Oleh:
Preseptor:
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Clinical
Science Session ini yang berjudul “Pendekatan Diagnostik Limfadeneopati”. Clinical
Science Session ini ditulis dengan tujuan agar dapat menambah wawasan dan
pengetahuan penulis dan pembaca mengenai Pendekatan Diagnostik Limfadeneopati,
selain itu juga untuk memenuhi salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan Clinical Science Session ini terutama kepada preseptor Prof. Dr. dr.
Irza Wahid, Sp.PD-KHOM, FINASIM yang telah meluangkan waktu dalam
memberikan bimbingan, saran dan perbaikan kepada penulis. Dengan demikian,
penulis berharap agar Clinical Science Session ini dapat bermanfaat dalam menambah
wawasan penulis dan pembaca mengenai Pendekatan Diagnostik Limfadeneopati.
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi KGB 2
2.2 Definisi Limfadenopati 5
2.3 Etiologi Limfadenopati 5
2.4 Patofisiologi Limfadenopati 6
2.5 Diagnosis Limfadenopati 7
2.6 Tatalaksana Limfadenopati 18
BAB III KESIMPULAN 19
DAFTAR PUSTAKA 20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sistem limfatik, didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh termasuk ketiak dan perut
Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui simpai
(kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan aliran getah
bening eferen keluar dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening masuk kedalam
mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang disebut sinus perifer yang dilapisi
simpai dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan merupakan alur
untuk pembuluh darah dan syaraf. Dari bagian pinggir cairan getah bening
menyusup kedalam sinus penetrating yang juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan
getah bening di dalam sinus penetrating melalui hilus, sinus ini menempati ruangan
yang lebih luas dan disebut sinus meduleri. Dari hilus cairan ini selanjutnya menuju
sistem limfe dalam seluruh tubuh. Limfe adalah cairan yang dikembalikan dari cairan
interstitium ke plasma melalui sistem limfe untuk pertahanan imun. Limfosit memiliki
dua bentuk, yang berasal dari sel T (Thymus) dan sel B (Bursa) atau sumsum tulang.
Fungsi dari limfosit B dan sel-sel turunannya seperti sel plasma, immunoglobulin,
2
yang berhubungan dengan humoral immunity, sedangkan limfosit T berperan untuk
cell-mediated immunity. Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks,
jaringan limfoid di lapisan dalam saluran pencernaan yang disebut bercak peyer atau
gut associated lymphoid tissue (GALT) terorganisir sebagai pusat sel-sel imun untuk
sekunder dan zona interfolikuler) folikel di korteks ada tempat sel B proliferasi,
Bagian terdalam dari KGB adalah bagian medulla yang terdiri dari sel plasma dan
limfe.4
3
Fungsi dari sistem limfe ini adalah4
Limfe disaring oleh KGB yang terletak di sepanjang perjalanan sistem limfe.
Sebagai contoh bakteri yang diserap dari cairan interstitium dihancurkan oleh
Tubuh mempunyai sekitar 600 KGB, tetapi hanya KGB yang terletak di region
submandibula, aksila atau inguinal yang dapat normal dipalpasi pada orang sehat.
Fungsi dari KGB sebagai tempat pertukaran limfosit dengan limfe (menyingkiran,
dalam KGB membersihkan mikroba dan debris lain berupa partikel dari limfe.4
4
Ukuran KGB tergantung dari umur seseorang, lokasi dari KGB dalam tubuh
dan kejadian imunologis sebelumnya.2 Pada neonates KBG hampir tidak terlihat,
sistem limfatik anak akan mencapai puncak pertumbuhannya pada saat anak berusia
12 tahun
5
Tabel 1 : Etiologi Limfadenopati.3
6
lainnya. Proses penyaringan juga menyajikan antigen kepada limfosit terkandung
dalam KGB.6
Respon imun dari limfosit melibatkan proliferasi sel limfosit dan makrofag,
yang dapat menyebabkan KGB untuk memperbesar (limfadenopati reaktif). Patogen
mikroorganisme dibawa dalam cairan limfe dapat juga langsung menginfeksi KGB,
menyebabkan limfadenitis), dan apabila terdapat sel-sel kanker dapat menginfiltrasi
langsung atau proliferasi sel di KGB.6
7
2.5.1 Anamnesis
Kelenjar getah bening teraba pada periode neonatal dan sebagian besar anak
sehat mempunyai kelenjar getah bening servikal, inguinal, dan aksila yang teraba.
