Anda di halaman 1dari 13

Tinjauan Pustaka

Patofisiologi, Klasifikasi, dan Tatalaksana pada Grave’s Ophthalmopathy


Ritsia Anindita Wastitiamurti

Staf Pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Mata


Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
E-mail : ritsia.anindita@gmail.ukrida.ac.id

Abstrak
Pada penderita Grave’s hyperthyroidism teradapat 40% di antaranya yang juga menderita Grave’s
ophthalmopathy (GO), suatu penyakit yang didasari oleh reaksi imunologis tubuh yang berdampak pada
mata, dimana bila tidak mendapatkan penanganan yang tepat dapat berakibat pada hilangnya
penglihatan. Risiko terjadinya GO pada penderita Grave’s hyperthyroidism meningkat dengan adanya
faktor risiko seperti usia tua dan adanya riwayat merokok. Secara anatomis dan histologis terjadi
perubahan pada jaringan lunak, sehingga mengakibatkan eksoptalmus yang khas pada penderita GO.
Pemeriksaan dan tindak lanjut pada pasien-pasien ini sangat menentukan terhadap manajemen yang
akan diberikan kepada pasien, dikarenakan manajemen tergantung pada fase GO (fase aktif dan inaktif),
serta tingkat keparahan mulai dari ringan hingga mengancam penglihatan.

Kata kunci: patofisiologi, klasifikasi, tatalaksana, grave’s ophthalmopathy

Pathophysiology, Classification and Management of Grave’sOphthalmopathy

Abstract
Grave’s ophthalmopathy (GO) happens in 40% of patients who suffer from Grave’s hyperthyroidism.
The underlying cause of GO is an immunology response that effects not only the thyroid but also the
eyesl. Without proper management, GO may cause loss of vision. The risk of GO in Grave’s disease
increases with the presence of several risk factors such as older age and smoking history. Anatomical
and histological changes to the soft tissues of the orbit cause the eye to protrude (exophtalmus) which is
clinically a significant sign to this disease. Proper examination and follow ups of these patients are
critical to decide the management to be taken. The management would depend on the phase (active and
inactive) and the severity of this disease which was chategorized from mild to sight threatening.

