Anda di halaman 1dari 53

FARMAKOTERAPI SINDROM

NEFROTIK, SLE, REMATIK


Sindrom Nefrotik (SN)
Sindrom yang mengenai ginjal yang ditandai
dengan adanya:
Proteinuria berat
Hipoalbuminemia
Edema
hiperkolesterolemia
Sindrom
nefrotik

Primer
Sekunder
(idiopatik)

Etiologi berasal dari


Terbatas di ginjal ekstra renal, mis:
Etiologi tdk diketahui penyakit infeksi,
Ada hubungannya dg keganasan, obat-obatan,
genetik, alergi dan imunologi penyakit metabolik
• Di klinik (75%-80%) kasus SN merupakan
SN primer (idiopatik).
• Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering
ditemukan nefropati lesi minimal (75%-
85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80%
< 6 tahun
• Pada orang dewasa paling banyak nefropati
membranosa (30%-50%),
• Sindrom nefrotik sekunder pada orang
dewasa terbanyak disebabkan oleh diabetes
mellitus
• Sindrom nefrotik idiopatik merupakan
bentuk terbanyak dari sindrom nefrotik pada
anak yang tidak diketahui penyebabnya.
• Angka kejadian sindrom nefrotik idiopatik
berkisar 1-3/100.000 anak
• Sebagian besar (80%) akan memberikan
respon terhadap pengobatan kortikosteroid
(SNSS), 20% tidak memberikan respon dan
diklasifikasikan sebagai resisten steroid
(SNRS)
Proteinuri
 Proteinuri merupakan kelainan dasar SN.
 Proteinuri sebagian besar berasal dari kebocoran
glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya
sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus
(proteinuri tubular).
 protein utama yang diekskresikan dalam urin
adalah albumin.
 Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung
dengan keparahan kerusakan glomerulus.
Hipoalbuminemi

• Hipoalbuminemi disebabkan oleh


hilangnya albumin melalui urin dan
peningkatan katabolisme albumin di
ginjal.
• Sintesis protein di hati biasanya
meningkat (namun tidak memadai untuk
mengganti kehilangan albumin dalam urin
Hiperlipidemia
• Kolesterol serum VLDL, LDL, trigliserida me
sedangkan HDL) dapat me , normal .
• Hal ini disebabkan:
▫ peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan
katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran
lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate
density lipoprotein dari darah).
▫ Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi
oleh penurunan albumin serum dan penurunan
tekanan osmotik.
Lipiduri
• Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan
pada sedimen urin.
• Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein
melalui membrana basalis glomerulus yang
permeabel.
Edema
• edema disebabkan penurunan tekanan onkotik
plasma akibat hipoalbuminemi dan retensi natrium.
• Hipovolemi menyebabkan peningkatan renin,
aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin
plasma serta penurunan atrial natriuretic peptide
(ANP).
• Pemberian infus albumin akan meningkatkan
volume plasma, meningkatkan laju filtrasi
glomerulus dan ekskresi fraksional natrium klorida
dan air yang menyebabkan edema berkurang.
Hiperkoagulabilitas

Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya:


Antitrombin (AT) III,
Protein S, C dan plasminogen activating factor
dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII,
VIII, X, trombosit, fibrinogen,
Peningkatan agregasi trombosit,
Perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya
faktor zimogen (faktor IX, XI).
Kerentan terhadap infeksi
• Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A
karena kehilangan lewat ginjal, penurunan
sintesis dan peningkatan katabolisme
menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap
infeksi bakteri berkapsul seperti Streptococcus
pneumonia, Klebsiella, Haemophilus.
• Pada SN juga terjadi gangguan imunitas yang
diperantarai sel T. Sering terjadi
bronkopneumoni dan peritonitis.
Farmakoterapi
Penatalaksanaan SN meliputi terapi spesifik:
untuk kelainan dasar ginjal atau penyakit
penyebab (pada SN sekunder),
mengurangi atau menghilangkan
proteinuria,
memperbaiki hipoalbuminemi
mencegah dan mengatasi penyulit.
Terapi Inisial
• Terapi inisial untuk anak dengan sindrom nefrotik
idiopatik tanpa kontraindikasi steroid adalah prednison
dosis 60mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgBB/hari
(maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi.
• Terapi inisial diberikan dengan dosis penuh selama 4
minggu.
• Apabila dalam empat minggu pertama telah terjadi
remisi, dosis prednison diturunkan menjadi 40
mg/m2LPB/hari atau 1,5 mg/kgBB/hari, diberikan selang
satu hari, dan diberikan satu hari sekali setelah makan
pagi.
• Apabila setelah dilakukan pengobatan dosis penuh tidak
juga terjadi remisi, maka pasien dinyatakan resisten
steroid.
Gambar. Terapi inisial kortikosteroid
Pengobatan sindrom nefrotik relaps
• Pada pasien sindrom nefrotik relaps diberikan
pengobatan prednison dosis penuh hingga terjadi
remisi (maksimal 4 minggu) dan dilanjutkan dengan
pemberian dosis alternating selama 4 minggu.
• Apabila pasien terjadi remisi tetapi terjadi proteinuria
≥2 dan tanpa edema, Apabila ditemukan infeksi
(umumnya ISPA), diberikan antibiotik 5-7 hari, bila
kemudian protenuria menghilang maka pengobatan
relaps tidak perlu diberikan.
• Namun, apabila terjadi proteinuria sejak awal yang
disertai dengan edema, diagnosis relaps dapat
ditegakkan, dan diberikan prednison pada pasien.
Gambar. Pengobatan sindrom nefrotik relaps
Pengobatan sindrom nefrotik relaps sering atau
dependen steroid
Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau
dependen steroid :
• Pemberian steroid jangka panjang
• Pemberian levamisol
• Pengobatan dengan sitostatika
• Pengobatan dengan siklosporin atau
mikofenolat mofetil (opsi terakhir)
Steroid jangka panjang