Sebagian besar penyebab limfadenopati pada anak adalah infeksi atau penyebab yang
bersifat jinak. Berdasarkan sebuah laporan, dari 628 penderita yang menjalani biopsi
karena limfadenopati, penyebab yang jinak dan swasirna (self-limiting) ditemukan
pada 79% penderita berusia kurang dari 30 tahun, 59% penderita antara 31-50 tahun,
dan 39% penderita di atas 50 tahun.3, 7
b. Pajanan
8
keganasan, seperti sarkoma Kaposi dan limfoma maligna non-Hodgkin meningkat
pada kelompok ini. Riwayat keganasan pada keluarga, seperti kanker payudara atau
familial dysplastic nevus syndrome dan melanoma, dapat membantu menduga
penyebab limfadenopati.3, 7
c. Gejala penyerta
Pemeriksaan fisik secara umum seperti kondisi kesehatan pasien, tinggi badan,
dan pengukuran berat badan dapat membantu mengidentifikasi tanda-tanda penyakit
kronis terutama pada anak-anak. Pemeriksaan limfatik lengkap harus dilakukan untuk
menyingkirkan limfadenopati generalisata. Pemeriksaan kulit dilakukan untuk
menyingkirkan lesi lain pada keganasan dan mengevaluasi trauma yang dapat menjadi
sumber infeksi.3, 7
9
penyakit granulomatosa. Limfoma Hodgkin tipe sklerosa nodular mempunyai
karakteristik terfiksasi dan terlokalisasi dengan konsistensi kenyal. Pada kasus yang
jarang, limfadenopati yang nyeri disebabkan oleh perdarahan pada kelenjar yang
nekrotik atau tekanan dari kapsul kelenjar karena ekspansi tumor yang cepat.3, 7
Kelenjar getah bening normal berukuran sampai diameter 1 cm, tetapi beberapa
penulis menyatakan bahwa kelenjar epitroklear lebih dari 0,5 cm atau kelenjar getah
bening inguinal lebih dari 1,5 cm merupakan hal abnormal. Terdapat laporan bahwa
pada 213 penderita dewasa, tidak ada keganasan pada penderita dengan ukuran
kelenjar di bawah 1 cm, keganasan ditemukan pada 8% penderita dengan ukuran
kelenjar 1-2,25 cm dan pada 38% penderita dengan ukuran kelenjar di atas 2,25 cm.
Pada anak, kelenjar getah bening berukuran lebih besar dari 2 cm disertai gambaran
radiologi toraks abnormal tanpa adanya gejala kelainan telinga, hidung, dan
tenggorokan merupakan gambaran prediktif untuk penyakit granulomatosa
(tuberkulosis, catscratch disease, atau sarkoidosis) atau kanker (terutama limfoma).
Tidak ada ketentuan pasti mengenai batas ukuran kelenjar yang menjadi tanda
kecurigaan keganasan. Ada laporan bahwa ukuran kelenjar maksimum 2 cm dan 1,5
cm merupakan batas ukuran yang memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk
menentukan ada tidaknya keganasan dan penyakit granulomatosa.3, 7
b. Lokasi limfadenopati
Kelenjar getah bening servikal yang mengalami inflamasi dalam beberapa hari,
kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khas untuk limfadenopati akibat
infeksi stafilokokus dan streptokokus. Kelenjar getah bening servikal yang
berfluktuasi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan tanpa tanda-tanda infl
amasi atau nyeri yang signifikan merupakan petunjuk infeksi mikobakterium,
10
mikobakterium atipikal atau Bartonella henselae (penyebab cat scratch disease).
