Anda di halaman 1dari 24

1.

Acute Hematogenous Osteomyelitis

Definisi
Osteomielitis adalah radang tulang yang disebabkan oleh organisme yang
menginfeksi. Meskipun tulang biasanya resisten terhadap kolonisasi bakteri,
kejadian seperti trauma, operasi, kehadiran benda asing, atau penempatan
prostesis dapat mengganggu integritas tulang dan menyebabkan onset infeksi
tulang.
Osteomyelitis hematogen merupakan infeksi yang disebabkan oleh penyebaran
bakteri melalui darah. Osteomielitis akut biasanya menyerang anak-anak sampai
usia pubertas. Tiap tipe didasarkan pada lamanya waktu dari onset timbulnya
penyakit (terjadinya infeksi atau luka). Osteomyelitis akut berkembang antara dua
minggu setelah onset penyakit.

Anamnesis

Identitas penderita
Nama, alamat, umur, pekerjaan dan usia. Penyakit muskuloskeletal dapat
menyerang semua umur dan jenis kelamin, tetapi frekuensi setiap penyakit
terdapat pada kelompok umur dan jenis kelamin tertentu. Misalnya Osteoartritis
lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut dibandingkan dengan usia muda.
Sebaliknya SLE lebih sering ditemukan pada wanita usia muda dibandingkan
dengan kelompok usia lainnya.

Keluhan Utama
Pasien dengan gangguan muskuloskeletal biasanya datang dengan keluhan
nyeri sendi. Penting untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan
mekanis dengan nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah
aktivitas dan hilang setelah istirahat serta tidak timbul pada pagi hari merupakan
tanda nyeri mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi akan bertambah berat pada pagi
hari saat bangun tidur dan disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat pada awal
gerak dan berkurang setelah melakukan aktivitas. Pada artritis reumatoid nyeri
yang paling berat biasanya pada pagi hari, membaik pada siang hari dan sedikit
lebih berat pada malam hari. Sedangkan, pada osteoartritis nyeri paling berat
pada malam hari dan pada artritis gout nyeri yang terjadi biasanya berupa
serangan yang hebat pada waktu bangunn pagi hari, sedangkan pada malam
hari sebelumnya pasien tidak merasakan apa-apa.
Pertanyaan yang dapat diajukan, yaitu :
Identitas pasien (nama,usia)?
Apa saja keluhan yang dialami?
Di mana nyeri terasa?
Sudah berapa lama merasakan nyeri?
Apakah nyeri menyebar ke tempat lain?
Tunjukkan titik yang paling nyeri
Apakah nyeri menjalar ke lengan atau tungkai ?

Manifestasi klinis
Penderita mungkin demam atau tidak bergejala selama fase bakteremi. Tanda-
tanda radang dan nyeri lokal terjadi sebagai akibat radang dan kenaikan tekanan
intraossea. Anak yang lebih tua dapat menggambarkan dan melokalisasi nyeri.
Nyeri periosteum dan spasme otot menyebabkan kisaran gerakan aktif terbatas,
kisaran gerakan pasif sekitar sendi yang berdampingan tidak terkena, kecuali
pada pembentukan abses atau piartrosis. Panas lokal, nyeri dan pembengkakan
jaringan lunak terjadi pada arah bagian pembedahan nanah melalui periosteum
dan jaringan lunak dalam. Pemeriksaan fisi mencakup evaluasi untuk setiap
sumber infeksi primer yang dapat menyebabkan bakterimia. Osteomielitis kronis
datang dengan gejala-gejala terlokalisasi dan tanda-tanda radang, sering dengan
saluran sinus. Terjadi eksaserbasi akut, dengan tanda-tanda radang akut dan
drainase saluran sinus.

Patologi dan patogenesis


Osteomyelitis klinis terjadi bila cukup banyak organisme virulen mengatasi
pertahanann hospes untuk membentuk infeksi setempat ditulang, dengan
penanahan dan nekrosisi iskemik, disertai dengan fibrosisi dan perbaikan tulang.
Seluruh tulang (sumsum tulang, korteks, dan periosteum) secara khas terlibat.
Osteomielitis hematogen akut terjadi sebagai akibat lokalisasi bakteri yang
dibawa darah dalam tulang. Bakteri seperti Staphylococcus aureus memiliki
kemampuan melekat pada elemen jaringan ikat ditulang (kolagen, dentin,
sialoprotein,dan glikoprotein) melalui perluasan polisakarida ekstraseluler.
Trombosis yang terjadi sebagai akibat trauma lokal dapat memberi
kecenderungan terhadap lokalisasi infeksi akibat bakteremia. Sumber bakteremia
mungkin infeksi bernanah setempat atau secara klinis tidak tampak, kolonisasi
atau infeksi tidak diketahui.
Infeksi biasanya dimulai didaerah metafisis tulang panjang. Mungkin karena
daerah ini berisi anyaman ujung arteriol dan kapiler yang secara potensial
menggenang serta kekurangan sel fagosit yang efektif. Infeksi bakteri secara
khas menyebabkan pembentukan eksudat radang, yang berkumpul dibawah
tekanan pada sumsum tulang dan korteks. Hasil akhir trombosis septik pembuluh
darah dan pasokan vaskuler terganggu menyebabkan infark iskemik tulang
dengan nyeri lokal. Nanah yang cukup dapat berkumpul pada sela
subperiosteum. Mengangkat periosteum yang utuh. Menyebabkan kekacauan
pasokan darah komponen periosteum dan infark korteks tulang. Hasil akhirnya
adalah pembentukan daerah tulang nekrotik disebut sequestrum, yang terlepas
dari tulang hidup yang mendasari selama stadium akhir untuk membentuk benda
asing bebas atau mengalami penyerapan perahan-lahan. Selama fase perbaikan
osteomielitis akut, sel pendahulu osteogenik periosteum yang terangkat
membentuk tulang baru (disebut involukrum) pada daerah subperiosteum,
membungkus tempat infeksi.
Respon radang pada jaringan lunak yang menutupi menimbulkan tanda-tanda
akut dekat tempat osteomielitis. Robekan periosteum dapat menyertai pengaliran
bahan purulen kedalam jaringan lunak dan kulit melalui satu atau banyak
saluran sinus. Proses radang juga meluas ke kedua arah dalam ruang sumsum
tulang dan kedalam epifisis. Infeksi epifisis dapat menimbulkan infeksi dalam
ruang sendi, sehingga menyebabkan piartrosis atau artritis septik.

