Anda di halaman 1dari 23

Referat

SELULITIS ORBITA

Oleh:

Josephine Olivia Cristie, S. Ked

NIM. 2030912320053

Pembimbing:
dr. H. Agus Fitrian Noor Razak, Sp.M

DEPARTEMEN/KSM ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN

September, 2021
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR.................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 2

A. Definisi…………………………………………………...... 2

B. Etiologi................................................................................. 2

C. Epidemiologi........................................................................ 3

D. Klasifikasi............................................................................. 3

E. Patofisiologi.......................................................................... 5

F. Gejala klinis.......................................................................... 7

G. Diagnosis.............................................................................. 8

H. Diagnosis Banding............................................................... 10

I. Tatalaksana........................................................................... 11

J. Komplikasi........................................................................... 16

K. Prognosis.............................................................................. 17

BAB III PENUTUP.................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 20

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Perbedaan Selulitis Perorbital dan Orbital..................................... 5

.................................................................................................................

2.2 Selulitis Orbita................................................................................ 8

2.3 Edema dan Hiperemis Palpebra .................................................... 9

2.4 Kemosis Konjungtiva dan Protusio serta Keratitis Eksposure....... 9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Selulitis orbita (OC) adalah proses inflamasi yang melibatkan jaringan

yang terletak di posterior septum orbita di dalam orbit tulang, yang meliputi

lemak dan otot dalam tulang orbita. Manifestasi dari selulitis orbita adalah

ditemukannya eritema dan edema kelopak mata, kehilangan penglihatan, demam,

sakit kepala, proptosis, kemosis, dan diplopia. Selulitis orbita biasanya berasal

dari infeksi sinus, infeksi kelopak mata atau wajah, dan bahkan penyebaran

hematogen dari lokasi yang jauh.1 Infeksi selulitis orbita dapat mempengaruhi

semua kelompok umur, tetapi lebih sering terjadi pada populasi anak. Merupakan

suatu kegawat daruratan dan membutuhkan penanganan segera karena dapat

mengancam jiwa dan pasien harus dirujuk segera tanpa penundaan. Oleh karena

itu pengobatan penyakit ini bersifat urgensi. Pengobatan dengan pemberian

antibiotik sistemik dapat mengatasi infeksi bakteri penyebab. keterlambatan

pengobatan akan mengakibatkan progresifitas dari infeksi dan timbulnya

sindroma apeks orbita atau trombosis sinus kavernosus. Komplikasi yang terjadi

antara lain kebutaan, kelumpuhan saraf kranial, abses otak, dan bahkan dapat

terjadi kematian.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Selulitis orbita (OC) adalah proses inflamasi yang melibatkan jaringan

yang terletak di posterior septum orbita di dalam orbit tulang, yang meliputi

lemak dan otot dalam tulang orbita. Infeksi selulitis orbita merupakan suatu

kegawatdaruratan dan membutuhkan penanganan segera karena dapat mengancam

jiwa dan pasien harus dirujuk segera tanpa penundaan.1

B. Etiologi

Selulitis orbita paling sering terjadi pada anak-anak kelompok usia remaja

dan dewasa muda. Yang paling umum menjadi sumber infeksi adalah sinus

paranasal – ethmoid diikuti oleh sinus maksilaris dan frontal. Bakteri dapat

menginfeksi jaringan preseptal dan orbital melalui salah satu dari tiga cara.4

1. Inokulasi langsung. Contohnya termasuk gigitan serangga atau trauma

kecelakaan. Jenis infeksi ini biasanya disebabkan oleh Streptococcus aureus atau

pyogenes

2. Infeksi adneksa okular yang berdekatan seperti episode akut sinusitis,

dakriosistitis, atau hordeolum yang mungkin menyebar ke ruang preseptal dan

postseptal

3. Infeksi juga dapat menyebar melalui jalur hematogen dari sumber infeksi yang

jauh seperti otitis media atau radang paru-paru.

C. Epidemiologi

2
3

Selulitis orbita bukanlah kondisi umum. Insidensi kejadian selulitis orbita

pada anak ditemukan sebanyak 1,6 per 100.000 dan pada orang dewasa ditemukan

sebanyak 0,1 per 100.000 populasi. Penelitian di India menyatakan dari 141

pasien didapatkan sebanyak 57% adalah kasus dewasa dan sebanyak 42% adalah

kasus anak-anak dengan rata-rata usia 4 tahun. Sedangkan, pada studi yang

dilakukan di Texas pada anak usia di bawah 12 bulan didapatkan rata-rata usia

adalah 3,8 bulan. Selulitis orbita ini lebih sering terjadi pada anak-anak karena

hingga usia 15 tahun system imunologis dinilai belum matang.

Pada penelitian di Iran, India dan Nigeria didapatkan sebanyak 66,7-70,6%

kasus selulitis orbita terjadi pada jenis kelamin laki-laki yang berhubungan

dengan kecelakaan kerja sebagai faktor predisposisi nya. Dengan ratio

perbandingan laki-laki dan perempuan 2,7:1,1

D. Klasifikasi

1. Selulitis preseptal

Infeksi di anterior bola mata dibatasi oleh septum orbita dan tidak menginvasi

struktur intraorbital. Dengan klinis pembengkakan kelopak mata, merah dan nyeri,

namun tidak ada oftalmoplegia. Dapat berkembang pada tahap awal sinusitis

ethmoid.

2. Selulitis orbita

Infeksi telah melewati septum orbita dan melibatkan jaringan lunak dari

orbita, menyebabkan penurunan visus, protusio, kemosis, oftalmoplegi dan

diplopia.
4

3. Abses subperiosteoal

Akumulasi pus di daerah terkumpul secara periorbital, antara dinding tulang

orbit dan periorbita. Lamina papyaracea mendorong bola mata ke sisi berlawanan.

Menyebabkan penurunan visus dengan protusio, kemosis, oftalmoplegi dan

exophthalmus.

4. Abses orbita

Terdapat kumpulan purulen di dalamnya orbitnya. Klinis Protusio berat,

kemosis, oftalmoplegi, demam, nyeri dan penurunan visus berat

5. Trombosis Sinus Kavernosus (TSK)

End stage dari infeksi orbita yang meluas ke intra kranial dan dapat

menyebabkan keterlibatan saraf kranial ketiga, kelima, dan keenam. TSK

dicurigai bila terdapat tanda-tanda progresivitas seperti proptosis hebat, pupil

midriasis atau miosis, RAPD, serta penurunan kesadaran dan gejala meningeal.
5

Gambar 2.1 Perbedan Selulitis Periorbital dan Selulitis Orbital

E. Patofisiologi

Anatomi daerah orbita memiliki struktur khusus yang memungkinkan

perluasan infeksi dari dan ke daerah lain yang berdekatan. Misalnya septum orbita

yang tipis dapat menyebarkan infeksi dari periorbita ke dalam cavum orbita. 5

Infeksi di orbita juga dapat meluas dari dan ke sinus paranasal yang mengelilingi

cavum orbita, selain itu pembuluh darah didaerah orbita juga potensial untuk

penyebaran infeksi secara hematogen baik secara anterograde atau retrograde.6

Septum orbita merupakan suatu membran tipis yang memisahkan kelopak

mata di superfisial dengan struktur okular lain didalam rongga mata. 7 Septum ini

membentuk suatu barrier yang dapat mencegah infeksi dari kelopak mata masuk

lebih dalam orbita.6,7 Infeksi pada jaringan lunak di depan septum orbitaseptum

dikenal dengan istilah selulitis periorbita atau dengan nama lain selulitis preseptal,
6

yang dapat mempengaruhi kelopak mata dan adneksanya, sementara infeksi di

posterior septum terbagi atas selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita, dan

komplikasi lanjutannya adalah trombosis Sinus Kavernosus.8 Orbita dipisahkan

dari sinus ethmoid dan maksila oleh lempengan tulang yang tipis yang disebut

lamina papyracea, yang memiliki struktur tipis dan memiliki beberapa defek.

Infeksi dapat menyebar langsung akibat penetrasi langsung melalui tulang tipis

tersebut, atau dapat juga melintasi langsung foramina ethmoid anterior dan

posterior.7 Kombinasi dari tulang tipis, banyak foramen neurovaskular, dan

beberapa defek tulang yang terjadi secara alami memungkinkan mudahnya

penyebaran bahan-bahan infeksius yang berasal dari ruang ethmoidal dan ruang

subperiosteal medial sehingga lokasi yang paling sering terjadinya abses

subperiosteal sekunder akibat sinusitis akut adalah di sepanjang dinding orbita

medial.6 Penyebaran pada anak-anak, karena tulang septa dan dinding sinusnya

lebih tipis, garis sutura yang masih terbuka dan foramen vaskular yang lebih

besar. Perluasan infeksi juga dapat berkembang ke rongga intrakranial, menjadi

meningitis, abses epidural dan subdural, dan abses parenkim otak terutama dari

lobus frontal.12 Vena orbita yang memiliki struktur yang tidak berkatup juga

memungkinkan berjalannya proses infeksi, baik dari arah anterograde atau

retrograde. 5
Drainase vena dari sepertiga tengah wajah dan sinus paranasal

sebagian besar berjalan melalui vena orbita kemudian berjalan ke inferior masuk

ke pleksus pterygoideus atau ke posterior ke dalam sinus kavernosa.8 Proses

infeksi yang terjadi di Sinus Kavernosus dapat melibatkan struktur yang terletak

di dalamnya, termasuk saraf kranial III, IV, V (divisi oftalmikus dan maxilla) dan
7

VI, arteri karotis internal dan saraf simpatik orbita. 7 Infeksi juga dapat meluas ke

kelenjar pituitari, meningen dan ruang parameningeal. Sistem vena mata yang

tidak memiliki katup juga menyebabkan terjadi hubungan sistem vena dan

limfatik secara langsung yang memungkinkan aliran di kedua arah, sehingga

memungkinkan terjadinya tromboflebitis retrograde dan penyebaran infeksisecara

hematogen dari fokal infeksi yang jauh.10

Dahulu Haemophilus Influenzae Tipe B (Hib) merupakan organisme

patogen tersering sebagai penyebab selulitis preseptal dan selulitis orbita,

terutama pada anak-anak.8 Dengan munculnya vaksin konjugasi Hib pada tahun

1985, kejadian infeksi Hib memiliki penurunan secara signifikan. 9 Studi terbaru

menunjukkan saat ini Staphylococcus species(S. aureus, S. epidermidis dan

S.pyogenes) merupakan kuman yang paling sering sebagai penyebab selulitis

orbita pada anak, 73% diantaranya merupakan Methicillin Resistant

Staphylococcus Aureus (MRSA), diikuti oleh kuman Streptococcus species

(Streptococcus pneumoniae) Haemophilus influenzae, bakteri anaerobik

(Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium and Peptostreptococcus spp.).11

F. Manifestasi klinis

Selulitis orbita dapat terjadi sebagai komplikasi dari infeksi sinus; dari

trauma pada mata itu sendiri; dari infeksi saluran air mata, gigi, telinga, atau

wajah; atau dari penyebaran selulitis periorbital. Mungkin menjadi abses (kantong

nanah) di belakang atau di sekitar mata atau di tulang. Gejala selulitis orbita

meliputi pembengkakan, kemerahan, nyeri, dan nyeri tekan di sekitar satu mata,

meskipun ini mungkin kurang jelas dibandingkan pada selulitis periorbital. Ada
8

rasa sakit yang signifikan dengan gerakan bola mata. Penglihatan ganda atau

kabur penglihatan sering terjadi, dan bola mata mungkin menonjol ke depan,

sebuah tanda disebut proptosis.14

Red Flag selulitis orbita sebagai berikut :

1. Gerakan mata yang menyakitkan atau terbatas

2. Gangguan penglihatan : ketajaman berkurang, defek pupil aferen relative,

diplopia

3. Proptosis

4. Sakit kepala parah atau fitur lain dari keterlibatan intracranial

5. Pertimbangkan infeksi gonore dan Chlamydia pada presentasi neonatal (kirim

PCR swab) lihat mata merah akut13

Gambar 2.2 Selulitis Orbita

G. Diagnosis

Gejala utama yang didapatkan pada selulitis orbita berupa pembengkakan

pada mata yang biasa bersifat unilateral dan nyeri hebat yang meningkat dengan

pergerakan bola mata atau adanya tekanan. Gejala yang lain yang bisa didapat
9

antara lain demam, mual, muntah,dan kadang-kadang kehilangan penglihatan.

Kadang pasien mengeluh tidak bisa membuka mata untuk melihat gerakan mata

yang terbatas. Biasanya ada riwayat sinusitis akut atau infeksi saluran pernapasan

atas pada hari-hari sebelum terjadi edema kelopak mata. Gejala dapat berkembang

dengan cepat,dan dengan demikian, diagnosis dan pengobatan cepat adalah hal

yang terpenting.11

Tanda-tanda selulitis orbita yang didapat kan pada pemeriksaan fisis dan

oftalmologi adalah: 1. ditandai dengan adanya pembengkakan yang menutup bola

mata dengan karakteristik kekerasan seperti papan dan kemerahan 2. ditemukan

adanya chemosis konjungtiva, yang menonjol dan menjadi kering atau nekrotik. 3.

