Anda di halaman 1dari 7

BAB I

TINJAUAN TEORI

1.1 Definisi
Retinitis Pigmentosa atau yang dikenal dengan singkatan RP adalah sekelompok

kondisi mata yang mempengaruhi retina  atau lapisan sel-sel saraf yang berada
dibelakang mata. Ada dua macam sel saraf utama pada retina, yaitu sel yang
berbentuk kerucut (cone cells) dan sel  berbentuk batang (rod cells) . Pusat retina
(macula)  didominasi oleh sel berbentuk kerucut, sebagai pusat penglihatan
(membaca), dan  penglihatan warna.   Sedangkan sel berbentuk batang (rod cells)
tersebar di retina mengarah ke tepi luar ,  berguna untuk penglihatan dimalam hari
dan penglihatan samping.

Pada penderita RP, sel batang secara bertahap, lambat maupun cepat,
kemampuannya makin berkurang, dan akhirnya sel kerucutpun kemampuannya akan
makin berkurang pula, hingga mengakibatkan kebutaan karena sel-sel tersebut sudah
tidak mampu bekerja lagi.

Retinitis Pigmentosa adalah suatu kemunduran yang progresif pada retina yang
mempengaruhi penglihatan pada malam hari dan penglihatan tepi dan pada akhirnya
bisa menyebabkan kebutaan.

1.2 Etiologi

Tidak banyak diketahui mengenai penyebab RP sampai saat ini, kecuali sebagai
penyakit keturunan (genetik). Apabila sifat genetik dominan, RP akan diturunkan
kepada anak untuk kondisi orang tuanya menderita RP. Sedangkan bila sifat genetik
resesif akan bisa muncul pada beberapa generasi kemudian.
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit keturunan yang jarang terjadi. Beberapa
bentuk penyakit ini diturunkan secara dominan, hanya memerlukan 1 gen dari salah
satu orang tua; bentuk yang lainnya diturunkan melalui kromosom X, hanya
memerlukan 1 gen dari ibu. Penyakit ini terutama menyerang sel batang retina yang
berfungsi mengontrol penglihatan pada malam hari. Pada retina bisa ditemukan
pigmentasi yang berwarna gelap.
Hal ini berarti, walaupun bapak dan ibu tidak menderita Retinitis Pigmentosa,
anda masih memungkinkan menderita penyakit mata tersebut, bila paling sedikit satu
orang tua membawa satu gen perubah yang terkait dengan sifatnya. Bila sifatnya
dominan, akan lebih mungkin muncul pada usia 40-an. Bila sifatnya resesif
kecenderungan muncul pada usia 20-an. Ditengarai 1 dalam 3500 orang di Amerika
Serikat menderita Retinitis Pigmentosa.

1.3 Tanda dan gejala

Gejala awal seringkali muncul pada awal masa kanak-kanak. Sel batang pada
retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara bertahap mengalami
kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau penglihatan pada malam hari
menurun. Lama-lama terjadi kehilangan fungsi penglihatan tepi yang progresif dan
bisa menyebabkan kebutaan. Pada stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi
penglihatan sentral. Gejala Klinis menurut para ahli :

1. Menurut Prof. Sidarta Ilyas (2007):


1) Sukar melihat di malam hari.
2) Lapang penglihatan menyempit.
3) Penglihatan sentral dinyatakan dengan adanya buta warna.
4) Retina mempunyai bercak dan pita halus yang berwarna hitam.

2. Menurut Chantal Simon, et. al. (2006):


1) Biasanya pertama tampak pada masa remaja (adolescence).
2) Terdapat black pigment flecks di retina dan optic atrophy.
3) Dapat berkembang menjadi kebutaan.
3. Menurut Myron Yanoff (1998):
1) Decreased night vision (nyctalopia) dan decreased color vision
2) Kehilangan penglihatan perifer (loss of peripheral vision)
3) Penglihatan kabur (blurry vision)
4) Terdapat gumpalan pigmen (pigment clumping) atau "bone spicule
formation" di retina periferTerdapat area atrofi pigmen retina
5) Pelemahan pembuluh darah arteri yang sangat kecil/arteriol (arteriolar
attenuation)
1.4 Patofisiologi

Retinitis pigmentosa dapat disebabkan oleh mutasi dalam berbagai protein


fungsional yang berbeda , fitur patofisiologi umum yang mendasari adalah apoptosis
dari batang dan kerucut fotoreseptor . Kerucut terpusat diatur dalam retina , dan
hilangnya fotoreseptor kerucut akan mengganggu lapang pandang di bawah
( photopic ) kondisi cahaya beradaptasi dan dapat menyebabkan sensitivitas cahaya ,
penurunan ketajaman visual, dan kehilangan penglihatan warna . Kehilangan
fotoreseptor batang menyebabkan gangguan penglihatan dan lapang pandang terbatas
di bawah dim ( scotopic ) kondisi , sebagai serta masalah dengan adaptasi gelap .
Paling umum , fotoreseptor batang merosot pertama, diikuti oleh kerucut ( cone
dystrophy batang ) , tetapi gen tertentu dapat menyebabkan distrofi kerucut batang ,
di mana kerucut merosot pertama diikuti oleh batang . Akhirnya, beberapa mutasi
menyebabkan distrofi kerucut terisolasi .

Sebagai fotoreseptor retina merosot , epitel pigmen retina bermigrasi ke dalam


lapisan retina saraf untuk membentuk spikula tulang sekitar pembuluh retina .
disorganisasi sekunder dari lapisan retina batin juga terlihat .

