan garis fraktur, kelainan pada dan jaringan pendukung. (Eva & Hendralin, 2013)

11
2. Mahasiswa mampu menjelaskan, mengetahui dan mengkaji Macam dan jenis dari

fraktur gigi.

I. WHO

Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa

a. Infraksi email, yaitu fraktur yang tidak sempurna pada email tanpa kehilangan

substansi gigi

b. Fraktur email (uncomplicated crown fracture), yaitu fraktur yang hanya

mengenai lapisan email

c. Fraktur email-dentin (uncomplicated crown fracture), yaitu fraktur dengan

hilangnya substansi gigi yang terbatas pada email dan dentin, namun tidak

melibatkan pulpa

d. Fraktur mahkota kompleks (complicated crown fracture), yaitu fraktur yang

melibatkan email dan dentin dengan pulpa yang terbuka

e. Fraktur mahkota-akar tidak kompleks, yaitu fraktur email, dentin, dan

sementum, namun tidak melibatkan pulpa

f. Fraktur mahkota-akar kompleks, yaitu fraktur email, dentin, sementum, dan

melibatkan pulpa

g. Fraktur akar, yaitu fraktur yang melibatkan dentin, sementum, dan pulpa.

Fraktur akar dapat diklasifikasikan lebih lanjut sesuai dengan perpindahan

fragmen koronal, seperti horizontal, oblique, dan vertical

II. ELLIS

fraktur terdiri dari empat kelompok dasar:

a. Fraktur Email
12
Fraktur mahkota sederhana tanpa mengenai dentin. Fraktur terbatas pada email

dengan hilangnya struktur gigi.

b. Fraktur Dentin tanpa Terbukanya Pulpa


Fraktur terbatas pada email dan dentin dengan hilangnya struktur gigi, tapi tidak

melibatkan pulpa.

13
c. Fraktur Mahkota dengan Terbukanya Pulpa

Fraktur mahkota yang mengenai dentin dan menyebabkan pulpa terbuka

d. Fraktur Akar

Fraktur terbatas pada akar gigi yang melibatkan sementum, dentin, dan pulpa

III. ELLIS & DAVEY

a. Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan

email/ fraktur mahkota dengan sedikit atau tanpa melibatkan dentin.

b. Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan dentin

tetapi belum melibatkan pulpa.

14
c. Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan

menyebabkan terbukanya pulpa.

d. Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital

dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.

e. Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.

f. Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.

g. Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi.

h. Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang

menyebabkan fraktur mahkota yang besar tetapi gigi tetap pada tempatnya dan

akar tidak mengalami perubahan.

i. Kelas 9 : kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan, mengetahui dan mengkaji Jenis dan prosedur dari

apeksogenesis.

I. ALAT & BAHAN

15
ALAT

- Bur

- Ekskavator

- Spatula semen

- MTA gun

- Rubber dam

- Pinset

- Kaca mulut

- PFI

BAHAN

- MTA

- CaOH

- Saline

- Obat anestesi local

- Komposit

II. JENIS

a. Pulpotomi parsial

Pulpotomi parsial diindikasi pada gigi permanen muda dengan pulpa

terbuka yang disebabkan oleh karies atau trauma, perdarahan pulpa juga dapat

dikontrol dalam beberapa menit setelah membersihkan jaringan pulpa yang

terinflamasi. Tujuan pulpotomi parsial ini agar pulpa yang tertinggal (radiks)

diharapkan tetap vital setelah pulpotomi parsial. Seharusnya tidak ada tanda

16
klinis yang merugikan atau keluhan seperti sensitif, sakit, atau pembengkakan.

Tidak ada perubahan radiografis atau perubahan patologis lainnya. Dan proses

apeksogenesis/ perkembangan apeks tidak akan terganggu (AAPD, 2014).

Kerusakan pada gigi permanen muda lebih banyak disebabkan oleh karies

yang luas dan fraktur akibat traumatik injuri. Pada keadaan ini, jaringan pulpa

bagian koronal biasanya telah rusak dan tidak bisa dipertahankan lagi. Jaringan

pulpa bagian koronal yang terinfeksi dan mengalami inflamasi ireversibel

dibersihkan agar vitalitas pulpa radicular dapat dipertahankan, sehingga dapat

terjadi apeksogenesis atau penutupan bagian apeks dan terbentuk jembatan

dentin. Perawatan ini disebut dengan pulpotomi parsial (Walton, et al, 2008).

b. Direct pulp capping

Direct pulp cap diindikasi pada gigi permanen muda yang apeksnya belum

menutup sempurna dengan lesi karies kecil atau terpaparnya pulpa karena

tindakan mekanis operator dengan pulpa vital (minimal pulpitis reversibel) .

