MORBUS HANSEN
Oleh :
SUCI ESTETIKA SARI
HANGGIA
Preseptor :
Dr. dr. Qaira Anum, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
d r. E n n e s t a A s r i , S p . K K , F I N S D V
01 LATAR BELAKANG
PENDAHULUAN
02 BATASAN MASALAH
03 TUJUAN PENULISAN
04 METODE PENULISAN
01 LATAR BELAKANG
MORBUS HANSEN
Gambaran
Morfologi
Etiologi Makula atau plakat, berbatas jelas, pada bagian tengah
terdapat lesi yang regresi atau central healing. Atau bisa
Mycobacterium leprae berupa macula yang disertai lesi satelit di tepinya.
Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang definisi,
etiologi, klasifikasi, patogenesis, gejala
klinis, diagnosis, tatalaksana, prognosis
dan laporan kasus morbus hansen.
Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk menambah
pengetahuan mengenai definisi, etiologi,
klasifikasi, patogenesis, gejala klinis,
diagnosis, tatalaksana, prognosis dan
laporan kasus morbus Hansen.
Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode
penulisan pembahasan kasus dan
tinjauan kepustakaan merujuk pada
berbagai literatur.
DEFINISI
01 MORBUS HANSEN
TINJAUAN 03
ETIOPATOGENESIS
MORBUS HANSEN
DIAGNOSIS
05
MORBUS HANSEN
TATALAKSANA
06 MORBUS HANSEN
PROGNOSIS
07 MORBUS HANSEN
01 DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI
MORBUS HANSEN
Morbus Hansen atau dengan nama lain kusta atau lepra adalah penyakit infeksi
kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat.
Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius
bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.
A GEJALA KLINIS
Diagnosa pasien kusta dapat ditegakkan berdasarkan pada penemuan tanda kardinal (minimal 1 tanda kardinal) yaitu:
Dapat disertai rasa nyeri dan juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena:
3. Adanya basil tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit (slit skin smear).
Untuk menegakkan diagnosis kusta, setidaknya ditemukan satu tanda
kardinal, bila tidak maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan perlu diperhatikan klinisnya dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat
ditegakkan atau disingkirkan, dibuat sediaan mikrokopis pada gelas alas dan diwarnai dengan pewarnaan Ziehl Neelsen. Bila ditemukan tanda kardinal di atas maka pasien
adalah tersangka kusta,observasi dan periksa ulang setelah 3-6 bulan.
05 DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
b. Pemeriksaan Histopatologik
Granuloma adalah akumulasi makrofag atau derivat-derivatnya. Gambaran histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata,
tidak ada basil atau hanya sedikit dan bersifat non solid.
c. Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M. leprae. Antibodi yang terbentuk dapat bersifat
spesifik terhadap M. leprae, yaitu antibodi anti phenolic glycolipid-1 (PGL-
1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD. Sedangkan antibodi tidak spesifik antara lain antibodi anti-lipoarabinomanan (LAM), yang juga dihasilkan oleh
kuman M. Tuberculosis. 2
06 TATALAKSANA
PENANGANAN UMUM
a. Eliminasi/penghindaran factor penyebab.
b. Konsumsi makanan yang bergizi serta konsumsi buah.
c. Menjaga kebersihan diri
06 TATALAKSANA
1. Rejimen PB dengan lesi kulit 2-5 buah, terdiri atas rifampisin 600 mg sebulan sekali, di bawah
pengawasan, ditambah dengan DDS 100 mg/hari (1-2 mg/kgBB) swakelola selama 6 bulan.
a. Rejimen MB dengan lesi kulit lebih dari 5 buah, terdiri atas kombinasi rifampisin 600 mg sebulan sekali di bawah
pengawasan, DDS 100 mg/hari swakelola ditambah klofazimin 300 mg sebulan sekali diawasi dan 50 mg/hari
swakelola.Lamapengobatan1 tahun.
b. Rejimen PB dengan lesi tunggal, terdiri atas rifampisin 600 mg ditambah dengan ofloksasin 400 mg dan minosiklin
100mg (ROM)dosis tunggal.
c. Dosistersebutmerupakandosisdewasa,untukanak-anakdisesuaikandenganberatbadan. 9
06 TATALAKSANA