Anda di halaman 1dari 16

Laporan Kasus

PSEUDOTUMOR ORBITA

Oleh:
M.Wahyu Yusron
NIM. 2108437851

Pembimbing :

dr. Bagus Sidharto, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pseudotumor orbital, yang juga disebut Orbital inflammatory pseudotumor
(OIP) atau inflamasi orbital idiopatik (IOI), adalah kondisi inflamasi yang bersifat
jinak, tidak menular, tidak neoplastik, dan terjadi di ruang orbita dan periorbita
tanpa adanya penyebab lokal atau sistemik yang dapat diidentifikasi.1 Tidak ada
kelainan infeksi, sistemik, atau neoplastik yang dapat diketahui penyebabnya.
Penyakit ini merupakan penyakit orbital paling umum ketiga pada orang dewasa,
setelah orbitopati tiroid dan penyakit limfoproliferatif.2 Sejumlah besar radang
orbital dapat dikaitkan dengan kondisi sistemik atau disfungsi organ. Kategori
pseudotumor orbital berdasarkan lokasi meliputi anterior, difus, posterior, atau
apikal. Klasifikasi lainnya termasuk myositis, dacryoadenitis, periskleritis,
perineuritis, dan massa fokal.3
Pseudotumor orbital juga jarang terjadi pada anak-anak. Temuan oftalmik
yang paling umum adalah edema periorbital dan blepharoptosis. Massa yang
teraba mungkin ada. Pada radiografi orbital, temuan yang umum adalah
dacryoadenitis, massa orbital, atau miositis.4 Pada anak-anak, tanda-tanda sistemik
terdapat pada 50% pasien. Sakit kepala, emesis, anoreksia, kelesuan, dan demam
adalah tanda-tanda sistemik yang paling umum. Selain itu, terdapat kemungkinan
hubungan dengan iritis, uveitis, edema diskus, dan eosinofilia perifer5.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Rongga Orbita


Dinding orbita terdiri dari 7 macam tulang, yaitu etmoid, frontal,lakrimal,
maksila, palatum, sfenoid, dan zigomatik. 6
Rongga orbita dibagi atas 4 bidang yaitu :
1. Atap orbita terdiri dari tulang frontal dan sfenoid ala parva. Daerah atap
orbita berdekatan dengan fosa kranii anterior dan sinus frontal.
2. Dinding lateral, terdiri dari tulang zigomatik, frontal dan sfenoid ala magn,
berdekatan dengan fosa kranii tengan fosa pterigopalatinus.
3. Dinding medial, terdiri dari tulang edmoid, frontal, lakrimal dan sfenoid
berdekatan dengan sinus edmoid, sfenoid dan kavum nasi.
4. Dasar orbita terdiri dari tulang maksila, palatum dan zigomatik, berdekatan
dengan sinus maksila dan rongga – rongga tulang palatum.

Gambar 1. Anatomi tulang orbita6


Tulang tengkorak membentuk dinding orbita, selain itu didalamnya juga
terdapat apertura seperti foramina etmoidal, fisura orbita superior, fisura orbita
interior, kanal optik, dan tempat- tempat tersebut dilalui oleh saraf –saraf kranial
arteri dan vena.7
Jaringan lunak yang terdapat dirongga orbita adalah :

2
1. Periorbita, jaringan perios yang meliputi tulang orbita. Periorbita pada
kanla optik bersatu dengan durameter yang meliputi saraf optik di anterior
bersatu dengan septum orbita.
2. Saraf optik.
3. Otot ekstra okular. Setiap bola mata mempunyai enam buah otot ekstra
okular yang juga diselubungi oleh fasia. Ligamen dan jaringan ikat.
4. Jaringan lemak. Hampir sebagian besar rongga orbita berisi jaringan
lemak.
5. Kelenjar lakrimal berfungsi mengeluarkan air mata dan sebagian terletak
dirongga orbita.7

