Anda di halaman 1dari 27

BUTA SENJA

PEMBIMBING :
DR. RILYA M. MANOPPO, SP.M

OLEH:
AGUNG MADE SINTIYA DEWI 18014101026
PUTRI WIJAYA 18014101075
KEVIN CHRISTIAN KAMALO 18014101059
CHRISTIAN V. G. RUMAMPUK 18014101039
HENRY JANIS 17014101340
PENDAHULUAN
• Buta senja atau niktalopia merupakan gangguan penglihatan dalam keadaan kurang
pencahayaan atau pada malam hari, sedangkan penglihatan dalam keadaan cukup
pencahayaan tidak mengalami gangguan.
• Niktalopia disebabkan ketidakmampuan mata untuk cepat beradaptasi dari situasi terang ke
gelap. Jenis sel utama retina yang berhubungan dengan niktalopia adalah rod cell (sel
batang). Sel batang merupakan jenis sel fotoreseptor di retina yang mentransmisikan
penglihatan saat malam hari.
• Niktalopia paling sering disebabkan oleh defisiensi vitamin A karena berhubungan dengan
phototransduction cascade yang menggunakan kofaktor derivat vitamin A yaitu retinol.
PENDAHULUAN
• Seseorang yang mengalami defisiensi vitamin A yang ekstrim dan terus menerus dapat
menyebabkan niktalopia irreversible sehingga tidak dapat dikoreksi lagi dengan pemberian
vitamin A. Selain defisiensi vitamin A, niktalopia juga dapat disebabkan oleh penyakit
herediter misalnya retinitis pigmentosa.
• Berdasarkan data WHO tahun 1995-2005, niktalopia ditemukan pada sekitar 5.2 juta anak
prasekolah dan 9.8 juta pada wanita hamil. Rabun jauh sangatlah merugikan karena
menyebabkan kesulitan melakukan aktivitas pada cahaya remang. Referat ini akan membahas
tentang definisi, etiologi, patofisiologi serta tatalaksana buta senja.
PEMBAHASAN
• Definisi
• Etiologi
• Patomekanisme
• Pemeriksaan fisik dan penunjang
• Tatalaksana
PEMBAHASAN

DEFINISI
• Niktalopia atau buta senja merupakan gangguan penglihatan di bawah cahaya redup
atau pada malam hari dan disebabkan oleh ketidakmampuan mata untuk cepat
beradaptasi dari situasi terang ke gelap.
• Jenis sel utama retina yang berhubungan dengan niktalopia adalah rod cell (sel
batang). Sel batang merupakan jenis sel fotoreseptor di retina yang
mentransmisikan penglihatan saat malam hari.
• Sel batang mengandung fotopigmen tunggal, yaitu rhodopsin, dan disintesis dari
protein skotopsin menggunakan kofaktor derivat vitamin A, yaitu retinol.
• Rantai sintesis ini penting bagi tubuh untuk mengatur refleks cahaya pupil. Refleks
cahaya pupil memungkinkan deteksi aferen terhadap perubahan energi cahaya yang
memasuki mata, serta pengaturan eferen otot sfinkter dan dilator pupil untuk
melakukan konstriksi maupun dilatasi pupil.
PEMBAHASAN

ETIOLOGI
Niktalopia paling sering disebabkan oleh defisiensi vitamin A, namun juga bisa
disebabkan oleh penyakit bawaan contohnya retinitis pigmentosa dan keadaan
lainnya seperti:
• Defisiensi vitamin A
• Retinitis pigmentosa
• Miopia
• Congenital stationary night blindness (CSNB)
PEMBAHASAN

ETIOLOGI
Defisiensi vitamin A
• WHO memperkirakan terdapat sekitar 254 juta anak di dunia mengalami
defisiensi vitamin A dan merupakan penyebab tersering kebutaan pada anak.
• Xeroftalmia, bercak Bitot, keratomalasia, xerosis kornea dan konjungtiva,
retinopati dan niktalopia merupakan manifestasi klinis yang berhubungan
dengan defisiensi ini.
• Vitamin A sangat diperlukan untuk fungsi penglihatan yang normal karena
berhubungan dengan phototransduction cascade, dimana retinal yang
merupakan derivat vitamin A yang berfungsi sebagai pengabsorpsi cahaya.
Selain fungsi tersebut, vitamin A juga berfungsi untuk mempertahankan epitel
kornea.
PEMBAHASAN

