Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN RADIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN

GAMBARAN RADIOLOGI

OSTEOMIELITIS

OLEH :

Fitriani Giringan

NIM : 10119210045

PEMBIMBING :

dr. Dewi Darmayanti, Sp. Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KHAIRUN

TERNATE

2022
BAB I

PENDAHULUAN

Osteomielitis merupakan salah satu penyakit tulang yaitu adanya peradangan


sumsum tulang (medula spinalis) dan tulang yang berdekatan yang berkaitan dengan
hancurnya kortikal dan trabekula tulang. Osteomielitis dapat terjadi karena
penyebaran bakteri secara hematogen dari suatu fokus infeksi yang jauh, biasanya
dari kulit dan paru-paru, ataupun melalui ekspansi lokal dari infeksi jaringan
disekitarnya. Tulang panjang merupakan tulang yang paling sering mengalami
infeksi pada anak-anak, sedangkan pada dewasa, tulang vertebrae menjadi tulang
yang paling sering mengalami infeksi.1,2
Osteomielitis dapat didiagnosis secara klinis, namun osteomielitis terkenal
sebagai “great pretender” karena sulit untuk menegakkan diagnosis karena
manifestasi klinisnya yang dapat mirip dengan berbagai penyakit lain, perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya, termasuk pencitraan radiologis.
Diagnosis definitif osteomielitis membutuhkan biopsi tulang untuk pemeriksaan
kultur dan histologis jaringan. Biopsi bedah dilakukan bila hasil pencitraan masih
meragukan atau agen etiologi tidak dapat ditentukan karena pemberian antibiotik
sebelumnya atau hasil kultur yang membingungkan.
Foto polos tulang rutin dilakukan untuk membantu diagnosis osteomielitis,
meski tidak terlalu sensitif bila dibandingkan dengan scan tulang atau MRI.
Pencitraan foto polos pada osteomielitis menjadi tantangan tersendiri untuk
membantu penegakan diagnosis, karena pada minggu pertama infeksi hanya terdapat
sedikit bahkan tak ada perubahan yang terlihat pada tulang, namun adanya infeksi
dapat dilihat secara tidak langsung, yaitu pembengkakan jaringan di sekitar tulang
yang mengalami infeksi. Di tahap lanjut, gambaran osteomielitis dapat menyerupai
sarkoma tulang panjang yang maligna pada anak-anak, terutama sarkoma ewing dan
osteosarkoma. Diagnosis osteomielitis sering kali terlambat ditegakkan sehingga
dapat menyebabkan infeksi persisten dan kecacatan pada anak. Terlalu percaya pada
hasil foto polos tanpa memeriksa pasien secara cermat sering menjadi penyebab
terlambatnya diagnosis osteomielitis ditegakkan.2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Osteomielitis merupakan suatu peradangan jaringan tulang yang disebabkan
oleh agen infeksi. Infeksi ini kemungkinan menyebar secara hematogen yang
berdekatan dengan fokus infeksi, atau bahkan hasil inokulasi bakteri langsung dari
mekanisme traumatis. Umumnya, osteomielitis hematogen disebabkan oleh agen
tunggal, sedangkan tipe lain dapat menunjukkan infeksi polimikroba. Osteomielitis
dibagi menjadi beberapa jenis yaitu akut serta kronis yang memiliki gambaran
klinis yang berbeda, tergantung pada sifat alamiah penyakit tersebut.3,6
B. Etiologi
Paling sering disebabkan oleh staphylococcus dan yang lain misalnya
streptococcus, pneumococcus, salmonella, jamur dan virus.5

Tabel 1. Etiologi osteomielitis


C. Patofisiologi
Osteomielitis dapat terjadi akibat dari penyebaran hematogen, inokulasi
mikroorganisme ke tulang secara langsung, atau dari infeksi yang berdekatan.
Penyalahgunaan obat secara injeksi sering dikaitkan dengan terjadinya
Osteomielitis secara hematogen yang melibatkan tulang panjang dan vertebrae.
Inokulasi mikroorganisme ke tulang diakibatkan adanya luka tembus yang
mengalami infeksi, selain itu dapat terjadi karena kontaminasi bakteri pada saat
tindakan bedah. Infeksi yang berdekatan umumnya terjadi akibat buruknya
vaskularisasi pada penyakit tertentu seperti diabetes melitus.
Osteomielitis akut muncul sebagai infeksi supuratif, disertai edema, kongesti
vaskular dan trombosis pada pembuluh darah perifer. Dampak dari proses tersebut
membuat turunnya vaskularisasi pada daerah infeksi tersebut. Kurangnya
persediaan darah pada bagian medula dan periosteal tulang menyebabkan
banyaknya area tulang yang mati atau disebut sequestra. Infeksi yang berkelanjutan
akan terbentuk jaringan fibrosa dan sel – sel inflamasi di sekitar jaringan granulasi
dan tulang mati. Proses yang terus – menerus ini akan membuat pasokan darah
makin berkurang sehingga menghambat respon inflamasi yang efektif.
Osteomielitis kronis merupakan dampak dari keberadaan agen infeksi yang tidak
ditangani dengan cepat dan buruknya respon immun pada daerah yang terkena
infeksi tersebut.7,8

D. Manifestasi klinis
Osteomielitis hematogen akut dihasilkan dari kembang biak bakteri tulang.
Anak-anak paling sering terkena karena daerah meta-physeal (tumbuh) dari tulang
panjang yang vaskular dan rentan terhadap trauma kecil. Lebih dari setengah kasus
osteomyelitis hematogen akut pada anak-anak terjadi pada pasien yang lebih muda
dari lima tahun. Gejala klinis biasanya muncul dalam waktu dua minggu dari onset
penyakit dengan gejala sistemik, termasuk demam dan iritabilitas, serta eritema
lokal, pembengkakan, dan nyeri tekan pada tulang yang terkena, serta berdenyut
karena nanah yang tertekan kemudian terdapat tanda-tanda abses.9
Osteomielitis kronis umumnya sekunder pada fraktur terbuka, bakteremia, atau
kontak dengan infeksi jaringan lunak. Insiden untuk terjadi osteomielitis pada
fraktur terbuka terjadi setelah 3 bulan dilaporkan sebanyak 27%. Osteomielitis
hematogen lebih jarang terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak. Biasanya
melibatkan vertebra, tetapi dapat terjadi pada tulang panjang, panggul, atau
klavikula. Pasien dengan osteomyelitis vertebral sering memiliki kondisi medis
yang mendasarinya (misalnya, diabetes mellitus, kanker, penyakit ginjal kronis atau
riwayat penggunaan obat intravena. Nyeri punggung adalah gejala utama yang
muncul.9
Osteomielitis kronis dari infeksi jaringan lunak lebih sering terjadi dikarenakan
prevalensi kejadian infeksi diabetik dan penyakit vaskular perifer meningkat.
Penyakit vaskular perifer, yang juga umum pada pasien dengan diabetes,
mengurangi respons penyembuhan tubuh dan berkontribusi terhadap luka kronis
dan infeksi jaringan lunak berikutnya. Kondisi-kondisi ini dapat bertindak secara
sinergis untuk secara signifikan meningkatkan risiko osteomielitis pada pasien.
Gejala klinis osteomielitis tidak spesifik dan sulit untuk didiagnosis.9

E. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
▪ Osteomyelitis Hematogen Akut
Osteomyelitis hematogen akut berkembang secara progresif atau cepat.
Pada keadaan ini mungkin dapat ditemukan adanya infeksi bakterial pada
kulit dan saluran napas atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan
pada daerah infeksi, nyeri tekan dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak
yang bersangkutan. Gejala – gejala umum timbul akibat bakterimia dan
septikemia berupa panas tinggi, malaise serta nafsu makan yang berkurang.
▪ Osteomyelitis Hematogen Subakut
Osteomyelitis hematogen subakut biasanya ditemukan pada anak – anak dan
remaja. Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah atrofi otot, nyeri
lokal, sedikit pembengkakan dan dapat pula penderita menjadi pincang.
Terdapat rasa nyeri pada daerah sekitar sendi selama beberapa minggu atau
mungkin berbulan – bulan. Suhu tubuh biasanya normal.
▪ Osteomyelitis Kronis
Penderita sering mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari luka/sinus
setelah operasi yang bersifat menahun. Kelainan kadang – kadang disertai
demam dan nyeri lokal yang hilang timbul didaerah anggota gerak tertentu.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
• Demam (terdapat pada 50% dari neonatus)
• Nyeri tekan
• Gangguan pergerakan sendi oleh karena pembengkakan sendi dan gangguan
akan bertambah berat bila terjadi spasme lokal.
• Ditemukan adanya sinus, fistel atau sikatriks bekas operasi dengan nyeri
tekan. (Osteomyelitis kronis)
• Edema
• Teraba hangat
• Fluktuasi
• Penurunan dalam penggunaan ekstremitas (misalnya ketidakmampuan
dalam berjalan jika tungkai bawah yang terlibat atau terdapat
pseudoparalisis anggota badan pada neonatus).
• Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.
3. Pemeriksaan Penunjang
➢ Tes laboratorium rutin
Tes darah rutin biasanya tidak spesifik. Jumlah sel darah putih sering normal
pada osteomielitis akut. Laju endap darah (LED) dan protein C-reaktif
(CRP) sering meningkat. Namun, mereka berdua tidak memiliki spesifisitas
bila tidak ada data radiologis dan mikrobiologi lainnya. Dalam kasus-kasus
osteomielitis yang terbukti, kedua tes dapat digunakan untuk menilai
respons terhadap terapi atau kambuh. CRP lebih dapat diandalkan daripada
LED untuk menilai respon terhadap pengobatan pada anak-anak.

➢ Kultur Darah
Kultur darah dapat dilakukan ketika osteomyelitis dicurigai, meskipun
mereka sering negatif kecuali dalam kasus osteomyelitis hematogen.
➢ Biopsi
Gold standar untuk diagnosis osteomielitis adalah biopsi tulang dengan
pemeriksaan histopatologi dan kultur jaringan, tetapi tidak dilakukan pada
luka terbuka tidak ada purulen.10
➢ Radiologi11
✓ Pemeriksaan foto polos dalam sepuluh hari pertama, tidak ditemukan kelainan
radiologik yang berarti dan mungkin hanya ditemukan pembengkakan jaringan
lunak

Gambar 1
Proyeksi lateral pada tibia terlihat
gambaran sklerotik didiametafisis tibia

Gamb ar 2.
Proyeksi AP pada tibia terlihat
g a m b a r a n s k l e r o t i k d i lateral diametafisis
tibia

➢ Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah sepuluh hari (2minggu ) berupa
refraksi tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan pembentukan tulang
baru dibawah periosteum yang terangkat.
Gambar 3.
Tampak destruksi
tulang pada tibia
dengan
pembentukan
tulang
subperiosteal

a) Osteomielitis Hematogen Subakut


Gejala osteomielitis hematogen subakut lebih ringan oleh karena organisme
penyebabnya kurang purulen dan penderita lebih resisten. Osteomielitis hematogen
subakut biasanya disebabkan oleh Stafilokokus aureus dan umumnya berlokasi
dibagian distal femur dan proksimal tibia.
➢ Patologi
Biasanya terdapat kavitas dengan batas tegas pada tulang selosa dan
mengandung cairan seropurulen. Kavitas dilingkari oleh jaringan granulasi yang
terdiri atas sel – sel inflamasi akut dan kronik dan biasanya terdapat penebalan
trabekula.
➢ Pemeriksaan Radiologis
Dengan foto rontgen biasanya ditemukan kavitas berdiameter 1-2 cm terutama
pada daerah metafisis dari tibia dan femur atau kadang- kadang pada
• P daerah
e m e r i kdiafisis
saan
tulang panjang.

Ultrasonografi
dapat
memperlihatka
n adanya
e f u s i pada sendi.
Gambar 4
.
Ultrasound image
of the left hip
shows a large
jointeffusion
Radiologik dari abses Brodie yang dapat ditemukan pada osteomielitis sub
akut/kronik. Pada gambar terlihat kavitas yang dikelilingi oleh daerah sclerosis.

2. Osteomielitis kronis
Terjadi apa bila :
1. Pengobatan infeksi terlambat atau tidak adekuat.
2. Ada squester.
3. Terdapat osteomielitis yang kronis sejak dari permulaan, misalnya pada abses
Brodie.
➢ Patologi dan patogenesis
Infeksi tulang dapat menyebabkan terjadinya sekuestrum yang menghambat
terjadinya resolusi dan penyembuhan spontan yang normal pada tulang. Sekuestrum
ini merupakan benda asing bagi tulang dan mencegah terjadinya penutupan kloaka
(pada tulang) dan sinus (pada kulit). Squestrum diselimuti oleh involucrum yang tidak
dapat keluar atau dibersihkan dari medula tulang kecuali dengan tindakan operasi.
Proses selanjutnya terjadi destruksi dan sklerosis tulang yang dapat terlihat pada foto
rontgen.
➢ Pemeriksaan Radiologis
Foto polos rontgen dapat ditemukan adanya tanda – tanda porosis dan sklerosis
tulang, penebalan periost, elevasi periosteum dan mungkin adanya sequestrum
Gambar 7 Gambar 8
Proyeksi lateral tarsal terlihat Osteomielitis lanjut pada tibia
gambaran lesi osteolitik dan kanan. Ditandai dengan adanya
sclerosis extensive dibagian distal gambaran sekuestrum
metafisis pada calcaneus

A. OSTEOMIELITIS PADA TULANG PANJANG


Abses sarang kuman biasanya di spongiosa metafisis. Pus menjalar ke diafisis
dan korteks, mengangkat periost atau terkadang menembusnya. Nekrosis tulang yang
terbentuk membentuk sekwester. Periost yang terangkat oleh pus akan membentuk
tulang dibawahnya (reaksi periosteal). Juga didalam tulang itu sendiri dibentuk tulag
baru, sehingga terlihat lebih opak (sklerosis). Tulang yang dibentuk di bawah periost
ini akan membentuk bungkus bagi tulang yang lama dan disebut involukrum.
➢ Kelainan radiologis
Baru dapat dilihat kira-kira 10-14 hari paska infeksi. Gambaran yang terlihat bisa
berupa: reaksi periosteal, sklerosis, daerah yang densitasnya lebih rendah dari tulang
sekitarnya (destruksi tulang).

Lesi destruksi
Gambaran radiologi osteomielitis akut
B. OSTEOMIELITIS PADA VERTEBRA
Paling sering mengenai corpus vertebrae. Pada stadium awal : destruksi tulang
yang lebih menonjol, baru sklerosis. Lesi bisa bermula di sentral atau tepi corpus
vertebrae.
Pada lesi yang bermula di tepi corpus vertebrae, diskus cepat mengalami
destruksi dan sela diskus akan menyempit. Dapat timbul abses paravertebra yang
terlihat sebagai bayangan berdensitas jaringan lunak sekitar lesi.
Perbedaan dengan spondilitis tb adalah : adanya sklerosis, destruksi diskus
kurang, dan sering timbul penulangan antara vertebra yang terkena proses dengan
vertebra didekatnya (bone bridging).
C. OSTEOMIELITIS PADA TULANG LAIN
1. Tengkorak
Biasanya osteomielitis pada tulang tengkorak terjadi sebagai akibat perluasan
infeksi di kulit kepala atau sinusitis frontalis. Proses destruksi bisa setempat atau difus.
Reaksi periosteal biasanya tidak ada atau sedikit sekali.
2. Mandibula
Biasanya terjadi akibat komplikasi fraktur, abses gigi, atau ekstraksi gigi.
Namun, infeksi osteomielitis juga dapat menyebabkan fraktur pada mulut. Infeksi
terjadi melalui kanal pulpa merupakan yang paling sering dan diikuti hygiene oral
yang buruk dan kerusakan gigi.

3. Pelvis
Osteomielitis pada tulang pelvis paling sering terjadi pada bagian sayap tulang
ilium dan dapat meluas ke sendi sakroiliaka. Sendi sakroiliaka jarang terjadi. Pada foto
terlihat gambaran destruksi tulang yang luas, bentuk tak teratur, biasanya dengan
sekuester yang multipel. Sering terlihat sklerosis pada tepi lesi. Secara klinis sering
disertai abses dan fistula. Bedanya dengan tuberkulosis, ialah destruksi berlangsung
lebih cepat, dan pada tuberkulosis abses sering mengalami kalsifikasi.
D. OSTEOMIELITIS SKLEROSING GARRE
Osteomielitis sklerosing (Osteomielitis Garre) : “suatu osteomielitis subakut &
terdapat kavitas yang dikelilingi jaringan sklerotik pada daerah metafisis & diafisis
tulang panjang“. Penderita biasanya remaja & dewasa, terdapat rasa nyeri & mungkin
sedikit pembengkakan tulang.
➢ Pemeriksaan radiologis
Foto rontgen : kavitas yang dilingkari oleh jar. Sklerotik tidak ditemukan kavitas
yang sentral, hanya berapa suatu kavitas yang difus.

