Etambutol merupakan obat golongan makrolid yang speesifik digunakan untuk mengobati
infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis, efek samping potensial dari etambutol adalah
toksisitas okuler adalah neuropati optik toksik. Penelitian ini bertujuan menilai besarnya kejadian
neuropati optik toksik pada penderita tuberkulosis setelah pemberian etambutol. Penelitian ini
menggunakan desain cross sectional dengan sampel sebanyak 119 penderita tuberkulosis di poli
DOTS RSUP Wahidin Sudirohusodo dan Balai Besar kesehatan Paru Makassar. Data meliputi
tajam penglihatan, kontras sensitivitas, penglihatan warna, RAPD, funduskopi, dan lapangan
pandang. Data dianalisis dengan analisis bivariat untuk melihat hubungan antara
kejadian
neuropati optik toksik dengan dosis dan lama pemakaian obat etambutol pada penderita
tuberkulosis. Hasil penelitian menunjukkan penurunan tajam penglihatan pada pemakaian obat di
bawah 2 bulan sebesar 0,9% sedangkan di atas 2 bulan sebesar 100%. Penurunan kontras
sensitivitas sebesar 0,9% pada pemakaian di bawah 2 bulan dan 100% di atas 2 bulan. Gangguan
penglihatan warna sebanyak 0.9% pada pemakaian di bawah 2 bulan dan 100% pada pemakaian
di atas 2 bulan. Kelainan RAPD ditemukan 0,9% pada pemakaian di bawah 2 bulan dan 100%
pada pemakaian di atas 2 bulan. Kelainan gambaran funduskopi dan gangguan lapangan pandang
tidak ditemukan pada pemakaian di bawah 2 bulan dan 50% pada pemakaian di atas 2 bulan.
Hasil analisis uji statistik untuk semua hasil pemeriksaan diperoleh nilai p < 0,05, sedangkan
untuk analisis kejadian neuropati optik toksik dengan dosis etambutol tidak dapat dilakukan oleh
karena seluruh sampel mendapatkan jumlah dosis yang sama sesuai dengan berat badan.
Pembahasan
Organ yang paling sering terkena toksisitas etambutol adalah mata.Efek pada mata yang paling
serius adalah optik neuritis dengan demielinisasi darisaraf optik. Manifestasi yang paling awal
dari keterlibatan mata ini adalahgangguan pada penglihatan warna terutama warna merah-hijau
(protanopi dandeuteranopi). Etambutol merupakan satu obat yang sering berhubungan dengan
neuropatioptik toksik. Neuropati optik yang terjadi adalah tergantung pada dosis danlamanya
pemakaian. Kehilangan penglihatan tidak langsung terjadi sampai pasientelah memakai obat
sedikitnya 2 bulan, tapi gejala umumnya nampak antara 4 bulan sampai satu tahun. onset ini bisa
lebih cepat jika pasien mempunyai penyakit ginjal karena hal ini akan mengakibatkan penurunan
ekskresi obatsehingga level serum meningkat. Toksisitas yang dapat terjadi sampai jaras
visualanterior akibt obat ini adalah berhubungan dengan dosis. Pasien yang menerimadosis 25
mg/kg/hr atau lebih sangat rentan terhadap kehilangan penglihatan. Penggunaan etambutol pada
orang dewasa harus disertai nasihat untuk segeramenghentikan pengobatan dan segera
memberitahu dokter apabila timbuldeteriorasi dari penglihatan ataupun persepsi warna. Karena
komplikasi yangserius itulah, kebanyakan guideline nasional maupun internasional tidak
menganjurkan pemberian etambutol pada anak usia kurang dari 5 atau 7 tahun.
