Anda di halaman 1dari 24

Clinical Science Session

PENDEKATAN DIAGNOSTIK LIMFADENOPATI

Oleh:

Febrio Makasuci 1840312608


Nurul Fazlin binti M. Firdaus 1840312613
Suci Estetika Sari 1840312635
Silvina Yulandari 1840312650

Preseptor:

Prof. Dr. dr. Irza Wahid, Sp.PD-KHOM, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Clinical
Science Session ini yang berjudul “Pendekatan Diagnostik Limfadeneopati”. Clinical
Science Session ini ditulis dengan tujuan agar dapat menambah wawasan dan
pengetahuan penulis dan pembaca mengenai Pendekatan Diagnostik Limfadeneopati,
selain itu juga untuk memenuhi salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan Clinical Science Session ini terutama kepada preseptor Prof. Dr. dr.
Irza Wahid, Sp.PD-KHOM, FINASIM yang telah meluangkan waktu dalam
memberikan bimbingan, saran dan perbaikan kepada penulis. Dengan demikian,
penulis berharap agar Clinical Science Session ini dapat bermanfaat dalam menambah
wawasan penulis dan pembaca mengenai Pendekatan Diagnostik Limfadeneopati.

Padang, Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi KGB 2
2.2 Definisi Limfadenopati 5
2.3 Etiologi Limfadenopati 5
2.4 Patofisiologi Limfadenopati 6
2.5 Diagnosis Limfadenopati 7
2.6 Tatalaksana Limfadenopati 18
BAB III KESIMPULAN 19
DAFTAR PUSTAKA 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran


lebih besar dari 1 cm1. Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai
abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening.Terabanya kelenjar getah
bening supraklavikula, iliak, atau poplitea dengan ukuran berapa pun dan terabanya
kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm merupakan keadaan
abnormal.2
Angka kejadian limfadenopati di Amerika Serikat diperkirakan 38-45%. Dari
studi Belanda terdapat 2.556 kasus limfadenopati yang tidak dapat dijelaskan dan
10% dirujuk ke subspesialis, 3,2% membutuhkan biopsy dan 1,1% mengalami
keganasan.2
Berdasarkan lokasinya, limfadenopati terbagi menjadi limfadenopati
generalisata dan limfadenopati lokalisata. Penyebab limfadenopati dapat diingat
dengan mnemonik MIAMI: malignancies (keganasan), infections (infeksi),
autoimmune disorders (kelainan autoimun), miscellaneous an unusual conditions
(lain-lain dan kondisi tak lazim).3

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang pendekatan diagnostik limfadenopati berupa


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada limfadenopati.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang pendekatan diagnostik


limfadenopati.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan makalah ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk


kepada beberapa literatur

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

Limfonodus/Kelenjar getah bening/KGB adalah organ berbentuk oval dari

sistem limfatik, didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh termasuk ketiak dan perut

dan dihubungkan oleh pembuluh limfatik.4

Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui simpai

(kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan aliran getah

bening eferen keluar dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening masuk kedalam

kelenjar melalui lobang-lobang di simpai. Di dalam kelenjar, cairan getah bening

mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang disebut sinus perifer yang dilapisi

oleh sel endotel.4

Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang menghubungkan

simpai dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan merupakan alur

untuk pembuluh darah dan syaraf. Dari bagian pinggir cairan getah bening

menyusup kedalam sinus penetrating yang juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan

getah bening di dalam sinus penetrating melalui hilus, sinus ini menempati ruangan

yang lebih luas dan disebut sinus meduleri. Dari hilus cairan ini selanjutnya menuju

aliran getah bening eferen.4

Sistem limfatik mempunyai peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh.

Limfonodus/Kelenjar Getah Bening (KGB) menyaring cairan limfe yang beredar di

sistem limfe dalam seluruh tubuh. Limfe adalah cairan yang dikembalikan dari cairan

interstitium ke plasma melalui sistem limfe untuk pertahanan imun. Limfosit memiliki

dua bentuk, yang berasal dari sel T (Thymus) dan sel B (Bursa) atau sumsum tulang.

