Anda di halaman 1dari 9

Diagnosis

1. Anamnesis
Pasien dengan ARMD (Age Related Macular Degeneration) sering
mengeluhkan penurunan penglihatan sentral yang tidak disertai nyeri yang dapat
terjadi secara akut ataupun perlahan-lahan. Pasien yang mengalami perdarahan
subretinal dari neovaskularisasi ARMD pada ARMD eksudatif biasanya penurunan
penglihatan terjadi secara akut. Selain itu, dapat terjadi distorsi penglihatan (objek-
objek terlihat salah ukuran atau bentuk, metamorfosia), garis-garis lurus mengalmi
distorsia terutama di bagian pusat penglihatan, kehilangan kemampuan untuk
membedakan warna secara jelas, ada daerah kosong atau gelap di pusat penglihatan
(skotoma), kesulitan membaca dimana kata-kata tampak kabur atau berbayang.1

2. Pemeriksaan fisik
ARMD biasanya terjadi bilateral tetapi sering asimetris. Ketajaman penglihatan
akan menurun. Test yang dapat dilakukan adalah Test Amsler Grid dan tes
penglihatan warna. Test Amsler Grid, dimana pasien diminta suatu halaman uji yang
mirip dengan kertas milimeter grafis untuk memeriksa luar titik yang terganggu
fungsi penglihatannya. Kemudian retina diteropong melalui lampu senter kecil
dengan lensa khusus. Test penglihatan warna, untuk melihat apakah penderita masih
dapat membedakan warna, dan tes-tes lain untuk menemukan keadaan yang dapat
menyebabkan kerusakan pada makula. 1,2,3
3. Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada dari hasil laboratorium yang dapat menegakkan diagnosa dari AMD.2

4. Angiografi flouresens (Flourescein Angiography, FA)


FA merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
adanya kelainan pada makula oleh karena AMD. Pada pemeriksaan ini, zat warna
flouresens akan diinjeksikan secara intravenous dan foto serial dari retina akan
diambil seiring perjalanan zat tersebut melalui koroid dan pembuluh darah retina.
Abnormalitas yang dapat tampak adalah adanya daerah dimana zat tersebut
berkumpul (hiperfluoresens) dan daerah dimana zat tersebut tidak tampak
(hipofluoresens).1-3
Gambar 2.7 Angiografi Flouresens

Lesi hiperfluoresens1:
a. Drusen lunak dan keras
b. Atrofi lapisan pigmen retina
c. Robekan lapisan pigmen retina (tear RPE)
d. CNV (Choroidal Neovascularisation)
e. Serous PED (Pigment Endohelial Detachment)
f. Fibrosis subretinal
g. Skar laser

Lesi hipofluoresens1:
a. Perdarahan
b. Lemak
c. Proliferasi pigmen
Atrofi geografik skar laser

Detachment RPE
Tear RPE

Lemak Skar disciform

Perdarahan pada retina Exudative retinal Detachment

Gambar 2.8 Angiografi Flouresens pada AMD

5. Indocyanine green angiography (ICGA)4


ICGA dapat digunakan untuk mengidentifikasi CNV yang tampak sebagai
daerah hiperflouresens fokal baik ‘hot spot’ atau ‘plaque’, pemeriksaan ini jauh
lebih baik dibandingkan dengan FA karena beberapa alasan yaitu:
a. Meningkatkan sensitivitas dalam mendeteksi CNV dimana CNV dengan
adanya perdarahan densitas rendah, cairan atau pigmen yang kurang
tampak pada FA
b. Membedakan CNV dengan diagnosis lain yang memiliki presentasi yang
sama terutama retinal angiomatous proliferation (RAP) daan central
serous chorioretinopathy (CSR).
c. Identifikasi vascular feeder complexes yang menyuplai daerah CNV.