Retinitis pigmentosa diyakini berasal dari cacat genetik , yang menyebabkan


gangguan pada epitel pigmen retina ( RPE ) dan pemecahan membran luar segmen
disk fotoreseptor ' . Akumulasi resultan dari metabolisme oleh - produk mengganggu
fungsi retina , dan bermanifestasi sebagai deposisi lipofuscin , gliosis retina ,
kehilangan fotoreseptor , choriocapillaris oklusi dan hiperplasia RPE . Perubahan
RPE ini kompromi penghalang darah - retina , sehingga kebocoran subretinal dan
edema makula pada tahap-tahap selanjutnya . Karena sel-sel fotoreseptor yang
terkena dampak dalam banyak kasus adalah batang , pasien biasanya mengalami
kesulitan visual dalam kondisi gelap , serta bidang perangkat penyempitan .

Ada banyak bentuk retinitis pigmentosa , dan sementara sebagian besar hadir
dengan temuan serupa dan hasilnya , beberapa presentasi yang atipikal . RP dapat
diklasifikasikan berdasarkan pola pewarisan ( autosomal dominan , autosomal
resesif , X - linked , simplex , multipleks ) , usia onset ( bawaan , onset masa kanak-
kanak , onset remaja , onset dewasa ) , keterlibatan fotoreseptor dominan ( batang -
kerucut , kerucut batang ) , atau lokasi keterlibatan retina ( pusat, pericentral , sektoral
, perifer).

1.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan atau Tes pada RP:
1. Imaging Studies
Meskipun fluorescein angiography jarang berguna untuk menegakkan
diagnosis, keberadaan cystoid macular edema dapat dikonfirmasikan
dengan tes ini.
2. Electroretinogram (ERG)
ERG merupakan tes diagnostik yang paling critical (penting dan
diperlukan) untuk RP karena menyediakan pengukuran objektif fungsi
sel batang (rod) dan kerucut (cone) di retina dan peka (sensitive)
bahkan untuk kerusakan photoreceptor yang ringan.
3. Formal visual field
Progressive loss of peripheral vision merupakan gejala utama yang
menyertai perubahan visual acuity. Oleh karena itu, tes ini merupakan
alat ukur paling bermanfaat untuk melakukan ongoing follow-up care
pada pasien RP. Goldmann (kinetic) perimetry direkomendasikan
karena dapat dengan mudah mendeteksi perubahan progressive visual
field.
4. Color testing
Umumnya terdapat mild blue-yellow axis color defects, meskipun
pasien tidak mengeluh kesulitan tentang persepsi warna.
5. Adaptasi gelap (Dark adaptation)
Pasien biasanya sensitif cahaya terang (bright light).
6. Genetic subtyping
Merupakan tes definitive untuk mengidentifikasi particular defect.
1.6 Penatalaksanaan
1. Prof. Sidarta Ilyas (2007) menganjurkan pemberian vitamin A larut-air
10.000-15.000 IU, kurangi makan lemak sampai 15 % kalori harian, dan
tambahan diet dengan Zinc.
2. Myron Yanoff (1998) menyarankan obati/hilangkan penyebab pokok
(underlying cause) jika berhubungan dengan sindrom sistemik. Berikanlah
suplemen vitamin E, C, dan karoten.
3. Beberapa pilihan terapi menurut David G Telander (2007)
1) Vitamin A palmitate dosis 15 ribu U per hari.
2) Beta-carotene dosis 25 ribu IU.
3) Docosahexaenoic acid (DHA) DHA merupakan omega-3 polyunsaturated
fatty aci dan antioxidant. 
4) Acetazolamide Efek samping obat ini, yaitu: kelelahan (fatigue), batu
ginjal, kehilangan selera makan, hand tingling, dan anemia, telah
membatasi penggunaannya.
5) Lutein/zeaxanthin Lutein dan zeaxanthin adalah macular pigments yang
tidak dapat diproduksi tubuh namun dapat diperoleh dari makanan.Lutein
dapat melindungi macula dari kerusakan okidatif, dan suplementasi oral
telah terbukti meningkatkan pigmen macular. Dosis 20 mg per hari telah
direkomendasikan.
6) Vitamin E dosis 800 IU per hari telah direkomendasikan.
7) Vitamin C (ascorbic acid) dosis 1000 mg per hari. Namun belum ada
bukti nyata dan penelitian lanjut tentang manfaat vitamin C pada RP.
8) Bilberry dosis 80 mg, sebagai obat alternatif. Namun belum ada studi
kontrol tentang safety atau efficacy dalam mengobati pasien RP.
9) Perawatan bedah (Surgical Care), misalnya: Cataract extraction. Bedah
katarak seringkali bermanfaat pada stadium kemudian (later stages) RP.
Penggunaan perioperatif kortikosteroid direkomendasikan untuk
mencegah postoperative cystoid macular edema.
10) Beberapa terapi RP di masa depan yang sedang dikembangkan dan diteliti
lebih lanjut adalah:
a. Growth factors Pada hewan percobaan, ciliary neurotrophic
factor (CNTF) telah berhasil memperlambat degenerasi retina.
b. Transplantasi (seperti: RPE cell transplants, stem cells)
c. Retinal prosthesis ( = phototransducing chip, subretina
microphotodiodes)
d. terapi gen (gene therapy)
Farmakoterapi RP
Farmakoterapi RP bertujuan untuk mengurangi morbiditas dan mencegah
komplikasi. Terapi RP secara garis besar dibagi sebagai berikut:
Vitamin dan antioksidan
Dapat menunda degenerasi RPE. Misalnya:
1) Vitamin A, dosis: 15,000-25,000 IU PO qd
2) Vitamin E, dosis: 800 IU PO qd
3) Ascorbic acid, dosis: 1000 mg/d PO
4) Lutein atau Zeaxanthin, dosis: 20 mg PO qd
BAB II

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian

Anda mungkin juga menyukai