Tujuannya agar vitalitas gigi dapat dipertahankan dengan akar yang belum

sempurna akan melanjutkan perkembangan akarnya dan apeksogenesis

(AAPD, 2014).

c. Indirect pulp capping

Untuk apeksogenesis dengan indirect pulp treatment dapat dilakukan pada

indikasi gigi permanen muda dengan diagnosa pulpitis reversibel. Penegakan

diagnosanya dilakukan dengan pemeriksaan radiografi dan pemeriksaan klinis

dan prognosis gigi dapat sembuh dari gangguan karies. Tujuannya yaitu

restorasi akhir harus dapat menjaga bagian interna gigi termasuk dentin dari

17
kontaminasi lingkungan oral. Kevitalan gigi harus dipertahankan. Tidak ada

gambaran resorpsi interna atau eksterna atau perubahan patologis lainnya. Gigi

dengan akar yang belum sempurna akan melanjutkan perkembangan akarnya

dan apeksogenesis (AAPD, 2014).

d. Protective liner

Protective liner, diindikasi pada gigi dengan pulpa vital, ketika karies

dibersihkan dan akan dilakukan pemasangan restorasi, bahan protective liner

diletakkan pada daerah terdalam preparasi untuk meminimalkan injuri pada

pulpa, serta dapat mendukung penyembuhan jaringan, dan/atau meminimalkan

sensitivitas pasca perawatan. Tujuan perawatan ini untuk memelihara kevitalan

gigi, mendukung penyembuhan jaringan, dan memfasilitasi pembentukan

dentin tersier (AAPD, 2014).

III. PROSEDUR

Prosedur menggunakan MTA

MTA merupakan material untuk pembentukan plug apikal pada ujung akar

dan membantu untuk mencegah ekstrusi dari bahan pengisi. Material MTA terdiri

dari partikel hidrofilik halus trikalsium silikat, oksida silikat dan oksida trikalsium.

Penelitian histologis pada MTA menunjukkan sifat osteoconductive dan

osteoinductive dalam regenerasi jaringan periradikular, seperti ligamen

periodontal, tulang, dan sementum, biokompatibilitas dengan jaringan periodontal,

kemampuan pelapisan sangat baik terhadap kelembaban dan sifat mekanik yang

tepat sebagai bahan pelapis apikal.

Komposisi

18
MTA terdiri dari partikel halus hidrofilik seperti trikalsium silikat,

trikalsium aluminat, trikalsium oksida, oksida silikat, dan bismut oksida. MTA juga

mengandung 5% calcium sulphatedehydrate dan tetracalcium alumino ferrite.

Kekurangan formula tetracalcium alumino ferrite akan memberikan warna putih

dan kekurangan zat besi ini akan memberikan senyawa dengan tampilan berwarna

putih.

Sifat Fisik, Kimia, Biologi Dan Histologis

- pH awal 10,2 kemudian meningkat menjadi 12,5 setelah 3 jam dan setelah itu

tetap konstan.

- Radiopasitas untuk MTA adalah 7 - 17 mm dengan ketebalan setara aluminium,

karena itu lebih radiopak dari gutta - percha konvensional dan dentin, harus

dapat dibedakan pada radiografi bila digunakan sebagai material pengisi akar.

- Waktu setting: keuntungannya yaitu waktu setting MTA yang lama dimana

semakin cepat material setting maka material lebih menyusut.

- Kekuatan tekan: dalam 24 jam MTA memiliki kekuatan tekan terendah (40

Mpa) dan meningkat setelah 21 hari menjadi 67 Mpa.

- Kelarutan: MTA tidak menunjukkan tanda-tanda kelarutan dalam air, hal ini

merupakan faktor utama penilaian bahan restorasi yang sesuai dalam

kedokteran gigi, karena kurangnya kelarutan dinyatakan sebagai sifat yang

ideal untuk material pengisi ujung akar.

- Biokompatibilitas: Penerapan MTA sebagai material pengisi ujung akar

merangsang regenerasi jaringan gigi dan tulang, dan dapat menginduksi

sementoblas untuk pembentukan sementum di sekitar MTA.

19
- MTA memiliki efek antibakteri.

MTA merupakan salah satu bahan pilihan yang telah disarankan untuk

digunakan dalam perawatan pulpotomi vital, dengan mekanisme reparasi mirip

dengan kalsium hidroksida. Bila dibandingkan dengan kalsium hidroksida, MTA

menghasilkan jembatan dentin lebih signifikan dalam waktu yang lebih singkat

dengan peradangan kurang dan juga menyediakan hard setting, permukaan non-

resorbable tanpa celah di dentin barrier. Banyak studi in vivo dan studi histologis

yang telah melaporkan sifat fisik dan biologis unggul MTA dalam tindak lanjut

waktu singkat. Dalam kasus-kasus yang disajikan di sini, setelah periode tindak

lanjut jangka panjang, cedera gigi diobati dengan MTA menunjukkan hasil klinis

dan radiografi yang sukses. Hasil ini harus dikaitkan dengan kemampuan

penutupan/penyegelan yang sangat baik dari MTA untuk mencegah kebocoran

mikro bakteri dan produk bakteri. Setelah pengaplikasian, MTA segera

membentuk apikal barrier sehingga dapat segera dilakukan obturasi saluran akar.