3
2.2 Pseudotumor Orbita
2.2.1 Definisi
Pseudotumor orbital, yang juga disebut Orbital inflammatory pseudotumor
(OIP) atau inflamasi orbital idiopatik (IOI), adalah kondisi inflamasi yang bersifat
jinak, tidak menular, tidak neoplastik, dan terjadi di ruang orbita dan periorbita
tanpa adanya penyebab lokal atau sistemik yang dapat diidentifikasi.1 Tidak ada
kelainan infeksi, sistemik, atau neoplastik yang dapat diketahui penyebabnya.
2.2.2 Etiologi
Meskipun belum diketahui secara pasti apa penyebabnya, para peneliti
telah mempertimbangkan kemungkinan infeksi pada bagian tubuh selain orbita
dan gangguan autoimun sebagai faktor yang berperan dalam terjadinya
pseudotumor orbita. Beberapa jenis infeksi seperti faringitis Streptokokus atau
infeksi saluran pernapasan atas akibat virus telah dilaporkan berkaitan dengan
pseudotumor orbita. 3
Inflamasi orbita dikaitkan dengan beberapa kondisi reumatologi seperti
granulomatosis dengan poliangiitis (sebelumnya dikenal sebagai granulomatosis
Wegener), arteritis sel raksasa, lupus eritematosus sistemik, artritis rematoid,
poliarteritis nodosa, fibrosklerosis multifokal (sekarang dianggap sebagai penyakit
terkait IgG4), penyakit Crohn, dan kolitis ulserativa.5,8
Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan peradangan yang
menyebabkan pseudotumor orbita. Penelitian menunjukkan bahwa spesimen
histopatologi menunjukkan tingginya kadar sitokin inflamasi seperti interleukin,
interferon (IFN), dan tumor necrosis factor (TNF). Selain itu, ekspresi CD20 dan
CD25 juga ditemukan meningkat.3 Baru-baru ini, metode profil ekspresi gen
menunjukkan peningkatan regulasi imunoglobulin dan reseptor, tetapi
menunjukkan penurunan regulasi pada alkohol dehidrogenase 1B, adiponektin,
reseptor leptin, dan C1Q.3

2.3.1 Epidemiologi
Pseudotumor orbital telah dilaporkan di seluruh dunia. Antara 6% hingga
16% dari semua tumor orbital diduga sebagai kasus pseudotumor orbital. Lebih
sering terjadi pada wanita paruh baya.1,4 Meskipun lebih jarang terjadi pada orang

4
dewasa, presentasi rata-rata terjadi pada usia 30-60 tahun dan jarang terjadi pada
kedua mata. Pada anak-anak, kejadian bilateral lebih umum dan tingkat
kekambuhan dapat mencapai 76%, sedangkan pada peradangan orbita nonspesifik
(NSOI), tingkat kekambuhan berkisar antara 33% hingga 58% setelah resolusi.

2.3.2 Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Untuk mendiagnosis pseudotumor orbita, perlu menyingkirkan penyakit
orbita lain yang memiliki gejala serupa. Oleh karena itu, penyakit sistemik seperti
sarkoidosis, granulomatosis dengan poliangiitis, sindrom Sjogren, penyakit yang
berhubungan dengan IgG4 (IgG4-RD), kelainan limfoproliferatif dan histiositik,
penyakit xantogranulomatosa, atau penyakit metastasis harus dikesampingkan
melalui riwayat medis dan anamnesis yang teliti. Jika tidak ada riwayat penyakit
tersebut, tes laboratorium tambahan mungkin diperlukan untuk memastikan
diagnosis pseudotumor orbita secara pasti.
Peradangan orbita idiopatik memiliki gambaran klinis yang sangat
bervariasi, mulai dari proses yang menyebar hingga target fokus tertentu seperti
kelenjar lakrimal dan otot ekstraokular.9Presentasi dapat bersifat akut, subakut
atau berbahaya, kronis, dan kambuh.9,10 Proptosis akut adalah manifestasi biasa
yang membawa pasien ke ruang gawat darurat. Kasus yang berbahaya muncul
sebagai proptosis bertahap, kelopak mata bengkak, dan pembatasan gerakan mata
yang dapat menyebabkan diplopia. Massa orbita yang jelas dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologi.
Presentasi khas lainnya adalah pasien dengan nyeri orbita akut dan sakit
kepala. Pada orang dewasa, dapat ditemukan eritema dan edema kelopak mata dan
periorbital, kongesti konjungtiva, proptosis, ptosis, diplopia, sensitivitas terhadap
cahaya, penurunan motilitas mata, dan nyeri pada pergerakan mata.2,5,11 Dapat
ditemukan dacryoadenitis, miositis, trokleitis, atau peradangan jaringan lunak
yang menyebar. Pada kelompok usia anak-anak, edema periorbital, ptosis, nyeri,
dan penurunan gerakan otot ekstraokular lebih sering terjadi pada beberapa
penelitian.1 Gejala biasanya unilateral pada orang dewasa, tetapi bilateral pada
anak-anak.