Etambutol
Etambutol merupakan suatu senyawa sintetik, larut dalam air,
keadaan panas,dijual sebagai garam hidroklorid, struktur dextro-isomer dari ethylene di-imino
di-butanol. Secara in vitro,banyak strain M Tuberculosis dan mikrobakteria lain dihambat oleh
etambutol dengan konsentrasi 1-5 g/ml. Mekanisme kerja obat ini tidak diketahui. Etambutol
diabsorbsi dengan baik dari usus. Setelah menelan obat ini 25mg/kg, kadar obat puncak dalam
darah berkisar 2-5 g/ml yang dicapai dalam waktu 2-4 jam. Dosis tunggal 15 m/kgBB
menghasilkan kadar dalam plasma sekitar 5 g/ml pada 2-4 jam. Masa paruh eliminasinya 3-4
jam. Kadar etambutol di dalam eritrosit 1-2 kali kadar dalam plasma. Oleh karena itu eritrosit
dapat berperan sebagai depot etambutol yang kemudian melepaskannya sedikit demi sedikit ke
Universitas Sumatera Utara dalam plasma. Resistensi terhadap etambutol timbul segera dengan
cepat diantara mikrobakterium bila obat ini digunakan secara tunggal. Efektivitas pada hewan
coba sama dengan isoniazid. In vivo ,sukar menciptakan resistensi terhadap etambutol dan
timbulnyapun lambat tetapi resistensi ini timbul bila etambutol digunakan tunggal. Karena itu,
etambutol selalu
Etambutol hidroklorid
harian yang
dikombinasikan dengan INH atau rifampisin. Dosis obat ini sebanyak 25 mg/kg mungkin dapat
digunakan. Hipersensitivitas terhadap etambutol jarang terjadi (Katzung,1997), ;Zubaidi,1995).
Lebih kurang 20% dari obat ini diekskresikan dalam tinja dan 50% di urin dalam bentuk utuh, 10
% sebagai metabolit,berupa derivate aldehid dan asam karboksilat. Ekskresi obat ini diperlambat
pada penyakit gagal ginjal. Etambutol tidak dapat menembus sawar darah otak. Etambutol dapat
menembus sawar darah otak bila inflamasi meningen,pada meningitis tuberkulosa, etambutol
dalam cairan serebrospinalis lebih dari 10-40% dari kadarnya di serum.
Efek Efek samping yang sering terjadi yaitu ganguan penglihatan biasanya bilateral yang
merupakan neuritis retrobular yaitu penurunan ketajaman penglihatan,hilangnya kemampuan
membedakan warna merah-hijau terjadi pada beberapa penderita yang diberikan etambutol 25
mg/kg selama beberapa bulan. Kebanyakan perubahan-perubahan tersebut membaik bila
etambutol dihentikan. Namun demikian, uji Universitas Sumatera Utara ketajaman mata secara
periodik sebaiknya dilakukan selama
sebaiknya dilakukan pemeriksaan lengkap. Bila pasien sudah menderita kelainan mata sebelum
menggunakan etambutol , perlu dilakukan pemeriksaan cermat sebelum terapi dengan etambutol
dimulai. Dengan dosis 15 mg/kg atau kurang, gangguan visual sangat jarang terjadi.
Manifestasi Klinis
Onset dari timbulnya gejala pada mata biasanya terlambat dan mungkin terjadi dalam beberapa
bulan setelah terapi dimulai. Meskipun jarang, kasus toksisitas beberapa hari setelah terapi
inisiasi pernah dilaporkan, satu pasien diresepkan dengan standar dosis 15 mg/kg per hari, dan
pasien lain diresepkan 25 mg/kg per hari. Tidak ada penelitian yang melaporkan onset timbul
setelah penghentian pengguanaan etambutol. Gejala klinis pada mata bervariasi pada setiap
individu. Pasien mungkin mengeluh pandangan kabur yang progresif pada kedua mata atau
menurunnya persepai warna. Penglihatan sentral merupakan tempat yang paling sering terkena.
Beberapa individu asimtomatik dengan abnormalitas terdeteksi hanya saat tes penglihatan.