Etiologi
Patogen bakteri yang paling sering adalah Staphylococcus aureus, meliputi 40-
80% kasus. Haemophylus influenzae tipe b merupakan patogen penting yang
menyebabkan osteomielitis, terutama pada anak sebelum umur 3 tahun. Namun,
insidennya mungkin sangat menurun dengan imunisasi rutin dan luas. Neisseria
gonorrhoeae dapat menyebabkan osteomielitis pada remaja yang atif secara
seksual. Pseudomonas aeruginosa mempunyai kecenderungan untuk
menginfeksi struktur kartilago kaki, pascaluka tusuk. Pseudomonas juga
menyebabkan osteomielitis pada pengguna obat intravena. Salmonella dan
Brucella cenderung menyebabkan osteomielitis nonsupuratif, dengan
kecenderungan melibatkan tulang vertebra. Osteomielitis salmonella cenderung
terjadi lebih sering pada anak dengan hemoglobinopati, walaupun pada
kelompok ini staphylococcus aureus tetap merupakan patogen yang dominan.
Osteomielitis anaerob mengkomplikasi infeksi pascatrauma, gigitan manusia dan
ulkus decubitus. Patogen yang menyebabkan osteomielitis disertai dengan
sinusitis, mastoiditis, atau infeksi gigi adalah gambaran flora mikrobiologis
permukaan mukosa berdekatan yang terinfeksi (sinus paranasal, mastoid,
gingiva). Aktinomisetes dapat menyebabkan osteomielitis spina dan mandibula
dengan mulainya tidak nyata.

Pemeriksaan penunjang pada Osteomielitis hematogen


Diagnosis osteomielitis hematogen memerlukan riwayat yang harus ditelaah
dengan penuh ketelitian, fokus infeksi terdahulu pada sisi lain dalam tubuh
termasuk rongga mulut, gigi, traktus urinarius, atau tenggorokan. Pemeriksaan
fisik harus seksama untuk mengidentifikasi apakah ada infeksi primer di tempat
lain. Jika anamnesa dan pemeriksaan fisik memberi kesan osteomielitis
hematogen, test laboratorium spesifik harus diperiksakan. Test darah lengkap
sering menunjukkan peningkatan jumlah lekosit dan shift to the left. Juga sering
sedimentasi eritrosit meningkat.
Harus juga diperiksa secara radiografi pada area yang dirasa sakit, walaupun
penampakan radiografi sering minimal pada infeksi dini. Pada pemeriksaan
radiografi yang sangat dini pada osteomielitis hematogen akut, tampak
pembengkakan jaringan lunak yang berdekatan dengan tulang yang terinfeksi.
Beberapa hari setelah onset, lisis pada regio metafise mulai tampak. Peninggian
periosteal dengan pembentukan tulang barunya dan pembentukan sequestra
menjadi nyata pada radiografi setelah beberapa minggu kemudian. Technetium
99m bone scan merupakan test yang sensitif untuk mengidentifikasi area
inflamasi pada tulang. Bagaimanapun juga, test tersebut tidak spesifik untuk
infeksi tulang, karena test tersebut juga positif setelah terjadi fraktur atau kondisi
lain yang mengiritasi periosteum dan menyebabkan pembentukan tulang yang
baru. Perkembangan terbaru, radioactively labeled leukocytes telah digunakan
untuk mendiagnosis fokus osteomielitis. Pada teknik ini, sample darah diambil
dari pasien, lekosit dikultur dan dilabel dengan radioaktif indium 111 dan
kemudian disuntikkan kembali pada pasien. Saat leukosit mulai diakumulasikan
pada fokus infeksi, indium-labeled lekocytes juga dikumpulkan untuk difokuskan
pada area yang terinfeksi. Aktivitas radiology dapat dilihat pada scan 24-72 jam
setelah suntikkan ulang pada pasien. Patogen spesifik yang bertanggung jawab
pada terjadinya osteomielitis harus diidentifikasi sehingga pengobatan dengan
antibiotik yang tepat dapat dikerjakan. Walaupun dengan kultur darah sering
terlihat organisme penginfeksi, cara yang paling dapat dipercaya untuk
mengidentifikasi kuman patogen adalah dengan aspirasi langsung dari fokus
osteomielitis tersebut.

Diagnosis Osteomielitis Akut


Terdapat pus pada aspirasi
Hasil kultur tulang atau darah positif ditemukan bakteri
Terdapat tanda dan gejala klasik osteomielitis akut
Perubahan radiografik khas untuk osteomielitis
Positif osteomielitis akut jika terdapat dua dari empat poin di atas.