Fungsi dari limfosit B dan sel-sel turunannya seperti sel plasma, immunoglobulin,

2
yang berhubungan dengan humoral immunity, sedangkan limfosit T berperan untuk

cell-mediated immunity. Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks,

medulla, parakorteks, ketiganya berlokasi antara kapsul dan hillus.4

Limfonodus berkerja sama dengan limpa, timus, tonsil, adenoid, agregat

jaringan limfoid di lapisan dalam saluran pencernaan yang disebut bercak peyer atau

gut associated lymphoid tissue (GALT) terorganisir sebagai pusat sel-sel imun untuk

menyaring antigen dari cairan ekstraseluler.4

Gambar 1. Anatomi sistem limfatik

Bagian-bagian KGB terdiri dari subkapsular, korteks (folikel primer, foliker

sekunder dan zona interfolikuler) folikel di korteks ada tempat sel B proliferasi,

interfolikuler adalah tempat diferensiasi dan prolferasi antigen-dependent T-cell .

Bagian terdalam dari KGB adalah bagian medulla yang terdiri dari sel plasma dan

small B lymphocytes yang memfasilitasi sekresi immunoglobulin keluar dari kelenjar

limfe.4

3
Fungsi dari sistem limfe ini adalah4

1. Pertahanan terhadap penyakit

Limfe disaring oleh KGB yang terletak di sepanjang perjalanan sistem limfe.

Sebagai contoh bakteri yang diserap dari cairan interstitium dihancurkan oleh

sel-sel fagosit khusus yang terletak dalam kelenjar limfe.

2. Mengembalikan kelebihan cairan filtrasi

3. Transportasi lemak yang diserap

Produk akhir pencernaan lemak terlalu besar untuk memperoleh akses ke

kapiler darah tetapi mudah masuk ke pembuluh limfe terminal

4. Mengembalikan protein plasma yang difitrasi oleh kapiler

Tubuh mempunyai sekitar 600 KGB, tetapi hanya KGB yang terletak di region

submandibula, aksila atau inguinal yang dapat normal dipalpasi pada orang sehat.

Fungsi dari KGB sebagai tempat pertukaran limfosit dengan limfe (menyingkiran,

menyimpan, memproduksi dan menambahkan). Limfosit dalam KGB menghasilkan

antibody dan mensensitisasi sel T yang kemudian dikeluarkan ke limfe. Makrofag

dalam KGB membersihkan mikroba dan debris lain berupa partikel dari limfe.4

Gambar 2. Kelenjar getah bening

4
Ukuran KGB tergantung dari umur seseorang, lokasi dari KGB dalam tubuh
dan kejadian imunologis sebelumnya.2 Pada neonates KBG hampir tidak terlihat,
sistem limfatik anak akan mencapai puncak pertumbuhannya pada saat anak berusia
12 tahun

2.2 Definisi Limfadenopati

Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran


lebih besar dari 1 cm1. Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai
abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening.Terabanya kelenjar getah
bening supraklavikula, iliak, atau poplitea dengan ukuran berapa pun dan terabanya
kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm merupakan keadaan
abnormal.2
Secara klinis limfadenopati dapat dibedakan menjadi limfadenopati lokalisata
dan limfadenopati generalisata. Limfadenopati lokalisata didefinisikan sebagai
pembesaran KGB hanya pada satu region saja, sedangkan limfadenopati generalisata
apabila pembesaran KGB terjadi pada dua atau lebih region yang berjauhan dan
simtetris. Klasifikasi ini bertujuan untuk penentuan diferensial diagnosis. Sekitar 75%
pasien didapatkan limpadenopati lokalisata, sedangkan limfadenopati generalisata
25%.5
2.3 Etiologi Limfadenopati

Banyak keadaan yang dapat menimbulkan limfadenopati. Keadaan-keadaan


tersebut dapat diingat dengan mnemonik MIAMI: malignancies (keganasan),
infections (infeksi), autoimmune disorders (kelainan autoimun), miscellaneous and
unusual conditions (lain-lain dan kondisi tak-lazim), dan iatrogenic causes
(sebab-sebab iatrogenik).5

5
Tabel 1 : Etiologi Limfadenopati.3

2.4 Patofisiologi Limfadenopati

Patofisiologi limfadenopati berdasarkan dari etiologi yang mendasari. Beberapa


plasma dan sel (misalnya sel kanker dan mikroorganisme) dalam ruang interstitial,
bersama dengan bahan selular tertentu, antigen, dan partikel asing masuk ke
pembuluh limfatik, menjadi cairan limfe. Kelenjar getah bening menyaring cairan
limfe dalam perjalanan ke sirkulasi vena sentral, menghilangkan sel-sel dan bahan