Gambar 2.9 Indocyanine green angiography pada AMD

6. Optical coherence tomography (OCT)


OCT sangat membantu dalam menentukan adanya cairan subretinal dan dalam
menentukan tingkat ketebalan retina. OCT menawarkan kemampuan unik untuk
menunjukkan gambaran cross sectional dari retina yang tidak mungkin dengan
teknologi pencitraan lain dan dapat membantu dalam mengevaluasi respon dari retina
dan RPE terhadap terapi dengan memungkinkan pengamatan terhadap perubahan
struktural secara akurat. 2,3,4
Gambar 2.10 High Defenition Optical coherence tomography AMD
noneksudatif2

Gambar 2.10 High Defenition Optical coherence tomography AMD


eksudatif2

Tatalaksana
Tatalaksana AMD noneksudatif meliputi edukasi dan follow up, mikronutrien,
perubahan gaya hidup, dan laser fotokoagulasi. Edukasi dan follow up merupakan hal
yang penting untuk mencegah progresi AMD menjadi lebih lanjut. Penggunaan
Amsler grid penting untuk tes penglihatan pada pasien dan dilakukan setiap hari.
Amsler grid adalah suatu tes dengan garis-garis berwarna hitam pada latar putih
dengan titik fiksasi di tengah. Setiap mata diperiksa berganti-gantian dengan
menggunakan kacamata baca untuk mengevaluasi adanya metamorfosia yang baru,
skotoma, dan perubahan penglihatan sentral. Setiap perubahan pada Amsler grid
harus dievaluasi. 1,2
Mikronutrien, beberapa penelitian menunjukkan kegunaan dari konsumsi
mikronutrien. The Age-Related Eye Diseases Study (AREDS) telah melakukan
penelitian pada pasien dengan AMD noneksudatif ringan dan sedang yang diberikan
suplemen antioksidan (15 mg betakaroten, 500 mg vitamin C, vitamin E 400 IU, seng
80 mg, dan tembaga 2 mg) dengan hasil adanya penurunan progresi AMD menjadi
AMD lanjut walaupun efek tersebut kecil. Data menunjukkan kegunaan lain yaitu
mencegah AMD non eksudatif menjadi eksudatif. Penelitian lain oleh Rotterdam
Study yang mencari hubungan asupan antioksidan dengan penurunan resiko menjadi
AMD pada lebih dari 4000 orang yang berusia 55 tahun atau lebih di Belanda. Pada
penelitian ini asupan tinggi betakaroten, vitamin C, vitamin E, dan seng berhubungan
dengan penurunan resiko AMD pada orang usia tua. 1,2
Berdasarkan American Academy of Ophtalmology, suplemen mikronutrien
yang disarankan adalah vitamin C 500 mg, vitamin E 400 IU per hari, betakaroten 15
mg, seng 80 mg, dan tembaga 2 mg. Suplemen lain adalah omega-3 long chain
polyunsaturated fatty acids (LCPUFAs:docohexaechonoic acid [DHA], dan
eicosapentaenoic acid [EPA]).

