Anda di halaman 1dari 8

Buta/Rabun Senja/Nyctalopia

1. Definisi
Rabun senja, yang sering disebut juga sebagai rabun ayam atau Nyctalopia, merupakan
kelainan pada mata yang terjadi akibat kekurangan vitamin A. Kurangnya kadar energy
protein, kekurangan zinc, efek obat pencahar, mutasi genetic, dan konsumsi alcohol
berlebihan juga memperparah keadaan penderita rabun senja. Rabun senja disebabkan oleh
rusaknya sel retina yang semestinya bekerja pada lingkungan minim cahaya. Pada penderita
rabun senja, sel pada retina dapat menjadi rusak karena kekurangan vitamin A, namun dapat pula
diakibatkan oleh mata minus, katarak, retinis pigmentosa, obat-obatan, atau bawaan sejak lahir.
Maka, dapat dikatakan bahwa rabun senja merupakan suatu gejala klinis tahap awal akibat
kekurangan vitamin A. Pada sel batang di retina mata terdapat rhodopsin atau visual purple
(pigmen ungu) yang mengandung vitamin A yang terikat pada protein. Pada mata normal,
apabila menerima cahaya, rodopsin akan terkonversi menjadi visual yellow dan kemudian
menjadi visual white. Konversi ini membutuhkan vitamin A. Regenerasi visual purple hanya
akan terjadi apabila tersedia vitamin A yang cukup. Tanpa regenerasi, maka pengelihatan mata
pada cahaya remang akan terganggu. Oleh karena itu, apabila kekurangan vitamin A, maka mata
akan sulit melihat ketika berada di lingkungan kurang cahaya.
Pada sistim pengelihatan, ada tiga macam pengelihatan,
 Pengelihatan Photopic : pengelihatan pada kondisi lingkungan yang banyak cahaya
sehingga sel kerucut bekerja maksimal.Tiga jenis sel kerucut, yakni hijau, biru, dan
merah, bekerja menghasilkan persepsi warna di tempat terang
 Pengelihatan Mesopic : ketika sel batang dan sel kerucut bekerja secara bersamaan untuk
menghasilkan persepsi warna. Pada keadaan ini, lingkungan tetap memiliki kadar cahaya
namun kurang, seperti pada saat matahari akan terbenam

 Pengelihatan Scotopic : pada saat lingkungan benar-benar kurang cahaya, seperti pada
saat malam hari ketika hanya disinari oleh bulan. Pada keadaan ini, hanya sel batang yang
bekerja dan tidak ada lagi warna yang dapat dilihat.

Penderita rabun senja memiliki kesulitan untuk melihat pada saat hari sudah senja (keadaan
penglihatan mesopic) dan di lingkungan yang kurang cahaya (keadaan penglihatan scotopic).
Rabun senja bisa jadi merupakan sebuah gejala yang menandakan bahwa seseorang terjangkit
suatu kelainan mata, misalnya retinis pigmentosa.

2. Etiologi
Penyebab utama rabun senja adalah Kekurangan Vitamin A (KVA).
Mengapa KVA dapat menyebabkan rabun senja? Pada kondisi normal, pigmen sensitif cahaya
memicu impuls saraf ke otak. Rhodopsin, fotopigmen yang juga disebut pigmen ungu, disintesa
oleh sel batang dan bertanggung jawab pada pencitraan pada suasana urang cahaya (penglihatan
skotopik). Dengan kata lain, sintesa rhodopsin tergantung pada keberadaan vitamin A.
Adaptasi dalam gelap (daerah yang kurang cahaya) yang penuh membutuhkan waktu 20-30
menit. Sel kerucut, yang mengadaptasi gelap, dalam 5-7 menit, bertanggung jawab pada warna
dan kecerahan serta pencitraan baca, tetapi tidak pernah menjadi cukup sensitive pada tingkat
level yang rendah dari iluminasi untuk menyediakan penglihatan skotopik. Penglihatan skotopik
dalam keadaan normal dapat membuat seseorang melihat saat fajar, senja, atau pada saat cahaya
remang-remang.
Namun, terdapat beberapa factor yang menyebabkan kekurangan vitamin A, antara lain :
1. Kekurangan energi protein (KEP).
2. Kekurangan zinc (Zn).
3. Keabnormalan hereditas (mutasi genetic).
4. Konsumsi alkohol berlebihan, yang mengganggu fungsi hepar/hati.
5. Efek Obat Pencahar : karena mengikat vitamin A,D,E,K

