PENDAHULUAN
klinis,
pemeriksaan,
diagnosis
dan
diagnosis
banding,
Tujuan Khusus
Untuk memenuhi salah satu tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Mata di RSUD Dr. Drajat Prawiranegara Serang dan sebagai salah satu
persyaratan dalam mengikuti ujian di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakiy
Mata di RSUD Dr. Drajat Prawiranegara Serang.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
2.2.
Anatomi Retina
Retina adalah lapisan-lapisan jaringan saraf yang tipis dan semitransparan
yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dari dinding bola mata.
Retina berjalan ke anterior sejauh korpus ciliare dan berakhir pada ora serrata.
Ketebalan retina 0.1 mm pada ora serrata dan 0.56 mm pada kutub posterior.
Pada bagian tengah dari retina posterior terdapat makula dengan diameter 5.5
6 mm, merupakan daerah yang dibatasi oleh cabang cabang pembuluh
darah retina temporal. Secara histologis, makula merupakan bagian retina
yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari satu lapis. Secara anatomis,
makula merupakan daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal
kuning xantofil. 2
Di tengah makula, 4 mm ke lateral dari diskus optikus terdapat foveola
yang berdiameter 0.25 mm yang dapat terlihat dengan optalmoskop sebagai
pantulan khusus. Foveola hanya mengadung fotoreseptor kerucut. Fovea
merupakan zona avascular retina yang berdiameter 1.5 mm pada angiografi
flouresens. Secara histologis, fovea adalah daerah yang mengalami penipisan
lapisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim lain. 2
Gambar 2.1 gambaran retina dengan funduskopi
Diakses
dari
http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/penginderaankedokteran-dasar/anatomimata/. 10
Lapisan lapisan retina dengan urutan dari dalam ke luar adalah 2,5:
a. Membran limitans interna adalah membran hialin antara retina dan
badan kaca.
b. Lapisan serat saraf adalah lapisan yang banyak mengandung akson
akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus opticus. Di dalam
lapisan ini terdapat pembuluh pembuluh darah retina.
c. Lapisan sel ganglion.
d. Lapisan pleksiform dalam adalah lapisan aselular tempat bertemunya
sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
3
e. Lapisan inti dalam terdiri dari badan badan sel bipolar, sel amakrin,
dan sel horizontal. Lapisan ini mendapat nutrisi dari arteri retina
sentral.
f. Lapisan pleksiform luar adalah lapisan yang mengandung sambungan
g.
h.
i.
j.
2.4.
dan
dosis
harian
hidroklorokuin
lebih
dari
6.5mg/kgbb/hari.
Dosis total kumulatif obat lebih dari 1000 gram.
Penggunaan obat jangka panjang, yaitu lebih dari 5 tahun.
Insufisiensi fungsi ginjal dan hati.
Adanya kelainan retina sebelumnya
Usia lebih dari 60 tahun
Obesitas.
2.5.
mengeluhkan
fungsi
mata
yang
berkurang,
pasien
juga
2.6.
dilakukan
tahap pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan fungsi mata, namun pada
pemeriksaan fisik lapang pandang dengan objek merah ditemukan penurunan
lapang pandang, hal ini menandakan adanya kerusakan pada makula epitel
pigmen retina. Pada tahap ini, gejala diatas bersifat reversibel jika penggunaan
obat dihentikan.
True maculopathy adalah tahap pasien mengeluhkan adanya keluhan
penurunan tajam penglihatan, gangguan melihat objek berwarna, dan pada
pemeriksaan lapang pandang dengan objek merah dan putih menurun. Selain
itu pada tahap yang lebih lanjut dapat ditemukan gambaran Bulls Eye
Maculopathy. 8
Diagnosis banding
Karakteristik retinopati klorokuin/hidroklorokuin sama dengan penyakit
kongenital dan penyakit didapatkan pada makula. Selain itu penyakit terpaut
usia seperti degenerasi makula, distrofi sel batang dan sel kerucut, Startgardts
Disease dan fenestrated sheen macular dystrophy dapat menjadi diagnosis
banding retinopati klorokuin/hidroklorokuin. 8
2.7.
Tatalaksana
Penghentian penggunaan obat klorokuin dan hidroklorokuin dilakukan jika
muncul gejala awal gangguan fungsi mata. Hal ini dilakukan untuk mencegah
kerusakan retina lebih lanjut. Jika sudah terjadi penurunan penglihatan, fungsi
penglihatan tidak dapat kembali menjadi normal. Penghentian obat klorokuin
dan hidroklorokuin hanya menstabilkan penglihatan. Tidak ada tatalaksana
khusus yang dapat dilakukan untuk retinopati klorokuin/hidroklorokuin. 4,8
2.8.
Follow Up Medis
yaitu
dengan
spectral-domain
OCT
(SD-OCT),
mutifocal
S.
Hansen,
Hydroxychloroquine
Induced
Retinal
BAB 3
SIMPULAN
Klorokuin dan hidroksiklorokuin merupakan obat golongan keluarga
kuinolon yang diberikan sebagai tatalaksana dan profilaksis penyakit malaria.
Selain itu, klorokuin juga digunakan untuk pengobatan pasien dengan
penyakit sistemik seperti Systemic Lupus Erithematous (SLE) dan penyakit
rematoid artritis. Efek samping pada mata akibat keracunan klorokuin disebut
dengan klorokuin retinopati atau disebut juga dengan Bulls Eye Maculopathy.
Kelainan tersebut menimbulkan kerusakan pada retina yang menyebabkan
hilangnya penglihatan serta penyempitan lapang pandang perifer.
10
Daftar pustaka
1. Rogue, Manollet R. 2013. Chloroquine and Hydrochloroquine Toxicity.
Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1229016-overview#a1
2. Vaughan, Asbury. 2015. Optalmologi umum edisi ke-7. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran
3. Skorin, Jr. Leonid. 2011. The Ocular Side Effects Of Systemic Drugs.
Diakses
dari
http://www.ophthalmologymanagement.com/articleviewer.aspx?
articleID=109383
4. Chloroquine
Retinopathy.
2009.
Diakses
https://en.wikipedia.org/wiki/Chloroquine_retinopathy
dari
11
6. Anatomi
mata.
Diakses
dari
http://duniamata.blogspot.co.id/2010/05/struktur-bola mata-retina.html
7. Hansen, Mark S.2011. Hydroxychloroquine Induced Retinal Toxicity.
Eyenet: Ophalmic Pearls
8. Kim, Judy E. 2014. Hydroxychloroquine Toxicity. Diakses dari
www.ebscohost.com
9. Kitchens, John w. 2011. Managing Hydrochloroquine and Chloroquine
patients
10. Reztaputra, Rahmanu. 2008. Anatomi Mata. Diakses dari
http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/penginderaan-kedokterandasar/anatomimata/
12