Anda di halaman 1dari 7

Ketika intervensi diet tidak mengurangi gejala, dapat digunakan inhibitor

α-glukosidase. Senyawa ini mengurangi kenaikan gula darah dan insulin postprandial,
tetapi penggunaannya dibatasi oleh efek samping seperti perut kembung dan diare.
Analog dari somatostatin seperti octreotide dan lanreotide telah digunakan untuk
mengobati hipoglikemia pasca-RYGB ketika intervensi diet dan inhibitor
α-glukosidase tidak efektif. Senyawa ini menghambat sekresi insulin dan menurunkan
motilitas usus dan vasodilatasi splanknik postprandial dan memperbaiki gejala
postprandial. Dalam beberapa kasus, diazoxide telah digunakan dalam pengobatan
hipertensi dan insulinoma. Sayangnya kurangnya penelitian terhadap efek logitudinal
terapi yang diberikan pada hipoglikemia post-RYGB.

Pancreatektomi telah digunakan untuk perawatan hipoglikemia pasca-RYGB.


Mathavan et al . secara retrospektif mempelajari 15 pasien yang memiliki post bypass
hipoglikemia. Sembilan pasien menjalani operasi yang melibatkan extended distal
pancreatectomy. Kesembilan pasien memiliki perbaikan gejala setelah operasi
pertamanya; namun, 77% mengalami kekambuhan pada gejala-gejalanya. Penelitian
oleh Alvarez et al. menjelaskan laparoscopic spleenpreserving distal pancreatectomy
pada pasien dengan Hipoglikemia RYGB yang tetap bebas dari gejala selama 10 bulan.
Tingkat reseksi pankreas berbeda, dalam literatur oleh Mathavan yang menggambarkan
reseksi pankreas 80% dari parenkim pada delapan dari sembilan pasien, penelitian oleh
Thompson et al . dijelaskan reseksi pankreas 80% dan penelitian oleh Harness et al.
Menggambarkan reseksi pankreas hingga 50-100%.

Namun, Vanderveen et al . mempelajari 75 pasien yang telah menjalani


pankreatektomi parsial untuk hipoglikemia. Mayoritas pasien (64%) memiliki riwayat
operasi bariatrik sebelumnya. Empat puluh satu (87%) pasien memiliki gejala berulang
setelah pankreatektomi parsial dengan satu pasien yang membutuhkan pankreatektomi
total untuk akibat memiliki gejala yang parah dan berat. sebagian besar pasien terus
memiliki gejala setelah pankreatektomi parsial, prosedur ini sebagian besar telah
ditinggalkan untuk pengobatan hipoglikemia pasca-RYGB.

Laporan kasus menunjukkan bahwa makan dengan jalur enteral secara kontinu
dengan memasukkan tabung gastrostomi ke dalam perut dapat meringankan gejala
hipoglikemia.
Non-insulinoma pancreatogenous hypoglycemia syndrome

Non-insulinoma pancreatogenous hypoglycemia syndrome (NIPHS) adalah


kondisi langka yang pertama kali dijelaskan dalam penelitian Service et al . tahun
1999. Kondisi ini sering disamakan dengan hipoglikemia post bypass; namun pasien
dengan NIPHS tidak memiliki riwayat operasi bypass lambung. Pencitraan pankreas
dengan penelitian tersebut seperti ultrasound trans-abdominal, CT abdomen, MRI,
EUS dan USG intraoperatif menunjukkan hasil negatif. Jadi, NIPHS harus
dipertimbangkan pada pasien yang tidak memiliki riwayat operasi bypass lambung
dan muncul dengan klinis hipoglikemi hiperinsulinemia endogen dengan hasil
pencitraan lokal negatif. Hipoglikemia biasanya terjadi pada periode postprandial.

Spesimen bedah menunjukkan gambaran nesidioblastosis. Hasil pencitraan


negatif untuk insulinoma. Mutasi genetik ( KCNJ11 dan ABCC8 ) yang terkait dengan
nesidiobalstosis bawaan tidak terdeteksi pada pasien ini.

Diagnosis biasanya membutuhkan selective arterial calcium stimulation


menggunakan sample vena hati dengan hasil respon insulin positif dibeberapa
pembuluh darah daerah pankreas.

Diaxozide telah digunakan untuk mengelola NIPHS pada beberapa kasus. Pada
pasien dengan gejala berat atau pasien dengan gejala refrakter, direkomendasikan
untuk dilakukan pankreatektomi distal.