ETIOLOGI
Retinitis pigmentosa
• Retinitis pigmentosa (RP) merupakan suatu distrofi retina yang disebabkan oleh hilangnya fotoreseptor
dan ditandai oleh deposit pigmen yang terlihat pada pemeriksaan funduskopi.
• Pada mayoritas kasus, terdapat suatu degenerasi primer dari sel-sel fotoreseptor batang, dan
degenerasi sel fotoreseptor kerucut. RP yang khas biasanya lebih banyak mengenai sel fotoreseptor
batang dibandingkan kerucut.
• Urutan keterlibatan sel fotoreseptor tersebut yang menjelaskan mengapa pasien RP menunjukkan
gejala awal buta senja, yang kemudiaan diikuti dengan gangguan penglihatan diurnal pada RP yang lebih
berat.
• Niktalopia merupakan gejala awal yang umum pada RP, diikuti oleh penyempitan lapangan pandang
secara perlahan-lahan atau “penglihatan terowongan” dan akhirnya diikuti hilangnya penglihatan total.
• Suplementasi vitamin A dapat mengurangi progresivitas RP.
PEMBAHASAN

ETIOLOGI
Miopia
• Miopia, atau rabun jauh merupakan kelainan refraksi yang juga dapat
menyebabkan niktalopia.
• Gangguan refraksi merupakan suatu kelainan bentuk mata yang
menyebabkan pembelokan berkas cahaya melewati titik fokus di belakang
atau di depan retina.
• Miopia terjadi akibat bola mata yang “memanjang” sehingga titik fokus
berada di depan retina, menyebabkan bayangan benda yang jauh menjadi
lebih kabur. Bayangan kabur tersebut akan lebih menonjol pada keadaan
cahaya yang redup atau gelap, sehingga dapat menimbulkan niktalopia. Lensa
koreksi atau kacamata menurut ukuran refraksi yang sudah terkoreksi dapat
memperbaiki gejala yang muncul.
PEMBAHASAN

ETIOLOGI
Congenital stationary night blindness (CSNB)
• Kelainan distrofi retina herediter merupakan suatu penyebab yang jarang, namun cukup
signifikan dari niktalopia.
• Pada congenital stationary night blindness (CSNB), terjadi gangguan transmisi fotoreseptor
yang menyebabkan terganggunya adaptasi penglihatan di dalam gelap. Tipe komplit (CSNB1)
dan inkomplit (CSNB2) merupakan suatu keadaan heterogen yang jarang terjadi, dan
diturunkan terikat kromosom X sehingga lebih umum ditemukan pada laki-laki dibandingkan
perempuan.
PEMBAHASAN

PATOMEKANISME
Patomekanisme terjadinya buta senja ini sangat berkaitan dengan struktur retina.
Retina terdiri dari beberapa lapisan yaitu:
• Bagian luar (menghadap ke koroid), berisi sel batang dan sel kerucut
• Bagian tengah, berisi sel bipolar sebagai interneuron
• Bagian dalam, berisi sel ganglion yang aksonnya bergabung menjadi nervus
opticus
Cahaya yang datang akan diteruskan melalui lapisan-lapisan sel ganglion dan sel
bipolar agar dapat mencapai fotoreseptor. Sel kerucut dan batang bekerja sebagai
fotoreseptor cahaya pada retina.
PEMBAHASAN

PATOMEKANISME
Di dalam fotoreseptor, terdapat fotopigmen yang berfungsi sebagai penerima cahaya. Fotopigmen ini
terdiri dari bagian opsin dan retinal.
Retinal memiliki struktur yang sama untuk semua fotoreseptor, sedangkan opsin terdiri dari 4 jenis (1
untuk sel batang dan 3 untuk sel kerucut). Retinal merupakan derivat vitamin A yang berfungsi
sebagai pengabsorpsi cahaya, sedangkan variasi struktur opsin memungkinkan absorpsi cahaya
dalam gelombang yang berbeda-beda.
Bentuk sel batang yang memungkinkan volume lebih besar daripada sel kerucut memungkinkan sel
ini memiliki lebih banyak fotopigmen daripada sel kerucut. Akibatnya, sel batang lebih sensitif
terhadap cahaya dibanding sel kerucut yang sensitif apabila tersinar cahaya yang terang.
PEMBAHASAN