Kelenjar getah bening servikal yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan
perokok menunjukkan metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring, nasofaring,
laring, tiroid, dan esofagus). Limfadenopati servikal merupakan manifestasi
limfadenitis tuberkulosa yang paling sering (63-77% kasus), disebut skrofula.3, 7
11
Gambar 4. Kelenjar getah bening aksila dan daerah drainasenya.7
12
Limfadenopati generalisata. Limfadenopati generalisata adalah pembesaran
lebih dari dua kelompok kelenjar getah bening yang tidak berdekatan. Limfadenopati
generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius, penyakit autoimun, dan
keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati lokalisata. Penyebab jinak pada anak
adalah infeksi adenovirus. Limfadenopati generalisata dapat disebabkan oleh
leukemia, limfoma, atau penyebaran kanker padat stadium lanjut.3
Laboratorium :
Darah tepi lengkap, hapusan darah, Laju Endap Darah (LED) Darah
Fungsi hati dan analisis urin: untuk melihat penyakit sistemik penyebab
(LDH), asam urat, kadar kalsium dan fosfat, untuk melihat tanda
keganasan.
b. Pemeriksaan Radiologi
13
Ultrasonografi bisa berguna untuk diagnosis dan monitor pasien dengan
limfadenopati, terutama jika mereka memiliki kanker tiroid atau riwayat terapi radiasi
saat muda. Tetapi harus dipikirkan bahwa meski di pasien kanker pembesaran
kelenjar getah bening jinak lebih sering dibandingkan yang ganas. Bentuk dari nodul
limfa jinak biasanya berbentuk oval tipis sedangkan ganas berbentuk bulat dan kenyal.
Perbedaan di ukuran atau homogenitas tidak menjadi indikator patologi yang bisa
diandalkan.
14
Gambar 7. MRI yang menunjukkan pembesaran nodul limfa di panah panjang dan
benjolan disebelah kanan panah pendek.
15
Gambar 9. CT Limfadenopati servical dengan kontras, bagian sagital menunjukkan
pembesaran kelenjar getah bening di tingkat Ib, II, III dan V.
c. Biopsi
Jika diputuskan tindakan biopsi, idealnya dilakukan pada kelenjar yang paling
besar, paling dicurigai, dan paling mudah diakses dengan pertimbangan nilai
diagnostiknya. Kelenjar getah bening inguinal mempunyai nilai diagnostik paling
rendah. Kelenjar getah bening supraklavikular mempunyai nilai diagnostik paling
tinggi. Meskipun teknik pewarnaan imunohistokimia dapat meningkatkan sensitivitas
dan spesifi sitas biopsi aspirasi jarum halus, biopsi eksisi tetap merupakan prosedur
diagnostik terpilih. Adanya gambaran arsitektur kelenjar pada biopsi merupakan hal
yang penting untuk diagnostik yang tepat, terutama untuk membedakan limfoma
dengan hiperplasia reaktif yang jinak.3, 7
Biopsi eksisi merupakan gold standar dari
pemeriksaan limfadenopati namun tidak semua pusat layanan kesehatan dapat
melakukan prosedur ini karena keterbatasan sarana dan tenaga medis. Disamping itu,
metode biopsi eksisi ini tergolong invasif dan mahal.
Biopsi aspirasi jarum halus merupakan penunjang yang cukup baik dalam
menggantikan jika pusat pelayana kesehatan memiliki keterbatasan sarana dan tenaga
medis. Meskipun biopsi aspirasi jarum halus adalah diagnosis pertama yang mapan
alat untuk evaluasi kelenjar getah bening, hanya biopsi inti atau biopsi eksisi akan
cukup untuk diagnosis formal limfoma ketika teknik analitik lebih lanjut tidak
tersedia, seperti imunohistokimia, aliran cytometry dan noda khusus.10
16
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan limfoma
juga dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif suatu limfoma
membutuhkan tindakan biopsi eksisi, oleh karena itu diagnosis subtipe limfoma
dengan menggunakan biopsi aspirasi jarum halus masih merupakan kontroversi.
