Anda di halaman 1dari 6

NEUROPATI OPTIK AKIBAT ETHAMBUTOL

UNIT NEURO-OFTALMOLOGI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
PMN RUMAH SAKIT MATA CICENDO
2022
I. Pendahuluan
Tuberkulosis saat ini masih menjadi masalah kesehatan global terutama pada
negara endemis seperti Indonesia. Data dari Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia menyebutkan jumlah pasien tuberkulosis mencapai 969.000 penduduk
hingga Juni 2022 dan menempati urutan ketiga dengan kasus terbanyak di dunia.
Ethambutol Hydrochloride merupakan golongan antimikroba bakterisotatik yang
digunakan sebagai salah satu lini pertama Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Sejak
pertama kali digunakan tahun 1960 optik neuropati merupakan komplikasi
ethambutol yang paling sering ditemukan pada pasien.1,2
II. Neuropati Optik Toksik Akibat Ethambutol
2.1. Patogenesis
Hingga saat ini mekanisme ethambutol dapat menyebabkan neuropati optik
masih belum diketahui dengan pasti, namun salah satu teori menyebutkan hal
tersebut berhubungan dengan sifat chelating dari ethambutol. Ethambutol bekerja
sebagai agen chelating untuk mencegah metabolisme enzim yang mengandung
metal untuk proses replikasi DNA bakteri. Mitokondria mengandung tembaga dan
zinc sebagai tempat metabolisme ethambutol. Proses chelating tembaga dan zinc
pada mitokondria akan menyebabkan influks kalsium yang berlebihan kedalam
mitokondria sehingga menghambat proses fosforilasi oksidatif. Hal tersebut akan
menyebabkan penurunan ATP sehingga menghambat homeostasis energi dari
mitokondria yang pada akhirnya dapat menyebabkan apoptosis jaringan dalam hal
ini berkaitan dengan proses apoptosis axonal pada saraf optik.2-5
2.2 Manifestasi Klinis
Timbulnya gejala okular akibat toksisitas ethambutol dapat terjadi secara kronik
dan muncul beberapa bulan setelah dimulainya terapi. Meskipun jarang, manifestasi
klinis okular dapat muncul beberapa hari setelah terapi pada pasien yang mendapat
dosis terapi 15mg/KgBB per hari dan pada pasien yang mendapat dosis
25mg/KgBB per hari. Neuropati optik akibat ethambutol bersifat kronik progresif
karena berhubungan dengan durasi pengobatan TBC. Manifestasi klinis neuropati
optik pada setiap individu dapat berbeda-beda baik berdasarkan onset maupun
gejala.2-4
Manifestasi klinis pertama yang dikeluhkan oleh pasien dapat berupa penurunan
persepsi warna atau dyschromatopsia. Penurunan persepsi warna merah-hijau

1
dilaporkan paling banyak terjadi diikuti penurunan persepsi warna biru-kuning.
Pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendeteksi kelaianan penurunan persepsi
warna adalah tes Ishihara dan panel Fansworth-Munsell 100 hue. Manifestasi
berupa penurunan tajam penglihatan tanpa disertai nyeri jarang terjadi saat pasien
dalam terapi kurang dari dua bulan. Rata-rata penurunan tajam penglihatan muncul
tujuh bulan setelah dimulainya pengobatan. Penurunan tajam penglihatan dapat
bersifat progresif, bilateral dan simetris. Penurunan tajam penglihatan pada
neuropati optik akibat ethambutol tidak selalu bersifat reversible dan dapat
membaik secara perlahan setelah ethambutol dihentikan. Tajam penglihatan terbaik
akhir dapat mencapai 20/200 dengan rata-rata waktu kontrol 8.32.1 bulan setelah
ethambutol dihentikan.2-4
Skotoma sentral merupakan kelaianan lapang pandang yang paling sering
ditemukan, hal tersebut dapat terdeteksi dengan pemeriksaan amsler. Penyempitan
lapang pandang perifer dapat terdeteksi dengan pemeriksaan konfrontasi atau
pemeriksaan penunjang perimetri. Jika pemakaian etambutol terus dilanjutkan
maka kerusakan akan menyebar sampai ke anterior dari kiasma optikus dan
akhirnya melibatkan seluruh kiasma, hal tersebut dapat memberikan gambaran
bitemporal hemianopsia pada pemeriksaan lapang pandang dengan perimetri.
Sensitivitas kontras dapat normal atau menurun tergantung pada derajat keparahan
penyakit. Penurunan sensitivitas kontras dapat ditemukan pada pasien dengan tajam
penglihatan normal serta persepsi warna normal tanpa kelainan pada pemeriksaan
fundus. Sehingga menurunnya sensitivitas kontras juga dapat menjadi penanda awal
adanya kerusakan saraf optik pada pasien dengan terapi ethambutol.2-4
Temuan pemeriksaan oftalmologis bergantung pada derajat keparahan
penyakit. Pada neuropati optik akibat ethambutol fase awal dapat ditemukan refleks
cahaya yang normal. Penurunan refleks cahaya dengan atau tanpa Realtive Afferent
Pupillary Defect (RAPD) dapat ditemukan pada pasien dengan fase lanjut.
Pemeriksaan funduskopi pada pasien neuropati optik akibat ethambutol dapat
terlihat normal pada fase awal namun pada pasien dengan penurunan tajam
penglihatan yang signifikan kepala saraf optik mungkin dapat terlihat pucat atau
hiperemis.2-4