Penatalaksanaan
Setelah penilaian awal, riwayat yang mendasari penyakit dan penentuan etiologi
mikrobiologi dan kepekaannya, penatalaksanaan meliputi terapi antimikroba,
debridemen, dan jika perlu stabilisasi tulang. Pada kebanyakan pasien dengan
osteomyelitis, terapi antibiotik menunjukkan hasil yang maksimal. Antimikroba
harus diberikan minimal 4 minggu (idealnya 6 minggu) untuk mencapai tingkat
kesembuhan yang memadai. Untuk megurangi biaya pemberian antibiotik secara
oral dapat dipertimbangkan. Pada Anak-anak dengan osteomyelitis akut harus
diberi terapi antibiotik secara parenteral selama 2 minggu sebelum diberikan per
oral.
Osteomyelitis hematogen akut harus diterapi segera. Biakan darah didapatkan
dan antibiotik intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena
staphylococcus merupakan organisme penyerang tersering, maka antibiotik yang
dipilih harus mempunyai spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah kemudian
negatif, maka aspirasi subperiosteaum atau aspirasi intramedula pada tulang
yang terlibat bisa diperlukan. Pasien diberikan istirahat baring, keseimbangan
cairan dan elektrolit dipertahankan, antipiretik diberikan untuk demam dan
ektremitas dimobilisasi dalam gips dua katup, yang memungkinkan inspeksi
harian. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian terapi
antibiotik. Jika timbul kemunduran, maka diperlukan intervensi bedah. Indikasi
untuk melakukan tindakan pembedahan meliputi; (a) adanya abses; (b) rasa sakit
yang hebat; (c) adanya sekuester, dan ; (d) bila mencurigakan adanya
perubahan ke arah keganasan (karsinoma epidermoid). Saat yang terbaik untuk
melakukan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat untuk
mencegah terjadinya fraktur pascabedah.
Setelah kultur dilakukan, terapi empiris parenteral antibiotik regimen nafcillin
dengan cefotaxime atau cefriaxone merupakan terapi awal klinik dari bakteri
yang dicurigai. Setelah diketahui hasil kultur regimen antibiotik disesuaikan. Pada
Osteomyelitis hematogen, agen penginfeksi meliputi S aureus, organisme
Enterobacteriaceae, group A dan B Streptococcus, dan H influenzae. Terapi
primer adalah kombinasi penicillin sintetik yang resisten terhadap penicillinase
dan generasi ke-tiga cephalosporin. Terapi alternatif yaitu vancomycin atau
clindamycin dan generasi ke-tiga cephalosporin.
Terapi bedah osteomyelitis adalah insisi dan drainase. Pendekatan bedah
tergantung pada lokasi dan luas infeksi serta harus memungkinkan untuk
drainase selanjutnya bagi luka. Korteks di atas abses intramedula dilubangi serta
debris nekrotik disingkirkan dengan kuretase manual dan irigasi bilas pulsasi.
Harus hati-hati untuk menghindari lempeng fiseal berdekatan. Luka dibalut
terbuka untuk memungkinkaaan drainase dan ekstremitas dimobilisasi dalam
gips. Antibiotik intravena diteruskan selama minimum 2 minggu dan bisa
diperlukan selama 6 minggu, tergantung pada organisme dan kerentanannya
terhadap antibiotik. Antimikroba harus diberikan minimal 4 minggu (idealnya 6
minggu) untuk mencapai tingkat kesembuhan yang memadai.
Luka dibalut pada interval teratur dan dibiarkan sembuh dengan intensi sekunder
atau ditutup dengan cangkok sebagian ketebalan kulit, bila jaringan granulasi
adekuat telah berkembang. Bila proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik
harian dalam rentang gerakan diberikan. Pemulaian aktivitas penuh tergantung
pada jumlah tulang yang terlibat. Dalam infeksi luas, kelemahan nantinya akibat
hilangnya tulang bisa menyebabkan fraktur patologi.
Pada pasien dengan osteomyelitis yang berhubungan dengan trauma, agen
penginfeksi meliputi S aureus, coliform bacilli, dan Pseudomonas aeruginosa.
Antibiotik yang utama adalah nafcillin and ciprofloxacin. Obat alternatif meliputi
vancomycin dan generasi ke-tiga cephalosporin dengan aktivitas
antipseudomonal.

Pencegahan
Osteomelitis hematogen akut dapat dihindari dengan pencegahan dari
kontaminasi bakteri pada tulang dari tempat jauh. Ini meliputi diagnosis yang
sesuai dan terapi primer infeksi bakteri. Osteomelitis direct/eksogen dapat
dicegah dengan menajemen luka yang baik dan pemberian antibiotik profilaksi
pada saat terjadinya luka.

Komplikasi
Pada osteomelitis akut komplokasi yang terjadi dapat berupa kekambuhan yang
dapat mencapai 20%, cacat berupa destruksi sendi, fraktur, abses tulagn,
selulitis, gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis, pelepasan
implant buatan, timbulnya saluran sinus pada jaringan lunak.

Prognosis
Prognosis bevariasi, tergantung pada kecepatan dalam mendiagnosa dan
melakukan penanganan. Prognosis dari osteomyelitis beragam tergantung dari
berbagai macam faktor seperti virulensi bakteri, imunitas host, dan
penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien. Diagnosis yang dini dan
penatalaksanaan yang agressif akan dapat memberikan prognosis yang
memuaskan dan sesuai dengan apa yang diharapkan meskipun pada infeksi
yang berat sekalipun. Sebaliknya, osteomyelitis yang ringan pun dapat
berkembang menjadi infeksi yang berat dan meluas jika telat dideteksi dan
antibiotik yang diberikan tidak dapat membunuh bakteri dan menjaga imunitas
host. Pada keadaan tersebut maka prognosis osteomyelitis menjadi buruk.

2. Spondylitis Tuberculosa

Definisi
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi
granulomatosis disebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium
tuberculosa yang mengenai tulang vertebra.