PATOMEKANISME
Fototransduksi merupakan proses perubahan stimulus cahaya menjadi sinyal listrik yang akan
diteruskan kepada sistem saraf pusat. Fototransduksi terjadi melalui aktivasi fotopigmen yang
terdapat pada fotoreseptor oleh cahaya. Rangsangan ini akan mengakibatkan perubahan kimiawi
yang menyebabkan terjadinya potensial aksi pada sel ganglion. Keunikan dari potensial aksi pada
mata adalah bahwa potensial aksi ini muncul akibat adanya hiperpolarisasi, bukan depolarisasi.
Proses fototransduksi adalah sebagai berikut. Mula-mula, pada keadaan gelap, retinal yang berada
dalam konformasi 11-cis-retinal berikatan dengan opsin. Pada saat ini pula, kanal natrium 3 yang
berupa chemically-gated Na channel berikatan dengan siklik GMP (cGMP) di dalam sel sehingga
kanal tersebut terbuka. Tidak adanya cahaya mengakibatkan jumlah cGMP meningkat. Akibat
pembukaan kanal, banyak ion natrium masuk, menyebabkan depolarisasi. Depolarisasi ini diteruskan
sehingga mengakibatkan pembukaan kanal kalsium di sinaps terminal. Efek ahirnya adalah pelepasan
glutamat yang merupakan neurotransmitter penginhibisi.
PATOMEKANISME
PEMBAHASAN

PATOMEKANISME
Apabila terdapat cahaya, konformasi retinal akan berubah menjadi 11-trans-retinal. Akibatnya,
retinal tidak lagi menempel dengan opsin sehingga mengubah konformasi opsin. Reaksi ini
mengakibatkan aktivasi enzim, degradasi cGMP, dan akhirnya penutupan kanal natrium. Penutupan
kanal natrium menyebabkan hiperpolarisasi dan penurunan pelepasan glutamat.
Pelepasan retinal dari opsin menyebabkan opsin menjadi tidak berwarna, sehingga proses ini disebut
juga bleaching (pemutihan). Akan tetapi, trans-retinal kemudian akan dikonversi kembali menjadi cis-
retinal oleh enzim retinal isomerase. Retinal selanjutnya mengalami regenerasi dengan berikatan
dengan opsin. Proses regenerasi dipengaruhi oleh stok vitamin A yang terdapat pada lapisan pigmen
yang dekat dengan fotoreseptor. Apabila terjadi pelepasan retina (retinal detachment), proses
regenerasi akan terganggu.
Kecepatan regenerasi sel batang dan sel kerucut berbeda. Setelah bleaching, egenerasi setengah
jumlah rodopsin yang terdapat pada sel batang memakan waktu 5 menit sedangkan untuk
fotopigmen sel kerucut 90 detik. Diperlukan waktu 30 sampai 40 menit agar rhodopsin bisa
beregenerasi sepenuhnya dari bleaching
PEMBAHASAN

PATOMEKANISME
Dalam keadaan cahaya redup, potensial aksi kecil dan hanya sebentar sehingga penurunan
pelepasan glutamat terjadi secara parsial. Peniadaan pelepasan glutamat lebih sempurna terjadi
pada pemberian cahaya yang terang.
Terdapat lebih banyak sel batang daripada sel kerucut pada retina, dengan perbandingan 20:1. Sel
batang paling banyak berada di perifer sedangkan sel kerucut di macula lutea. Sel batang lebih peka
terhadap cahaya, sedangkan sel kerucut hanya teraktivasi pada cahaya terang dan terdiri dari 3 tipe,
yaitu sel kerucut merah, hijau, dan biru.
PEMBAHASAN