Insulin autoimmune hypoglycemia syndrome

Insulin autoimmune hypoglycemia syndrome pertama kali dijelaskan sebagai


salah satu penyebab hipoglikemia oleh Hirata pada tahun 1972. Penyakit ini secara
klinis dan biokimia memiliki persamaan dengan hipoglikemia yang disebabkan
insulinoma, namun pada Insulin autoimmune hypoglycemia syndrome ini
menggambarkan adanya antibodi insulin dan kadar plasma insulin yang lebih dri 1000
pmol/L. Penyakit ini lebih umum terjadi di Asia dan pada pasien dengan riwayat
penyakit autoimun. Penyakit ini terbukti memiliki hubungan dengan hasil HLA-DR
positif. Munculnya antibodi ini dapat disebabkan oleh obat-obatan dan virus. Antibodi
ini berikatan dengan insulin dan proinsulin, menyebabkan hiperglikemia pada tahap
awal yang selanjutnya akan merangsang sekresi insulin. Pada tahap tertentu, kapasitas
pengikatan antibodi dengan insulin mencapai batas, sehingga insulin bebas yang tidak
berikatan dengan antibodi akhirnya menyebabkan hipoglikemia.

Hipoglikemia pada sindrom ini umumnya merupakan self-limiting. Steroid


cukup sering digunakan sebagai tatalaksana hipoglikemia pada sindrom ini. Pada
beberapa kasus refrakter dengan penggunaan steroid, pilihan obat lain yang dapat
digunakan seperti azathioprine, plasmapheresis, 6-mercaptopurine dan rituximab.
Penggunaan rituximab bertujuan untuk mengurangi antibodi terhadap insulin yang
efeknya dapat bertahan selama 3 tahun. Terdapat laporan dalam literatur mengenai
operasi pankreas sebagai salah satu terapi pada sindrom ini.

Drug-induced hypoglycemia

Insulin atau produk yang dapat memrangsang sekresi insulin, penggunaan


tunggal ataupun kombinasi merupakan obat-obatan yang paling swring menyebabkan
hipoglikemia. Beberapa obat yang tidak digunakan sebagai terapi hiperglikemia
namun dapat menyebabkan hipoglikemia seperti quinine, disopyramide,
beta-adrenoreseptor nonselektif sepert propanolol, salisilat dan pentamidine. Namun
studi terbaru mengenai hipoglikemia yang disebabkan oleh obat-obatan, menunjukkan
bahwa quinolone, pentamidine, quinine, beta-blockers, angiotensin-converting enzym
agent dan IGF merupaan obat yang paling sering menyebabkan terjadinya
hipoglikemia. Faktor predisposisi pada hipoglikemia diinduksi obat adalah kurangnya
asupan makan, usia, peyakit hati, penyakit ginjal, seperti yang dijelaskan dalam
penelitian oleh Seltzer pada tahun 1972 dan 1989. penggunaan jenis obat yang banyak
juga merupakan salah satu faktor risiko timbulnya drug-induced hipoglikemia,
terutama pada pasien yang dirawat di rumah sakit dengan pengobatan multipel.
Konsumsi alkohol juga dapat menyebabkan hipoglikemia dan juga merupakan salah
satu faktor risiko drug-induced hipoglikemia. Hipoglikemia diinduksi obat merukan
kejadian yang sering terjadi sehingga untuk setiap pasien yang tidak sadar perlu
dievaluasi kemungkinan hipoglikemia.

Pencegahan merupakan kunci utama pada hipoglikemia diinduksi obat. Hal ini
bukan berarti menghindari peresepan obat yang dapat menyebabkan hipoglikemia.
Perhatian perlu diberikan pada saat meresepkan obat-obatan yang berpotensi kepada
pasien dengan penyakit ginjal dan hati. Pengobatan pada hipoglikemia diinduksi obat
biasanya melibatkan penghentian terhadap obat yang menyebabkan hipoglikemia
untuk membalikkan keadaan hipoglikemia akut. Hal ini dapat dilakukan dengan
pemberian oral 15g glukosa pada pasien yang sadar dan tidak memiliki gejala yang
parah. Pada pasein yang tidak bisa mendapatkan glukosa melalui oral atau pasien
dengan hipoglikemia berat, dapat diberikan koreksi dengan dekstrosa 50% atau
glukagon. Kemudian dapat diberikan infus dekstrosa 10% dengan kecepatan
100ml/jam untuk mempertahankan kadar gula darah yang diberikan selama beberapa
jam untuk mencegah kemungkinan penghentian prematur yang dapat terjadi pada
episode hipoglikemia lebih lanjut.