Oleh karena itu, MTA dapat mengatasi beberapa kekurangan kalsium hidroksida

yang sedang dialami saat ini dalam prosedur apeksogenesis.

Keuntungan

- Biokompatibel

- Hidrofilik (dapat berinteraksi dalam permukaan yang lembab)

- Radiopak

- pH basa (bateriostatik)

- Kemampuan pelapisan yang baik (tingkat kebocoran tepi rendah)

- Kelarutan rendah

20
Kerugian

- Berpotensi diskolorasi Gray Mineral Trioxide Aggregat (GMTA)

- Sulit digunakan saat obturasi saluran akar yang bengkok

- Mahal

Teknik perawatan apeksogensis dengan Mineral Trioxide Aggregate (MTA)

menurut Walton, 2008 adalah sebagai berikut:

a. Setelah diperoleh anestesia lokal dan isolator karet terpasang, akses yang lebar

dibuat agar dapat dilakukan debridement yang baik dengan instrument

intrakanal dan NaOCl

b. Pasta Ca(OH)2 diletakkan dalam saluran akar selama 1 minggu guna

mendisinfeksi sistem saluran akar

c. Setelah pada kunjungan berikutnya, Ca(OH)2 dibersihkan dan kemudian

campuran bubuk MTA dimasukkan dengan air steril (3:1) ke dalam saluran akar

dengan memakai instrumen pembawa amalgam. Campuran itu dikondensasikan

kearah apeks memakai pemampat atau poin kertas sehingga terbentuk apical

plug setebal 3-4 mm

d. Pemampatan MTA diperiksa dengan radiograf. Jika perluasan idealnya tidak

tercapai, maka MTA harus dibersihkan dengan air steril dan kemudian diulang

kembali prosedurnya

e. Untuk menjamin agar MTA mengeras dengan tepat, pelet kapas basah

diletakkan di atasnya dan tambal sementara

21
f. Sisa saluran akarnya diisi dengan gutta percha dan semen saluran akar atau resin

komposit adhesif dan kemudian kavitas aksesnya ditutup dengan restorasi

permanen.

Perawatan apeksogenesis dengan MTA dikatakan berhasil ditandai dengan

tidak adanya tanda atau gejala penyakit periradikuler dan adanya barrier

kalsifikasi menutupi apeks yang terlihat pada radiograf (Walton, 2008).

4. Mahasiswa mampu menjelaskan, mengetahui dan mengkaji Indikasi dan

kontraindikasi apeksogenesis.

I. Indikasi

- Pada kondisi gigi dalam masa pertumbuhan dengan foramen apikalis belum

tertutup smpurna

- Nekrosis pulpa parsialis

- Pulpa korona rusak, tetapi pulpa radikuler vital

- Korona baik dan dapat direstorasi

- Diujung 2/3 panjang akar

- Tidak ada radiolusensi pada intraradikuler

II. Kontraindikasi

- Avulsi, replanted, mobility tinggi

- Fraktur mahkota besar memerlukan retensi intraradikular

- Fraktur dekat dengan margin gingiva

- Karies tidak dapat diperbaiki

- Ankylosis

22
- Fraktur vertikal dan horizontal pada gigi

- Kondisi akar gigi pendek

- Terdapat radiolusensi pada periapeks dan intraradikuler

- Terdapat nanag/pus pada pulpa yang terbuka

5. Mahasiswa mampu menjelaskan, mengetahui dan mengkaji Keberhasilan dan

kegagalan perawatan apeksogenesis.

I. Keberhasilan

- Tidak ada tanda-tanda atau gejala penyakit pulpa atau perapikal

- Telah terjadi pembentukan dentin

- Tidak ada keadaan patologi pada periapical

- Barrier jaringan keras pada apeks dapat terlihat secara jelas pada foto rontgen atau

menggunakan file pada saluran akar

II. Kegagalan

- Adanya kontaminasi bakteri

- Ditandai dengan adanya tanda-tanda nyeri, peka terhadap penekanan

- Gejala sakit sensitive terhadap tekanan

- Tidak terjadi penutupan pada apical

- Ada pembentukan granuloma bisa menyebabkan pendarahan

- Tanda-tanda sinus, pembengkakan, dan radiolusen pada periapical

- Faktor penderita, penderitas tidak memiliki motivasi tidak bisa menjaga OH

- Faktor kecelakaan

23
6. Mahasiswa mampu menjelaskan, mengetahui dan mengkaji KIE perawatan

apeksogenesis.