6
lainnya. Proses penyaringan juga menyajikan antigen kepada limfosit terkandung
dalam KGB.6

Respon imun dari limfosit melibatkan proliferasi sel limfosit dan makrofag,
yang dapat menyebabkan KGB untuk memperbesar (limfadenopati reaktif). Patogen
mikroorganisme dibawa dalam cairan limfe dapat juga langsung menginfeksi KGB,
menyebabkan limfadenitis), dan apabila terdapat sel-sel kanker dapat menginfiltrasi
langsung atau proliferasi sel di KGB.6

2.5 Diagnosis Limfadenopati

7
2.5.1 Anamnesis

Pada anamnesis dapat diperoleh faktor-faktor yang dapat membantu dalam


mengidentifikasi etiologi limfadenopati seperti usia pasien, durasi limfadenopati,
pajanan, gejala terkait, dan lokasi limfadenopati.7

a. Usia penderita dan durasi limfadenopati

Kelenjar getah bening teraba pada periode neonatal dan sebagian besar anak
sehat mempunyai kelenjar getah bening servikal, inguinal, dan aksila yang teraba.
Sebagian besar penyebab limfadenopati pada anak adalah infeksi atau penyebab yang
bersifat jinak. Berdasarkan sebuah laporan, dari 628 penderita yang menjalani biopsi
karena limfadenopati, penyebab yang jinak dan swasirna (self-limiting) ditemukan
pada 79% penderita berusia kurang dari 30 tahun, 59% penderita antara 31-50 tahun,
dan 39% penderita di atas 50 tahun.3, 7

Di sarana layanan kesehatan primer, penderita berusia 40 tahun atau lebih


dengan limfadenopati mempunyai risiko keganasan sekitar 4%. Pada usia di bawah 40
tahun, risiko keganasan sebagai penyebab limfadenopati sebesar 0,4%. Limfadenopati
yang berlangsung kurang dari 2 minggu atau lebih dari 1 tahun tanpa progresivitas
ukuran mempunyai kemungkinan sangat kecil bahwa etiologinya adalah keganasan.3, 7

b. Pajanan

Anamnesis pajanan penting untuk menentukan penyebab limfadenopati.


Pajanan binatang dan gigitan serangga, penggunaan obat, kontak penderita infeksi dan
riwayat infeksi rekuren penting dalam evaluasi limfadenopati persisten. Pajanan
setelah bepergian dan riwayat vaksinasi penting diketahui karena dapat berkaitan
dengan limfadenopati persisten, seperti tuberkulosis, tripanosomiasis, scrub typhus,
leishmaniasis, tularemia, bruselosis, sampar, dan anthrax.3, 7

Pajanan rokok, alkohol, dan radiasi ultraviolet dapat berhubungan dengan


metastasis karsinoma organ dalam, kanker kepala dan leher, atau kanker kulit.
Pajanan silikon dan berilium dapat menimbulkan limfadenopati. Riwayat kontak
seksual penting dalam menentukan penyebab limfadenopati inguinal dan servikal
yang ditransmisikan secara seksual. Penderita acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS) mempunyai beberapa kemungkinan penyebab limfadenopati; risiko

8
keganasan, seperti sarkoma Kaposi dan limfoma maligna non-Hodgkin meningkat
pada kelompok ini. Riwayat keganasan pada keluarga, seperti kanker payudara atau
familial dysplastic nevus syndrome dan melanoma, dapat membantu menduga
penyebab limfadenopati.3, 7

c. Gejala penyerta

Gejala konstitusi, seperti fatigue, malaise, dan demam, sering menyertai


limfadenopati servikal dan limfositosis atipikal pada sindrom mononukleosis. Demam,
keringat malam, dan penurunan berat badan lebih dari 10% dapat merupakan gejala
limfoma B symptom. Pada limfoma Hodgkin, B symptom didapatkan pada 8%
penderita stadium I dan 68% penderita stadium IV. B symptom juga didapatkan pada
10% penderita limfoma non-Hodgkin. Gejala artralgia, kelemahan otot, atau ruam
dapat menunjukkan kemungkinan adanya penyakit autoimun, seperti artritis
reumatoid, lupus eritematosus, atau dermatomiositis. Nyeri pada limfadenopati
setelah penggunaan alkohol merupakan hal yang jarang, tetapi spesifi k untuk
limfoma Hodgkin.3, 7