Anamnesa
Gambaran adanya penyakit sistemik : kehilangan berat badan, keringat malam,
demam yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan malam hari serta
cachexia. Pada pasien anak-anak, dapat juga terlihat berkurangnya keinginan
bermain di luar rumah. Sering tidak tampak jelas pada pasien yang cukup gizi
sementara pada pasien dengan kondisi kurang gizi, maka demam (terkadang
demam tinggi), hilangnya berat badan dan berkurangnya nafsu makan akan
terlihat dengan jelas. Adanya riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak
atau berdarah disertai nyeri dada. Pada beberapa kasus di Afrika terjadi
pembesaran dari nodus limfatikus, tuberkel di subkutan, dan pembesaran hati
dan limpa.
Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang
menjalar. Infeksi yang mengenai tulang servikal akan tampak sebagai nyeri di
daerah telingan atau nyeri yang menjalar ke tangan. Lesi di torakal atas akan
menampakkan nyeri yang terasa di dada dan intercostal. Pada lesi di bagian
torakal bawah maka nyeri dapat berupa nyeri menjalar ke bagian perut. Rasa
nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk mengurangi nyeri pasien
akan menahan punggungnya menjadi kaku. Pola jalan merefleksikan rigiditas
protektif dari tulang belakang. Langkah kaki pendek, karena mencoba
menghindari nyeri di punggung.
Bila infeksi melibatkan area servikal maka pasien tidak dapat menolehkan
kepalanya, mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi dan duduk dalam
posisi dagu disangga oleh satu tangannya, sementara tangan lainnya di oksipital.
Rigiditas pada leher dapat bersifat asimetris sehingga menyebabkan timbulnya
gejala klinis torticollis. Pasien juga mungkin mengeluhkan rasa nyeri di leher atau
bahunya. Jika terdapat abses, maka tampak pembengkakan di kedua sisi leher.
Abses yang besar, terutama pada anak, akan mendorong trakhea ke sternal
notch sehingga akan menyebabkan kesulitan menelan dan adanya stridor
respiratoar, sementara kompresi medulla spinalis pada orang dewasa akan
menyebabkan tetraparesis. Dislokasi atlantoaksial karena tuberkulosa jarang
terjadi dan merupakan salah satu penyebab kompresi cervicomedullary di negara
yang sedang berkembang. Hal ini perlu diperhatikan karena gambaran klinisnya
serupa dengan tuberkulosa di regio servikal.
Infeksi di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi kaku. Bila
berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi panggulnya.
Saat mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya sementara tetap
mempertahankan punggungnya tetap kaku (coin test). Jika terdapat abses, maka
abses dapat berjalan di bagian kiri atau kanan mengelilingi rongga dada dan
tampak sebagai pembengkakan lunak dinding dada. Jika menekan abses ini
berjalan ke bagian belakang maka dapat menekan korda spinalis dan
menyebabkan paralisis.
Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang
terjadi di atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar melalui
fistel dalam pelvis dan mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien
tampak berjalan dengan lutut dan hip dalam posisi fleksi dan menyokong tulang
belakangnya dengan meletakkan tangannya diatas paha. Adanya kontraktur otot
psoas akan menimbulkan deformitas fleksi sendi panggul.
Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis).
Terjadi pada kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi paraplegia pada spondilitis
lebih banyak di temukan pada infeksi di area torakal dan servikal. Jika timbul
paraplegia akan tampak spastisitas dari alat gerak bawah dengan refleks tendon
dalam yang hiperaktif, pola jalan yang spastik dengan kelemahan otorik yang
bervariasi. Dapat pula terjadi gangguan fungsi kandung kemih dan anorektal.
Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai panas dan nyeri akut
seperti pada infeksi septik. Onset yang lambat dari pembengkakan tulang
ataupun sendi mendukung bahwa hal tersebut disebabkan karena tuberkulosa.

Pemeriksaan Fisik
Tampak adanya deformitas, dapat berupa : kifosis (gibbus/angulasi tulang
belakang), skoliosis, bayonet deformity, subluksasi, spondilolistesis, dan
dislokasi.
Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit
diatasnya terasa sedikit hangat (disebut cold abcess, yang membedakan dengan
abses piogenik yang teraba panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat paha, fossa
iliaka, retropharynx, atau di sisi leher (di belakang otot sternokleidomastoideus),
tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di sekitar dinding dada. Perlu diingat
bahwa tidak ada hubungan antara ukuran lesi destruktif dan kuantitas pus dalam
cold abscess.
Spasme otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena.
Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus
spinosusvertebrae yang terkena, sering tampak tenderness.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari
100mm/jam.
Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative (PPD)
positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu maupun
yang baru terjadi oleh mycobacterium. Tuberculin skin test ini dikatakan positif
jika tampak area berindurasi, kemerahan dengan diameter 10mm di sekitar
tempat suntikan 48-72 jam setelah suntikan. Hasil yang negatif tampak pada
20% kasus dengan tuberkulosis berat (tuberkulosis milier) dan pada pasien yang
immunitas selulernya tertekan (seperti baru saja terinfeksi, malnutrisi atau
disertai penyakit lain)
Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum dan
bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paru-paru yang aktif)
Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat
relatif. Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysin
haemolysins, typhoid, paratyphoid dan brucellosis (pada kasus-kasus yang sulit
dan pada pusat kesehatan dengan peralatan yang cukup canggih) untuk
menyingkirkan diagnosa banding.

Radiologis
Gambarannya bervariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.
Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti adanya
tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang abnormal).
Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau sudut inferior
corpus vertebrae, osteoporosis regional yang kemudian berlanjut sehingga
tampak penyempitan diskus intervertebralis yang berdekatan, serta erosi corpus
vertebrae anterior yang berbentuk scalloping karena penyebaran infeksi dari area
subligamentous.
Pada pasien dengan deformitas gibbus karena infeksi sekunder tuberkulosa yang
sudah lama akan tampak tulang vertebra yang mempunyai rasio tinggi lebih
besar dari lebarnya (vertebra yang normal mempunyai rasio lebar lebih besar
terhadap tingginya). Bentuk ini dikenal dengan nama long vertebra atau tall
vertebra, terjadi karena adanya stress biomekanik yang lama di bagian kaudal
gibbus sehingga vertebra menjadi lebih tinggi. Kondisi ini banyak terlihat pada
kasus tuberkulosa dengan pusat pertumbuhan korpus vertebra yang belum
menutup saat terkena penyakit tuberkulosa yang melibatkan vertebra torakal.
Computed Tomography (CT Scan)
Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga
yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung syaraf posterior seperti
pedikel tampak lebih baik dengan CT Scan.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Mempunyai manfaat besar untuk membedakan komplikasi yang bersifat
kompresif dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang belakang.
Bermanfaat untuk :
Membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan bersifat konservatif
atau operatif.
Membantu menilai respon terapi.

Neddle biopsi / operasi eksplorasi (costotransversectomi) dari lesi spinal mungkin


diperlukan pada kasus yang sulit tetapi membutuhkan pengalaman dan
pembacaan histologi yang baik (untuk menegakkan diagnosa yang
absolut)(berhasil pada 50% kasus).

Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus). Bakteri
yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis,
walaupun spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab
sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum (penyebab paling sering
tuberkulosa di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous
mycobacteria (banyak ditemukan pada penderita HIV). Perbedaan jenis spesies
ini menjadi penting karena sangat mempengaruhi pola resistensi obat.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang bersifat
acid-fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yang
konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya.
Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8
minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis
dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain.
Patogenesis
Patogenesa penyakit ini sangat tergantung dari kemampuan bakteri menahan
cernaan enzim lisosomal dan kemampuan host untuk memobilisasi immunitas
seluler. Jika bakteri tidak dapat diinaktivasi, maka bakteri akan bermultiplikasi
dalam sel dan membunuh sel itu. Komponen lipid, protein serta polisakarida sel
basil tuberkulosa bersifat immunogenik, sehingga akan merangsang
pembentukan granuloma dan mengaktivasi makrofag. Beberapa antigen yang
dihasilkannya juga dapat juga bersifat immunosupresif.
Virulensi basil tuberkulosa dan kemampuan mekanisme pertahanan host akan
menentukan perjalanan penyakit. Pasien dengan infeksi berat mempunyai
progresi yang cepat ; demam, retensi urine dan paralisis arefleksi dapat terjadi
dalam hitungan hari. Respon seluler dan kandungan protein dalam cairan
serebrospinal akan tampak meningkat, tetapi basil tuberkulosa sendiri jarang
dapat diisolasi. Pasien dengan infeksi bakteri yang kurang virulen akan
menunjukkan perjalanan penyakit yang lebih lambat progresifitasnya, jarang
menimbulkan meningitis serebral dan infeksinya bersifat terlokalisasi dan
terorganisasi. Kekuatan pertahanan pasien untuk menahan infeksi bakteri
tuberkulosa tergantung dari:

Usia dan jenis kelamin


Terdapat sedikit perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan hingga
masa pubertas. Bayi dan anak muda dari kedua jenis kelamin mempunyai
kekebalan yang lemah. Hingga usia 2 tahun infeksi biasanya dapat terjadi dalam
bentuk yang berat seperti tuberkulosis milier dan meningitis tuberkulosa, yang
berasal dari penyebaran secara hematogen. Setelah usia 1 tahun dan sebelum
pubertas, anak yang terinfeksi dapat terkena penyakit tuberkulosa milier atau
meningitis, ataupun juga bentuk kronis lain dari infeksi tuberkulosa seperti infeksi
ke nodus limfatikus, tulang atau sendi. Sebelum pubertas, lesi primer di paru
merupakan lesi yang berada di area lokal, walaupun kavitas seperti pada orang
dewasa dapat juga dilihat pada anak-anak malnutrisi di Afrika dan Asia, terutama
perempuan usia 10-14 tahun.

Nutrisi
Kondisi malnutrisi (baik pada anak ataupun orang dewasa) akan menurunkan
resistensi terhadap penyakit.

Faktor toksik
Perokok tembakau dan peminum alkohol akan mengalami penurunan daya tahan
tubuh. Demikian pula dengan pengguna obat kortikosteroid atau
immunosupresan lain.

Penyakit
Adanya penyakit seperti infeksi HIV, diabetes, leprosi, silikosis, leukemia
meningkatkan resiko terkena penyakit tuberkulosa.
Komplikasi
Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan
ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari
diskus intervertebralis (contoh : Potts paraplegia prognosa baik) atau dapat
juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi
tuberkulosa (contoh : menigomyelitis prognosa buruk). Jika cepat diterapi
sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI dan
mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena
invasi dura dan corda spinalis.

Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal ke dalam


pleura.

Diagnosa Banding
Infeksi piogenik (contoh : karena staphylococcal/suppurative spondylitis). Adanya
sklerosis atau pembentukan tulang baru pada foto rontgen menunjukkan adanya
infeksi piogenik. Selain itu keterlibatan dua atau lebih corpus vertebra yang
berdekatan lebih menunjukkan adanya infeksi tuberkulosa daripada infeksi
bakterial lain.

Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid). Dapat dibedakan dari pemeriksaan


laboratorium.

Tumor/penyakit keganasan (leukemia, Hodgkins disease, eosinophilic


granuloma, aneurysma bone cyst dan Ewings sarcoma) Metastase dapat
menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus vertebra tetapi berbeda dengan
spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap dipertahankan. Secara
radiologis kelainan karena infeksi mempunyai bentuk yang lebih difus sementara
untuk tumor tampak suatu lesi yang berbatas jelas.

Manajemen terapi
Tujuan terapi pada kasus spondilitis tuberkulosa adalah :
1. Mengeradikasi infeksi atau setidaknya menahan progresifitas penyakit
2. Mencegah atau mengkoreksi deformitas atau defisit neurologis.

Pemberian kemoterapi atau terapi anti tuberkulosa


Pemberian kemoterapi anti tuberkulosa merupakan prinsip utama terapi pada
seluruh kasus termasuk tuberkulosa tulang belakang. Pemberian dini obat
antituberkulosa dapat secara signifikan mengurangi morbiditas dan
mortalitas.Hasil penelitian Tuli dan Kumar dengan 100 pasien di India yang
menjalani terapi dengan tiga obat untuk tuberkulosa tulang belakang
menunjukkan hasil yang memuaskan. Mereka menyimpulkan bahwa untuk
kondisi negara yang belum berkembang secara ekonomi manajemen terapi ini
merupakan suatu pilihan yang baik dan kesulitan dalam mengisolasi bakteri tidak
harus menunda pemberian terapi. Adanya pola resistensi obat yang bervariasi
memerlukan adanya suatu pemantauan yang ketat selama pemberian terapi,
karena kultur dan uji sensitivitas terhadap obat anti tuberculosa memakan waktu
lama (kurang lebih 6-8 minggu) dan perlu biaya yang cukup besar sehingga
situasi klinis membuat dilakukannya terapi terlebih dahulu lebih penting walaupun
tanpa bukti konfirmasi tentang adanya tuberkulosa. Adanya respon yang baik
terhadap obat antituberculosa juga merupakan suatu bentuk penegakkan
diagnostik.