Keywords : pathophysiology, classification, management, grave’s ophthalmopathy

Pendahuluan
adanya hipertiroidisme, namun pada
Grave’s ophthalmopathy (GO) adalah penyakit investigasi yang lebih lanjut hal ini juga di
mata penyerta dari penyakit Grave’s dapat pada mereka yang eutiroid, hipotiroid,
hyperthyroidism yang dapat menimbulkan dan kronik autoimun tiroiditis, sehingga
kebutaan. Penyakit ini telah menjadi bahan dikenal juga sebagai “ thyroid associated
penelitian dari para ilmuwan dikarenakan ophthalmopathy”, “dysthyroid
patofisiologi, dan tampilan klinisnya yang ophthalmopathy”, “thyriod orbitopathy”,
membingungkan. Pada umumnya penyakit “thyrotoxic exopthalmus”, dan “thyroid eye
Grave’s ophthalmopathy ini disertai dengan disease”. Di antara pasien-pasien yang
memilik Grave’s ophthalmopathy ini 90%
menderita Grave’s hyperthyroidism, 1% restriktif miopati (40%), dan neuropati nervus
hipotiroid primer, 3% menderita tiroiditis optikus akibat kompresi (6%). Gejala-gejala
Hashimoto , dan 6 % eutiroid.1,2 tersebut bisa unilateral atau bilateral. Tanda-
Kelainan ini tidak hanya menyerang tanda awal yang muncul adalah retraksi
mata, tetapi juga dapat menyerang kulit yang palpebra superior, lid lag dan yang paling
dikenal sebagai dermopati tiroid, sehingga utama adalah adanya rasa nyeri orbital yang
dapat disimpulkan bahwa kelainan ini tidak dapat ditentukan lokasi tepatnya, dan ini
merupakan suatu penyakit sistemik. Gejala- terdapat pada 30% pasien. Tanda-tanda lain
gejala pada mata dapat terjadi bersamaan yang mungkin dapat dirasakan penderita
dengan terjadinya hipertiroid atau dapat terjadi adalah diplopia akibat restriksi otot rektus
dalam rentang 18 bulan setelah hipertiroid mata, lakrimasi, fotofobia, dan penurunan
muncul, namun pada 70 % kasus kejadian visus (terjadi pada 7.5% penderita). Penurunan
oftalmopati terjadi bertahun-tahun setelah visus yang diakibatkan oleh neuropati optik
hipertiroid muncul. Hipertiroid itu sendiri adalah 2%. Dari seluruh penderita hanya akan
merupakan suatu kelainan autoimun, dimana sekitar 5% penderita yang memiliki seluruh
tubuh membentuk anti-tirotropin yang akan gejala klasik Grave’s ophthalmopathy yaitu
menghambat reseptor tirotropin (thyroid retraksi kelopak mata, exoptalmus, neropati
stimulating hormone receptor, TSH-R) optikus, keterlibatan otot ekstraokuler, dan
sehingga akan terjadi penumpukan hormon hipertiroidisme.2,4
tiroid di dalam tubuh. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan jumlah anti- Patofisiologi
tirotropin yang tinggi di dalam darah penderita
hipertiroid dan penderita GO menunjukkan Proptosis bola mata terjadi akibat
bahwa reaksi imunologis yang sama adalah adanya edema jaringan lunak di rongga orbita,
dasar kedua kelainan ini. 1 sehingga tekanan di dalam rongga orbita
meningkat, dan sebagai mekanisme
Epidemiologi dekompresi bola mata menonjol ke depan.
Edema jaringan lunak terjadi di jaringan lemak
Pada penderita Grave’s dan otot ekstraokuler, terutama rektus lateral
hyperthyroidism, thyroid associated dan medial, dan karena jumlah jaringan lemak
ophthalmopathy terdapat pada 40% penderita. lebih banyak daripada otot sehingga dominasi
Grave’s ophthalmopathy lebih sering edema berada di jaringan lemak. Usia di
ditemukan pada mereka yang berusia lebih tua bawah 40 tahun memiliki kecenderungan
dengan predisposisi lebih tinggi pada edema lebih banyak di jaringan lemak
perempuan dibandingkan pada laki-laki, dibandingkan otot-otot ekstraokuler, dan
namun tingkat keparahan justru lebih tinggi sebaliknya terjadi pada mereka yang berusia
pada laki-laki dengan tingkat klasifikasi yang 60 tahun ke atas. Tipe pembesaran pada otot
sama. Angka kejadian oftalmopati ini lebih rektus lateral dan medial ini adalah “tendon
tinggi pada orang orang Eropa (42%) sparing” yang berarti tidak terdapat
dibandingkan dengan orang Asia (7.7%). pembengkakan pada tendon bila dilihat dengan
Tingkat keparahan dan risiko oftalmopati CT scan (dengan ataupun tanpa kontras) dan
meningkat dengan adanya beberapa faktor memberikan gambaran khas tracking
risiko seperti pemakaian tembakau, terapi (gambaran seperti rel kereta api).1,3
genetik untuk hipertiroid, jumlah antibodi Diplopia disebabkan oleh restriksi otot
reseptor TSH, usia lanjut, dan stress. Penderita akibat pembengkakan dan bukan akibat
GO dapat juga menderita penyakit autoimun neurologis. Otot ekstraokuler yang lebih
lainnya, seperti myastenia gravis, adanya berperan terhadap terjadinya diplopia adalah
penyakit autoimun lainnya menunjukkan otot rektus inferior. Retraksi kelopak mata
prognosis GO yang lebih buruk.1,2,3 superior dapat disebabkan oleh beberapa hal,
Gejala dan tanda-tanda yang dialami antara lain adanya rangsangan simpatis pada
oleh penderita GO sangat khas dan bisa otot Muller, adanya “overaction” dari otot
terdapat lebih dari satu gejala pada saat yang levator palpebra. Otot ini berkontraksi akibat
bersamaan. Pada umumnya gejala-gejala otot rektus inferior yang memendek, atau
tersebut adalah retraksi palpebra superior terbentuknya jaringan ikat yang mengelilingi
(90%), lid lag (50%), proptosis (60%), otot levator palpebra dan jaringan sekitarnya. 1
Mata kering dan kornea kering akibat fase inaktif ini tidak lagi terdapat reaksi
eksposur ke udara yang berlebihan disebabkan inflamasi, namun yang tersisa ada fibrosis dan
oleh keadaan kelopak mata yang tidak dapat efek sekunder yang persisten. Pada fase inaktif
terutup dengan sempurna, sehingga ini terapi yang dapat dilakukan adalah terapi
meningkatkan proses evaporasi air mata dan pembedahan. 2,5,6
berkurangnya jumlah kedipan kelopak mata. Fase aktif dapat berlangsung selama
Pembengkakan periorbita bersifat kongestif berbulan-bulan hingga bertahun-taahun
dikarenakan terhambatnya alirain venous sebelum mengalami stabilisasi. Manifestasi
orbita akibat pembengkakan jaringan lunak klinis yang terjadi di fase aktif adalah (1)
intraorbita. Hal serupa juga terjadi pada proptosis atau eksoptalmus, dimana hal ini
dermopati tiroid dimana kulit pretibial timbul akibat jaringan orbita yang berekspansi
mengalami edema akibat terhambatnya aliran di dalam ruang orbita yang sempit, sehingga
venous dan limfatik di kaki saat sedang berdiri secara natural akan terjadi dekompresi dengan
lama.1 isi orbita menonjol ke depan. Proptosis ini
kemudian dapat dibagi menjadi “true
Patogenesis proptosis” , dimana terjadi pemisahan dari
otot levator dan pseudo-proptosis dimana
Terjadinya pembesaran jaringan lunak kelopak mata kontralateral mengalami retraksi
dan otot orbita adalah patogenesis mendasar sehingga timbul kesan adanya proptosis. (2)
dari GO, tetapi apa yang menyebabkan Strabismus, terjadinya restriksi pada otot
perubahan jaringan orbita ini belum diketahui rektus terutama inferior dan medial sehingga
dengan pasti. Beberapa peneliti memiliki pada pemeriksaan akan tampak deviasi
hipotesis bahwa antigen-antigen yang horizontal dan atau deviasi vertikal. Restriksi
memengaruhi terjadinya hipertiroid juga pada otot rektus bola mata ini dapat ditandai
memengaruhi jaringan orbita, dikarenakan dengan adanya peningkatat tekanan intraokuler
jaringan orbita ini memiliki receptor antigen (TIO) saat diperiksa dalam keadaan mata
yang sama dengan tiroid. Reaksi autoimun melihat ke atas (up gaze). Pengukuran TIO
yang terjadi di jaringan lunak orbita pada pasien GO diukur pada dua posisi yaitu
menyebabkan terjadinya pelepasan fibroblas. “primary gaze” dan “downgaze”. Hal yang
Faktor lain yang dapat meningkatkan jumlah dikeluhkan oleh pasien dengan adanya
fibroblas di jaringan lunak orbita adalah strabismus adalah adanya diplopia dan “head
merokok, hal ini dapat meningkatkan risiko tilt”. Diplopia ini dapat bersifat intermiten
terjadinya GO pada penderita Grave’s (hanya terjadi saat bangun tidur atau kelelahan
sebanyak 5 kali. Ada penelitian yang dan pada “extreme gazes”) atau konstan (pada
membuktikan bahwa dengan berhenti atau “primary gaze” atau pada posisi membaca).
mengurangi merokok dapat menurunkan (3) Kelainan segmen anterior mata. Kelainan
produksi fibroblas di jaringan secara pada permukaan okuler mata ini sering tidak
signifikan, dan penderita memiliki respons mendapatkan perhatian utama. Eksposur
lebih baik terhadap pengobatan dibandingkan kornea, instabilitas dari kualitas dan jumlah air
mereka yang masih melanjutkan merokok. mata, evaporasi air mata yang cepat dan
Patogenesis lainnya yang diduga memiliki osmolaritas air mata tinggi timbul akibat
kaitan dengan GO adalah predisposisi genetik. kelopak mata yang tidak dapat menutup secara
Dari keseluruhan penderita, 20-60% memiliki sempurna. Kelainan segmen anterior ini
riwayat Grave’s di dalam keluarga. 1,3,5 biasanya mendahului keluhan yang lainnya.
Injeksi konjungtiva dan kemosis konjungtiva
Manifestasi Klinis terutama terdapat pada area di atas otot rektus
bola mata. (5) Penurunan visus yang
Grave’s ophthalmopathy dapat dibagi diakibatkan oleh distiroid optik neropati
menjadi 3 fase, tergantung dari aktif tidaknya (DON) dimana terjadi kompresi pada nervus
proses inflamasi yang sedang terjadi. Fase optikus tetapi karena tidak ditandai oleh edema
pertama adalah fase aktif dimana pada fase ini pada nervus optikus hal ini biasanya tidak
dapat diterapi dengan menggunakan obat – terdeteksi secara cepat. Peningkatan tekanan
obat anti inflamasi. Fase ini kemudian diikuti intraokuler biasanya tinggi pada mereka yang
oleh fase stabil dan fase inaktif, dimana pada mengalami DON.4,5,6,7
Sistem Klasifikasi Grave’s Ophtalmopathy