PATOMEKANISME
Sel kerucut memiliki fungsi mengabsorpsi warna. Selain itu, sel kerucut memiliki kecepatan regenerasi yang lebih
tinggi daripada sel batang. Apabila seseorang berpindah dari tempat gelap ke tempat yang terang, sensitivitas
visualnya akan menurun.
Karena rhodopsin lambat dalam hal sebaliknya terjadi ketika seseorang berpindah dari tempat yang terang ke
gelap, di mana sistem visual berangsur-angsur meningkatkan sensitivitasnya.
Sebagian faktor yang menyebabkan hal ini adalah peran kecepatan regenerasi fotopigmen. Ketika cahaya
berangsur-angsur semakin banyak, akan terjadi lebih banyak bleaching fotopigmen, tetapi hal ini dibarengi juga
dengan regenerasi fotopigmen. Akan tetapi, karena regenerasi rhodopsin berlangsung dengan lambat, sel
batang kurang berperan dalam hal ini.
Sel kerucut yang dapat beregenerasi dengan cepat justru terus menerus menghantarkan potensial aksi dan
berperan dalam penglihatan dengan cahaya yang sangat terang. Berbeda halnya apabila keadaan tiba-tiba
menjadi gelap. Sel kerucut akan beregenerasi secara cepat, tetapi rhodopsin beregenerasi secara lambat
sehingga sensitivitas terus meningkat sampai foton yang terkecil. Oleh karena itu, pada keadaan sedikit cahaya,
bayangan muncul dalam warna abu-abu karena hanya sel batang yang berfungsi.
PEMBAHASAN
PEMERIKSAAN FISIK DAN
PENUNJANG
Pemeriksaan refraksi
• Pemeriksaan refraksi mata dapat mendeteksi adanya perubahan pada bentuk mata yang
menyebabkan gangguan pada pemfokusan cahaya di retina. Pemeriksaan ini dapat membantu
menilai niktalopia karena rabun jauh atau miopia merupakan salah satu penyebab tersering.
• Pemeriksaan refraksi mencakup pemeriksaan tajam penglihatan dengan Snellen chart.
Pemeriksaan dilakukan pada masing-masing mata. Pemeriksaan refraksi menggunakan foropter
memungkinan penentuan refraksi secara manusal menggunakan kekuatan lensa yang berbeda-
beda. Autorefraktor dan aberrometer merupakan peralatan lain yang digunakan untuk menilai
kelainan refraksi.
PEMBAHASAN
PEMERIKSAAN FISIK DAN
PENUNJANG
Pemeriksaan segmen anterior bola mata
• Pemeriksaan slit-lamp merupakan modalitas lain yang digunakan secara luas untuk mengevaluasi
mata. Slit-lamp merupakan mikroskop binokular yang digunakan untuk memeriksa struktur mata
dengan pembesaran besar, dan sering digunakan untuk menilai katarak, salah satu penyebab
niktalopia.
• Selain itu, pemeriksaan elektroretinogram (ERG) – suatu pemeriksaan menggunakan elektroda
yang ditempatkan pada permukaan mata untuk membedakan resposnya terhadap cahaya;
pemeriksaan lapangan pandang menggunakan perimetri kinetis, menggunakan Humphrey field
analyzer atau perimeter Goldmann untuk menilai adanya gangguan lapangan pandang.
Pemeriksaan lapangan pandang dengan ERG dan riwayat klinis merupakan hal yang penting
dilakukan dalam mendiagnosis retinitis pigmentosa (RP), penyebab lain niktalopia.
PEMBAHASAN
PEMERIKSAAN FISIK DAN
PENUNJANG
Luxometer
• Luxometer adalah alat untuk mengukur intensitas cahaya. Pemeriksaan ini
sangatlah subjektif, awalnya kedua mata pasien akan ditutup selama 10 menit
menggunakan sebuah kain hitam untuk memicu adaptasi terhadap gelap
sebelum kemudian pasien dibawa masuk ke dalam ruangan terang yang
dilengkapi dengan lampu elektrik bervoltase, luxometer, dan benda-benda
dengan ukuran dan warna yang bervariasi.
• Masing-masing individu kemudian diminta untuk mengambil objek terkecil
yang dapat mereka lihat dalam keadaan terang. Prosedur tersebut kemudian
diulang dengan perbedaan intensitas cahaya yang diukur menggunakan
luxometer. Derajat buta senja ditentukan dari luxometer dengan membaca
tingkat pencahayaan (iluminansi) yang dibutuhkan individu untuk mengambil
objek atau benda yang ditempatkan tanpa kesulitan. Derajat berat buta senja
normal pada 0-4 lux, buta senja sedang 5-9 lux, distinct 10-19 lux, dan berat
≥20 lux.
PEMBAHASAN
PEMERIKSAAN FISIK DAN
PENUNJANG
Pemeriksaan kadar vitamin A
• Pemeriksaan kadar vitamin A serum sering digunakan untuk menilai derajat berat hipovitaminosis A.
• Menurut penelitian Hussain, et al di Bangladesh, pada anak yang dipilih sebagai kontrol dan tidak mengalami
buta senja, 41% di antaranya memiliki kadar vitamin A serum <20 μg/dL, yang termasuk rendah. Sebagian
besar anak di daerah penelitian tersebut memiliki kadar vitamin A yang rendah dalam darah secara kronis
dan sangat beresiko tinggi mengalami buta senja dan tanda-tanda xeroftalmia.
• Sementara di Indonesia, 45% anak yang dilaporkan tidak mengalami buta senja dan tidak menujukkan
adanya bercak Bitot memiliki kadar serum <20 μg/dL. Temuan ini menunjukkan perlunya metode yang lebih
sensitif dan sederhana untuk mendeteksi buta senja terutama pada anak sejak stadium awal.
• Menurut penelitian Sommer, et al menunjukkan bahwa adanya riwayat buta senja dapat merupakan bukti
valid defisiensi vitamin A sama seperti adanya bercak Bitot (X1B). Kadar rerata vitamin A serum pada
kelompok anak dengan buta senja saja, X1B saja, atau koeksisten buta senja dan X1B secara klinis dan
statistik signifikan dibandingkan dengan kontrol.
PEMBAHASAN