Istirahat Tirah Baring (Resting)


Terapi pasien spondilitis tuberkulosa dapat pula berupa local rest pada turning
frame / plaster bed atau continous bed rest disertai dengan pemberian
kemoterapi. Tindakan ini biasanya dilakukan pada penyakit yang telah lanjut dan
bila tidak tersedia keterampilan dan fasilitas yang cukup untuk melakukan
operasi radikal spinal anterior, atau bila terdapat masalah teknik yang terlalu
membahayakan.
Istirahat dapat dilakukan dengan memakai gips untuk melindungi tulang
belakangnya dalam posisi ekstensi terutama pada keadaan yang akut atau fase
aktif. Pemberian gips ini ditujukan untuk mencegah pergerakan dan mengurangi
kompresi dan deformitas lebih lanjut. Istirahat di tempat tidur dapat berlangsung
3-4 minggu, sehingga dicapai keadaan yang tenang dengan melihat tanda-tanda
klinis, radiologis dan laboratorium. Secara klinis ditemukan berkurangnya rasa
nyeri, hilangnya spasme otot paravertebral, nafsu makan dan berat badan
meningkat, suhu badan normal. Secara laboratoris menunjukkan penurunan laju
endap darah, Mantoux test umumnya < 10 mm. Pada pemeriksaan radiologis
tidak dijumpai bertambahnya destruksi tulang, kavitasi ataupun sekuester.
Pemasangan gips bergantung pada level lesi. Pada daerah servikal dapat
diimobilisasi dengan jaket Minerva; pada daerah vertebra torakal, torakolumbal
dan lumbal atas diimobilisasi dengan body cast jacket; sedangkan pada daerah
lumbal bawah, lumbosakral dan sakral dilakukan immobilisasi dengan body
jacket atau korset dari gips yang disertai dengan fiksasi salah satu sisi panggul.
Lama immobilisasi berlangsung kurang lebih 6 bulan, dimulai sejak penderita
diperbolehkan berobat jalan.

TERAPI OPERATIF
Sebenarnya sebagian besar pasien dengan tuberkulosa tulang belakang
mengalami perbaikan dengan pemberian kemoterapi saja (Medical Research
Council). Intervensi operasi banyak bermanfaat untuk pasien yang mempunyai
lesi kompresif secara radiologis dan menyebabkan timbulnya kelainan
neurologis. Setelah tindakan operasi pasien biasanya beristirahat di tempat tidur
selama 3-6 minggu.
Tindakan operasi juga dilakukan bila setelah 3-4 minggu pemberian terapi obat
antituberkulosa dan tirah baring (terapi konservatif) dilakukan tetapi tidak
memberikan respon yang baik sehingga lesi spinal paling efektif diterapi dengan
operasi secara langsung dan tumpul untuk mengevakuasi pus tuberkulosa,
mengambil sekuester tuberkulosa serta tulang yang terinfeksi dan memfusikan
segmen tulang belakang yang terlibat.

Pencegahan
Vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG) merupakan suatu strain Mycobacterium
bovis yang dilemahkan sehingga virulensinya berkurang. BCG akan
menstimulasi immunitas, meningkatkan daya tahan tubuh tanpa menimbulkan
hal-hal yang membahayakan. Vaksinasi ini bersifat aman tetapi efektifitas untuk
pencegahannya masih kontroversial. Percobaan terkontrol di beberapa negara
Barat, dimana sebagian besar anakanaknya cukup gizi, BCG telah menunjukkan
efek proteksi pada sekitar 80% anak selama 15 tahun setelah pemberian
sebelum timbulnya infeksi pertama. Akan tetapi percobaan lain dengan tipe
percobaan yang sama di Amerika dan India telah gagal menunjukkan
keuntungan pemberian BCG. Sejumlah kecil penelitian pada bayi di negara
miskin menunjukkan adanya efek proteksi terutama terhadap kondisi tuberkulosa
milier dan meningitis tuberkulosa. Pada tahun 1978, The Joint Tuberculosis
Committee merekomendasikan vaksinasi BCG pada seluruh orang yang uji
tuberkulinnya negatif dan pada seluruh bayi yang baru lahir pada populasi
immigran di Inggris.
Saat ini WHO dan International Union Against Tuberculosis and Lung Disease
tetap menyarankan pemberian BCG pada semua infant sebagai suatu yang rutin
pada negara-negara dengan prevalensi tuberkulosa tinggi (kecuali pada
beberapa kasus seperti pada AIDS aktif). Dosis normal vaksinasi ini 0,05 ml
untuk neonatus dan bayi sedangkan 0,1 ml untuk anak yang lebih besar dan
dewasa. Oleh karena efek utama dari vaksinasi bayi adalah untuk memproteksi
anak dan biasanya anak dengan tuberkulosis primer biasanya tidak infeksius,
maka BCG hanya mempunyai sedikit efek dalam mengurangi jumlah infeksi pada
orang dewasa. Untuk mengurangi insidensinya di kelompok orang dewasa maka
yang lebih penting adalah terapi yang baik terhadap seluruh pasien dengan
sputum berbasil tahan asam (BTA) positif karena hanya bentuk inilah yang
mudah menular. Diperlukan kontrol yang efektif dari infeksi tuberkulosa di
populasi masyarakat sehingga seluruh kontak tuberkulosa harus diteliti dan
diterapi.

Prognosa
Prognosa pasien dengan spondilitis tuberkulosa sangat tergantung dari usia dan
kondisi kesehatan umum pasien, derajat berat dan durasi defisit neurologis serta
terapi yang diberikan.

Mortalitas
Mortalitas pasien spondilitis tuberkulosa mengalami penurunan seiring dengan
ditemukannya kemoterapi (menjadi kurang dari 5%, jika pasien didiagnosa dini
dan patuh dengan regimen terapi dan pengawasan ketat).
Kifosis
Kifosis progresif selain merupakan deformitas yang mempengaruhi kosmetis
secara signifikan, tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya defisit neurologis
atau kegagalan pernafasan dan jantung karena keterbatasan fungsi paru.