• Untuk pengobatan sindrom nefrotik relaps


sering atau dependen steroid, setelah remisi
dengan prednison dosis penuh, pengobatan
dilanjutkan dengan pemberian steroid dosis 1,5
mg/kgBB secara alternating.
• Dosis lalu diturunkan perlahan atau secara
bertahap 0,2 mg/kgBB setiap 2 minggu hingga
dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps
yaitu antara 0,1-0,5 mg/kgBB alternating
• Apabila pada prednison dosis 0,1-0,5
mg/kgBB alternating terjadi relaps, terapi
diberikan dengan dosis 1 mg/kgBB dalam dosis
terbagi diberikan setiap hari hingga remisi.
• Apabila telah remisi dosis prednison diturunkan
menjadi 0,8 mg/kgBB secara alternating. Setiap 2
minggu diturunkan 0,2 mg/kgBB hingga satu
tahap (0,2 mg/kgBB) di atas dosis prednison pada
saat terjadi relaps yang sebelumnya.
• Pemberian siklofosamid (2-3 mg/kgBB/hari)
selama 8-12 minggu, apabila pada keadaan
berikut :
• Relaps pada dosis rumat > 1
mg/kgBB alternating, atau
• dosis rumat < 1 mg/kgBB tetapi disertai :
• efek samping steroid yang berat
• pernah relaps dengan gejala yang berat, yaitu
hipovolemia, trombosis, sepsis.
Pengobatan SN relaps sering dengan CPA oral
Pengobatan sindrom nefrotik dependen steroid
Pengobatan sindrom nefrotik dengan
kontraindikasi steroid
Apabila terdapat geajala atau tanda yang menjadi
kontraindikasi steroid, seperti tekanan darah tinggi,
peningkatan ureum, dan atau kreatinin, infeksi berat,
dapat diberikan:
• sitostatik ciklofosfamid (CPA) oral maupun CPA puls.
• Pemberian CPA per oral diberikan dengan dosis 2-3
mg/kgBB/hari dosis tunggal.
• Untuk pemberian CPA puls dosisnya adalah 500-750
mg/m2LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCl
0,9%, diberikan selama 2 jam.
• CPA puls diberikan dalam 7 dosis dengan interval 1
bulan
Pengobatan sindrom nefrotik resisten
steroid
• Sampai saat ini belum ditemukan
pengobatan SN resisten steroid
yang memuaskan.
• Pengobatan pada SNRS adalah:
▫ Siklofosfamid (CPA)
▫ Siklosporin (CyA)
▫ Metilprednisolon puls
Tatalaksana Komplikasi Sindrom
Nefrotik
• Terjadi pe  sistem imun  mudah mengalami
infeksi  butuh antibiotik
• Infeksi yang sering terjadi: selulitis dan
peritonitis primer.
• Penyebab tersering peritonitis primer adalah
kuman gram negatif dan Streptococcus
pneumoniae
• pengobatan penisilin parenteral dikombinasi
dengan sefalosporin generasi ketiga (sefotaksim
atau seftriakson) selama 10-14 hari
Trombosis
• perlu diberikan heparin secara subkutan,
dilanjutkan dengan warfarin selama 6 bulan
atau lebih.
• Tidak dianjurkan pencegahan tromboemboli
dengan pemberian aspirin dosis rendah.
Hiperlipidemia
• diet rendah lemak jenuh dan mempertahankan
berat badan normal.
• Pemberian obat penurun lipid seperti
HmgCoA reductase inhibitor (contohnya statin)
dapat dipertimbangkan.
• Peningkatan kadar LDL, VLDL, trigliserida, dan
lipoprotein pada sindrom nefrotik sensitif
steroid bersifat sementara sehingga
penatalaksanaannya cukup dengan mengurangi
diet lemak
Hipokalsemia
Hipokalsemia pada sindrom nefrotik dapat terjadi
karena :
▫ Penggunaan steroid jangka panjang yang
menimbulkan osteoporosis dan osteopenia
▫ Kebocoran metabolit vitamin D
• Untuk menjaga keseimbangan jumlah kalsium maka
pada pasien SN dengan terapi steroid jangka lama
(lebih dari 3 bulan) sebaiknya diberikan suplementasi
kalsium 250-500 mg/hari dan vitamin D (125-250
IU).
• Apabila telah ada tetani perlu diberikan kalsium
glukonas 10% sebanyak 0,5 ml/kgBB intravena.
Hipovolemia
• terjadi akibat pemberian diuretik yang berlebihan
atau pasien dengan keadaan SN relaps.
• Gejala-gejalanya antara lain hipotensi, takikardia,
ekstremitas dingin, dan sering juga disertai sakit
perut.
• Pasien diberi infus NaCl fisiologis dengan cepat
sebanyak 15-20 mL/kgBB dalam 20-30 menit, dan
disusul dengan albumin 1 g/kgBB atau plasma 20
mL/kgBB (tetesan lambat 10 tetes per menit).
• Pada kasus hipovolemia yang telah teratasi tetapi
pasien tetap oliguria, perlu diberikan furosemid 1-
2 mg/kgBB intravena.
Hipertensi
• Hipertensi dapat terjadi akibat dari toksisitas
steroid.
• pengobatanya diawali dengan ACE (angiotensin
converting enzyme) inhibitor, ARB (angiotensin
receptor blocker), calcium chanel blockers, atau
antagonis β adrenergik, hingga tekanan darah di
bawah persentil 90.
Efek samping steroid
• Terdapat banyak efek samping yang timbul pada
pemberian steroid jangka lama, antara lain
peningkatan nafsu makan, gangguan
pertumbuhan, perubahan perilaku, peningkatan
resiko infeksi, retensi air dan garam, hipertensi,
dan demineralisasi tulang.
• Pemantauan terhadap gejala-gejala cushingoid,
pengukuran tekanan darah, pengukuran berat
badan dan tinggi badan setiap 6 bulan sekali, dan
evaluasi timbulnya katarak setiap tahun sekali
pada pasien SN.
SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOUS (SLE)

• merupakan suatu penyakit autoimun yang


menyebabkan inflamasi kronis. Penyakit ini terjadi
dalam tubuh akibat sistem kekebalan tubuh salah
menyerang jaringan sehat.
• Penderita akan mengalami gejala yang berbeda
dengan penderita lainnya tergantung dari organ apa
yang diserang oleh antibody tubuhnya sendiri.
• Manifestasi klinis yang paling sering dijumpai
adalah skin rash, arthritis, dan lemah.
• Pada kasus yang lebih berat, SLE bisa menyebabkan
nefritis, masalah neurologi, anemia, dan
trombositopenia.
Epidemiologi