Beberapa sistem klasifikasi telah


diciptakan untuk mengevaluasi manifestasi
klinis GO. Sistem klasifikasi yang pertama
dibuat oleh Werner pada tahun 1960, sistem
klasifikasi ini dapat dengan mudah diingat
dengan menggunakan singkatan NOSPEC no
physical signs or symptoms (tidak ada tanda
maupun gejala), only signs (hanya ada tandan-
tanda GO), soft tissue involvement (adanya
keterlibatan jaringan lunak), proptosis,
extraocular muscle signs (adanya keterlibatan
otot rektus bola mata), corneal involvement
(keterlibatan kornea) and sight loss
Gambar 1. Penderita Grave’s (kehilangan penglihatan). Klasifikasi ini cukup
ophthalmopathy ringkas dan hanya menggambarkan secara
A) menunjukkan proptosis, edema sedang, klinis apa saja yang dapat ditemui pada GO,
eritema, dan retraksi kelopak, kemosis tetapi tidak menjelaskan dari tingkat
konjungtiva disertai eritema karunkula. B) keparahan penyakit tersebut, sehingga pada
proptosis, injeksi konjungtiva ringan, kemosis tahun 1977 juga oleh Werner dibuat
dan eritema kelopak mata 3 modifikasi NOSPECS (tabel 1).5,6,7