5
Gambar 2. Proptosis pada pseudotumor orbita5

Dacryoadenitis menyumbang 50% dari semua IOI. Biasanya muncul


dengan massa yang nyeri, keras, dengan edema di kelopak mata atas lateral, dan
ptosis . Kondisi ini bisa terjadi secara bilateral. klinis yang baru-baru ini
dideskripsikan ini dilaporkan memengaruhi jaringan lunak orbital, saraf optik, dan
cabang-cabang saraf trigeminal.
Miositis orbital dapat bersifat akut, subakut, atau berulang. Miositis orbital
dapat melibatkan satu atau beberapa otot mata. Otot yang paling sering terlibat
adalah rektus medial, diikuti oleh otot rektus superior, lateral, dan inferior.1
Miositis orbital menyerang orang dewasa muda pada dekade ketiga hingga
keempat kehidupan dengan dominasi wanita.
Gangguan sistemik memiliki korelasi dengan pseudotumor orbital.
Terdapat laporan mengenai penyakit imunologi seperti artritis reumatoid, penyakit
Crohn, lupus eritematosus sistemik, dan skleritis, yang menyebabkan penyakit
radang orbita.
Ultrasonografi orbital, CT, dan MRI dapat membantu dalam diagnosis bila
dikombinasikan dengan temuan klinis dan respons pengobatan. Ultrasonografi
dapat membantu dalam mengevaluasi bola mata dan komplikasi mata seperti
ablasio retina dan koroid.8 Pada IOI anterior, temuan CT dan MRI meliputi massa
orbita anterior dengan konfigurasi yang dibentuk dan penebalan uveoskleral.3
Pembesaran otot-otot ekstraokuler pada CT-scan merupakan temuan yang umum
terjadi pada miositis orbital. Lesi IOI meningkat dengan kontras, dan pada MRI,
dapat menampilkan sinyal gambar berbobot T2 yang tertekan oleh lemak,

6
tergantung pada tingkat edema jaringan. Keterlibatan lakrimal yang menyebar
biasanya mempengaruhi lobus orbital dan palpebra.

Gambar 3. CT scan Axial pada Pseudotumor3

Peningkatan bervariasi tergantung pada stadiumnya. Pada stadium akut,


terdapat peningkatan yang jelas, sedangkan pada jenis peradangan kronis dan
sklerosis, terdapat hipointensitas pada gambar T2-W yang dicatat. Temuan CT dan
MRI IOI difus mirip dengan IOI anterior. Limfoproliferatif orbital mungkin sulit
dibedakan. IOI apikal dapat menunjukkan tanda-tanda keterlibatan intrakranial
seperti jaringan lunak abnormal yang meluas ke fosa kranial tengah, sinus
kavernosus, dan meningen.
Evaluasi laboratorium biasanya meliputi pemeriksaan hematologi,
biokimia rutin, penanda inflamasi, dan pemeriksaan autoimun yang komprehensif.
Pemeriksaan hematologi terdiri dari hitung jenis sel darah lengkap, laju endap
darah, protein C-reaktif, elektrolit, pemeriksaan fungsi tiroid, antibodi antinuklear,
antibodi sitoplasma antineutrofil, faktor reumatoid, tingkat enzim pengubah
angiotensin, dan tes pengembalian plasma secara cepat.Temuan laboratorium yang
berada dalam batas normal hanya memberikan nilai diagnostik yang kecil.5