3. Persiapan dan Tatalaksana Operasi Minor

Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis/diagnosis banding
Informed consent
Persiapan alat
Asepsis Antisepsis
Anestesi
Pembedahan (insisi,exsisi,extirpasi)
Bleeding Control
Penutupan Luka
Dressing
Perawatan Luka

Anamnesis

1. Identifikasi pasien yang terdiri dari nama, umur, alamat, pekerjaan, agama,
dll.
2. Keluhan saati ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.
3. Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita yang dapat menjadi penyulit
anestesi seperti alergi, diabetes mellitus, penyakit paru kronis (asma bronkial,
pneumonia, dan bronkitis), penyakit jantung (infark miokard, angina pektoris,
dan gagal jantung), hipertensi, penyakit hati dan penyakit gagal ginjal.
4. Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan obat yang
sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestetik
seperti obat antihipertensi, antidiabetik, antibiotik, digitalis, diuretika, obat anti
alergi, trankuilizer (obat penenang).
5. Riwayat anestesi/operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal, jenis
pembedahan dan anestesi, komplikasi dan perawatan intensif pascabedah.
6. Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi
seperti merokok, minum alkohol, obat penenang, narkotik dan muntah.
7. Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti hipertermia maligna.
8. Riwayat berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum,
pernapasan, kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal, hematologi, neurologi,
endokrin, psikiatrik, ortopedi, dermatologi.
9. Makanan yang terakhir di makan.
Lokalis

- Lokasi ?

- Riw. Trauma?

- Ukuran?

- Progresivitas?

- Tanda-tanda radang?

Generalis

- KU?

- DM?

- Alergi?

- HT?

- Ggn. Pembekuan darah?

Pemeriksaan Fisik
Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat, terapi, cairan yang
diperlukan, serta jumlah urine selama dan sesudah pembedahan.
Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan, serta suhu
tubuh.
Jalan napas (airway). Daerah kepala dan leher piperiksa untuk mengetahui
adanya trimus, keadaan gigi geligi, adanya gigi palsu, gangguan fleksi ekstensi
leher.
Jantung untuk mengevaluasi kondisi jantung.
Paru-paru untuk melihat adanya dispnu, ronki dan mengi.
Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia.
Ekstremitas, terutama untuk melihat perfusi distal, adanya jari tabuh, sianosis
dan infeksi kulit. Untuk melihat ditempat-tempat fungsi vena atau daerah blok
saraf regional.
Punggung bila ditemukan adanya deformitas, memar atau infeksi.
Neurologis, misalnya status mental, fungsi saraf cranial, kasadaran dan fungsi
sensori motorik.
Kandung kemih dikosongkan dan bila perlu lakukan kateterisasi.
Saluran nafas dibersihkan dari lender.
Jangan memakai lipstik dan pewarna kuku bagi pasien wanita karena akan
menyulitkan diagnostik keadaan fisik pada saat menjalani operasi.
Segala macam bentuk perhiasan di telinga, kalung, cincin dan gelang agar
dilepas supaya tidak menyulitkan dokter jika terpaksa harus melakukan tindakan
khusus penyelamatan jiwa.

Lokalis
Inspeksi -> lokasi, ukuran, warna, tanda radang/infeksi, darah/discharge, tanda
patognomonik

Palpasi -> Nyeri tekan (-/+), Kalor (-/+), Konsistensi (solid, semi solid, kistik),
Mobile (-/+), Flukstuasi (-/+), Permukaan (rata/berbenjol), Bentuk
(soliter/berlobus-lobus)

Auskultasi -> Bruit?

Generalis
Vital Sign (TD, Nadi, RR, Suhu)
- Very high blood pressure -> turunkan -> Captopril sublingual (max. 20%)
- Bradikardi -> Lidokain bisa memperburuk
- Takikardi -> hati-hati penggunaan anestesi yang mengandung adrenalin
- Demam (Infeksi sistemik) -> Tunda OP

Diagnosis
Tumor Benigna
-> Progresivitas lambat
-> tanda radang biasanya (-)/minimal kecuali terinfeksi
-> Neovaskularisasi (-)
-> Mobile (kista ganglion bisa imobile)
Ex: Lipoma, Fibroma, Ateroma, kista ganglion, neurofibroma

Lesi infeksi
- Tanda-tanda radang menonjol
- Terdapat Pus( kistik, fluktuasi (+))
- Riwayat trauma (+/-)
Ex: Abses, paronokia

Informed Consent
Penjelasan mengenai diagnosis, prosedur operasi dan resiko-resiko yang
mungkin terjadi kepada Pasien, kerabat pasien dan atau orang yang
bertanggung jawab terhadap pasien.

Pernyataan tertulis dan ditandatangani oleh Operator, pasien/ orang yang


bertanggung jawab terhadap pasien dan saksi.
Persiapan Alat
Spuit 1cc, 3cc, 5cc
Instrumen OP :
- Needle holder
- Pinset
- Klem Kocher
- Retraktor
- Klem Hemostat
- Scalpel holder (uk. 3)
- Blade (No.10,11,15)
- Klem doek
- Gunting jaringan
- Doek
- Gunting benang

Benang
- Absorbable -> Jahit dalam ( Otot, Sub Cutis, fasia)
Ex: Catgut plain (7 -10 hari), Catgut Chromic (21 28 Hari),
- Non-absorbable-> Jahit luar (Kulit bagian luar)
Ex: Siede/Silk, Nylon
Ukuran :
- Kulit -> 2.0 6.0
- Otot -> 2.0 - 3.0
- Lemak SC -> 2.0 3.0

Jarum
- Cutting (mata pipih/segitiga) -> Kulit
- Reverse Cutting (mata segitiga terbalik -> Kulit (bekas tusukan & kerusakan
jaringan minimal)
- Tapper (mata silinder) -> Otot, lemak SC
Asepsis
Mencegah terjadinya kontaminasi pada lapangan OP, instrumen & operator

Pemakaian Handscoen dengan prinsip hand to hand glove to glove dan


melepasnya dengan prinsip dirty to dirty clean to clean

Saat alat sudah on jangan digunakan kembali sebelum disterilisasi kembali

Antisepsis
Sterilisasi lapangan OP
Menggunakan Povidone Iodine dilanjutkan dengan alkohol 70 %
Setelah dilakukan sterilisasi lapangan OP -> Pasang doek steril

Anestesi
Zat anestesi yang lazim digunakan:
- Lidocain 1-2% cum adrenalin (pehacain)-> untuk block saraf, tdk boleh
untuk daerah distal tubuh (ex: jari, penis) (90-120)
- Lidocain 1-2% murni -> block saraf, dapat digunakan untuk bagian distal
tubuh (60-90)
- Lidocain 0,25-0,5% -> infiltrasi
- Dosis Max 200 mg, 500 mg (cum adrenalin)

Teknik Fieldblock-> memblock saraf-saraf perifer yang mengelilingi daerah


sekitar lesi -> Injeksi mencapai Sub Cutan

Nervus Block -> Memblock saraf-saraf besar (ex: N. medianus, N. radialis, N.