Tabel 1. Klasifikasi Modifikasi NOSPECS oleh Werner5

Class Grade Indikasi grading


0 No physical signs or symptoms
I Only signs
Soft tissue involvment
0 Absent
II a Minimal
b Moderate
c Marked
Proptosis (3 mm or more of normal upper limits with or without
symptoms)
0 Absent
III a 3 or 4 mm over upper normal
b 5 to 7 mm increase
c 8 mm increase
Extraoculer muscle involvement (usually with diplopia)
0 Absent
IV a Limitation of motion at extreme of gaze
b Evident restriction of motion
c Fixation of a globe or globes
Corneal Involvement (Primarily due to lagophthalmos)
0 Absent
V a Stippling of cornea
b Ulceration
c Clouding, necrosis and perforation
Sight loss (due to optic nerve involvement)
0 Absent
VI a Disc pallor or choking or visula field defect, vision 20/20-20/60
b The same, but vision 20/70-20/200
c Blindness, vision less then 20/200
Dengan adanya modifikasi NOSPECS
ini pengobatan berdasarkan tingkat keparahan
penyakit dan bukan pada tingkat aktivitas Di masa kini modifikasi CAS tidak
penyakitnya, sehingga tidak dapat diketahui lagi memadai sebagai penunjuk untuk
dengan pasti progresi dari suatu penyakit. Hal pengobatan GO, karena hanya menunujukkan
ini yang mendorong terciptakan sistem ada tidaknya GO, tetapi tidak memberikan
klasifikasi CAS (Clinical Activity Score) yang gambaran tingkat keparahan. Sehingga muncul
diciptakan oleh Mourits dkk pada tahun 1989. sistem klasifikasi VISA (vision, inflamation,
Sejak adanya sistem klasifikasi ini pengobatan strabismus and appearance) dan EUGOGO
dilakukan pada saat fase aktif, dan karena ( European Group of Graves
terdapat perbedaan yang jelas antara fase aktif Ophthalmopathy). Kedua sistem klasifikasi ini
dengan masa stabil atau tenang, monitoring berdasarkan sistem NOSPECS dan CAS
lebih mudah dilakukan. Sistem klasifikasi sehingga kedua sistem klasifikasi ini dapat
CAS ini mengalami modifikasi pada tahun menilai tingkat aktif maupun keparahan GO,
1997 dan modifikasi ini memudahkan klinisi sehingga dapat menjadi petunjuk bagi para
untuk menentukan kapan pengobatan dimulai klinisi untuk pengobatan pasien-pasien dengan
serta kapan diberhentikan dan mulai GO. VISA lebih umum digunakan di wilayah
monitoring. Modifikasi CAS dapat dilihat pada Amerika utara dan Kanada, sementara
Tabel 2. Pada modifikasi CAS terdapat EUGOGO lebih sering digunakan di wilayah
sepuluh poin dan masing-masing poin diberi Eropa. Kedua klasifikasi ini tidak dapat
nilai 1 bila poin itu terdapat pada pasien. Dan digunakan secara bersamaan ataupun
modifikasi CAS ini dinilai pada setiap kali bergantian, sehingga salah satu klasifikasi saja
pasien diperiksa. Pasien dianggap sedang yang digunakan untuk penilaian awal dan juga
dalam fase aktif bila pada pmeriksaan pertama untuk pemeriksaan yang berikutnya. 5,7
skornya adalah lebih dari 3 dari 7 poin pertama Sistem klasifikasi VISA diciptakan
(>3/7), atau lebih dari 4 poin dari total 10 poin oleh Dolman dan Rootman pada tahun 2006
(>4/10) pada pemeriksaan berikutnya secara dan dapat di-download di website
berturut-turut. 5,6,7 International Thyroid Eye Disease
(http://www.thyroideyedisease.org), yaitu form
Tabel 2. Klasifikasi Clinical Activity Score VISA untuk pemeriksaan pertama dan form
(CAS)5 VISA untuk pemeriksaan berikutnya, juga
terdapat sebuah kuesioner yang berisi
For initial CAS , only score items 1-7 pertanyaan-pertanyaan mengenai kualitas
1 Spontaneous orbital pain hidup pasien GO. Sistem klasifikasi ini
2 Gazed evoked orbital pain didasarkan pada gejala dan tanda-tanda GO.
3 Eyelid swelling that is considered to be due to Sistem ini menilai empat parameter tingkat
active GO keparahan yaitu, vision (Visus), inflamation
4 Eyelid erthyema that is considered to be due ( inflamasi dan kongesti jaringan lunak orbita),
active GO strabismus ( diplopia dan adanya restriksi otot
5 Conjunctival redness that is considered to be rektus bola mata), serta appearance
due to active GO ( proptosis, retraksi kelopak mata, dan protrusi
6 Chemosis
lemak). Masing-masing parameter ini dinilai
7 Inflamation of caruncle or plica
secara individual dan tiap parameter ada
Patients assessed after follow-up (1-3 months)
can be scored out of 10 by including items 8- beberapa skor yang perlu untuk
10 dipertimbangkan. Nilai maksimum yang dapat
8 Increase of >2mm in proptosis diperoleh adalah 20 poin, yang merupakan
9 Decrease in uniocular excursion in any one total dari masing-masing parameter yang telah
direction of >8 degree dinilai secara individual. 3,5