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan buta senja disesuaikan pada etiologi penyebabnya. Buta senja
yang disebabkan oleh defisiensi vitamin A dapat diatasi dan dicegah dengan
suplementasi dan fortifiaksi makanan dengan vitamin A.
Saat ini di Indonesia dilakukan suplementasi vitamin A khusus pada anak usia 6-59
bulan. Bayi di bawah usia 1 tahun mendapatkan kapsul vitamin A 100.000 IU sekali
dalam setahun. Anak usia 1-5 tahun mendapatkan kapsul vitamin A 200.000 IU dua
kali dalam setahun yaitu setiap bulan Februari dan Agustus
PEMBAHASAN

PENATALAKSANA
AN

Tabel 1. Dosis pemberian suplementasi vitamin


A pada anak sesuai umur dan gambaran klinis
xeroftalmia
PEMBAHASAN

PENATALAKSANA
AN

Tabel 2. Daftar bahan makanan


yang tinggi vitamin A
PEMBAHASAN

PENATALAKSANAAN
Pada pasien yang sudah mengalami komplikasi mata terkait defisiensi vitamin A,
misalnya telah terjadi infeksi sekunder (terdapat nanah dan peradangan) pada mata,
atau kekeruhan dan ulkus pada kornea, dapat diberikan obat antibiotic tetes mata
seperti kloramfenikol 0,25%, 1% atau tetrasiklin 1% serta tetes mata atropine 1%.
Antibiotik tetes mata diberikan sebanyak 4x1 tetes per hari, sementara tetes mata
atrpoin diberikan sebanyak 3x1 tetes per hari.
Pasien dapat diedukasi untuk menutup mata yang mengalami gangguan selama 3-5
hari hingga peradangan atau iritasi mereda. Dapat digunakan kasa untuk menutup
mata, yang sebelumnya telah dicelup dalam larutan NaCl 0,9%.
KESIMPULAN
Buta senja atau niktalopia disebabkan ketidakmampuan mata untuk cepat beradaptasi dari
situasi terang ke gelap. Jenis sel utama retina yang berhubungan dengan niktalopia adalah rod
cell (sel batang). Sel batang merupakan jenis sel fotoreseptor di retina yang mentransmisikan
penglihatan saat malam hari. Sel batang mengandung fotopigmen tunggal, yaitu rhodopsin, dan
disintesis dari protein skotopsin menggunakan kofaktor derivat vitamin A, yaitu retinol.
Niktalopia dapat merupakan gejala awal penyakit herediter seperti retinitis pigmentosa maupun
penyakit yang didapat seperti defisiensi vitamin A. Rabun senja memberikan dampak yang
merugikan bagi manusia karena menyebabkan manusia sulit melihat pada keadaan lingkungan
yang kurang cahaya. Apabila tetap dibiarkan, rabun senja akan menjadi sebuah kelainan mata
yang pada akhirnya menyebabkan kebutaan. Buta senja ditatalaksana sesuai etiologi penyakit
penyebabnya.

Anda mungkin juga menyukai