Non-islet cell tumor

Pada kasus yang jarang terjadi, hipoglikemia berulang dapat terjadi pada pasien
dengan tumor jinak atau ganas pada mesenkim, epitel, hematopoietik, dan
neuroendokrin sebagai suatu sindrom paraneoplastik. Tumor ini mengekspresikan
high molecular weight IGF2 (‘Big’ IGF2), yang merupakan proses postranslasi tidak
lengakap dari prekursor IGF2. IGF2 adalah suatu molekul yang memiliki struktur
yang hampir sama dengan insulin yang dapat merangsang reseptor insulin. ‘Big’ IGF2
ini dapat berikatan dengan reseptor insulin dan juga reseptor IGF2. hal ini
menyebabkan menurunnya produksi gula oleh hati dan meningkatnya penyerapan
glukosa dari sirkulasi sitemik oleh otot dan jaringan perifer, yang berakhir pada
keadaan hipoglikemia. Hipoglikemia yang terjadi pada non-islet cell tumor biasa
terjadi pada pase postabsorpsi dan ditandai dengan hipoinsulinemia dengan kadar gula
yang rendah, rendah insulin, dan rendahnya kadar C-peptide serta penekanan terhadap
beta-hidroksibutirat. Kadar hormon pertumbuhan, IGF1 dan IGFBP3 juga ikut
menurun. Terdapat respon normal oleh glukagon sebagai glikogenolisis, namun
respon ini dihambat olek aksi insulin-like Idari ‘Big’ IGF2 ini. Seperti yang
dijelaskan sebelumnya, pada keadaan terjadi peningkatan dari ‘Big’ IGF2.
Perbandingan kadar IGF2:IGF1 lebih atau sama dengan 10 dapan menjadi poin
diagnostik. Mekanisme lain timbulnya hipoglikemia pada non-islet cell tumor berupa
menurunnya produksi glukosa oleh hepar akibat infiltrasi tumor. Pada kasus tumor
yang menyebabkan hipoglikemia umumnya tumor dengana ukuran yang besar.
Hipoglikemia pada beberapa kasus merupakan gejala awal dari suatu keganasan dan
pemeriksaan pada hipoglikemia umumnya sering mengarah pada kasus keganasan.

Seperti beberapa kasus hipoglikemia yang telah dijelaskan sebelumya,


tatalaksana hipoglikemia akut dapan diberikan dekstrosa melalui jalur intravena. Pada
kasus hipoglikemia berat dapat diberikan glukagon. Meminta pasien untuk memakan
makanan tinggi gula dapat mengurangi frekuensi dan gejala hipoglikemia. Pada
beberapa kasus dibutuhkan pemberian nutrisi dengan total parenteral. Debulking
tumor berukuran besar yang tidak dapat direseksi total pada tumor juga dapat
mengurangi gejala hipoglikemia. Pada beberapa kasus juga telah dilakukan embolisasi
tumor untuk tumor yang tidak dapat direseksi. Radioterapi dan kemoterapi juga
mungkin diperlukan untuk mengurangi beban tumor dan selanjutnya dapat
mengurangi episode hipoglikemia. Untuk kasus di mana reseksi total tumor tidak
mungkin dilakukan, dapat digunakan obat-obatan untuk mengontrol

hipoglikemia. Diaxozide telah digunakan dalam perawatanb hipoglikemia pada


non-islet cell tumor meskipun dengan keberhasilan terbatas. Analog somatostatin
telah digunakan dan berhasil dibeberapa kasus. Namun, dalam beberapa kasus tidak
didapatkan perbaikan pada kadar gula darah, yang kemungkinan disebabkan tidak
adanya reseptor somatostatin pada tumor. Glukokortikoid dan hormon pertumbuhan
juga telah digunakan secara tunggal atau dalam kombinasi dalam

manajemen hipoglikemia non-islet cell tumor. Biaya yang mahal dapat menjadi
penghambat penggunaan hormon pertumbuhan d]jangka panjang serta adanya
kekhawatiran terhadap potensi pertumbuhan tumor akibat hormon pertumbuhan.
Beberapa laporan penggunaan imanitib pada non-islet cell tumor dengan beberapa
kasus mencapai keberhasilan.