7
2.3.3 Penatalaksanaan
Terapi yang dapat diberikan pada psudotumor orbita ialah :
a) Kortikosteroid
b) Terapi Radiasi
c) Agen steroid nonspesifik seperti (1) metotreksat; (2) siklosporin-A; (3)
mikofenolat mofetil; (4) siklofosfamid; (5) rituximab
d) Agen biologis seperti (1) infliximab; (2) adalimumab; (3) etanercept; (4)
daclizumab; (5) abatacept; (6) tocilizumab.
Pada orang dewasa, dosis steroid awal yang direkomendasikan adalah 1 mg/kg
prednison. Sementara pada anak-anak, dosis tinggi kortikosteroid oral sekitar 1,0
hingga 1,5 mg/kg/hari dianggap lebih efektif. Dosis total yang dilaporkan adalah
60 mg hingga 100 mg per hari selama satu hingga dua minggu dengan penurunan
dosis selama 5 hingga 6 minggu. Setelah respons klinis membaik, pengurangan
dosis steroid bisa segera dimulai.9
Jika pasien tidak merespons pengobatan steroid atau mengalami kekambuhan
meskipun telah menerima pengobatan steroid, beberapa jenis obat dan tindakan
operasi lain dapat digunakan, seperti antimetabolit, agen pengalkilasi, penghambat
sel T/kalsineurin, penghambat limfosit, penghambat faktor nekrosis tumor, dan
pembedahan.3
2.3.4 Prognosis
Walau pseudotumor orbita bisa sembuh tanpa perawatan pada beberapa
pasien, namun pengobatan utama biasanya menggunakan kortikosteroid. Lebih
dari 75% pasien mengalami peningkatan dalam waktu 24-48 jam setelah menerima
pengobatan kortikosteroid. Meski begitu, tingkat kesembuhan yang tercatat hanya
sekitar 37%. Kekambuhan dapat terjadi pada sekitar 52% pasien, bahkan setelah
mendapatkan pengobatan kortikosteroid.2
2.3.5 Komplikasi
Jika pseudotumor orbita tidak diobati atau tidak merespons pengobatan,
maka hilangnya penglihatan dan gangguan okulomotor yang serius bisa menjadi
permanen. Inflamasi juga bisa menyebar ke struktur terdekat, seperti area di sekitar
mata, saraf optik, dan rongga intrakranial. Beberapa saraf kranial juga bisa terkena,
yang mungkin menyebabkan hemiparesis sensorimotor. Jika inflamasi parah

8
terjadi, glaukoma sudut tertutup sekunder bisa terjadi karena efusi koroid
menyebabkan rotasi anterior badan siliaris. Kemajuan proptosis juga bisa
menyebabkan keratitis pajanan dan terbentuknya ulkus.2

9
RAHASIA BAB III
LAPORAN KASUS

STATUS BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. MD Pekerjaan : IRT


Umur : 54 tahun Pendidikan : Tamat SMP
JenisKelamin : Perempuan Tanggal Pemeriksaan : 12/04/2023
Alamat : Desa Sei beras

Keluhan Utama :
Mata kiri menonjol disertai penurunan penglihatan sejak 7 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang:


Mata kiri menonjol sejak 7 tahun yang lalu dan penurunan penglihatan
mata kiri. Keluhan tersebut awalnya terasa nyeri pada mata, lalu mata terasa
semakin lama terasa menonjol sehingga terasa nyeri saat menggerakkan bola mata.
Keluhan disertai penglihatan yang seiring waktu penglihatan semakin menurun.
Tidak terdapat riwayat trauma pada mata, Riwayat demam disangkal, Riwayat
penurunan berat badan secara cepat disangkal Tidak ada riwayat operasi
intraokuler maupun ekstraokuler pada kedua mata. Tidak terdapat riwayat
konsumsi obat-obatan tertentu.
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat tumor (-), keluhan pada mata sebelumnya (-)
Riwayat pengobatan :
- Riwayat pengobatan (+)
Riwayat penyakit keluarga :

10
Tidak ada keluarga yang mengeluhkan sakit yang sama

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
Vital sign : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 86x/menit
Frekuensi Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,60C
Pemeriksaan fisik :
- Tidak Terdapat pembesaran KGB

STATUS OPTHALMOLOGI
OD OS
20/25 Visus tanpa koreksi Nol
Tidak dikoreksi Visus dengan koreksi Tidak dikoreksi
Ortoforia Posisi bola mata Proptosis

Gerakan bola mata

Bebas, ke segala arah Terbatas ke segala arah


15 mmHg Tekanan bola mata Sulit dinilai

Tidak ada kelainan Palpebra Lagofthalmus

Tenang Konjungtiva Injeksi konjungtiva


Jernih Kornea infiltrat
Tenang Sklera Injeksi sklera
Dalam, jernih COA Sulit dinilai