10 Decrease of acuity equivalent to 1 Snellen line


Gambar 2. Form Pemeriksaan Lanjutan VISA3

Bagian pertama form VISA adalah untuk mengalami proptosis maupun yang sudah
menilai visus dimana yang dinilai adalah mengalami proptosis. Bila pada pasien terdapat
visus, test warna, refleks pupil keadaan dari penurunan visus dan/atau kelainan pada nervus
nervus optikus. Pemeriksaan ini baik optikus maka skornya adalah 1 poin. 5,7
dilakukan pada semua pasien GO karena untuk Bagian kedua adalah untuk menilai
menentukan apakah sudah terjadi DON, ini inflamasi dimana pada bagian ini ada tujuh hal
dapat terjadi pada mereka yang belum
yang perlu dinilai yaitu edema karunkula ( 0: Nilai maksimum pada bagian ini adalah tiga
tidak ada dan 1: ada) , kemosis konjungtiva (0: poin. 5
tidak ada, 1: kemosis hanya sebatas grey line, Setelah penilaian pada setiap bagian
2: kemosis sudah melebihi grey line), dari form ini, pada baris bawah dari setiap
hiperemesis konjunctiva (0: tidak ada dan 1: baris penilaian terdapat bagian yang
ada), hiperemesis palpebra (0: tidak ada dan 1: menanyakan progresivitas dari penilian
ada), edema kelopak mata (0: tidak ada, 1: ada tersebut apakah kondisinya masih sama (s:
namun tidak ada jaringan yang mengalami same), lebih baik (b: better), atau memburuk
redudansi, 2: ada, dan ada jaringan yang (w:worse). Hal ini membantu untuk
menonjol ke palpebra mata), nyeri retrobulbar menentukan apakah kondisi pasien pada fase
saat sedang istirahat ataupun saat sedang aktif atau pada fase inaktif
melirik (masing masing dinilai 0: tidak ada Sistem klasifikasi EUGOGO
dan 1: ada), dan yang terakhir adalah variasi diciptakan pada tahun 1999. Sistem ini menilai
harian (0: tidak ada dan 1: ada). Nilai aktivitas GO dan juga tingkat keparahannya.
maksimum yang dapat diperoleh pada bagian Form penilaian pada kunjungan pertama dan
ini adalah sepuluh poin. Pada pasien yang kunjungan berikut, kuesioner untuk menilai
memiliki skor empat dari sepuluh akan kualitas hidup, dan atlas panduan untuk
mendapatkan pengobatan yang moderat membantu mengisi form dapat di-download
sedangkan untuk mereka yang memiliki skor pada website EUGOGO
lima atau lebih memerlukan pengobatan yang (htpp://www.eugogo.eu). Pada dasarnya
lebih agresif. 5 EUGOGO dibuat berdasarkan sistem
Bagian ketiga adalah untuk menilai klasifikasi CAS. Namun lebih dikembangkan
ada tidaknya strabismus dan restriksi otot lagi sehingga pada EUGOGO dapat diukur
rektus bola mata. Yang dinilai adalah diplopia aktivitas penyakit, tingkat keparahan penyakit,
( 0: tidak ada, 1: ada, pada saat melirik ke arah dan klasifikasi tingkat keparahan. 5,8
tertentu, 2: diplopia intermiten, 3: diplopia Untuk mengukur aktivitas penyakit,
konstan). Pada fase aktif biasanya ditandai poin-poin yang terdapat pada CAS tetap
dengan adanya fluktuasi dari diplopia, yang digunakan namun cara penilaiannya dan
terutama dirasakan atau didapatkan saat pagi penentuan skornya yang sedikit berbeda.
hari. Hal lain yang dinilai adalah duksi mata Untuk poin nyeri orbita, CAS poin 1 bila nyeri
yang dinilai dengan menggunakan teknik yang dirasakan lebih dari beberapa detik dan
corneal light reflex, dan juga restriksi otot terjadi lebih dari beberapa kali. Untuk edema
rektus mata (0: bila lebih dari 45 restriksi, 1: kelopak mata dan eritema kelopak mata, CAS
bila 30-45 restriksi, 2: 15-30 restriksi dan poin satu bila edema dan eritema ini tampak
3: kurang dari 15 restriksi) nilai maksimum dari jarak 1 meter tanpa menggunakan slitlamp
pada bagian ini adalah enam poin. Bagian dan hanya yang bersifat moderate ataupun
penilaian ini juga membantu untuk severe. Hiperemis konjungtiva juga dinilai dari
menentukan progresi dari GO dan juga untuk jarak satu meter dan bila hiperemis ini
membantu merencanakan tindakan bedah di disebabkan oleh karena adanya ulkus atau
kemudian hari bila keadaan sudah stabil dan kelainan pada kornea tidak mendapatkan poin.
sudah pada fase inaktif. 5 Kemosis konjungtiva dinilai dengan
Bagian keempat adalah untuk menilai menggunakkan slitlamp dengan lampu pada
penampilan (appearance) dari pasien GO. sudut 60 dan daerah yang dinilai adalah
Yang dinilai adalah ada tidaknya retraksi antara limbus dengan kantus lateral. Bila
kelopak mata dan dicatat berapa mm retraksi kemosis melebihi garis grey line skor CAS 1
yang terjadi, ada tidaknya proptosis yang poin. Bila kelainan konjungtiva berupa
dinilai dengan menggunakan redundan tidak mendapatkan skor. Skor CAS 1
eksophtalmometer, ada tidaknya prolaps lemak poin bila terdapat inflamasi pada karunkula
dan bagaimana kondisi dari segmen anterior. atau plika, atau saat menutup mata plika
Bila sudah parah pada segmen anterior dapat tampak menonjol. Ketujuh poin ini dinilai
ditemukan penipisan kornea, ulkus, dan pada pemeriksaan yang pertama. Bila
adanya risiko perforasi bola mata. Bagian ini mendapatkan skor 3/7 sesuai dengan sistem
dinilai berdasarkan tingkat keparahannya (dari klasifikasi CAS, maka penyakit GO sedang
0: tidak ada 1: ringan, 2: sedang, 3: berat). dalam fase aktif. Pada pemeriksaan yang
berikutnya terdapat tiga poin tambahan yaitu,
CAS 1 poin bila terdapat peningkatan skor CAS 4/10 atau lebih dari empat, maka
proptosis >2mm dalam satu hingga tiga bulan penyakit GO sedang dalam masa aktif. 5
terakhir. Skor CAS 1 poin bila terdapat Sedangkan untuk mengukur tingkat
penurunan gerak bola mata pada salah satu keparahan GO, EUGOGO menilai hal hal
arah > 8 dalam 1-3 bulan terakhir. Dan yang berikut ini (Tabel 3), jaringan lunak,
terakhir adalah terdapat penurunan visus pengukuran kelopak mata, proptosis, motilitas
ekuivalen ke-1 baris Snellen dalam 1-3 bulan okuler, kornea mata, dan neuropati optik
terakhir. Pada pemeriksaan lanjutan bila total dengan panduan dari EUGOGO atlas. 5

Tabel 3. Tingkat Keparahan Grave’s Ophthalmopathy Menurut EUGOGO 5

Jaringan lunak yang dinilai adalah levator, ada tidaknya lagoptalmus, dan
edema kelopak mata (tidak ada, ringan, fenomena Bells. Proptosis diukur
sedang, berat), eritema kelopak mata (tidak menggunakan eksoptalmometer, motilitas
ada, ada), hiperemis konjungtiva (tidak ada, okuler ditentukan dengan menggunakan
ada), kemosis konjungtiva (tidak ada, ada), prisma, duksi, posisi kepala, torsi mata, dan
inflamasi karunkula dan atau plika (tidak ada, lapang pandang. Keadaan kornea dilihat
ada). Pengukuran kelopak mata yang integritasnya apakah normal, ada keratopati
dilakukan adalah lebar fisura palpebra, retraksi puntata, ulkus, atau perforasi kornea. Ada
kelopak mata atas dan atau bawah, fungsi otot tidaknya neuropati optik ditentukan dengan
pengukuran visus, refleks pupil, test warna, memerlukan alat bantu diagnostik, karena
dan dinilai keadaan diskus optik apakah secara klinis gambaran yang diberikan cukup
normal, atrofi atau edema. 1,2,4,5,7 khas dan jelas. Namun alat bantu diagnostik
Untuk memulai terapi pada pasein dengan ini akan sangat berguna untuk membantu
GO tergantung pada klasifikasi tingkat diagnosis pada kasus-kasus yang atipikal dan
keparahannya. Di atas tadi telah dijelaskan juga akan sangat membantu dalam
bagaimana mengukur tingkat keparahan dan merencanakan tindakan pembedahan. Alat
berikut ini akan dijelaskan mengenai imaging yang dapat digunakan adalah
klasifikasi keparahan EUGOGO. Pada ultrasound, Computed Tomography Scan (CT
dasarnya dapat dibagi menjadi tiga yaitu mild scan), dan Magenetic Resounance Imaging
(ringan), moderate to severe (sedang–berat), (MRI).3,7
dan sight threatening GO (GO yang Ultrasound dapat mendeteksi adanya
mengancam penglihatan).5,7 pembesaran otot rektus mata dan juga adanya
(1) Kriteria mild didapatkan bila seorang pembesaran vena oftalmik superior. Selain
pasien kualitas hidupnya minimum kedua hal ini ultrasound tidak dapat digunakan
terganggu, dan minimal terdapat satu untuk perencanaan ataupun persiapan operasi
dari hal hal berikut ini: karena detail-detail rongga orbita tidak dapat
a. Retraksi kelopak kurang dari 2 dilihat pada ultrasound, seperti sinus-sinus dan
mm juga tulang orbita.7
b. Keterlibatan jaringan lunak CT scan lebih berguna baik sebagai
minimal alat diagnostik maupun alat bantu perencanaan
c. Eksoptalmus < 3mm operasi seperti dekompresi rongga orbita,
d. Diplopia yang transien/ tidak karena memberikan gambaran yang jelas
ada mengenai sinus dan juga tulang-tulang orbita.
e. Eksposur kornea yang dapat Selain itu membantu dalam pelaksaan
diatasi dengan obat tetes air radioterapi. Gambar yang perlu didapatkan
mata buatan baik untuk CT scan maupun MRI adalah
(2) Kriteria moderate-severe bila kualitas potongan aksial dan koronal, dimana pada
hidup sudah terganggu namun tidak potongan ini akan tampak, pembesaran otot
disertai ancaman kehilangan rektus tanpa disertai pembesaran tendon yang
penglihatan. Bila pasien dalam fase merupakan gambaran khas pada GO,
aktif akan memerlukan terapi dengan pembesaran vena oftalmik superior, rongga-
immunosupresan, dan jika dalam fase rongga sinus beserta batas-batasnya,
inaktif dapat dilakukan pembedahan. peningkatan jaringan lemak di dalam rongga
Minimal didapatkan satu dari hal orbita dan crowding nervus optikus di daerah
berikut: apeks akibat pembesaran otot. 3,7
a. Retraksi kelopak > 2mm MRI lebih berguna untuk
b. Keterlibatan jaringan lunak menunjukkan jaringan-jaringan lunak seperti
c. Eksoptalmus  3mm nervus optikus, dimana pada GO biasanya ada
d. Diplopia yang persisten ada / proptosis sehingga nervus optikus yang
tidak biasanya sedikit berkelok menjadi lebih lurus.
(3) Kriteria sight threatening GO, bila 3,7
pasien mengalami DON , eksposur Kasus-kasus atipikal yang akan
kornea yang disertai kerusakan yang memerlukan alat bantu imaging untuk
parah. Kriteria ini akan memerlukan mendiagnosisnya adalah pada kasus-kasus
intervensi yang segera, biasanya dimana terdapat kelainan unilateral atau
berupa operasi bilateral tanpa adanya gangguan tiroid, tidak
ada retraksi kelopak mata, strabismus
Imaging divergen, diplopia manifestasi tunggal, adanya
riwayat diplopia dimana saat penghujung hari
Secara umum GO adalah suatu makin parah.3,7
penyakit dimana untuk mendeteksinya tidak
Terapi

Terapi untuk pasien GO harus


dirancang sesuai dengan kondisi dan kasus
dari setiap pasien, apakah pasien dalam masa
aktif ataupun masa inaktif atau tenang,
sehingga terapi yang diberikan tidak akan
selalu sama pada setiap penderita. Karena
kompleksnya penyakit GO lebih baik jika
ditangani oleh tim medis yang khusus yang
terdiri atas spesialis mata, spesialis
endokrinologi, spesialis radiologi dan
radioterapi, dan spesliasi bedah orbita. 2,4,5,8
Penderita yang dapat dirujuk ke tim
khusus ini dalam beberapa minggu setelah
penanganan awal adalah mereka yang
memiliki risiko tinggi (lanjut usia, pria,
riwayat merokok, riwayat diabetes, atau
hipertensi), memiliki riwayat keluarga dengan
orbitopati, adanya progresi dalam inflamasi
atau progresi dalam tingkat keparahan
penyakit. Sedangkan mereka yang perlu
mendapatkan rujukan dalam hitungan hari bila
ada gejala visus dan atau kontras warna yang
menurun, diplopia yang memburuk, skor
inflamasi (CAS) yang meningkat. VISA dapat
digunakan sebagai petunujuk urutan priortias
pengobatan , gangguan visus, inflamasi yang
aktif, strabismus kemudian mengoreksi
penampilan.5,8
Dalam merancang manajemen pengobatan
yang diberikan didasari oleh tingkat keparahan
penyakit yang diderita, namun ada beberapa
Gambar 3. Potongan Aksial Computed tindakan yang perlu dilakukan untuk semua
Tomography Scan (CT scan) Penderita pasien GO apa pun tingkat keparahannya,
Oftalmopati Grave dan Scan Normal dipaparkan sebagai berikut ini: 2-5,7-9
A) Pembesaran otot ekstraokuler dengan 1. Mengembalikan fungsi tiroid menjadi
bilateral proptosis. B) Bilateral proptosis, eutiroid. Fungsi tiroid yang tidak
keterlibatan otot ekstraokuler yang asimetris, terkontrol merupakan faktor risiko terjadi
pembesaran lemak orbita. C) Scan orbita orang GO dan juga faktor risiko memburuknya
normal 3 GO. Monitor ketat dari fungsi tiroid
penting dilakukan, terutama di fase-fase
awal penyakit. Terapi yang dilakukan
untuk mengontrol fungsi tiroid antara lain
dengan pemberian obat-obat antitiroid,
radioiodine (RAI), dan tiroidektomi. RAI
sebagai monoterapi tidak disarankan
untuk dilakukan pada fase aktif, karena
Gambar 4. Potongan Sagital Computed enam bulan sejak terapi RAI dimulai
Tomography Scan Penderita Oftalmopati dapat memerburuk kondisi penderita,
Grave. a) Eksoftalmus yang berat b) sehingga disarankan untuk memberikan
Penyempitan apikal yang menyebabkan DON oral kortikosteroid ( selama tiga bulan
bilateral 5 diberikan dosis 0.3-0.5 mg/kgBB dan di-
tapering off) pada saat RAI dimulai. Bagi Sebaliknya untuk tipe GO sedang-
penderita yang GO sedang dalam fase berat dibutuhkan terapi yang lebih agresif
inaktif dapat langsung dilakukan RAI untuk menghentikan progresi penyakit. Terapi
tanpa pemberian kortikostroid, namun imunosupresi dikombinasikan dengan
perlu diperhatikan agar penderita tidak radioterapi memberikan hasil yang lebih baik
menjadi hipotiroid post-radioiodine. dibandingkan dengan monoterapi
Tiroidektomi juga dapat dilakukan (imunosupresi atau radioterapi). Kombinasi
agar fungsi tiroid menjadi eutiroid. oral kortikosteroid dengan radioterapi
Tiroidektomi dapat lebih menurunkan memiliki efek yang lebih lama dan lebih
risiko GO dibandingkan dengan RAI, efektif untuk mengatasi retriksi otot, diplopia,
dikatakan proses pembedahan saja dan inflamasi penderita. Penelitian
ataupun dengan pengobatan dapat menggunakan kombinasi radioterapi dengan
menurunkan risiko terjadinya GO intravena kortikosteroid belum banyak
sebanyak 74% dibandingkan dengan dilakukan, sehingga belum dapat ditentukan
RAI. apakah kombinasi ini lebih superior
dibandingkan dengan kombinasi oral
2. Tindakan konservatif kortikosetroid dan radioterapi. Dosis
Penderita GO perlu disarankan untuk radioterapi yang diberikan antara 10-20 Gy
memakai tetes air mata buatan saat pagi dengan dosis sepuluh seri dalam waktu dua
hari dan gel saat malam hari, hal ini minggu, dimana pada beberapa penelitian yang
untuk melindungi serta mencegah sudah dilakukan sepuluh Gy menunjukkan
terjadinya kerusakan pada kornea akibat efek yang sama dengan 20 Gy. Tidak
kelopak mata yang tidak dapat menutup disarankan untuk menggunakan lebih dari 20
dengan sempurna. Tidur dengan posisi Gy karena efek samping yang lebih hebat.
kepala lebih tinggi dapat mengurangi Radioterapi disarankan untuk kondisi restriksi
bengkak yang timbul pada kelopak mata gerak bola mata, pemberian kortikosteroid
saat bangun tidur. sudah maksimun namun GO belum terkontrol
atau bila dinilai kortikosetroid saja tidak akan
3. Berhenti merokok memberikan hasil yang adekuat dibandingkan
Penderita GO yang memiliki riwayat dengan kombinasi. Kontraindikasi radioterapi
pernah merokok atau aktif merokok adalah usia di bawah 35 tahun, diabetes
memiliki risiko GO yang tingkat melitus (DM), dan hipertensi yang disertai
keparahannya severe dan progresi yang dengan retinopati, karena radiasi dapat
lebih buruk. Diakibatkan respons tubuh memicu kanker pada usia muda dan
terhadap terapi imunosupresi lebih buruk memerburuk kondisi retinopati. Dosis
dibandingkan dengan mereka yang tidak maksimum untuk oral maupun intravena
memiliki riwayat merokok aktif maupun kortikosteroid adalah dosis total mencapai 4.5g
pasif dan tidak boleh melebihi 8g. Pemberian
kortikosteroid secara intravena menunjukkan
Terapi yang diberikan pada penderita GO tipe hasil yang lebih baik daripada oral.2,3,5,8,9
ringan (mild) tidaklah terlalu banyak ataupun Tindakan bedah dilakukan bila
terlalu agresif, karena secara umum GO tipe penglihatan penderita terancam hilang akibat
ini adalah penyakit yang self limiting. DON, atau kerusakan hebat pada kornea akibat
Pemberian imunosupresi dan kortikosteroid eksposur yang lama (corneal breakdown).
pada fase ini lebih banyak kerugiannya Pasien yang dalam keadaan ini dan sudah
dibandingkan dengan manfaatnya. Pada tipe dilakukan pengobatan dengan intravena
ringan terapi dengan antioksidan selenium oral kortikosteroid dosis tinggi selama dua minggu,
(100mg, dua kali sehari) dapat membantu tidak menunjukkan adanya perbaikan, maka
proses pemulihan karena memiliki efek tindakan dekompresi disarankan untuk
membantu autoimun. Saat tidur, kepala sedikit dilakukan. Tindakan dekompresi dalam kasus
ditinggikan untuk membantu agar saat bangun ini untuk mengurangi tekanan pada saraf mata
tidur kelopak mata tidak menjadi bengkak. dan agar kelopak mata dapat menutup
Untuk retraksi kelopak mata dapat dilakukan sehingga melindungi kornea dari kerusakan
injeksi dengan botulinum.2,3,5,8,9 yang lebih lanjut. Dekompresi dapat dilakukan
pada satu hingga tiga sisi dinding orbita.
Radioterapi tidak disarankan untuk kasus- maka operasi strabismus dapat dilakukan.
kasus seperti ini. Walaupun demikian Jenis operasi strabismus lebih baik adalah
dekompresi bukanlah monoterapi, penelitian resesi otot rektus dibandingkan dengan reseksi
menunjukkan dekompresi tanpa disertai otot rektus. Reseksi pada otot yang sudah
pemberian kortikosteroid tidak memberikan mengalami fibrosis akibat inflamasi dapat
hasil yang lebih baik, dibandingkan dengan memerluas dan meningkatkan fibrosis pada
dekompresi dengan pemberian kortikoteroid. otot tersebut. Sebaliknya resesi otot tidak
2,3,5,8,9
terjadi pemotongan pada badan otot hanya di
Bila kondisi pasien sudah tenang tidak tendon, sehingga kemungkinan pulih dari
menunjukkan progresi ataupun inflamasi aktif diplopia dan restriksi lebih tinggi. Beberapa
selama enam bulan, tindakan bedah untuk minggu hingga bulan setelah operasi
mengembalikan penampilan mata seperti strabismus dilakukan, bila masih terdapat
semula dapat dilakukan. Langkah-langkah retraksi kelopak mata maka dapat dilakukan
pembedahan harus dilakukan secara berurutan koreksi pada kelopak mata dengan
dan sesuai dengan kondisi mata penderita. mullerectomy atau. Tahap paling akhir adalah
Langkah pertama adalah dengan melakukan melakukan blepharoplasty dan browplasty bila
dekompresi jika didapatkan eksopthalmus > masih terdapat residual retraksi kelopak.
3mm. Bila setelah dekompresi dilakukan Secara singkat alur pengobatan dapat dilihat
masih didapatkan restriksi gerak dan diplopia, pada bagan pengobatan di bawah ini5,8

Gambar 5. Alur Pengobatan Penderita Oftalmopati Grave8

Penutup pada kasus hipotiroid atau eutiroid. Yang


mendasari penyakit ini adalah suatu proses
Grave’s ophthalmopathy adalah immunologis, dimana terbentuknya
penyakit penyerta dari Grave’s hyperthyroid, antitirotropin yang menghambat reseptor TSH
walaupun umumnya terdapat pada kondisi (TSH-R), sehingga terjadi penumpukan
hipertiroid namun dapat dijumpai beberapa hormon tiroid di tubuh yang bermanisfestasi
terbentuknya fibroblas pada jaringan lunak 4. Kanski JJ, Orbit: thyroid eye disease.
mata. Gejala dan tanda yang umumnya terjadi Clinical Ophthalmology 6th
adalah retraksi palpebra superior, “lid lag”, edition.2007.170-5
proptosis, restriktif miopati, dan neuropati 5. Bario-Bario J, Sabater AL, Bonet-Farriol
nervus optikus akibat kompresi. Pengobatan E, Velázquez-Villoria A, Galofré JC.
pada GO bergantung pada fase penyakit (fase Grave’s ophthalmopathy: VISA versus
aktif atau fase inaktif) dan juga berdasarkan EUGOGO classification, assesment, and
tingkat keparahan penyakit (ringan, sedang- management. Hindawi Journal of
berat, atau mengancam penglihatan). Grave’s Ophthalmology.2015:1-16
ophthalmopathy dapat berakhir dengan 6. Mourits MPh, Koornneef L, Wiersinga
kebutaan bila tidak dikenali dengan cepat dan WM, Prummel MF, Berghout A, Gaag R
tidak mendapatkan penanganan oleh ahli vd. Clinical criteria for the assessment of
dalam bidang ini. Kebutaan dapat disebabkan disease in Grave’s ophthamopathy: a
oleh kerusakan parah pada kornea akibat novel approach. Br J
eksposur yang lama dan juga akibat kerusakan Ophthamol.1989:639-44
pada nervus optikus. Manajemen pada 7. Yash S. Thyroid ophthalmopathy.
penderita GO mulai dari terapi obat tetes mata Supplement to JAPI.2011 vol 50:60-65
hingga pembedahan. 8. Bartalena L, Baldeschi L, Dickinson AJ,
Eckstein A, Kendall-Taylor P, Marcocci
Referensi C, et al. Consensus statement of the
European Group on Grave’s Orbitopathy
1. Bahn RS. Mechanisms of disease Grave’s (EUGOGO) on management of Grave’s
ophthalmopaty. N Engl J Med.2010 orbitopathy. Thyroid.2008. vol 18:3:333-
362:726-38 46
2. Holds JB, Chang Wj, Dailey RA, Foster 9. Novaes P, Grisolla ABD, Smith TJ.
JA, Kazim M, McCulley TJ, et al. Update on thyroid-associated
Thyroid-associated orbitopathy. AAO ophthalmology with a special emphasisi
Basic and Clinical Science Course section on the ocular surface. Clinical Diabetes
7.2010: 46-54 and Endocrinology.2016.vol 2:19:1-10
3. Maheswari R, Weis E. Thyroid
associated orbitopathy. Indian J
Ophthamol.2012. vol 60:2: 87-93

Anda mungkin juga menyukai