Tabel 1. Suplemen mikronutrien pada AMD


Perubahan gaya hidup, beberapa penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup
berperan dalam terjadinya AMD yaitu konsumsi makanan tinggi lemak dan merokok.
Pada pasien AMD disarankan untuk menurunkan berat badan dan berhenti
merokok.1,2
Laser fotokoagulasi, terapi ini memiliki manfaat yang kurang bermakna, hal
ini telah diteliti oleh National Eye Institute sponsored the complications of Age-
Related Macular Degeneration Prevention Trial (CAPT) yang menggunakan 1052
pasien pada 22 klinik mata.1
Berbeda dengan tatalaksana AMD noneksudatif, pada AMD eksudatif diterapi
dengan medikamentosa, thermal laser photocoagulation, photodynamic therapy, dan
terapi pembedahan. Terapi medikamentosa yang menjadi sorotan sekarang adalah anti
VEGF seperti Pegaptanib sodium, Ranibizumab, Bevacizumab, Aflibercept.1,3
Pegaptanib sodium merupakan antagonis VEGF selektif yang menstabilkan
penglihatan dan mengurangi hilangnya ketajaman penglihatan serta menurunkan
progresi terjadinya kebutaan. VEGF menyebabkan terjadinya angiogenesis dan
meningkatkan permeabilitas serta inflamasi, ketiga hal ini berperan dalam
neovaskularisasi pada AMD eksudatif. FDA telah mencanangkan penggunaan obat
anti VEGF untuk AMD eksudatif tahun 2004. Pegaptanib sodium diberikan secara
intravitreal dengan dosis 0.3 mg intravitreous selama 6 minggu.1,3
Ranibizumab merupakan rekombinan IgG1-kappa isotype monoclonal
antibody fragment yang berkerja dengan mengikat VEGF-A sehingga mencegah
VEGF berikatan dengan reseptornya (seperti VEGFR1, VEGFR2) pada permukaan
sel endotel sehingga mencegah proliferasi, kebocoran vaskular, dan pembentukan
pembuluh darah baru. Ranibizumab diberikan secara intravitreal dengan dosis 0,5 mg
setiap bulan dan dapat diberikan setiap 3 bulan kemudian setelah 4 suntikan. 1,3
Bevacizumab merupakan monoklonal antibodi dari murin yang menghambat
angiogenesis dengan menghambat VEGF. Secara farmakologi ekonomi, obat ini lebih
menguntungkan karena memiliki harga yang lebih murah. The National Eye Institute
melakukan penelitian yang membandingkan keamanan dan kegunaan dari kedua obat
ini, dan didapatkan bahwa baik keamanan dan kegunaan pada kedua obat ini sama-
sama menimbulkan meningkatkan ketajaman penglihatan setelah 1 tahun.
Bevacizumab diberikan secara intravitreal dengan dosis 1.25 mg (dalam larutan
0.05mL ) setiap bulan. 1,3
Aflibercept berikatan dan mencegah aktivasi VEGF dan PIGF (placental
growth factor). Aktivasi VEGF-A dan PIGF akan menyebabkan terjadinya
neovaskularisasi. Aflibercept diberikan secara intravitreal dengan dosis 2 mg (0,05
ml) setiap bulan selama 3 bulan pertama, dan 2 mg setiap 2 bulan. 3
Thermal laser photocoagulation biasanya digunakan untuk CNV diluar fovea
dan untuk terapi beberapa varian dari AMD eksudatif termasuk retinal angiomatous
proliferation (RAP) dan polypoidal choroidal vasculopathy. Walaupun data dari MPS
untuk subfoveal CNV menyatakan bahwa laser fotokoagulasi lebih baik dari
observasi tetapi kebanyakan dokter tidak melakukannya karena menginduksi skotoma
sentral iatrogenik.3
Photodynamic therapy (PDT), untuk mencegah skotoma pada subfoveal CNV,
para dokter beralih ke PDT. Setalah menginjeksikan tinta fotosensitif dan menunggu
sampai tinta untuk mengkonsentrasi CNV patologis, fotosensitisiser akan terstimulasi
oleh cahaya dengan panjang gelombang spesifik yang di arahkan ke CNV. Tinta akan
bereaksi dengan air untuk menghasilkan oksigen dan radikal bebas hidroksil yang
kemudian akan menginduksi oklusi dari pembuluh darah patologis akibat aktivasi
masif dari platelet dan thrombosis. Tinta yang dapat digunakan adalah verteporfirin.
Verteporfirin merupakan porfirin yang dimodifikasi dengan tingkat absorpsi pada 689
nm yang diberikan secara intravena sampai 10 menit. 3
Tindakan pembedahan submakular tidak menunjukkan manfaat yang
signifikan dibandingkan observasi. Hal ini telah diteliti oleh National Eye Institute
yang membandingkan tindakan pembedahan dengan observasi selama 2 tahun. 3
DAFTAR PUSTAKA

1. Regillo, Carl D. 2011-2012. Retina and Vitreous : Age Related Macular


Degeneration. American Academy of Ophtalmology.
2. Maturi, Raj K. 2018. Nonexudative ARMD. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1223154-overview. Diakses pada 14
November 2018.
3. Prall, Ryan. 2018. Exudative ARMD. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1226030-clinical. Diakses pada 14
November 2018.
4. Kanski, Jack J dan Brad Bowling. 2011.Clinical Ophthalmology, A Systematic
Approach. China: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai