Anda di halaman 1dari 26

SMF/ BAGIAN ILMU RADIOLOGI REFERAT

RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES JANUARI 2021


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA

OSTEOMIELITIS

Disusun oleh :
Aulia Ayu Puspita, S.Ked
1508010028

Pembimbing :
dr. Elsye Thene, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


SMF/ BAGIAN ILMU RADIOLOGI
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
2

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................6
2.1 Definisi.....................................................................................................................................6
2.2 Epidemiologi...........................................................................................................................4
2.3 Penegakan Diagnosis..............................................................................................................7
2.4 Klasifikasi..............................................................................................................................10
2.4.1 Osteomielitis Hematogen Akut...........................................................................................10
2.4.2 Osteomielitis Hematogen Sub Akut.........................................................................................15
2.4.3 Osteomielitis Kronik...............................................................................................................17
2.4.4 Osteomielitis pada Tulang lain................................................................................................20
BAB III KESIMPULAN....................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................25
3

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Perjalanan Penyakit Osteomielitis.................................................................12


Gambar 2.2 Gambaran AP pada Tibia Fibula...............................................................................14
Gambar 2.3 Radiografi Tulang Tibia dengan Osteomielitis..........................................................14
Gambar 2.4 Radiologi Abses Brodie pada Epifisis Distal Tibia...................................................16
Gambar 2.5 Gambaran Sekuestrum pada Tibia.............................................................................18
Gambar 2.6 Radiografi Osteomielitis Konis.................................................................................19
Gambar 2.7 Gambaran Radiologi Osteomielitis pada Tulang Tengkorak....................................20
Gambar 2.7 Gambaran Radiologi Osteomielitis pada Mandibula.................................................21
Gambar 2.8 Osteomielitis pada Tulang Pelvis..............................................................................22
Gambar 2.9 Radiografi Osteomielitis pada Tulang Belakang.......................................................24
4

BAB I
PENDAHULUAN

Sistem musculoskeletal berfungsi sebagai sebagai penyusun bentuk tubuh

dan alat untuk bergerak jika terdapat kelainan pada sistem ini maka kedua fungsi

tersebut juga akan terganggu. Infeksi musculoskeletal merupakan penyakit yang

umum terjadi dapat melibatkan seluruh struktur dari sistem muskuloskeletal dan

dapat berkembang menjadi penyakit yang berbahaya bahkan membahayakan jiwa.

Salah satu dari infeksi pada system musculoskeletal yaitu Osteomielitis.

Osteomielitis merupakan suatu bentuk proses inflamasi pada tulang dan struktur-

struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Penyebab

osteomielitis pyogenik adalah kuman Staphylococcus aureus, Escherichia coli,

Pseudomonas, dan Klebsiella. 1

Osteomielitis sering terjadi pada femur bagian distal, tibia bagian

proksimal, humerus, radius dan ulna bagian proksimal dan distal, serta vertebra.

Berdasarkan temuan histopatologinya dapat dikategorikan menjadi akut dan

kronik. Osteomielitis Hematogenous banyak terjadi pada anak-anak dan biasanya

mengenaai tulang panjang, pada pasien dewasa muda osteomyelitis sering

dihubungkan dengan adanya trauma atau pasca pembedahan, sedangkan pada

dewasa tua dan lansia berhubungan dengan penyakit diabetes mellitus dan

penyakit vaskuler serta yang berhubungan dengan ulkus decubitus. 2 Kejadian

Osteomielitis tertinggi pada negara berkembang diakibatkan karena tingkat

higienis yang masih rendah, diagnosis yang sering terlambat, fasilitas diagnostik
5

yang belum memadai di puskesmas. Tingkat mortalitas osteomielitis adalah

rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis berat yang

mendasari. Terapi osteomielitis dapat berupa terapi farmakologi seperti antibiotik

dan terapi pembedahan. 2


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Osteomielitis adalah infeksi yang mengenai tulang dan sumsum tulang

yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau proses spesifik (M. tuberkulosis,

jamur ). Menurut perjalanan waktunya, osteomielitis dikategorikan atas akut, sub-

akut, atau kronik dengan pembagian pada tiap tipe berdasarkan onset penyakit

(timbulnya infeksi). Osteomielitis akut berkembang dalam dua minggu setelah

onset penyakit, sedangkan osteomielitis sub-akut dalam dua minggu sampai tiga

bulan dan osteomielitis kronik setelah lebih dari tiga bulan.1,3

2.2 Epidemiologi

Insiden di amerika menunjukan bahwa kejadian osteomyelitis mencapai

21,8 kasus per 100.000 orang per tahun, untuk kejadia pada anak di dapatkan

angka 1 dari 5000 anak, dan 1 dari 1000 pada neonatal. Pada keseluruhan insiden

terbanyak pada negara berkembang. Saat ini belum didapatkan angka insiden

osteomyelitis di Indonesia. Lebih sering ditemukan pada laki-laki, dan meningkat

seiring dengan usia karena penyakit komorbid deperti diabetes mellitus atau

gangguan vascular perifer lainnya. Osteomielitis pada anak-anak sering bersifat

akut dan menyebar secara hematogen, sedangkan osteomielitis pada orang dewasa

merupakan infeksi subakut atau kronik yang berkembang secara sekunder dari

fraktur terbuka dan meliputi jaringan lunak. Lokasi yang tersering ialah tulang-

tulang panjang, misalnya femur, tibia, humerus, radius, ulna dan fibula. 4
7

2.3 Penegakan Diagnosis

1. Anamnesis

Keluhan awal yang sering terjadi pada anak-anak berupa nyeri di ujung

tulang panjang yang persisten dengan intensitas yang semakin berat, diikuti oleh

demam, rewel, malaise. Biasanya anak memiliki kecenderungan untuk tidak

menggunakan atau menggerakan ekstremitas yang terinfeksi, dan tidak

membiarkan area yang terinfeksi disentuh. Bisa didapatkan adanya riwayat

cedera muskuloskeletal beberapa hari sebelumnya, sehingga kadang keluarga

pasien menyangka nyeri adalah sprain atau patah tulang akibat cedera. Pada

orang tua keluhan dapat berupa nyeri di daerah punggung yang dirasa makin

bertambah dan dapat disertai demam. Nyeri ini tidak hilang walaupun pasien

beristirahat dengan berbaring.2,3

2. Pemeriksaan Fisik

Terdapat tanda peradangan mulai nampak seperti edema, kemerahan, hangat,

nyeri tekan padajaringan tulang sekitar sendi. Tanda-tanda lokal tersebut biasanya

mereda setelah 5 sampai 7 hari, sehingga kadang disangka infeksi sudah

membaik. Pada kasus yang mendekati kronis didapatkan pus yangkeluar dari kulit

melalui lubang yang dinamakan sinus. Sejalan dengan progresivitas

menjadikronis, terjadi perubahan bentuk tulang, hiperpigmentasi kulit, jaringan

parutpada sinus yang menutup. Draining sinus berulang merupakan konfirmasi

telah terjadi proses kronik infeksi. Limfadenopati juga sering ditemukan walaupun

bersifat tidak spesifik pada osteomielitis. Perlu diingat bahwa gambaran klinis ini

dapat berubah bila pasien sudah mendapatkan antibiotik. Pada kasus osteomielitis
8

pasca traumadapat ditemukan deformitas tulang atau non-union, sedangkan pada

osteomielitis akibat pemasangan prostesis atau implan biasanya tanda-tanda

infeksi baru akan mulai muncul antara 3 minggu –1 tahun pasca operasi. Pada

neonatus dan bayi, dapat ditemukan limitasi dari tungkai atau ekstremitasyang

terkena infeksi (pseudoparalisis), gangguan tumbuh kembang, terlihat mengantuk

dan gelisah. Namun perlu diwaspadai karena demam belum tentu dapat ditemukan

akibat dari sistem imun yang belum matur, sehingga reaksi inflamasi tidak akan

seberat dari anak yang lebih tua atau orang dewasa.4

3. Pemeriksaan Penunjang

Osteomielitis dapat terdeteksi melalui pemeriksaan x ray, dimana

didapatkan adanya destruksi tulang,reaksi periosteum, pembengkakan jaringan

lunak,dan pembentukan sequester. Pada kasus subakut bisa didapatkan adanya

lesi berbatas tegas, bulat, bersifat radiolusen berupa kavitas dengan diameter

berukuran 1 –2 cm. Kavitas dapat dikelilingi oleh sklerosis (abses Brodie). 4,6

Namun perlu diingat,pada tahap awal infeksi, gambaran x-ray bisa terlihat

normal. Manifestasi tulang pada osteomyelitis hematogenis akut didapatkan

setelah 10 sampai 21 hari.

MRI merupakan modalitas pencitraan yang sangat baik untuk mendeteksi

kondisi infeksi awal,yaitu adanya edema pada metafisis tulang, pembengkakan

jaringan lunak, dan pembentukan pus. Pada kondisi infeksi awal, didapatkan

abnormalitas pada sumsum tulang berupa gambaran penurunanintensitas pada

T1weighted image dan peningkatan intensitas pada T2 weighted image. CT scan

baik untuk melihat ekstensi dari sequester,destruksi tulang,asal dari


9

sinus,sehingga berguna dalam persiapan tindakan bedah untuk memprediksi

seberapa banyak tulang sehat yang tersisa dan menentuka perlu tidaknya

pemasangan implant untuk memperkuat tulangpost operasi, CT scan kurang baik

untuk pemeriksaan osteomielitis post pemasanangan prostesisdan implankarena

gambaran yang kurang jelas akibat mekanisme scattered.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalahradionuklir (bone scan),

biasanya ditujukan terutama untuk osteomielitis yang bersifat multifokal, dengan

sensitivitas lebih dari 98% dan spesifisitas mencapai lebih dari 70%. Pada

pemeriksaan bone scan dapat terlihat adanya peningkatan uptakeyang biasanya

dapat disimpulkan adanya inflamasi. Peningkatan uptake ini tidak hanya terjadi

pada proses inflamasi, namun dapat terjadi juga pada lempeng epifisis sebagai

lempeng pertumbuhan sehingga sukar untuk membedakan proses inflamasi dan

fisiologisdari epifisis itu sendiri.

Pemeriksaan laboratorium pada kasus akut seperti osteomielitis

hematogenik akut pada anak, dapat terjadi kenaikan jumlah leukosit, namun

leukosit dapat ditemukan normal pada bayi dan orang tua. Pada osteomielitis juga

dapat ditemukan peningkatan laju endap darah, namun perlu diingat baik-baik,

bahwa peningkatandari leukosit dan laju endap darah tidak hanya terjadi pada

kasus osteomielitis, sehingga ketiga pemeriksaan tersebut bersifat tidak spesifik.

Pada osteomielitis hematogenik subakut, hitung leukosit dan kultur darah dapat

menunjukkan hasil yang normal, terjadi peningkatan laju endap darah secara

minimal. Kultur darah untuk mencari penyebab hanya dalam 50% kasus.

Sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotika atau 48 jam sesudah


10

antibiotika dihentikan. Biopsi dan kultur untuk osteomielitis harus mencakup

tulang yang terkena,dan tidak melalui daerah sinus atau ulkus karena rawan

terkontaminasi bakteri flora normal kulit. Pemeriksaan kultur yang dilakukan

adalah pemeriksaan aerob dan anaerob, dan bila tidak ditemukan koloni kuman

tumbuh, pemeriksaan dilanjutkan dengan kultur mycobacterium dan fungus yang

membutuhkan waktu lebih lama.4,5

2.4 Klasifikasi

Osteomielitis secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan

klinis, yaitu osteomielitis akut, subakut, dan kronis. Hal tersebut tergantung dari

intensitas proses infeksi dan gejala yang terkait.5

2.3.1 Osteomielitis Hematogen Akut

Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan sumsum

tulang akut yang diakibatkan oleh infeksi bakteri dalam aliran darah. Penyakit ini

mencangkup 20% dari total kasus osteomyelitis. Kelainan ini sering ditemukan

pada anak-anak dan sangat jarang pada orang dewasa.5

a) Etiologi

Sebanyak 90 % disebabkan oleh Stafilokokus aureus hemoliticus, pada

anak-anak umur di bawah 4 tahun sebanyak 50 % disebabkan oleh Hemofilus

influenza. Adapun organisme lain seperti B. Colli, B. Aerogenus kapsulata,

Pneumococcus sp, Salmonella tifosa, Pseudomonas aerogenus, Proteus mirabilis,

Brucella sp, dan bakteri anaerobik yaitu Bakteroides fragilis juga dapat

menyebabkan osteomielitis hematogen akut.

Faktor predisposisi osteomielitis akut yaitu:


11

 Umur, terutama mengenai bayi dan anak-anak

 Jenis kelamin, lebih sering pada laki-laki daripada wanita dengan

perbandingan 4:1.

 Hematogen akibat trauma pada daerah metafisis, merupakan salah satu faktor

predisposisi terjadinya osteomielitis hematogen akut.

 Osteomielitis hematogen akut sering terjadi pada daerah metafisis karena

daerah ini merupakan daerah aktif tempat terjadinya pertumbuhan tulang.

 Nutrisi, lingkungan dan imunitas yang buruk serta adanya fokus infeksi

sebelumnya (seperti bisul, tonsilitis) merupakan faktor predisposisi

osteomielitis hematogen akut.5

b) Patologi dan Patogenesis

Proses terjadi Osteomielitis dapat terjadi menjadi berbagai tahapan yaitu:

1. Fokus infeksi pada lubang akan berkembang dan pada tahap ini menimbulkan

edema periosteal dan pembengkakan jaringan lunak.

2. Fokus kemudian semakin berkembang membentuk jaringan eksudat inflamasi

yang selanjutnya terjadi abses subperiosteal serta selulitis di bawah jaringan

lunak.

3. Selanjutnya terjadi elevasi periosteum diatas daerah lesi, infeksi menembus

periosteum dan terbentuk abses pada jaringan lunak di mana abses dapat

mengalir keluar melalui sinus pada permukaan kulit. Nekrosis tulang akan

menyebabkan terbentuknya sekuestrum dan infeksi akan berlanjut kedalam

kavum medula.
12

Gambar 2.1. Skema perjalanan penyakit osteomielitis

Osteomielitis hematogen akut tergantung pada umur, daya tahan penderita,

lokasi infeksi serta virulensi kuman. Infeksi terjadi melalui aliran darah dari

fokus tempat lain dalam tubuh pada fase bakterimia dan dapat menimbulkan

septikemia. Embolus infeksi kemudian masuk kedalam juksta epifisis pada

daerah metafisis tulang panjang. Proses selanjutnya terjadi hiperemi dan edema

didaerah metafisis disertai pembentukan pus. Terbentuknya pus menyebabkan

tekanan dalam tulang bertambah. Peninggian tekanan dalam tulang

mengakibatkan terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada pembuluh

darah tulang yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Di samping itu

pembentukan tulang baru yang ekstensif terjadi pada bagian dalam periosteum

sepanjang diafisis (terutama anak-anak) sehingga terbentuk suatu lingkungan

tulang seperti peti mayat yang disebut involucrum dengan jaringan sekuestrum

didalamnya. Proses ini terlihat jelas pada akhir minggu kedua. Apabila pus
13

menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus (discharge) dari involucrum

keluar melalui lubang yang disebut kloaka atau melalui sinus pada jaringan

lunak dan kulit. Pada tahap selanjutnya akan berkembang menjadi osteomielitis

kronis. Pada daerah tulang kanselosa, infeksi dapat terlokalisir serta diliputi oleh

jaringan fibrosa yang membentuk abses tulang kronik yang disebut abses Brodie.
5

c) Gambaran Klinis

Osteomielitis hematogen akut berkembang secara progresif atau cepat. Pada

keadaan ini mungkin dapat ditemukan adanya infeksi bakterial pada kulit dan

saluran napas atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah

infeksi, nyeri tekan, dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang

bersangkutan. Gejala-gejala umum timbul akibat bakterimia dan septikemia

berupa panas tinggi, malaise serta nafsu makan yang berkurang. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan adanya gejala nyeri tekan dan gangguan pergerakan

sendi oleh karena pembengkakan sendi dan gangguan akan bertambah berat bila

terjadi spasme lokal.5

d) Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama, tidak ditemukan

kelainan radiologik yang berarti dan mungkin hanya ditemukan pembengkakan

jaringan lunak.
14

Gambar 2.2 Proyeksi AP pada tibia dan fibula proksimal; terlihat gambaran
destruksi awal kortikal diafisis fibula
Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah sepuluh hari (2 minggu)

berupa refraksi tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan

pembentukan tulang baru di bawah periosteum yang terangkat. Sedangkan

pemeriksaan ultrasonografi dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.5

Gambar 2.3 Radiografi tulang tibia dengan osteomielitis; tampak destruksi tulang pada
tibia dengan pembentukan tulang subperiosteal
15

e) Penatalaksanaan

 Pemberian antibiotik secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitu

Stafilokokus aureus sambil menunggu hasil biakan kuman. Antibiotik

diberikan selama 3-6 minggu dengan melihat keadaan umum dan laju endap

darah penderita. Antibiotik tetap diberikan hingga 2 minggu setelah laju

endap darah normal.6

 Istirahat dan pemberian analgesik juga diperlukan untuk menghilangkan

nyeri.

 Apabila setelah 24 jam pengobatan lokal dan sistemik antibiotik gagal (tidak

ada perbaikan keadaan umum), maka dapat dipertimbangkan drainase bedah.

Pada drainase bedah, pus subperiosteal dievakuasi untuk mengurangi tekanan

intra-oseus kemudian dilakukan pemerikasaan biakan kuman. Drainase

dilakukan selama beberapa hari dengan menggunakan cairan NaCl 0,9% dan

dengan antibiotik.1

2.3.2 Osteomielitis Hematogen Subakut

Gejala osteomielitis hematogen subakut lebih ringan oleh karena

organisme penyebabnya kurang purulen dan penderita lebih resisten.2

a) Etiologi

Osteomielitis hematogen subakut biasanya disebabkan oleh Stafilokokus aureus

dan umumnya berlokasi di bagian distal femur dan proksimal tibia.1,2

b) Patologi

Biasanya terdapat kavitas dengan batas tegas pada tulang kanselosa dan

mengandung cairan seropurulen. Kavitas dilingkari oleh jaringan granulasi yang


16

terdiri atas sel-sel inflamasi akut dan kronik dan biasanya terdapat penebalan

trabekula.1,5

c) Gambaran Klinis

Osteomielitis hematogen subakut biasanya ditemukan pada anak-anak dan

remaja. Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah atrofi otot, nyeri lokal,

sedikit pembengkakan, dan dapat pula penderita menjadi pincang. Terdapat rasa

nyeri pada daerah sekitar sendi selama beberapa minggu atau mungkin berbulan-

bulan. Suhu tubuh biasanya normal.1

d) Pemeriksaan Radiologis

Dengan foto Rontgen biasanya ditemukan kavitas berdiameter 1-2 cm

terutama pada daerah metafisis dari tibia dan femur atau kadang-kadang pada

daerah diafisis tulang panjang.7

Gambar 2.4 Radiologi abses Brodie pada epifisis distal tibia pada anak usia 3 tahun
17

2.3.3. Osteomielitis Kronis

Osteomielitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari osteomielitis akut

yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan baik. Osteomielitis kronis juga

dapat terjadi setelah fraktur terbuka atau setelah tindakan operasi pada tulang.1,2

a) Etiologi

Bakteri penyebab osteomielitis kronis terutama oleh Stafilokokus aureus (75 %),

atau E colli, Proteus sp atau Pseudomonas sp.1

b) Patologi

Infeksi tulang dapat menyebabkan terjadinya sekuestrum yang menghambat

terjadinya resolusi dan penyembuhan spontan yang normal pada tulang.

Sekuestrum ini merupakan benda asing bagi tulang dan mencegah terjadinya

penutupan kloaka (pada tulang) dan sinus (pada kulit). Sekuestrum diselimuti oleh

involucrum yang tidak dapat keluar/dibersihkan dari tulang kecuali dengan

tindakan operasi. Proses selanjutnya terjadi destruksi dan sklerosis tulang yang

dapat terlihat pada foto Rontgen.3

c) Gambaran Klinis

Penderita sering mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari luka atau

sinus setelah operasi yang bersifat menahun. Kelainan kadang-kadang disertai

demam dan nyeri yang hilang timbul di daerah anggota gerak tertentu. Pada

pemeriksan fisik ditemukan adanya sinus, fistel atau sikatriks bekas operasi

dengan nyeri tekan. Mungkin dapat ditemukan sekuestrum yang menonjol keluar

melalui kulit. Biasanya terdapat riwayat fraktur terbuka atau osteomielitis pada

penderita.3
18

d) Pemeriksaan Radiologis

1. Foto polos

Pada foto Rontgen dapat ditemukan adanya tanda-tanda porosis dan

sklerosis tulang, penebalan periosteum, elevasi periosteum dan mungkin adanya

sekuestrum.7

Gambar 2.5 Gambaran sekuestrum pada tibia dengan osteomielitis kronis

2. CT Scan dan MRI

Pemeriksaan ini bermanfaat untuk membuat rencana pengobatan serta

untuk melihat sejauh mana kerusakan tulang terjadi.7


19

Gambar 2.6 Radiografi osteomielitis kronis; tampak reaksi sklerorik (a) dan
abses yang meluas dari tulang hingga jaringan lunak (b & c)
e) Pengobatan

Pengobatan osteomielitis kronis terdiri atas pemberian antibiotik dan

tindakan operatif.4,5,6

1. Pemberian antibiotik

Osteomielitis kronis tidak dapat diobati dengan antibiotik, pemberian antibiotik

ditujukan untu mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat; dan

mengontrol eksaserbasi akut.

2. Tindakan operatif

Tindakan operatif dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda setelah

pemberian antibiotik yang adekuat. Operasi yang dilakukan bertujuan untuk

mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan

tulang (sekuestrum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya, selanjutnya dilakukan


20

drainase dan dilanjutkan secara kontinu selama beberapa hari; dan sebagai

dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai sasaran dan

mencegah penyebaran osteomielitis lebih lanjut.3,4,5

2.3.4. Osteomielitis pada Tulang Lain

1. Tengkorak

Biasanya osteomielitis pada tulang tengkorak terjadi sebagai akiebat

perluasan infeksi di kulit kepala atau sinusitis frontalis. Proses destruksi setempat

atau difus. Reaksi periosteal biasanya tidak ada atau sedikit sekali. Di bawah ini

adalah gambaran CT Scan kepala pada pasien dengan osteomielitis tuberkulosis.3

Gambar 2.7 Gambaran radiologis osteomielitis pada tulang tengkorak


21

2. Mandibula

Biasanya terjadi akibat komplikasi fraktur, abses gigi, atau ekstraksi gigi.

Namun, infeksi osteomielitis juga dapat menyebabkan fraktur pada mulut. Infeksi

terjadi melalui kanal pulpa merupakan yang paling sering dan diikuti higienitas

oral yang buruk dan kerusakan gigi.3

Gambar 2.8. Gambaran Osteomielitis pada Mandibula

3. Pelvis

Osteomielitis pada tulang pelvis paling sering terjadi pada bagian sayap

tulang ilium dan dapat meluas ke sendi sakroiliaka. Sendi sakroiliaka jarang

terjadi. Pada foto terlihat gambaran destruksi tulang yang luas, bentuk tak teratur,

biasanya dengan sekuester yang multipel. Sering terlihat sklerosis pada tepi lesi.

Secara klinis sering disertai abses dan fistula. Bedanya dengan tuberkulosis, ialah
22

destruksi berlangsung lebih cepat, dan pada tuberkulosis abses sering mengalami

kalsifikasi. Dalam diagnosis diferensial perlu dipikirkan kemungkinan keganasan.