2
2.3. Karakteristik Toksisitas Okular Akibat Ethambutol
2.3.1. Berdasarkan Dosis
Hingga saat ini masih belum ada laporan mengenai dosis yang aman digunakan
untuk mencegah terjadinya neuropati optik akibat ethambutol. Chan dkk
melaporkan sebanyak 18% pasien yang mendapat terapi ethambutol dengan dosis
35mg/KgBB per hari mengalami optik neuropati diikuti dengan 5-6% pasien yang
mendapat terapi 25mg/KgBB per hari dengan dosis toksik terendah dilaporkan
12.3mg/KgBB per hari. Di Indonesia dosis ethambutol yang lazim digunakan
adalah 15-25 mg/kgBB sebagai dosis tunggal. Ekskresi ethambutol terjadi melalui
ginjal sehingga pasien dengan insufisiensi renal memiliki risiko lebih besar dalam
predileksi terjadinya neuropati optik akibat ethambutol meskipun dalam
pengobatan dengan dosis paling rendah.2,4
2.3.2. Berdasarkan Durasi
Manifestasi pada okular dapat terjadi secara lambat dan baru akan dirasakan
oleh pasien minimal 1.5 bulan pasca pemberian awal obat. Rata-rata interval efek
toksik yang ditimbulkan ethambutol adalah antara 3-5 bulan. Chan dkk melaporkan
manifestasi okular juga dapat muncul paling lambat 12 bulan pasca penggunaan
ethambutol. Kerusakan saraf optik pada pasien dengan pemberian ethambutol dosis
rendah berkaitan dengan paparan terus-menerus dalam jangka waktu lama yang
menyebabkan kerusakan rantai metabolisme mitokondria sehingga menginduksi
apoptosis dari saraf optik.2,4
2.3.3. Reversibilitas
Efek toksik pada ethambutol dapat bersifat reversible setelah terapi dihentikan
meskipun hal tersebut tidak selalu ditemukan pada seluruh pasien. Gangguan visual
secara permanen ditemukan pada pasien dengan rata-rata follow up enam bulan
sampai tiga tahun setelah pengobatan dihentikan. Hingga saat ini belum ada laporan
mengenai faktor risiko pasti yang mempengaruhi reversibilitas efek ethambutol.
Secara statistik gangguan visual permanen terjadi lebih banyak pada kelompok usia
diatas 60 tahun.2,4
III. Tatalaksana
Hingga saat ini masih belum ada rekomendasi terapi yang efektif untuk
menangani neuropati optik akibat etambutol. Ethambutol harus segera dihentikan
ketika manifestasi klinis toksisitas okular sudah diketahui. Deteksi dini dan

3
menghentikan pengobatan ethambutol pada pasien dengan manifestasi klinis yang
mengarah pada neuropati optik dapat mencegah perburukan fungsi visual. Saxena
dkk melaporkan pasien yang telah didiagnosa dengan neuropati optik akibat
ethambutol dapat berikan asupan vitamin yang bersifat neuroprotektor sepeerti
methylcobalamin atau vitamin B12 kemudian dievaluasi 4-6 minggu setelah
ethambutol dihentikan. Apabila tidak terdapat perbaikan setelah ethambutol
dihentikan maka pegobatan isoniazid dan linezolid sebaiknya dihentikan dengan
persetujuan dokter yang merawat pasien.2-4
Edukasi mengenai skrining risiko neuropati optik sebaiknya dilakukan pada
pasien yang mendapat terapi ethambutol. Skrining dapat dilakukan dengan menilai
tajam penglihatan, persepsi warna, sensitivitas kontras, dan lapang pandang
sebagai baseline data. Pasien juga dapat diedukasi untuk melakukan pemeriksaan
persepsi warna dan lapang padang secara mandiri dan berkala dengan aplikasi
smartphone kemudian disarankan untuk segera melakukan pemeriksaan ke dokter
mata jika terdapat keluhan.2-4

4
REFERENSI

1. Pustaka TBC Kementrian Kesehatan Republik Indonesia diakses dari :


https://tbindonesia.or.id
2. Saxena R, Singh D, Phuljhehe S, et al. Ethambutol toxicity: Expert panel consensus for
the primary prevention, diagnosis and management of ethambutol-induced optic
neuropathy. Indian J Ophthalmol. 2021 Dec; 69(12): 3734–3739.
3. Wall M, Johnson CA. Principles and Techniques of the Examination of the Visual
Sensory System. Walsh and Hoyt’s clinical neuro-ophthalmology. Ed. 6.
Philadelphia. Wolters Kluwer: hlm 455-456.
4. Chan RYC, Kwok AKH. Ocular toxicity of ethambutol. Hong Kong Med J
2006;12:56-60.
5. Bhatti M, Blouse V, Bose S, et al. The Patient With Decreased Vision: Classification
and Management. Basic and Clinical Science Course: Neuro-Ophtahlmology. San
Fransisco: American Academy of Ophthalmology: 2022: hlm 137.

Anda mungkin juga menyukai