Temuan pada pemeriksaan fisik juga bervariasi. Jika abnormalitas terdeteksi biasanya
simetris pada kedua mata. Umumnya, pasien memiliki visus
baik. Pupil
biasanya
bereaksi
20/200
atau
mungkin
lebih
relatif. Tajam penglihatan bervariasi besar, dari yang tidak ada atau minimal reduksi sampai no
light perseption (NLP). Skotoma sentral merupakan defek pada lapangan penglihatan
yang paling umum, tapi defek bitemporal atau konstriksi lapangan pandang perifer pernah
dilaporkan Diskromatopsia (abnormalitas persepsi warna) biasanya menjadi tanda toksisitas
yang paling awal, secara klasik didokumentasikan menjadi penurunan persepsi warna merahhijau yang dinilai melalui kartu Ishihara. Berlawanan dengan ini, Polak dkk melaporkan bahwa
defek biru-kuning adalah defek awal dan yang paling umum pada pasien tanpa gejala gangguan
penglihatan. Namun, defek biru kuning hanya dapat dideteksi menggunakan panel desaturasi
Lanthony yang umumnya jarang tersedia bukan menggunakan kartu Ishihara. Pemeriksaan
funduskopi biasanya tidak ditemukan kelainan Optical coherence tomography (OCT), yang
sekarang
cukup
digunakan
untuk
mengetahuiperubahan
pada
pasien
dengan
neuropati optik, seperti pada neuropati akibat etambutol. Dengan OCT, dapat diketahui kuantitas
serat saraf retina yang hilang dari nervus optikus pada pasiendengan
neuropati
tersebut
sebagai tanda awal toksisitas dari obat tersebut, yang tidak mungkindapat diketahui dengan
funduskopi. Oleh karena itu, sebagai tambahan pemeriksaan, tes objektif ini bisa digunakan
untuk memonitor pasien pengguna etambutol.
Gangguan penglihatan jarang terjadi sampai pasien berobat selama 2 bulan. Umumnya gejala
timbul antara 4 bulan sampai satu tahun setelah pengobatan. Efek samping dapat lebih cepat
jika pasien menderita penyakit ginjal karena berkurangnya ekskresi obat sehingga level
serum obat meningkat. Oleh karena itu, dosis yang tepat pada pasien dengan kerusakan ginjal
sangatlah penting. Toksisitas obat ini tergantung pada dosis; pasien yang menerima dosis 25
mg/kg/hari ataulebih paling rentan terhadap kehilangan penglihatan. Namun, kasus
penglihatan,dengan
dosis
yang
jauh
lebih
rendah,
gangguan
penglihatan pada pengguna etambutol umumnya terjadi pada periode beberapa minggu sampai
beberapa bulan setelah obat dihentikan. Beberapa
pasien
dapat
menerima
etambutol
hidroklorida kembali setelah penyembuhan tanpa rekurensi dari penurunan tajam penglihatan.
Follow up tajam penglihatan berkala tetap diperlukan pada setiap pengguna etambutol. Salah
satu penelitian di Singapura melaporkan terdapat tiga kasus penggunaan etambutol yang
menyebabkan penurunan tajam penglihatan dan persepsi warna. Penggunaan etambutol juga
dihubungkan dengan neuropati optik toksik dan kehilangan penglihatan yang permanen.
Insidennya mencapai 1%. Selain itu, toksisitas etambutol juga dilaporkan menimbulkan skotoma
sentrosekal. Walaupun demikian, defek lapangan pandang bitemporal juga sering dilaporkan.
transport dan untuk metabolism oksidase selular di dalam mitokondria. Selain mengurangi kadar
Cu dan Zn yang berguna untuk sitokrom oksidase, etambutol juga mengurangi energy yang
diperlukan untuk transport aksonal di sekitar saraf optik. Insufisiensi mitokondria di serabut
nervus optikus dapat menyebabkan kerusakan transport di dalam nervus optikus sehingga terjadi
neuropati optik. Etambutol bersifat toksik pada saraf retina terutama akson sel ganglion retina.
Toksisitas akan akan lebih tampak dan makin memberat pada individu yang mempunyai kadar
ion Zinc serum yang rendah . Hal ini karena kemampuan Etambutol dalam mengikat ion Zinc
intraseluer menyebabkan konsentrasi ion tersebut di serum menurun. Penelitian Hence
,penurunan konsentrasi ion Zinc menimbulkan terjadinya atrofi optik toksik yang selektif .
Sebaliknya, Heng melakukan penelitian
neurotoksik sebagai mekanisme selular dari etambutol yang menyebabkan kematian saraf
ganglion. Gambaran hilangnya sel (khususnya sel ganglion retina) akibat toksisitas etambutol
menyerupai kerusakan yang diperantarai glumat. Penelitian pada sistem saraf pusat menemukan
bahwa kerusakan saraf akibat iskemik atau traumatik diperantarai oleh kadar eksitatory asam
amino yang berlebihan, khususnya glutamat. Lucas dan Newhouse melaporkan efek toksik
glutamat pada mata golongan mamalia ,dengan melakukan injeksi glutamat sehingga
menyebabkan kerusakan yang berat pada lapisan dalam retina . Penelitian Lipton menyatakan
bahwa bentuk predominan eksitotoksisk dari sel ganglion retina di perantarai oleh stimulasi yang
berlebihan reseptor glutamat yang dapat menimbulkan kadar berlebihan dari Ca inraseluler .