2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik secara umum seperti kondisi kesehatan pasien, tinggi badan,
dan pengukuran berat badan dapat membantu mengidentifikasi tanda-tanda penyakit
kronis terutama pada anak-anak. Pemeriksaan limfatik lengkap harus dilakukan untuk
menyingkirkan limfadenopati generalisata. Pemeriksaan kulit dilakukan untuk
menyingkirkan lesi lain pada keganasan dan mengevaluasi trauma yang dapat menjadi
sumber infeksi.3, 7

a. Karakteristik dan ukuran KGB

Penilaian karakteristik dan ukuran kelenjar ketah bening penting untuk


dilakukan. Karakteristik kelenjar getah bening berupa kehangatan, warna kulit
dipermukaan, konsistensi, mobilisasi, dan fluktuasi.3, 7

Limfadenopati karena virus mempunyai karakteristik bilateral, dapat


digerakkan, tidak nyeri, dan berbatas tegas. Limfadenopati dengan konsistensi lunak
dan nyeri biasanya disebabkan oleh inflamasi karena infeksi.Kelenjar getah bening
yang keras dan tidak nyeri meningkatkan kemungkinan penyebab keganasan atau

9
penyakit granulomatosa. Limfoma Hodgkin tipe sklerosa nodular mempunyai
karakteristik terfiksasi dan terlokalisasi dengan konsistensi kenyal. Pada kasus yang
jarang, limfadenopati yang nyeri disebabkan oleh perdarahan pada kelenjar yang
nekrotik atau tekanan dari kapsul kelenjar karena ekspansi tumor yang cepat.3, 7

Kelenjar getah bening normal berukuran sampai diameter 1 cm, tetapi beberapa
penulis menyatakan bahwa kelenjar epitroklear lebih dari 0,5 cm atau kelenjar getah
bening inguinal lebih dari 1,5 cm merupakan hal abnormal. Terdapat laporan bahwa
pada 213 penderita dewasa, tidak ada keganasan pada penderita dengan ukuran
kelenjar di bawah 1 cm, keganasan ditemukan pada 8% penderita dengan ukuran
kelenjar 1-2,25 cm dan pada 38% penderita dengan ukuran kelenjar di atas 2,25 cm.
Pada anak, kelenjar getah bening berukuran lebih besar dari 2 cm disertai gambaran
radiologi toraks abnormal tanpa adanya gejala kelainan telinga, hidung, dan
tenggorokan merupakan gambaran prediktif untuk penyakit granulomatosa
(tuberkulosis, catscratch disease, atau sarkoidosis) atau kanker (terutama limfoma).
Tidak ada ketentuan pasti mengenai batas ukuran kelenjar yang menjadi tanda
kecurigaan keganasan. Ada laporan bahwa ukuran kelenjar maksimum 2 cm dan 1,5
cm merupakan batas ukuran yang memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk
menentukan ada tidaknya keganasan dan penyakit granulomatosa.3, 7

b. Lokasi limfadenopati

Limfadenopati kepala dan leher. Limfadenopati daerah kepala dan leher


dikelompokan menjadi daerah submental, submandibular, servikal anterior dan
posterior, preaurikular dan supraklavikula. Penyebab utama limfadenopati servikal
adalah infeksi; pada anak, umumnya berupa infeksi virus akut yang swasirna. Pada
infeksi mikobakterium atipikal, cat-scratch disease, toksoplasmosis, limfadenitis
Kikuchi, sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki, limfadenopati dapat berlangsung
selama beberapa bulan. Limfadenopati supraklavikula kemungkinan besar (54%- 85%)
disebabkan oleh keganasan.3, 7

Kelenjar getah bening servikal yang mengalami inflamasi dalam beberapa hari,
kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khas untuk limfadenopati akibat
infeksi stafilokokus dan streptokokus. Kelenjar getah bening servikal yang
berfluktuasi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan tanpa tanda-tanda infl
amasi atau nyeri yang signifikan merupakan petunjuk infeksi mikobakterium,