3. Patofisiologi
Patofisiologi kebutaan senja tergantung pada proses penyakit yang mendasarinya.
 Mutasi gen warisan menghasilkan versi abnormal atau bahkan tidak ada protein esensial
untuk fungsi fotoreseptor. Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak, diuraikan
oleh enzim pankreas dan diserap di bagian proksimal usus kecil.
 Kondisi yang mempengaruhi fungsi pankreas, seperti cystic fibrosis dan pankreatitis
kronis, atau kondisi lain  pengurangan kemampuan menyerap vitamin A, (operasi
lambung atau Crohn disease),  defisiensi vitamin A  nutrisi untuk rhodopsin (suatu
zat peka cahaya; tersusun atas protein dan vitamin A) pada sel batang tidak tercukupi 
Rhodopsin akan terurai jika ada cahaya, berperan dalam penglihatan di tempat gelap.
 Defisiensi Vitamin A (retinol)  kekurangan produksi protein esensial oleh fotoreseptor
 disfungsi fotoreseptor  gejala rabun senja/kebutaan malam/nyctalopia.
 Rabun senja oleh gangguan dari sel-sel di retina yang bertanggung jawab untuk
penglihatan dalam cahaya redup. Penyebab :
o Miopi (rabun jauh)
o Obat-obatan glaukoma yang bekerja dengan konstriksi (mengecilkan) pupil
o Katarak, membuat area berkabut pada lensa mata
o Bentuk dari degenerasi retina seperti Retinitis pigmentosa
o Kekurangan vitamin A kelainan pada retina dan membuat mata menjadi kering
o Cacat bawaan lahir

4. Klasifikasi
Kekurangan vitamin A menujukkan gejala-gejala klinis yang bertahap. Berikut klasifikasi
kekurangan vitamin A menurut WHO/USAID UNICEF/HKI/IVACG, 1996.
1. XN
Rabun senja (hemeralopia, nyctalopia) termasuk dalam klasifikasi XN.Pada keadaan ringan, sel
batang retina sulit beradaptasi pada lingkungan dengan keadaan kurangcahaya sehingga
kemampuan penglihatan menurun pada kondisi ini.
2. XIA
Xerosis konjungtiva merupakan tahap lanjut defisiensi vitamin A setelah rabun senja.
3. XIB
Kelanjutan dari XIA (xerosis konjungtiva) yang ditambah dengan munculnya bercak bitot, yaitu
bercak putih yang tampak seperti busa sabun atau keju yang biasanya terdapat di daerah celah
mata sisi luar.Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel.
4. X2
Kekeringan pada konjungtiva yang berlanjut hingga kornea, disebut dengan xerosis kornea.
5. X3A
Keratomalasia atau ulserasi kornea dengan lebar kurang dari 1/3 permukaan kornea dimana
kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.
6. X3B
Sama seperti X3A (Keratomalasia atau ulserasi kornea), namun lebar infeksinya lebih dari 1/3
permukaan kornea.
7. XS
Xeroftalmia scar merupakan sikatriks (jaringan parut) kornea.
8. XF
Xeroftalmia fundus merupakan keadaan dimana terjadi kelainan pada fundus (permukaan dalam
mata yang terdiri dari retina, makula, fovea, blind spot/optic disc dan posterior pole).
Perlu diketahui bahwa penderita pada tahap XN, XIA, XIB, dan X2 biasanya masih dapat
disembuhkan dengan pengobatan yang baik. Kondisi X2 merupakan tahap yang sudah cukup
gawat dan harus segera diobati apabila penderita masih menginginkan matanya kembali normal
karena apabila dibiarkan, maka kelainan akan dengan cepat berlanjut ke tahap X3.Tahap X3A
dan X3B juga masih dapat diobati namun meninggalkan cacat dan bahkan dapat menyebabkan
kebutaan total apabila kelainan pada kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh bagian
kornea. Sedangkan pada tahap XS, penderita sudah tidak dapat disembuhkan. Namun untuk XF,
penderita dapat disembuhkan apabila dilakukan pengobatan yang teratur dengan terapi vitamin A
selama 2-4 bulan.

5. Gejala
Ada beberapa gejala yang muncul pada penderita Nyctalopia atau rabun senja:
 Sulit melihat pada tempat dengan cahaya minimal,
 Kesulitan melihat saat mengemudi di sore hari,
 Perasaan bahwa mata memerlukan waktu yang lebih lama untuk penyesuaian terhadap
perubahan dari terang ke gelap juga dapat merupakan gejala rabun senja.

6. Diagnosis
 Anamnesis
1. Identitas diri dan identitas orangtua (apabila penderitanya adalah anak-anak)
2. Keluhan pada penglihatannya (penglihatan pada suasana bayak cahaya atau kurang
cahaya)
3. Riwayat penyakit yang diderita sebelumnya, (apakah pernah menderita diabetes, campak,
penyakit infeksi, gangguan pada hati, dll)
4. Riwayat pola makan (apakah mengkonsumsi makanan bervitamin A atau tidak)