Aspirat Limfoma non-Hodgkin berupa populasi sel yang monoton dengan ukuran sel
yang hamper sama. Biasanya tersebar dan tidak berkelompok. Diagnostik sitologi
Limfoma Hodgkin umumnya dibuat dengan ditemukannya tanda klasik yaitu sel Reed
Sternberg dengan latar belakang limfosit, sel plasma, eosinofil dan histiosit. Sel Reed
Sternberg adalah sel yang besar dengan dua inti atau multinucleated dengan
sitoplasma yang banyak dan pucat. 17
Gambar 10. Limfoma Hodgkin. Tampak sel Reed Sternbergklasik dengan latar belakang
limfosit dan eosinofil. Metastasis karsinoma merupakan penyebab yang lebih umum dari
limfadenopati dibandingkan dengan limfoma. Dengan teknik biopsi aspirasi jarum halus lebih
mudah mendiagnosis suatu metastasis karsinoma daripada limfoma.
17
Gambar 11. Metastasis keratinizing squomous cell carcinoma.Tampak sel-sel yang
mengalami keratinisasi pada aspirat dari penderita karsinoma laring.
18
2.6 Tatalaksana Limfadenopati
Bila kelenjar menjadi semakin besar, berwarna merah, sakit atau tampaknya
berisi cairan bila diraba, dan dokter mencurigai ada infeksi bakteri, dokter mungkin
akan memberi obat antibiotik. Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis
supuratif yang biasa disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus
pyogenes (group A). Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan
memberikan respon positif dalam 72 jam. Kalau tidak ada perubahan, dokter mungkin
akan melakukan aspirasi (mengambil contoh kecil dari kelenjar dengan jarum tipis,
untuk diperiksa dengan mikroskop). Aspirasi ini berguna untuk menyingkirkan
diagnosis limfoma, limfadenopati karena sarkoma Kaposi, penyakit jamur, TB atau
penyebab yang lain. Bila kelenjar terus membesar, mungkin dokter akan menyedot
cairan isinya dengan jarum kecil (aspirasi) agar tidak meledak.
Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan kembali diagnosis dan
penanganannya. Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan
evaluasi dengan menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini.
Kegagalan mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk
dilaksanakannya biopsy KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan
gejala yang mengarah kepada keganasan. KGB yang menetap atau yang bertambah
besar, walaupun dengan pengobatan yang adekuat, mengindikasikan diagnosis yang
belum tepat.1,2 Pembedahan atau limfadenektomi dilakukan jika dijumpai adanya
abses dan evaluasi dengan menggunakan USG, diperlukan untuk menangani pasien.3
19
BAB III
KESIMPULAN
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran
lebih besar dari 1 cm1. Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai
abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening.Terabanya kelenjar getah
bening supraklavikula, iliak, atau poplitea dengan ukuran berapa pun dan terabanya
kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm merupakan keadaan
abnormal.
Limfadenopati dapat disebabkan oleh keganasan, infeksi, penyakit autoimun,
kelainan-kelainan yang jarang didapatkan dan iatrogenik (obat). Anamnesis dan
pemeriksaan fisik penting untuk mengevaluasi usia penderita, lokasi, karakteristik,
dan lamanya limfadenopati, serta gejala lain yang menyertai untuk mengarahkan pada
penyebab limfadenopati.
20
DAFTAR PUSTAKA
5. Vikramjit SK, Richard HS, Gary JS. Lymphadenopathy. 2012 diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/956340-overview pada tanggal 10
Oktober 2013
21