• SLE dapat menyerang siapa saja tidak


memandang ras apapun.
• Hanya saja penyakit ini angka kejadiannya
didominasi oleh perempuan dimana
perbandingan antara perempuan dan laki-laki
adalah 10 : 1.
• SLE menyerang perempuan pada usia produktif,
puncak insidennya usia antara 15-40.
Etiologi dan Faktor Predisposisi
• SLE disebabkan oleh interaksi antara
kerentanan gen (termasuk alel
HLADRB1, IRF5, STAT4, HLA-A1,
DR3, dan B8), pengaruh hormonal,
dan faktor lingkungan.
• Interaksi ketiga faktor ini akan
menyebabkan terjadinya respon imun
yang abnormal
Patofisiologi
SLE terdiri dari tiga fase, yaitu:
• fase inisiasi: dimulai dari kejadian yang
menginisiasi kematian sel secara apoptosis dalam
konteks proimun
• fase propagasi: ditandai dengan aktivitas
autoantibodi dalam menyebabkan cedera jaringan.
• Fase
• Puncak: merefleksikan memori imunologis, muncul
sebagai respon untuk melawan
• sistem imun dengan antigen yang pertama muncul.
Penatalaksanaan
• Tidak ada pengobatan yang permanen untuk SLE.
• Tujuan dari terapi adalah
▫ mengurangi gejala dan melindungi organ dengan
mengurangi peradangan dan atau tingkat aktifitas
autoimun di tubuh.
▫ Banyak pasien dengan gejala yang ringan tidak
membutuhkan pengobatan atau hanya obat-obatan anti
inflamasi yang intermitten.
▫ Pasien dengan sakit yang lebih serius yang meliputi
kerusakan organ dalam membutuhkan kortikosteroid
dosis tinggi yang dikombinasikan dengan obat-obatan lain
yang menekan sistem imunitas
Farmakoterapi
• Penyakit yang ringan atau remitten bisa dibiarkan tanpa
pengobatan
• Bila diperlukan, NSAID dan anti malaria bisa
digunakan.
• NSAID membantu mengurangi peradangan dan nyeri
pada otot, sendi, dan jaringan lainnya.
• Pada beberapa keadaan tidak disarankan pemberian
agen selektif COX-2 karena dapat meningkatkan resiko
kardiovaskular.
• Kortikosteroid lebih baik dari NSAID dalam mengatasi
peradangan dan mengembalikan fungsi ketika
penyakitnya aktif.
• Kortikosteroid lebih berguna terutama bila organ dalam
juga terkena
Hydroxychloroquine
• obat anti malaria yang ditemukan efektif untuk
pasien SLE dengan kelemahan, penyakit kulit dan
sendi.
• Efek samping termasuk diare, tidak enak perut, dan
perubahan pigmen mata.
• Perubahan pigmen mata jarang, tetapi diperlukan,
monitor oleh ahli mata selama pemberian obat ini.
• Ditemukan bahwa obat ini mengurangi frekwensi
bekuan darah yang abnormal pada pasien dengan
SLE.
• Jadi, obat ini tidak hanya mengurangi kemungkinan
serangan dari SLE, tetapi juga berguna untuk
mencegah pembekuan darah abnormal yang luas.
immunosupresan
• digunakan pada pasien dengan manifestasi SLE
berat dan kerusakan organ dalam.
• Contohnya adalah methotrexate, azathioprine,
cyclophosphamide, chlorambucil dan cyclosporine.
• Semua immunosupresan menyebabkan jumlah sel
darah menurun dan meningkatkan resiko terjadinya
infeksi dan perdarahan.
• Efek samping lainnya berbeda pada tiap obat.
• Methotrexate menyebabkan keracunan hati,
yclosporine bisa mengganggu fungsi ginjal.
mycophenolate mofetil
• digunakan sebagai obat yang efektif terhadap
SLE, khusunya bila dikaitkan dengan penyakit
ginjal.
• Obat ini menolong dalam mengembalikan dari
keadaan lupus renal disease dan untuk
• mempertahankan remisi setelah stabil.
• Efek samping yang lebih sedikit membuatnya
lebih bermanfaat dibandingkan pengobatan
imunosupresan yang tradisional
Kerusakan ginjal stadium akhir akibat
SLE
• membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal.
• Sebagian besar penelitian menunjukkan
keuntungan rituximab dalam mengobati lupus.
• Rituximab intra vena, yaitu memasukkan