 Pemeriksaan Fisik
1. Tes Adaptasi Gelap sederhana
Tes adaptasi gelap sederhana dilakukan di ruangan dengan suasana gelap (kurang
cahaya). Memerintahakan orang yang akan diperiksa tersebut untuk melakukan sesuatu,
misalnya mengambil barang berbentuk segitiga.
 Skotopikya Normal : dapat membedakan bentuk karena masih dapat melihat dalam
keadaan kurang cahaya setelah beradaptasi beberapa waktu.
 Rabun Senja : sudah tidak dapat lagi membedakan bentuk, karena penglihatannya akan
hitam dan gelap sama sekali.
2. Tes Adaptasi Gelap dengan menggunakan alat Adaptometri Gelap
Adaptometri gelap adalah suatu alat yang dikembangkan untuk mengetahui kadar vitamin
A. Pemeriksaan kekurangan vitamin A dengan adaptometri gelap menggunakan alat
Illuminator. Pasien akan diminta untuk beradaptasi dengan kondisi gelap selama 10 menit
di suatu ruangan yang telah dibuat gelap. Jendela-jendela yang ada di ruangan itu ditutup
dengan menggunakan kain hitam. Derajat gelap yang dijadikan patokan berdasarkan
kondisi seseorang yang berada di dalam ruang gelap tersebut tidak dapat melihat huruf
berukuran tinggi 10 cm dan tebal 1,5 cm dengan tinta hitam pada kertas putih.
Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan meletakkan lampu kuning-hijau dengan
wadah berbentuk corong di hadapan mata kiri.
Pengamatan mata sebelah kanan itu dilakukan dengan bantuan lup 2,5 kali pembesaran.
Saat pemeriksaan, perhatian subjek diarahkan pada suatu objek berluminasi yang
diletakkan pada jarak enam meter. Pada mata kiri diberikan stimulus cahaya kuninghijau
selama satu detik mulai dari intensitas terkecil. Intensitas stimulus dinaikkan bertahap.
Pada dua pengujian berturut-turut, hasil yang didapat dicatat pada formulir data subjek.
Skor pemeriksaan adaptasi gelap kurangdari -1,11 log cd/ m2, dianggap sebagai bukti
adanya defisiensi vitamin A.
3 .Pemeriksaan dengan Electroretinography (ERG)
Electroretinography adalah alat yang digunakan untuk mengukur respons elektrik dari
fotoreseptor cahaya di mata, yaitu sel batang dan sel kerucut di retina. Mata pasien akan
dibuka dengan sebuah retraktor setelah mata dinestesi. Elektroda akan ditempatkan pada
setiap mata dan elektroda tersebut akan mengukur aktivitas listrik ke retina sebagai
respons terhadap cahaya. Petugas pemeriksa akan mengukur hasilnya saat berada di
keadaan terang dan dalam keadaan gelap.
7. Diagnosis Banding (Differensial Diagnosis)
Retinitis Pigmentosa:
Merupakan kemunduran yang progresif pada retina yang mempengaruhi penglihatan pada malam
hari dan penglihatan tepi dan pada akhirnya bias menyebabkan kebutaan.
 Karekteristik :
o degenerasi sel epitel retina terutama sel batang dan atrofi saraf optik, menyebar
tanpa gejala peradangan.
o kelainan yang berjalan progresif dan bermula sejak masa kanak- kanak.
 Etiologi :
Penyakit keturunan yang menyerang sel batang retina yang berfungsi mengontrol penglihatan
pada malam hari. Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara
bertahap mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau penglihatan pada
malam hari menurun. Lama-lama terjadi kehilangan fungsi penglihatan tepi yang progresif dan
bisa menyebabkan kebutaan. Pada stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi penglihatan sentral.
 Gejala Klinis :
o Gejala awal sering muncul pada masa kanak-kanak tetapi masalah penglihatan
yang parah biasanya tidak berkembang sampai dewasa awal.
o Retina mempunyai bercak dan pita halus yang berwarna hitam.
o Penurunan penglihatan pada malam hari atau cahaya rendah
o Mengenai kedua mata dan progresif
o Lapangan penglihatan sempit

8. Tata Laksana
 Edukasi
 Vitamin A 200.000 IU PO 1-2 hari
 Perbaikan gizi pasien.

9. Pencegahan
 Mengenal wilayah yang berisiko mengalami xeroftalmia (faktor social budaya dan
lingkungan dan pelayanan kesehatan, faktor keluarga dan faktor individu)
 Mengenal tanda-tanda kelainan secara dini
 Memberikan vitamin A dosis tinggi kepada bayi dan anak secara periodik, yaitu untuk
bayi diberikan setahun sekali pada bulan Februari atau Agustus (100.000 SI), untuk anak
balita diberikan enam bulan sekali secara serentak pada bulan Februari dan Agustus
dengan dosis 200.000 SI.
 Mengobati penyakit penyebab atau penyerta
 Meningkatkan status gizi, mengobati gizi buruk
 Penyuluhan keluarga untuk meningkatkan konsumsi vitamin A / provitamin A secara
terus menerus.
 Memberikan ASI Eksklusif
 Pemberian vitamin A pada ibu nifas (< 30 hari) 200.000 SI
 Melakukan imunisasi dasar pada setiap bayi

Anda mungkin juga menyukai