11
Bulat, sentral, Ø 2 mm, Iris/pupil Sulit dinilai
refleks cahaya langsung
(+) dan tidak langsung (+)

Jernih Lensa Sulit dinilai


Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan

Gambar

PEMERIKSAAN PENUNJANG : -
CT SCAN (13 Februari 2023 )

12
Hasil : tidak tampak destruksi basis cranii dan rim orbitalis
tidak tampak infiltrasi ke intracranial
Kesan : Proptosis Okular sinistra
ec : tumor retrobulbar sinistra

RESUME :
Perempuan usia 54 tahun, mata kiri menonjol sejak 7 tahun yang lalu
disertai penurunan penglihatan. Keluhan tersebut awalnya terasa nyeri pada mata,
lalu mata terasa semakin lama terasa menonjol sehingga terasa nyeri saat
menggerakkan bola mata. Keluhan disertai penglihatan yang seiring waktu
penglihatan semakin menurun. Pada pemeriksaan fisik terdapat proptosis pada
okluar sinistra, injeksi konjungtiva, injeksi sklera, infiltrat kornea. Pada
pemeriksaan visus tanpa koreksi mata kiri nol, TIO 15/- mmHg

Diagnosis Kerja:
Pseudotumor Orbita sinistra

13
Diagnosis Banding:
- tumor glandula lakrimal
- Selulitis orbita

Penatalaksanaan
• Farmakologi
Metilprednisolon 1x8 mg (2 minggu pertama),
Metilprednisolon 1x4 mg (2 minggu kedua),
Cendofolxa ED 8x OS,
Gentamicin ED 3x OS,
Prognosis
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : malam
Quo ad kosmetikum : malam

Daftar Pustaka
1. Eshraghi B, Sonbolestan SA, Abtahi MA, Mirmohammadsadeghi A.
Clinical characteristics, histopathology, and treatment outcomes in adult
and pediatric patients with nonspecific orbital inflammation. J Curr
Ophthalmol. 2019 Sep;31(3):327-334. [PMC free article] [PubMed]

2. Chaudhry IA, Shamsi FA, Arat YO, Riley FC. Orbital pseudotumor:
distinct diagnostic features and management. Middle East Afr J
Ophthalmol. 2008 Jan;15(1):17-27. [PMC free article] [PubMed]

3. Yeşiltaş YS, Gündüz AK. Idiopathic Orbital Inflammation: Review of


Literature and New Advances. Middle East Afr J Ophthalmol. 2018 Apr-
Jun;25(2):71-80. [PMC free article] [PubMed]

4. Spindle J, Tang SX, Davies B, Wladis EJ, Piozzi E, Pellegrini M, Lally SE,
Shields C, Shinder R. Pediatric Idiopathic Orbital Inflammation: Clinical
Features of 30 Cases. Ophthalmic Plast Reconstr Surg. 2016 Jul-
Aug;32(4):270-4. [PubMed]

14
5. Espinoza GM. Orbital inflammatory pseudotumors: etiology, differential
diagnosis, and management. Curr Rheumatol Rep. 2010 Dec;12(6):443-
7. [PubMed]
6. America Academy of Ophthalmology. 2008. Ophtalmic Pathology and
Intraocular Tumors. San Francisco: America Academy of Ophthalmology.
hal : 219-236.
7. Khurana AK. 2007. Disease of The Orbit, Comprehensive Ophthalmology
Fourth Edition. hal: 377-382.

8. Jakobiec FA, Syed ZA, Stagner AM, Harris GJ, Rootman J, Yoon MK,
Mombaerts I. Orbital Inflammation in Pregnant Women. Am J
Ophthalmol. 2016 Jun;166:91-102. [PubMed]
9. Yuen SJ, Rubin PA. Idiopathic orbital inflammation: distribution,
clinical features, and treatment outcome. Arch Ophthalmol. 2003
Apr;121(4):491-9. [PubMed]

10. Turkoglu R, Balak N. Atypical presentation of orbital pseudotumor


with visual loss as an initial manifestation. J Clin Neurol. 2011
Mar;7(1):50-2. [PMC free article] [PubMed]

11. Zhang XC, Statler B, Suner S, Lloyd M, Curley D, Migliori ME. Man with
a Swollen Eye: Nonspecific Orbital Inflammation in an Adult in the
Emergency Department. J Emerg Med. 2018 Jul;55(1):110-
113. [PubMed]

15

Anda mungkin juga menyukai