Sepsis dan hipoglikemia

Pada pasien dengan keadaan kritis, penurunan simpanan glikogen, gangguan


glukoneogenesis dan peningkatan pemakaian glukosa oleh jaringan perifer,
merupakan predisposisi dari hipoglikemia. Penyakit dengan keadaan kritis
meningkatkan stres fisik. Insufisiensi adrenal rlatif atau absolut memiliki banyak
etiologi termasuk penggunaan obat-obatan seperti etomidate yang dapat mengganggu
sintesis kortikoteroid. Pasien dengan sepsis atau trombositopenia dari berbagai
penyebab dapat berisiko terjadi peradarahan adrenal bilateral atau infark yang dapat
menyebabkan insufisiensi adrenal. Hipoglikemia dapat menjadi presentasi klinis pada
penyakit kritis namun jarang menonjol, sehingga perlu observasi lebih lanjut dan
perawatan dikarenakan keadaan hipoglikemia pada kreadaan kritis dapat
meningkatkan mortalitas.

Hipoglikemia pada insufisiensi adrenal

Kortisol memiliki peran penting dalam mekanisme counter-regulatory yang


melindungi dari keadaan hipoglikemia. Hormon ini merusak persinyalan insulin,
meningkatkan glukoneogenesis, lipolisis, ketogenesis, proteolisis dan mengurangi
penggunaan glukosa.

Penyebab paling sering dari insufisiensi adrenal primer adalah penyakit


autoimun di negara berkembang. Bagaimanapu, infeksi TB pernah menjadi penyebab
utama terjadinya insufisiensi adrenal primer. Penyebab lain yang mungkin
menyebabkan insufisiensi adrenal yaitu adanya pedarahan atau infark pada adrenal.
Insufisiensi adrenal sekunder disebabkan oleh kelainan pada hipofisis dan
hipotalamus.

Hipoglikemia pada pasien dewasa dnegan defisiensi adrenal primer sangat


jarang terjadi, namun pasien dengan Addison’s disease memiliki risiko tinggi untu
terjadi hipoglikemia. Peelitian oleh Christiansen et al, menunjukkan bahwa
pengambilan kortisol dapat meningkatkan sensitifitas insulin sebesar 70%,
peningkatan oksidasi glukosa sebesar 50%, dan penurunan produksi glukosa endogen,
menunjukkan bahwa kegagalan adrenokortikal dapat menyebabkan hipoglikemia.
Penelitian oleh Meyer et alterhadap 13 pasien dengan insufisiensi adrenal prmer
menggunakan monitoring glukosa secara kontinu selama 3-5 hari. Satu pasien
mengalami hipoglikemia nocturnal dengan konsentrasi glukosa darah <50mg/dL.
Pada saat pemberian dosis hidrokortison terakhir pasien dirubah menjadi sore hari,
tidak didapatkan lagi episode hipoglikemia.

Hipoglikemia lebih banyak ditemui pada pasien dengan insufisiensi adrenal


sekunder dan sering terjadi pada anaak muda dengan hipopituitaarism. Pengobatan
berupa pemberian dosis fisiologis oral hidrokortison yang diberikan 2-3 kali dalam
sehari, dan paada kasus krisis adrenal dapat diberikan hidrokortison dosis tinggi
melalui intravena. Koreksi segera terhadap hipoglikemia dapat diberikan dextrosa
secara intravena.

Hipoglikemia buatan

Hipoglikemia buatan mungkin sulit dibuktikan dan membutuhkan riwayat rinci


untuk membuktikan akses terhadap obat-obat yang menurunkan gula darah, dan
idealnya skrining obat itu positif pada saat hipoglikemia. Hipoglikemia buatan
biasanya karena penggunaan diam-diam insulin atau obat yang memicu sekresi insulin
seperti sulfoniurea dan meglitinides. Dalam kasus yang melibatkan pasien yang lebih
tua mungkin karena penggunaan yang tidak disengaja dari agen hipoglikemik oral
pasangannya. Perawatan dalam kasus ini melibatkan penghentian obat penyebab,
koreksi keadaan hipoglikemia akut dengan dekstrosa 50%, atau glukagon dan
berikutnya dekstrosa infus untuk mempertahankan gula darah normal. Kadang (pada
hipoglikemia yang disebabkan oleh secretagogue insulin) infus somatostatin mungkin
diperlukan.

Kesimpulan

Hipoglikemia adalah fenomena umum dalam pengobatan diabetes dan obat


penurun glukosa. Namun ada penyebab hipoglikemia yang tidak biasa yang
menyebabkan morbiditas yang signifikan. Sebelum evaluasi hipoglikemia, penting
untuk menetapkan hipoglikemia dengan memenuhi triad Whipple. Perawatan
hipoglikemia akut penting untuk mencegah gejala sisa hipoglikemia berkepanjangan
yang dapat menyebabkan gejala sisa neurologis ireversibel.

Anda mungkin juga menyukai