10
mikobakterium atipikal atau Bartonella henselae (penyebab cat scratch disease).
Kelenjar getah bening servikal yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan
perokok menunjukkan metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring, nasofaring,
laring, tiroid, dan esofagus). Limfadenopati servikal merupakan manifestasi
limfadenitis tuberkulosa yang paling sering (63-77% kasus), disebut skrofula.3, 7

Gambar 3. Kelenjar getah bening leher dan daerah drainasenya.7

Limfadenopati Supraklavikula. Limfadenopati supraklavikula mempunyai


keterkaitan erat dengan keganasan. Pada penelitian, keganasan ditemukan pada 34%
dan 50% penderita. Risiko paling tinggi ditemukan pada penderita di atas usia 40
tahun. Limfadenopati supraklavikula kanan berhubungan dengan keganasan di
mediastinum, paru, atau esofagus. Limfadenopati supraklavikula kiri (nodus Virchow)
berhubungan dengan keganasan abdominal (lambung, kandung empedu, pankreas,
testis, ovarium, prostat).7

Limfadenopati aksila. Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh


infeksi atau jejas pada ekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara sering
bermetastasis ke kelenjar getah bening aksila anterior dan sentral yang dapat teraba
sebelum ditemukannya tumor primer. Limfoma jarang bermanifestasi sejak awal atau,
kalaupun bermanifestasi, hanya di kelenjar getah bening aksila. Limfadenopati
antekubital atau epitroklear dapat disebabkan oleh limfoma atau melanoma di
ekstremitas, yang bermetastasis ke kelenjar getah bening ipsilateral.3, 7

11
Gambar 4. Kelenjar getah bening aksila dan daerah drainasenya.7

Limfadenopati Epitroklear. Pembesaran nodus epitroklear >5 mm bersifat


patologis dan biasanya sugestif limfoma. Penyebab lain yaitu infeksi ekstremitas atas,
sarkoidosis, dan sifilis sekunder. 7

Limfadenopati Inguinal. Nodus inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2


cm pada orang dewasa normal. Limfadenopati reaktif yang jinak dan infeksi
merupakan penyebab tersering limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal jarang
disebabkan oleh keganasan. Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva, limfoma,
serta melanoma dapat disertai limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal
ditemukan pada 58% penderita karsinoma penis atau uretra.3, 7

Gambar 5. Kelenjar getah bening inguinal dan daerah drainasenya.7

12
Limfadenopati generalisata. Limfadenopati generalisata adalah pembesaran
lebih dari dua kelompok kelenjar getah bening yang tidak berdekatan. Limfadenopati
generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius, penyakit autoimun, dan
keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati lokalisata. Penyebab jinak pada anak
adalah infeksi adenovirus. Limfadenopati generalisata dapat disebabkan oleh
leukemia, limfoma, atau penyebaran kanker padat stadium lanjut.3

2.5.3 Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan darah lengkap

Laboratorium :

 Darah tepi lengkap, hapusan darah, Laju Endap Darah (LED) Darah

lengkapdan hapusan untuk melihat kemungkinan infeksi atau keganasan

darah, sedangkan LED untuk melihat adanya tanda inflamasi.

 Fungsi hati dan analisis urin: untuk melihat penyakit sistemik penyebab

limfadenopati, sebagai tambahan dapat diperiksan Laktat Dehiroginase

(LDH), asam urat, kadar kalsium dan fosfat, untuk melihat tanda

keganasan.

 Serologi (toxoplasma, EBV, CMV, HIV,dll)

 Tes mantoux: jika dicurigai adanya infeksi tuberculosis.

b. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi berupa CT-scan, MRI, dan Ultrasonografi dapat


membantu mengidentifikasi limfadenopati. American College of Radiology
merekomendasikan ultrasonografi sebagai pilihan pertama untuk limfadenopati
servikal pada anak-anak usia hingga 14 tahun, dan CT-scan untuk usia lebih dari 14
tahun. Bila diagnosis masih belum pasti setelah pemeriksaan radiologi, biopsi menjadi
pemeriksaan lanjutan untuk penegakkan diagnosis.7

13
Ultrasonografi bisa berguna untuk diagnosis dan monitor pasien dengan
limfadenopati, terutama jika mereka memiliki kanker tiroid atau riwayat terapi radiasi
saat muda. Tetapi harus dipikirkan bahwa meski di pasien kanker pembesaran
kelenjar getah bening jinak lebih sering dibandingkan yang ganas. Bentuk dari nodul
limfa jinak biasanya berbentuk oval tipis sedangkan ganas berbentuk bulat dan kenyal.
Perbedaan di ukuran atau homogenitas tidak menjadi indikator patologi yang bisa
diandalkan.