Retina
Penglihatan warna diatur oleh sel-sel fotoreseptor pada retina. Ada selbatang (rod cells) yang
mendeteksi intensitas cahaya, banyak di retina perifer.Juga ada sel kerucut (cone cells) yang
mendeteksi sinar terang dan warna,banyak di retina sentral (makula). Gambar di atas
memperlihatkan lapisan retina dari luar/koroid (atas) kedalam bola mata (bawah). Spektrum
visible light yang dapat dilihat manusia memiliki panjang gelombang 400-700 nm (cones) dan
500 nm (rods). Setiap sel batang dan kerucut dibagi menjadi segmen luar, segmen dalam
yang mengandung inti-inti reseptor dan daerah sinaps. Segmen luar adalah modifikasi
silia dan merupakan tumpukan teratur sakulus atau lempeng dari membrane. Sakulus dan
membrane ini mengandung senyawa-senyawa peka cahaya yang bereaksi terhadap cahaya dan
mampu membangkitkan potensial aksi di jaras penglihatan. Segmen luar sel batang selalu
diperbaharui oleh pembentukan lempeng-lempeng baru ditepi bagian dalam segmen dan
prosesfagositosis lempeng tua serta dari ujung luar oleh sel-sel epitel berpigmen. Fotoreseptor
kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avascular pada retina sensorik dan merupakan
tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel
fotoreseptor kerucut mengandung rodopsin
fotosensitif
yang
merupakan
suatu
pigmen
penglihatan
Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi
menjadi
bentuk
terbenam
di
all-trans.
lempeng
Rodopsin
adalah
suatu
Penyerapan cahaya puncak oleh rhodopsin terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang
terletak di daerah biru- hijau
pada
spektrum
cahaya.
Penelitian-penelitian
sensitivitas
opsin.
Suatu
benda akan
Ethambutol hydrochlorida
kimia
Sifat fisikokimia
Nama dagang
Parabutol-
Santibi/Santibi-
Tibigon-
Tibitolindikasi
Ethambutol (Generik)
Tuberkulosis. Penggunaan bukan sebagai obat
tunggal,
tetapi dikombinasi dengan paling sedikit satu
macam obat
Cara kerja
dengan mekanisme
oral cepat.
Ekskresi sebagian
ginjal,
hanya
diubah
menjadi
besar
melalui
lebih kurang
10%
metabolit
yang
inaktif.
Obat ini tidak dapat menembus jaringan
otak, tetapi pada penderita meningitis
tuberkulosa dapat ditemukan kadar
terapeutik
dalam
cairan
serebrospinal.
Banyak digunakan pada pengobatan
ulang atau kasus resistensi
primer,
antituberkulosa lain.
Anak-anakdi bawah usia 13 tahun.
- Neuritis optikus.
- Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini.
Toksisitas okuler yang tergantung
pada dosis dan lamanya pengobatan.
Pada
umumnya
perubahan
visual
beberapa bulan,
tetapi
bisa
irreversibel.
bilateral
Neuritis
bisa
terjadi
visual;
kehilangan
membedakan
warna,
terutama
merah-hijau;
penyempitan
dan perifer.
Reaksi
anafilaktoid;
dermatitis;
pruritus;
anoreksia;
abdomen;
demam;
nyeri
gangguan
gastrointestinal
nyeri
sendi;
(mual,
disorientasi;
Walaupun jarang
timbul
pada
rasa
ditemukan,
kaku
ekstremitas
halusinasi.
bisa
dan kesemutan
yang
disebabkan
karena neuritis.
Dosis
sebelumnya,
Penatalaksanaan
Etambutol harus segera dihentikan ketika toksisitas okuler yang diinduksi etambutol mulai
diketahui dan pasien langsung dirujuk ke oftalmologis untuk evaluasi lebih lanjut. Penghentian
terapi meruapak manajemen yang paling efektif
yang
dapat
mencegah
kehilangan
penglihatan
yang
progresif
toksisitas okuler yang berat, baik isoniazid maupun etambutol harus dihentikan segera
dan dipertimbangkan pemberian agen antituberkulosis lain