I. Pendahuluan
Thyroid- associated orbitopathy (TAO), dapat dikenal juga sebagai Graves
ophthalmopathy atau thyroid eye disease (TED) merupakan suatu gangguan
inflamasi autoimun. Penyebab yang mendasari kondisi tersebut masih belum
diketahui. Karakteristik klinis yang khas termasuk retraksi kelopak mata, lid lag,
proptosis, miopati ekstraokular restriktif, dan neuropati optik.
Pada awalnya TAO digambarkan sebagai bagian dari triad penyakit Graves
(gejala orbita, hipertiroidisme, dan pretibial myxdema). TAO paling sering terjadi
pada individu dengan hipertiroidisme Graves. Namun, TAO juga dapat terjadi pada
tiroiditis Hashimoto (immune-induced hypothyroidism) atau bahkan tanpa adanya
disfungsi tiroid. Perjalanan penyakit atau gejala pada mata akibat TAO tidak selalu
paralel dengan aktivitas kelenjar tiroid atau pengobatan tiroid.
Sebuah studi epidemiologi tahun 1996 terhadap pasien kulit putih dengan
TAO di Amerika Serikat melaporkan 16 kasus pada wanita dan 3 kasus pada pria
per 100.000 penduduk per tahun. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur
40–44 tahun dan 60–64 tahun pada wanita serta 45–49 tahun dan 65–69 tahun pada
pria. Progresivitas dari TAO tujuh kali lebih besar bagi populasi perokok
dibandingkan dengan bukan perokok.1,2
Gambar 1.1 (A) dan (B) Perimetri menunjukan penurunan lapang pandang sentral
dan inferior bilateral; pemeriksaan CT scan aksial (C) dan koronal (D) menunjukkan
kompresi saraf optic oleh pembesaran otot ekstraokular.
Dikutip dari : Rapuano dkk.1
3
2.1 Patofisiologi
esotropia yang khas. Pasien dapat mengeluh adanya diplopia binocular vertikal,
horizontal, ataupun oblik terantung pada keterlibatan otot ekstraokular.
Keterlibatan rektus superior dan lateral dilaporkan lebih jarang.1,3,4
Gambar 2.1 Pasien dengan hipertropia bilateral dapat mengalami perubahan postur
chin-up untuk mengurangi usaha dalam membawa kedua mata ke posisi primer.
Dikutip dari : Cheng dkk3
Kelainan lapang pandang dapat berupa pembesaran titik buta, defek sentral atau
sentrosekal, dan generalized depression. Peningkatan tekanan intraokular yang
terus-menerus pada pasien dengan TAO dapat menyebabkan dengan neuropati
optik glaukoma sehingga harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding defek
lapang pandang pada pasien ini.
Neuropati optik distiroid yang mengancam penglihatan membutuhkan
tatalaksana segera, yaitu dapat berupa pemberian kortikosteroid sistemik dosis
tinggi, dekompresi bedah atau keduanya. Radioterapi saja tidak dianjurkan, kecuali
digunakan sebagai adjuvant. Kortikosteroid telah terbukti efektif dalampengobatan
NOD. Berbagai studi telah dilakukan pada rute administrasi kortikosteroid dan
dilaporkan bahwa administrasi intravena lebih efektif dan tidak lebih merugikan
dibandingkan steroid oral dan retrobulbar. Dosis untuk kortikosteroid intravena
dosis tinggi yaitu metilprednisolon 1 gram/hari selama 3 hari, lalu diikuti dengan
prednisolon oral 1 mg/kg/hari dan kemudian secara perlahan dilakukan tapering
off.
Dekompresi bedah merupakan cara yang efektif untuk tatalaksana NOD
dimana memiliki respon yang cepat dengan fungsi saraf diharapkan dapat lebih baik
dalam beberapa hari setelah operasi.Dekompresi bedah dapat dilakukan dengan
teknik dekompresi dinding medial orbital dengan atau tanpa dekompresi dinding
orbita lainnya. Beberapa studi juga melaporkan dekompresi dinding lateral saja atau
fat removal. Namun, beberapa ahli bedah menghindari fat removal selama fase aktif
TAO karena dianggap dapat memperburuk respon inflamasi.3,5
2.3 Tatalaksana
Manajemen TAO tergantung pada fase penyakit, yaitu fase aktif inflamasi
atau fase fibrotik. Mourits et al mengembangkan sistem skor untuk menilai
aktivitas klinis TAO, yaitu clinical activity score (CAS). Skor tersebut dapat
membantu untuk memprediksi hasil pengobatan imunosupresif pada pasien dengan
TAO. Skor ≥3/7 menandakan penyakit TAO pada fase aktif.
7
Pada pasien dengan fase aktif (CAS ≥3/7) dan TAO sedang hingga berat,
terapi imunosupresi diperlukan. Kombinasi dari kortikosteroid (intravena atau oral)
dan radioterapi orbital dikatakan memiliki hasil terapi yang secara signifikan lebih
baik secara secara skor dibandingkan salah satu pengobatan saja. Modalitas lain
termasuk analog somatostatin, azathioprine, siklosporin, imunoglobulin intravena
dan colchicine masih kontroversial karena belum cukup studi untuk menyimpulan
efek terapi tersebut. Berdasarkan konsensus EUGOGO tentang manajemen TAO
menyarankan kortikosteroid intravena sebagai pengobatan lini pertama untuk
pasien pada fase aktif sedang sampai berat. Radioterapi orbital dapat
dipertimbangkan jika terapi steroid intravenna merupakan kontraindikasikan.
Regimen kortikosteroid intravena yaitu metilprednisolon 500 mg/hari selama 3
hari, dilanjutkan dengan oral prednisolon 1 mg/kg/hari dan dilakukan tapering off
setelah itu secara perlahan selama 2-3 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rapuano CJ, Stout JT, McCannel CA. Neuro-ophtalmology. Basics and clinical
science. San Fransisco : American Academy of Ophthalmology. 2021.
2. Rapuano CJ, Stout JT, McCannel CA. Oculofacial Plastic and Orbital Surgery.
Basics and clinical science. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology. 2021.
3. Cheng AC. Thyroid-associated ophthalmopathy: a neuro-
ophthalmologist’sperspective. HKJOphthalmol: 2011(15); 30-34.
4. Khong JJ, McNab AA, Ebeling PR, Craig JE, Selva D. Pathogenesis of thyroid
eye disease: review and update on molecular mechanisms. Br J Ophthalmol.
2016;100(1)
5. Bartalena L, Baldeschi L, Boboridis K, Eckstein A, Kahaly G.J, Marcocci C, et
al. The 2016 European Thyroid Association/European Group on Graves’
Orbitopathy Guidelines for the Management of Graves’ Orbitopathy. Eur
Thyroid J. 2016;5: hal 9–26