Osteitis pubis merupakan infeksi bagian bawah yang sekitar simfisis pubis yang

merupakan komplikasi dari operasi dari prostat dan kandung kemih atau, jarang

akibat operasi pelvis lainnya.3,4,5

Gambar 2.9. Osteomielitis pada tulang pelvis; pada MRI potongan koronal tampak
osteomielitis luas dengan artritis seprik pada pinggul kanan, tampak dislokasi pada
pinggul kanan dan gas dalam sendi akibat komunikasi dari ulkus dekubitus luas (tanda
panah)

4. Osteomielitis pada Tulang Belakang

Vertebra adalah tempat yang paling umum pada orang dewasa terjadi

osteomielitis secara hematogen. Organisme mencapai badan vertebra yang

memiliki perfusi yang baik melalui arteri tulang belakang dan menyebar dengan

cepat dari ujung pelat ke ruang diskus dan kemudian ke badan vertebra. Sumber
23

bakteremia termasuk dari saluran kemih (terutama di kalangan pria di atas usia

50), abses gigi, infeksi jaringan lunak, dan suntikan intravena yang

terkontaminasi, tapi sumber bakteremia tersebut tidak tampak pada lebih dari

setengah pasien. Banyak pasien memiliki riwayat penyakit sendi degeneratif yang

melibatkan tulang belakang, dan beberapa melaporkan terjadinya trauma yang

mendahului onset dari infeksi. Luka tembus dan prosedur bedah yang melibatkan

tulang belakang dapat menyebabkan osteomielitis vertebral nonhematogen atau

infeksi lokal pada diskus vertebra. 5,6

Osteomielitis pada vertebra jarang terjadi, hanya 10% dari seluruh infeksi

tulang dan dapat muncul pada seluruh usia. Kuman penyebab terbanyak ialah

Staphylococcus aureus dan Eschericia coli. Pasien yang menderita penyakit ini

sering memiliki riwayat infeksi kulit atau pelvis. Penyebaran infeksi biasanya

menuju badan vertebra daripada bagian yang lainnya, dan pada bagian yang

mengandung banyak darah. Badan vertebrae memiliki banyak pembuluh darah,

khususnya di bawah end plate di mana terdapat sinusoid yang besar dengan aliran

pelan sehingga berpotensi untuk terjadi infeksi.5


24

Gam
bar 2.10 Radiografi osteomielitis pada tulang belakang; tampak abses prevertebral (*) dan
destruksi pada area diskus T9-10 yang juga meluas hingga kanalis spinalis
25

BAB III

KESIMPULAN

Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang

dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi. Infeksi dalam suatu sistem

muskuloskeletal dapat berkembang melalui dua cara, baik melalui peredaran

darah maupun akibat kontak dengan lingkungan luar tubuh. Osteomielitis dapat

menyerang berbagai usia. Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang

seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula. Penegakan diagnosa

osteomielitis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

berupa foto polos, CT-Scan, MRI dan pemeriksaan laboratorium darah lengkap

dan kultur darah juga pemeriksaan biopsi tulang. Pada pemeriksaan imaging

digunakan untuk penegakan diagnose dan foto polos sebagai gold standard dalam

penegakan diagnosa osteomielitis, pada gambaran foto polos didapatkan

hilangnya gambaran fasia, gambaran litik pada tulang (radiolusen), sekuester, dan

involukrum. Gambaran radiografi foto polos osteomielitis sangat khas dan

diagnosis dapat mudah dibuat disesuaikan dengan riwayat klinis, sehingga

pemeriksaan radiologis tambahan lainnya seperti CT Scan dan MRI jarang

diperlukan. Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian

antibiotika, pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan tulang. Juga

harus dilakukan rehabilitasi pada tulang yang terlibat setelah pengobatan.


26

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad C.Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 3. Jakarta: Yarsif Watampone. 2007.


2. Schmitt, S.K. Osteomyelitis. Infectious Disease Clinics of North America.
2017. 31, 325-338 DOI: https://doi.org/10/1016/j.idc2017.01.010
3. Jong W., Sjamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi empat. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC. 2017.
4. Kremers, M.H., et al., Trends in the Epidemiology of Osteomyelitis: A
Population-Based Study, 1969 to 2009. The Journal of Bone and Joint
Surgery, 2015. 97 (10):p837-845
5. Canale ST, Beaty JH. Chapter 16 – Osteomyelitis. Dalam: Campbell's
operative orthopaedics, 13th ed. Pennsylvania: Saunders Elsevier
Publishing. 20017.
6. Osteomyelitis.Availablefrom:https://emedicine.medscape.com/article/13487
67-overview
7. Sjahriar R, dkk. Radiologi diagnostik Edisi 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2005.

Anda mungkin juga menyukai