Bola mata proptosis. 4. gerakan bola mata terbatas 5. Pemeriksaan fundus dapat

menunjukkan adanya kongesti vena retina dan tanda-tanda papillitis atau edema

papil. 6. Penurunan visus, gangguan pengelihatan warna.

Gambar 2.3 Edema dan hiperemis palpebra kiri

Gambar 2.4 Kemosis konyungtiva dan protusio serta keratitis eksposure dikedua mata
10

Pemeriksaan fisik selulitis preseptal dan selulitis orbital, keduanya disertai

dengan inflamasi palpebera, sehingga sangatlah penting untuk melakukan

pemeriksaan ocular yang lengkap. Harus dicermati tanda-tanda sistemik, terutama

pada anak. Diperiksa adnexa palpebral dan ocular untuk mencari tanda trauma

local. Dapat ditemukan limfadenopati cervical, submandibular, atau preaurikular.

Limfa node preaurikular yang tender dapat menandakan konjungtivitis adenoviral.

Tes pengelihatan dan reaksi pupil, pergerakan bola mata, bila terdapat gangguan

dapat diperkirakan infeksi telah menjalar sampai ke orbita. Bila terdapat RAPD

diperkirakan terdapat kompresi saraf.12

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:

1. Kultur bakteri dari usap nasal dan konjungitva dan spesimen darah

2. Pemeriksaan darah perifer lengkap

3. X-Ray PNS untuk mendeteksi adanya sinusitis terkait

4. USG orbital untuk mendeteksi adanya abses intraorbital

5. CT scan dan MRI untuk :

a. Membedakan selulitits preseptal dan post septal

b. Mendeteksi abses subperiosteal dan abses orbital

c. Mendeteksi ekstensi intrakranial

d. Menentukan kapan dan darimana dilakukan drainase abses orbital

6. Punksi lumbal bila terdapat tanda- tanda keterlibatan meningel dan serebral.

H. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari selulitis orbita adalah sebagai berikut : 17,18

 Acute Complications of Sarcoidosis


11

 Adenoviral conjunctivitis

 Carotid-cavernous fistula

 Langerhans cell histiocytosis

 Orbital Inflammatory Syndrome

 Pediatric Mucormycosis

 Retinoblastoma

 Retrobulbar haemorrhage

 Sickle cell orbitopathy

 Thyroid Ophthalmopathy

 Widow Spider Envenomation

I. Tatalaksana

Selulitis orbita tanpa komplikasi dapat diobati dengan antibiotik saja.

Rejimen pengobatan biasanya empiris dan dirancang untuk mengatasi patogen

yang paling umum seperti yang dijelaskan di atas karena hasil kultur yang andal

sulit diperoleh tanpa adanya intervensi bedah. Untuk pasien dengan selulitis orbita

tanpa komplikasi, disarankan agar antibiotik dilanjutkan sampai semua tanda

selulitis orbita teratasi. Durasi terapi antibiotik berkisar dari total minimal 2

sampai 3 minggu. Untuk pasien dengan sinusitis ethmoid yang parah dan

destruksi tulang pada sinus, periode yang lebih lama, minimal 4 minggu

dianjurkan.17,18

Terapi topical yang dapat diberikan pada kasus selulitis orbita yaitu :22

1. Terapi local dengan mengaplikasikan kompres hangat

2. Pemberian antibiotic ointment topical yang broad spectrum


12

Regimen antibiotik yang tepat untuk pengobatan empiris pada pasien

dengan fungsi ginjal normal meliputi:

A. Terapi Intravena (IV)

1. Vankomisin

Untuk cakupan MRSA

 Anak-anak: 40 sampai 60 mg/kg per hari IV dibagi menjadi 3 atau 4 dosis;

Dosis harian maksimum 4 g

 Dewasa: 15 hingga 20 mg/kg per hari IV setiap 8 hingga 12 jam;

Maksimum 2 g untuk setiap dosis

Ditambah salah satu dari berikut ini:

2. Seftriakson

 Anak-anak: 50 mg/kg per dosis IV sekali atau dua kali sehari (dosis yang

lebih tinggi harus digunakan jika diduga perluasan intrakranial); Dosis

harian maksimum 4 g per hari

 Dewasa: 2 g IV per hari (2 g IV setiap 12 jam jika diduga perluasan

intrakranial)

3. Sefotaksim

 Anak-anak: 150 hingga 200 mg/kg per hari dalam 3 dosis; Dosis harian

maksimum 12 g

 Dewasa: 2 g IV setiap 4 jam

4.Ampisilin-sulbaktam

 Anak-anak: 300 mg/kg per hari dalam 4 dosis terbagi; Dosis harian

maksimum 8 g komponen ampisilin


13

 Dewasa: 3 g IV setiap 6 jam kombinasi ampisilin-sulbaktam

5. Piperacillin-tazobactam

 Anak-anak: 240 mg/kg per hari dalam 3 dosis terbagi; Dosis harian

maksimum 16 g komponen piperasilin

 Dewasa: 4,5 g IV setiap 6 jam dari kombinasi piperasilin-tazobaktam

5. Metronidazol

Harus ditambahkan untuk menyertakan cakupan untuk anaerob.

 Dewasa: 500 mg IV atau per oral setiap 8 jam

 Anak-anak: 30 mg/kg per hari IV atau oral dalam dosis terbagi setiap 6

jam

Agen lain yang menutupi infeksi MRSA adalah daptomycin, linezolid, dan

telavancin; namun, ada sedikit pengalaman menggunakannya untuk infeksi orbital

atau intrakranial. Dengan tidak adanya kontraindikasi seperti alergi, vankomisin

adalah agen pilihan untuk cakupan MRSA selulitis orbital. Linezolid tidak

direkomendasikan untuk anak-anak dengan infeksi SSP karena konsentrasinya di

SSP tidak konsisten pada anak-anak.

Dalam kasus alergi terhadap penisilin dan/atau sefalosporin, pengobatan

dengan kombinasi vankomisin ditambah:

1. Ciprofloxacin

 Dewasa: 400 mg IV dua kali sehari atau 500 hingga 750 mg secara oral

dua kali sehari

 Anak-anak: 20 sampai 30 mg/kg per hari dibagi setiap 12 jam; Dosis

maksimum 1,5 g per oral setiap hari atau 800 mg IV setiap hari
14

2. Levofloksasin

 Dewasa: 500 hingga 750 mg IV atau per oral setiap hari

 Anak-anak 5 tahun atau lebih: 10 mg/kg per dosis setiap 24 jam; Dosis

harian maksimum 500 mg

 Bayi 6 bulan atau lebih dan anak-anak 5 tahun atau lebih muda: 10 mg/kg

per dosis setiap 12 jam

B. Terapi Oral

Tidak ada uji coba terkontrol untuk menentukan durasi ideal terapi

antimikroba pada selulitis orbital atau kapan harus beralih ke pengobatan oral dari

intravena. Untuk selulitis orbita tanpa komplikasi dengan respon yang baik

terhadap antibiotik IV, masuk akal untuk beralih ke terapi oral. Jika pasien tetap

tidak demam dan temuan kelopak mata dan orbital mulai membaik, yang biasanya

memakan waktu tiga hingga lima hari, maka penggantian ke antibiotik oral

diperlukan. Jika data kultur definitif tersedia, terapi oral harus ditujukan terhadap

organisme yang menginfeksi. Bila tidak ada data kultur definitif, rejimen oral

empiris yang sesuai meliputi:

1. Klindamisin (sendiri)

 Dewasa: 300 mg Q8H

 Anak-anak: 30-40 mg/kg per hari dalam 3 sampai 4 dosis terbagi rata,

tidak melebihi 1,8 g per hari

2. Clindamycin atau Trimethoprim-Sulfamethoxazole

 Dewasa: 1 hingga 2 tablet DS setiap 12 jam


15

 Anak-anak: 10 hingga 12 mg/kg per hari komponen trimetoprim dibagi

setiap 12 jam

Ditambah salah satu dari berikut ini:

3. Amoksisilin

 Dewasa: 875 mg per oral setiap 12 jam

 Anak-anak: 45 mg/kg per hari dalam dosis terbagi setiap 12 jam atau 80

hingga 100 mg/kg per hari dalam dosis terbagi setiap 8 jam; Dosis

maksimum 500 mg per dosis

4. Amoksisilin-klavulanat

 Dewasa: 875 mg setiap 12 jam

 Anak-anak: 40 hingga 45 mg/kg per hari dalam dosis terbagi setiap 8

hingga 12 jam atau 90 mg/kg per hari dibagi setiap 12 jam (suspensi 600

mg/5 mL)

5. Sefpodoksim

 Dewasa: 400 mg setiap 12 jam

 Anak-anak: 10 mg/kg per hari dibagi setiap 12 jam, tidak melebihi 200 mg

per dosis

6. Cefdinir

 Dewasa: 300 mg dua kali sehari

 Anak-anak: 7 mg/kg dua kali sehari, tidak melebihi 600 mg per hari

C. Operasi

Pembedahan hampir selalu diindikasikan pada pasien dengan perluasan

infeksi intrakranial. Indikasi lain untuk pembedahan adalah buruk atau kegagalan
16

untuk menanggapi terapi antibiotik, memburuknya ketajaman visual atau

perubahan pupil, atau bukti abses, terutama abses besar, lebih besar dari 10 mm

diameter. Abses yang lebih kecil dapat diikuti secara klinis dan dengan pencitraan

berulang kecuali gangguan penglihatan menjadi perhatian. Jika baik temuan klinis

atau CT scan tidak menunjukkan perbaikan dalam waktu 24 sampai 48 jam,

drainase bedah biasanya diindikasikan. Pembedahan juga dapat diindikasikan

untuk mendapatkan bahan kultur, misalnya, pada pasien dengan dugaan infeksi

jamur atau mikobakteri orbita. Pendekatan eksternal (melalui orbit) dan operasi

transcaruncular endoskopik dapat digunakan.17,18

J. Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi bila selulitis tidak ditangani dengan tepat.

Komplikasi terdiri dari komplikasi okular, orbital, dan komplikasi lainnya.

Komplikasi okular biasanya adalah kebutaan, keratopati, neuritis optik, dan oklusi

arteri retina sentral. Komplikasi orbital adalah perkembangan selulitis orbital

menjadi abses subperiosteal dan abses orbita. Abses subperiosteal adalah

penumpukan material purulen antara dinding tulang orbital dengan periosteum,

biasanya terdapat pada dinding orbita media. Biasanya abses subperiosteal

dicurigai bila terdapat manifestasi selulitis orbita dengan proptosis eksentrik.

Namun, diagnosis dipastikan dengan CT scan. Abses orbita merupakan

penumpukan material purulen di dalam jaringan lunak orbital. Secara klinis

dicurgai dengan tanda dan proptosis parah, kemosis, oftalmoplegia komplit, dan

pus di bawah konjungtiva. Komplikasilainnya berupa abses parotid atau temporal,

komplikasi intrakranial, dan septikemia general atau pyaemia.19


17

Oxford dan Mc Clay pada tahun 2005 melaporkan kelumpuhan saraf

kranial II, III, IV, dan VI akibat trombosis sinus kavernosus dengan paresis nervus

fasialis, hemiparesis, paresis ekstremitas bawah unilateral, kelemahan motorik

umum, afasia dan tingkat kesadaran yang berubah.Lainnya telah melaporkan

oftalmoplegia, kebutaan, afasia, dan motoric defisit, gangguan pendengaran,

kelumpuhan saraf kranial, hemiparesis, mungkin dari infark kapsul internal, dan

Kabre melaporkan tidak ada gejala sisa neurologis jangka panjang dalam dua

kasus dengan abses intrakranial.20

K. Prognosis

Dengan pengenalan dan penanganan yang tepat, prognosis untuk sembuh

total tanpa komplikasi sangat baik. Selulitis orbital dapat berlanjut menjadi abses

orbital dan menyebar secara posterior menyebabkan trombosis sinus kavernosus.

Penyebaran sistemik dapat menyebabkan meningitis dan sepsis. Pada studi

terhadap pasien pediatrik, faktor risiko tinggi adalah sebagai berikut: 1. Usia di

atas 7 tahun 2. Abses subperiosteal 3. Nyeri kepala dan demam yang menetap

setelah pemberian antibiotik IV. Pasien yang mengalami imunokompromais atau

diabetes memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami infeksi fungal.21


BAB III

PENUTUP

Infeksi selulitis orbita merupakan suatu kegawatdaruratan dan

membutuhkan penanganan segera karena dapat mengancam jiwa dan pasien harus

dirujuk segera tanpa penundaan. Selulitis orbita paling sering terjadi pada anak-

anak kelompok usia remaja dan dewasa muda. Yang paling umum menjadi

sumber infeksi adalah sinus paranasal – ethmoid diikuti oleh sinus maksilaris dan

frontal. Red Flag selulitis orbita gerakan mata yang menyakitkan atau terbatas,

gangguan penglihatan berupa ketajaman berkurang, defek pupil aferen relative,

diplopia, proptosis, sakit kepala parah atau fitur lain dari keterlibatan intracranial

Dalam tata laksananya selulitis orbita tanpa komplikasi dapat diobati dengan

antibiotik saja. Rejimen pengobatan biasanya empiris dan dirancang untuk

mengatasi patogen yang paling umum. Pemberian terapi dapat diberikan melalui

intavena atau peroral.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Tsirouki T, Dastiridou AI, Ibánez Flores N, Cerpa JC, Moschos MM,


Brazitikos P, Androudi S. Orbital cellulitis. Surv Ophthalmol. 2018 Jul -
Aug;63(4):534-553. [PubMed]
2. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th
ed.Elsevier, 2011.

3. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New age


international,2007. p. 377-378, 384-386.

4. Hegde R, Sundar G. Orbital Cellulitis- A Review. 2018;211–9.

5. Israele V, Nelson JD. Periorbita and orbita cellulitis. Pediatric Infection


Disease Journal. 2010;6(6):404–10.

6. Steinkuller P, Jones DB. Microbial preseptal and orbita cellulitis. In:


Duane’s Clinical Ophthalmology. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins.2005;(4):94-112

7. Lee S, Yen MT. Management of preseptal and orbita cellulitis. Saudi


Journal Ophthalmology. 2011;25(1):21-9.

8. Mallika, Sujatha, Narayan S, Sinumol. Orbita and preseptal cellulitis.


Kerala Journal Ophthalmology. 2011;XXIII:10-4.

9. Ebright JR, Pace MT, Niazi AF. Septic thrombosis of the cavernous
sinuses. Arch Intern Medical. 2001;161:2671-6.

10. Chaudhry I, Al-Rashed W, Arat Y. The hot orbit: orbita cellulitis. Middle
East Africa Journal Ophthalmology. 2012;19(1):34-36.
11. Liu I-T, Kao S-C, Wang A-G, Tsai C-C, Liang CK, Hsu W-M. Preseptal
and orbita cellulitis. in: a 10 year review of hospitalized patients. Journal
China Med Association. 2006;69(9):415-22.

12. Brook I. Microbiology and antimicrobial treatment of orbita and


intracranial complications of sinusitis. In: Children And Their
Management. International Journal Pediatric Otorhinolaryngolog.2009;
(73):1183-6.

19
20

13. Hauser A, Fogarasi S. Periorbital and orbital cellulitis. Pediatr Rev.


2010;31(6):242–9.

14. The royal Children’s Hospital Melbourne. Periorbital and Orbital


Cellulitis. July 2019.

15. Bartlett JD, Jaanus SD. Clinical ocular pharmacology. 5th Ed. Boston:
ButterworthHeinemann; 2008.p.392-3

16. Friedman NJ, Kaiser PK. Essentials of ophthalmology. 1st Ed.


Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.p.116-7.

17. Tzelnick S, Soudry E, Raveh E, Gilony D. Recurrent periorbital cellulitis


associated with rhinosinusitis in children: Characteristics, course of
disease, and management paradigm. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2019
Jun;121:26-28. [PubMed]

18. Danishyar A, Sergent S.R. Orbital Cellulitis. 2021 Agustus.[PubMed]

19. Chaudhry IA, Al-Rashed W, Arat YO. The hot orbit: orbital cellulitis.
Middle East Afr J Ophthalmol. 2012;19(1):34-42.

20. Kent SS, Kent JS, Allen LH. Porous polyethylene implant associated with
orbital cellulitis and intraorbital abscess. Can J Ophthalmol.
2012;47(6):e38-9.

21. Elshafei AMK, Sayed MF, Abdallah RMA. Clinical profile and outcomes
of management of orbital cellulitisin Upper Egypt. J Ophthalmic Inflamm
Infect. 2017;7(1):8.

22. Suhardjo, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu


Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah mada; 2012.h.40.

Anda mungkin juga menyukai