Gambar 6.Contoh USG Kelenjar Getah Bening

Magnetic Resonance Imaging (MRI) sebelum meluasnya penggunaan


gadolinium dan teknik supresi lemak, MRI sering tidak lebih spesifik dibandingkan
Computerized Tomography (CT) dalam karakterisasi nodul limfa servikal metastasis
karena rendahnya kemampuan untuk menunjukkan nodul yang bertambah secara
heterogen, tanda metastasis nodul yang sangat akurat dalam pengaturan SCC leher.
Namun, teknologi scan MRI meningkat, peningkatan gadolinium, dan rangkaian
supresi lemak telah memungkinkan akurasi yang sebanding. Juga, deteksi MRI dari
invasi arteri karotis oleh penyebaran ekstrakaspular tumor dari nodulsering kali lebih
unggul daripada CECT. Pemeriksaan CT nodul limfa dilakukan bersamaan selama
pemeriksaan CT terhadap sebagian besar tumor suprahyoid dan infrahyoid atau
peradangan. Kualitas penilaian nodul limfa sangat tergantung pada keberhasilan
mencapai konsentrasi kontras yang tinggi dalam struktur arteri dan vena leher. Jika
tidak, nodul dan pembuluh mungkin tampak sangat mirip.9

14
Gambar 7. MRI yang menunjukkan pembesaran nodul limfa di panah panjang dan
benjolan disebelah kanan panah pendek.

Gambar 8. Sonogram menunjukan limfadenopati.

15
Gambar 9. CT Limfadenopati servical dengan kontras, bagian sagital menunjukkan
pembesaran kelenjar getah bening di tingkat Ib, II, III dan V.

c. Biopsi

Jika diputuskan tindakan biopsi, idealnya dilakukan pada kelenjar yang paling
besar, paling dicurigai, dan paling mudah diakses dengan pertimbangan nilai
diagnostiknya. Kelenjar getah bening inguinal mempunyai nilai diagnostik paling
rendah. Kelenjar getah bening supraklavikular mempunyai nilai diagnostik paling
tinggi. Meskipun teknik pewarnaan imunohistokimia dapat meningkatkan sensitivitas
dan spesifi sitas biopsi aspirasi jarum halus, biopsi eksisi tetap merupakan prosedur
diagnostik terpilih. Adanya gambaran arsitektur kelenjar pada biopsi merupakan hal
yang penting untuk diagnostik yang tepat, terutama untuk membedakan limfoma
dengan hiperplasia reaktif yang jinak.3, 7
Biopsi eksisi merupakan gold standar dari
pemeriksaan limfadenopati namun tidak semua pusat layanan kesehatan dapat
melakukan prosedur ini karena keterbatasan sarana dan tenaga medis. Disamping itu,
metode biopsi eksisi ini tergolong invasif dan mahal.

Biopsi aspirasi jarum halus merupakan penunjang yang cukup baik dalam
menggantikan jika pusat pelayana kesehatan memiliki keterbatasan sarana dan tenaga
medis. Meskipun biopsi aspirasi jarum halus adalah diagnosis pertama yang mapan
alat untuk evaluasi kelenjar getah bening, hanya biopsi inti atau biopsi eksisi akan
cukup untuk diagnosis formal limfoma ketika teknik analitik lebih lanjut tidak
tersedia, seperti imunohistokimia, aliran cytometry dan noda khusus.10

16
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan limfoma
juga dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif suatu limfoma
membutuhkan tindakan biopsi eksisi, oleh karena itu diagnosis subtipe limfoma
dengan menggunakan biopsi aspirasi jarum halus masih merupakan kontroversi.
Aspirat Limfoma non-Hodgkin berupa populasi sel yang monoton dengan ukuran sel
yang hamper sama. Biasanya tersebar dan tidak berkelompok. Diagnostik sitologi
Limfoma Hodgkin umumnya dibuat dengan ditemukannya tanda klasik yaitu sel Reed
Sternberg dengan latar belakang limfosit, sel plasma, eosinofil dan histiosit. Sel Reed
Sternberg adalah sel yang besar dengan dua inti atau multinucleated dengan
sitoplasma yang banyak dan pucat. 17

Gambar 10. Limfoma Hodgkin. Tampak sel Reed Sternbergklasik dengan latar belakang
limfosit dan eosinofil. Metastasis karsinoma merupakan penyebab yang lebih umum dari
limfadenopati dibandingkan dengan limfoma. Dengan teknik biopsi aspirasi jarum halus lebih
mudah mendiagnosis suatu metastasis karsinoma daripada limfoma.