Osteomielitis Garre
F. Tatalaksana

Tabel 4. Pilihan terapi antibiotic pada penderita Osteomielitis


Terapi osteomielitis kronis terdiri dari terapi antibiotik dan pembedahan.
Pilihan antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur, namun jika tidak ada informasi
hasil kultur, antibiotik spektrum luas dapat diberikan. Antibiotik ini diberikan
parenteral selama 2 – 6 minggu yang kemudian dilanjutkan dengan antibiotik oral
sampai total waktu terapi 4-8 minggu. Adapun indikasi dilakukannya terapi
pembedahan ialah terapi antibiotik tidak menunjukkan perbaikan, terdapat
peralatan yang terpasang pada tulang dan mengalami infeksi, serta osteomielitis
kronis dengan nekrosis tulang dan jaringan lunak.12
G. Komplikasi
Infeksi supuratif mencakup struktur tulang yang berdekatan, seperti misalnya
persendian dan jaringan lunak yang menyebabkan terbentuknua saluran sinus.
Osteolisis dan fraktur patologis telah dijelaskan sebagai komplikasi yang jarang
dengan adanya temuan penyakit dan terapi osteomielitis sejak dini.1 komplikasi
yang dapat terjadi antara lain ; abses jaringan lunak, fistula, penyatuan epifisis
prematur, dan deformitas. Artritis piogenik yang menyebabkan ankilosis tulang
(misalnya penyatuan panggul).12
BAB III
KESIMPULAN
Osteomielitis merupakan salah satu penyakit tulang yaitu adanya peradangan
sumsum tulang (medula spinalis) dan tulang yang berdekatan yang berkaitan dengan
hancurnya kortikal dan trabekula tulang. Osteomielitis dapat terjadi karena
penyebaran bakteri secara hematogen dari suatu fokus infeksi yang jauh, biasanya
dari kulit dan paru-paru, ataupun melalui ekspansi lokal dari infeksi jaringan
disekitarnya. Tulang panjang merupakan tulang yang paling sering mengalami
infeksi pada anak-anak, sedangkan pada dewasa, tulang vertebrae menjadi tulang
yang paling sering mengalami infeksi.
Gambaran radiologi pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan radiografi. Setelah 7-10 hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni,
yang mengawali destruksi cancellous bone. Seiring berkembangnya infeksi, reaksi
periosteal akan tampak, dan area destruksi pada korteks tulang tampak lebih jelas.
Osteomielitis kronik diidentifikasi dengan adanya detruksi tulang yang masif dan
adanya involukrum, yang membungkus fokus sklerotik dari tulang yang nekrotik
yaitu sequestrum.
Infeksi jaringan lunak biasanya tidak dapat dilihat pada radiograf kecuali
apabila terdapat edema. Pengecualian lainnya adalah apabila terdapat infeksi yang
menghasilkan udara yang menyebabkan terjadinya “gas gangrene”F. Udara pada
jaringan lumak ini dapat dilihat sebagai area radiolusen, analog dengan udara usus
pada foto abdomen.
DAFTAR PUSTAKA

1. Achadiono, Deddy. Richardo M. Osteomielitis. Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Jakarta: Interna Publishing. 2014
2. David R, Barron BJ, Madewell JE. Osteomyelitis, Acute and Chronic. Radio
Clin North Am ;25:1171-1201. 2009
3. Lima, Ana Lucia,et al. Recommendations For The Treatment Of Osteomyelitis.
The Brazillian Journal of Infectious Diseases. Elsevier. Vol. 18(5). 2014
4. Wibowo S. Daniel. Anatomi Tubuh Manusia. Singapore: Elsevier. 2011
5. Raukar, Neha P, Zink, Brian J. 2018. Rosen’s Emergency Medicine: Concepts
an Clinical Practice 9th Edition, Chapter 128: Bone and Joint Infections.
Elsevier. P1693-1709
6. Randall W King, MD, FACEP; Chief Editor: Rick Kulkarni. Osteomyelitis in
Emergency Medicine. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview#showall
7. Robinette, Eric, dkk. 2019. Nelson Textbook of Pediatric, Chapter 704:
Osteomyelitis. Elsevier. P3670-6
8. Dabov, Gregory D. 2017. Campbell’s Operative Orthopedics, Chapter 21:
Osteomyelitis 13th Edition. Elsevier. P764-787
9. Rasjad, Chairuddin Prof, MD, Ph.D. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta :
Yarsif Watampone
10. Giurato L, Meloni M, Izzo V, et al. Osteomyelitis in diabetic foot: A
comprehensive overview. World J Diabetes. 2017; 8(4): 135–42.
11. Wu JS, Gorbachova T, Morison WB and Hains AH. Imaging-Guided Bone
Biopsy for Osteomyelitis: Are There Factors Associated with Positive or
Negative Cultures? AJR. 188: 1529-1534. 2007
12. Patel, Pradip. Osteomyelitis. Lectures Note Radiology. Jakarta: Erlangga
Medical Series. 2007

Anda mungkin juga menyukai