I. Definisi KIE

KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) merupakan salah satu

proses pemberdayaan masyarakat yangmana nantinya masyarakat akan memiliki

inisiatif untuk mulai memperbaiki situasi dan kondisinya sendiri.

II. Komunikasi

Tujuan komunikasi efektif yaitu membantu pengembangan rencana perawatan dan

memfasilitasi pencapaian tujuan kedua belah pihak

Ada beberapa yang perlu diperhatikan :

- Memperlakuan pasien dengan sopan, baik dan ramah

- Dapat memahami, menghargai dan menerima keadaan pasien

- Tk boleh mendominasi percakapan

- Istilah-istilah yang digunakan dapat dipahami oleh pasien

- Komunikasi berjalan secara efektif

Komunikasi pasca perawatan, meliputi :

- Rutin kontrol pasca perawatan

- Jika ada komplikasi hubungi dokter

- Jangan digunakan untuk mengunyah terlalu sering usahakan makan an makan

makanan yang lunak

- Minum obat sesuai resep

24
III. Informasi

Pemberian semua informasi dari dokter / operator yang mungkin terjadi,

manfaat dan aternatif tindakan yang mungkin bisa dilakukan nantinya. nformasi

yang diberikan seperti :

- Sebisa mungkin dalam 1x24 jam, gigi yang telah direstorasi tidak digunakan

untuk mengunyah dengan tekanan yang besar (tumpatan sementara.)

- Menjaga OH atau meningkatkan OH agar tidak menimbulkan karies sekunder.

Hal ini bisa dicegah degan DHE gosok gigi yang baik dan benar

- Rutin ke drg minimal 6 bulan sekali

- Apabila tumpatan lepas maka harus segera ke dokter gigi supaya dilakukan

perawatan lebih lanjut

IV. Evaluasi Pasca Perawatan Apeksogenesis

- Pertama, Agar tidak menggosok gigi dengan keras, dikhawatirkan tumpatan

yang ada akan lepas

- Kedua, setelah dilakukan perawatan dan akar tertutup sempurna, pulpa vital

tetap dapat terjaga dan pulpotomi dengan bahan Ca(OH)2 masih dapat

`\dipertahankan dengan syarat pasien rajin melakukan kontrol secara berkala

setiap 3 atau 6 bulan sekali.

- ketiga, jika setelah perawatan dan akar telah tertutup sempurna, maka

pulpotomi dengan bahan Ca(OH)2 dapat dibongkar dibongkar dan digantikan

digantikan dengan teknik pulpektomi dengan bahan gutta perca.

25
DAFTAR PUSTAKA

Audina, F. 2014. Perawatan Apeksogenesis Dengan Minteral Trioxid Trioxide Aggregate (MTA)

Pada e Aggregate (MTA) Pada Gigi Permanen Muda. Jurnal Universitas Sumatera Utara.

Bakar, abu. 2013. Kedokteran Gigi Klinis. Edisi 2. Yogyakarta: Quantum Sinergis Medika

Budihardja A, Rahmat M. Trauma Oral dan Maksilofasial. EGC. Jakarta 2012

Cohen, S. and Burns, R.C. 1994. Pathways of The Pulp. 6 th ed. St. Louis : Mosby. Guttman, J.L.

1992. Problem Solving in Endodontics, Prevention, Identification and Management. 2 nd

ed., St Louis: Mosby Year Book.

Garg, N. dan Garg, A. 2013. Textbook of Operative Dentistry. ed ke-2. New Delhi : Jaypee Brother

Medical Publisher.

Audina, F. 2014. Perawatan Apeksogenesis Dengan Minteral Trioxid Trioxide Aggregate (MTA)

Pada e Aggregate (MTA) Pada Gigi Permanen Muda. Jurnal Universitas Sumatera Utara.

Grossman LI, Oliet S, Del Rio CED, 1995 Ilmu Endodontik dalam Praktek. Terjemahan Rafin A

dari Endodontic Practice 11th ed. Philadelphia. Lea & Febiger. Pp 196, 205

Miloro M, Ghali GE, Larsen P, Waite P. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd ed.

London : BC Decker; 2004 : 8 – 12

Parolia, A., Kundabala, M., Rao, N., Acharya, S., Agrawal, P., Mohan, M., et al. (2010). A

comparative histological analysis of human pulp following direct pulp capping with

Propolis, mineral trioxide aggregate and Dycal. Australian Dental Jurnal, 55, 59-64.

26
Walton RE, Torabinejad M. Prinsip dan praktek ilmu endodonsi. Alih bahasa: Narlan S, Winiati

S, Bambang N. ed ke-3. Jakarta: EGC, 2008: 33, 331-2. 2

27

Anda mungkin juga menyukai