antibodi yang menekan sejumlah sel darah
putih, sel B, dan menurunkan jumlahnya
dalamsirkulasi.
Terapi Non Farmakologi
• Menghindari sinar matahari atau menutupinya
dengan pakaian yang melindungi dari sinar
matahari bisa efektif mencegah masalah yang
disebabkan fotosensitif.
• Penurunan berat badan juga disarankan pada
pasien yang obesitas dan kelebihan berat badan
untuk mengurangi beberapa efek dari penyakit
ini, khususnya ketika ada masalah dengan
persendian.
• Pada pasien ini diberikan terapi dengan
kortikosteroid methylprednisolone.
Arthritis Rheumatoid (AR)
• Merupakan penyakit autoimun, dimana
pelapis sendi mengalami peradangan
sebagai bagian dari aktivitas sistem imun
tubuh.
• Arthritis rheumatoid adalah tipe arthritis
yang paling parah dan dapat
menyebabkan cacat, kebanyakan
menyerang perempuan hingga tiga sampai
empat kali daripada laki-laki
Faktor Risiko Rheumatoid Arthritis
• Tidak dapat dimodifikasi:
▫ Genetik
▫ Usia: timbul antara usia 40 tahun sampai 60 tahun
▫ Jenis kelamin; lebih sering pada perempuan dibanding
laki-laki dengan rasio 3:1.
• Dapat dimodifikasi:
▫ Gaya hidup: merokok, diet, infeksi, jenis pekerjaan
▫ Hormonal: faktor reproduksi yang meningkatkan risiko
RA yaitu pada perempuan dengan sindrom polikistik
ovari, siklus menstruasi ireguler, dan menarche usia
sangat muda.
▫ Bentuk tubuh : Risiko RA meningkat pada obesitas atau
yang memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih dari 30.
Manifestasi Klinis
• Keluhan umum
berupa perasaan badan lemah, nafsu makan
menurun, peningkatan panas badan yang ringan
atau penurunan berat badan.
 Keluhan sendi
kaku sendi di pagi hari, pembengkakan dan
nyeri sendi.
 Keluhan di luar sendi: jantung, paru, saraf,
mata
Pemeriksaan penunjang
• Laboratorium:
▫ Penanda inflamasi: Laju Endap Darah (LED) dan C-
Reactive Protein (CRP) meningkat
▫ Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki RF
positif namun RF negatif tidak menyingkirkan diagnosis
▫ Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) : Biasanya
digunakan dalam diagnosis dini dan penanganan RA
dengan spesifisitas 95-98% dan sensitivitas 70% namun
hubungan antara anti CCP terhadap beratnya penyakit
tidak konsisten
• Radiologis
Pencegahan
• Membiasakan berjemur di bawah sinar matahari
pagi untuk mengurangi risiko peradangan oleh RA
• Melakukan peregangan setiap pagi untuk
memperkuat otot sendi
• Menjaga berat badan
• Mengonsumsi makanan kaya kalsium seperti
almond, kacang polong, jeruk, bayam, buncis,
sarden, yoghurt, dan susu skim. Selain itu vitamin
A,C, D, E juga sebagai antioksidan yang mampu
mencegah inflamasi akibat radikal bebas.
• Memenuhi kebutuhan air tubuh
Farmakoterapi
1.NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory
Drug)
• Diberikan sejak awal untuk menangani nyeri
sendi akibat inflamasi.
• NSAID yang dapat diberikan atara lain: aspirin,
ibuprofen, naproksen, piroksikam, dikofenak,
dan sebagainya.
• Namun NSAID tidak melindungi kerusakan
tulang rawan sendi dan tulang dari proses
destruksi
DMARD (Disease-Modifying
Antirheumatic
• Digunakan untukDrug)
melindungi sendi (tulang dan
kartilago) dari proses destruksi oleh
Rheumatoid Arthritis.
• Contoh obat DMARD yaitu: hidroksiklorokuin,
metotreksat, sulfasalazine, garam emas,
penisilamin, dan asatioprin.
• DMARD dapat diberikan tunggal maupun
kombinasi
Kortikosteroid
Diberikan kortikosteroid dosis rendah
setara prednison 5-7,5mg/hari sebagai
“bridge” terapi untuk mengurangi
keluhan pasien sambil menunggu efek
DMARDs yang baru muncul setelah 4-
16 minggu

Anda mungkin juga menyukai