17
Gambar 11. Metastasis keratinizing squomous cell carcinoma.Tampak sel-sel yang
mengalami keratinisasi pada aspirat dari penderita karsinoma laring.

18
2.6 Tatalaksana Limfadenopati

Bila kelenjar menjadi semakin besar, berwarna merah, sakit atau tampaknya
berisi cairan bila diraba, dan dokter mencurigai ada infeksi bakteri, dokter mungkin
akan memberi obat antibiotik. Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis
supuratif yang biasa disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus
pyogenes (group A). Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan
memberikan respon positif dalam 72 jam. Kalau tidak ada perubahan, dokter mungkin
akan melakukan aspirasi (mengambil contoh kecil dari kelenjar dengan jarum tipis,
untuk diperiksa dengan mikroskop). Aspirasi ini berguna untuk menyingkirkan
diagnosis limfoma, limfadenopati karena sarkoma Kaposi, penyakit jamur, TB atau
penyebab yang lain. Bila kelenjar terus membesar, mungkin dokter akan menyedot
cairan isinya dengan jarum kecil (aspirasi) agar tidak meledak.
Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan kembali diagnosis dan
penanganannya. Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan
evaluasi dengan menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini.
Kegagalan mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk
dilaksanakannya biopsy KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan
gejala yang mengarah kepada keganasan. KGB yang menetap atau yang bertambah
besar, walaupun dengan pengobatan yang adekuat, mengindikasikan diagnosis yang
belum tepat.1,2 Pembedahan atau limfadenektomi dilakukan jika dijumpai adanya
abses dan evaluasi dengan menggunakan USG, diperlukan untuk menangani pasien.3

19
BAB III
KESIMPULAN
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran
lebih besar dari 1 cm1. Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai
abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening.Terabanya kelenjar getah
bening supraklavikula, iliak, atau poplitea dengan ukuran berapa pun dan terabanya
kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm merupakan keadaan
abnormal.
Limfadenopati dapat disebabkan oleh keganasan, infeksi, penyakit autoimun,
kelainan-kelainan yang jarang didapatkan dan iatrogenik (obat). Anamnesis dan
pemeriksaan fisik penting untuk mengevaluasi usia penderita, lokasi, karakteristik,
dan lamanya limfadenopati, serta gejala lain yang menyertai untuk mengarahkan pada
penyebab limfadenopati.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Ferrer R. Lymphadenopathy: Diff erential diagnosis and evaluation. Am Fam


Physician. 1998;58:1315.

2. Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam


Physician. 2002;66:2103-10

3. Oehadian, Amaylia. "Pendekatan diagnosis limfadenopati." Cdk-209 (2013):


727-732.

4. Sherwood, L. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta. 2001

5. Vikramjit SK, Richard HS, Gary JS. Lymphadenopathy. 2012 diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/956340-overview pada tanggal 10
Oktober 2013

6. Price, A. Sylvia. Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:2007

7. Gaddey, Heidi L., and Angela M. Riegel. "Unexplained Lymphadenopathy:


Evaluation and Differential Diagnosis." American family physician 94.11 (2016):
896-903.

8. Britto. J. A., Kisi-Kisi Menembus Bedah., Penerbit Buku Kedokteran. EGC.,


Jakarta, 2005

9. Aygun, Nafi., Zinreich, S.James. Cummings Otolaryngology Sixth Edition.


Saunders: Elsevier; 2015.

10. Cunnane M, Cheung L, Moore A, di Palma S, McCombe A, Pitkin L. Level 5


Lymphadenopathy Warrants Heightened Suspicion for Clinically Significant
Pathology. Springer. 2016; 10(4):509-512.

21

Anda mungkin juga menyukai