Ulnaris, N. axillaris, N. Tibialis)

Pembedahan

Insisi
- Sedapat mungkin mengikuti garis Langer / Relaxed Skin tension Lines (RSTL)
-> scar minimal
-> cara praktis-> mencubit daerah yang akan dilakukan insisi untuk melihat
arah serat kulit
- Jenis Insisi berdasarkan Ukuran tumor, letak tumor dan jenis tumor
- Eksisi elips -> P : L = 3 - 4 : 1
-> menghindari dog ear
- Dilakukan dari tepi-ketengah -> menghindari fish shape
- Insisi dilakukan lapis-demi-lapis untuk menghidari tersayatnya kapsul
(ateroma, kista ganglion) dan bangunan penting (arteri, vena,nervus)
Pembebasan massa dari jaringan sekitar dengan teknik diseksi tumpul (lebih
aman) -> klem/gunting. Disesksi tajam-> scalpel/gunting
Diusahakan tumor diangkat secara in toto -> menghindari residif
Bleeding Control
Explorasi untuk mencari sumber perdarahan :
- Arteri : darah memancar
- Vena : darah merembes
- Kapiler : titik-titik perdarahan

Hentikan perdarahan dengan kauter atau klem->ligase

Sebelum Luka Operasi ditutup sumber perdarahan harus dipastikan telah


teratasi

Penutupan Luka
Tepi-tepi luka ditemukan dan dieversikan
Teknik jahitan yang lazim digunakan:

- Simple interrupted -> Paling lazim dan praktis


- Matras vertikal -> untuk mengeversikan tepi luka
- Inverted simple interrupted -> menjahit lemak subkutan
- Matras Horizontal -> Daerah tepi luka dengan tegangan yang tinggi
- Intradermal /subcuticular-> paling baik secara kosmetik

Luka Linier -> Penutupan dimulai dari tengah luka


Luka elips -> Penutupan dimulai dari tepi luka
Pada tepi luka yang berjarak berjauhan, untuk mengurangi tegangan ->
dilakukan undermining (membebaskan dermis dari lemak subcutis dibawahnya)
-> lakukan deep dermal suture sebelum menjahit kulit

Setelah luka ditutup (dijahit) dilakukan antisepsis kembali -> tutup dengan kassa
steril
Penggunaan antibiotik topikal berupa cream/zalf atau tulle antibiotik saat ini mulai
ditinggalkan terutama untuk luka-luka operasi steril

Perawatan lanjutan
Luka yang sudah dilakukan dressing diusahakan tidak basah
Followup pada hari ke-3, yang dinilai:
- Tanda-tanda inflamasi
- Tanda-tanda Infeksi -> pus
- Bleeding/ hematom (-/+)
- Jaringan nekrosis (-/+)
- Epiteliasasi/granulasi
- Apakah jahitan sudah ada yang bias diangkat?(terutama daerah
wajah)
Untuk memaksimalkan proses penyembuhan luka diusahakan dalam
keadaan moist -> dressing yang mengandung pelembab
Waktu pengangkatan jahitan dilakukan setepat mungkin untuk menghindari
atau mengurangi suture mark
Removal of Sutures
(Adults)
Face and head 5-7 days
Trunk 7 days
Arms 8 days
Hands 8-10 days
Legs 9 days
Feet 10 days
Children about 1 day less at each site

4. Proses Penyembuhan Fraktur

1. Fase Inflamasi:
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan
pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang
mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia dan
inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan mempromosikan pembelahan sel
dan migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai penyembuhan. Produksi atau
pelepasan dari faktor pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat membuat kondisi
mikro yang sesuai untuk :

(1) Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra membran


pada tempat fraktur,
(2) Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan
(3) Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan
osifikasi endokondral yang mengiringinya.

Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan


pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada
perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan oleh robekan
pembuluh darah tetapi juga berperan faktor-faktor inflamasi yang menimbulkan
kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur
terjadi sampai 2 3 minggu.

2. Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-benang
fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan
invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari
osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan
ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan
melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal
pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak
struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial
elektronegatif. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 3 setelah terjadinya
fraktur dan berakhir pada minggu ke 4 8.

3. Fase Pembentukan Kalus


Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk
jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau umumnya
disebut sebagai jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini masih dibagi
lagi menjadi tulang lamellar dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan
lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah
terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrous,
tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk
menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan
dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen
tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara klinis fragmen
tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus selama masa
perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan. Salah
satu faktor yang paling dominan dari sekian banyak faktor pertumbuhan adalah
Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGF-B1) yang menunjukkan keterlibatannya
dalam pengaturan differensiasi dari osteoblast dan produksi matriks ekstra
seluler. Faktor lain yaitu: Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang
berperan penting pada proses angiogenesis selama penyembuhan fraktur.
Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous yang kemudian bersama osteoblast
akan berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai osteosit, hal ini
menandakan adanya sel tulang serta kemampuan mengantisipasi tekanan
mekanis.
Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang kemudian berlanjut sampai fase
remodelling adalah masa kritis untuk keberhasilan penyembuhan fraktur.

Jenis-jenis Kalus
Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada
terbentuk kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu 2
minggu Bridging (soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak
bersambung. Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging callus secara
perlahan-lahan. Kalus eksternal berada paling luar daerah fraktur di bawah
periosteum periosteal callus terbentuk di antara periosteum dan tulang yang
fraktur. Interfragmentary callus merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi
celah fraktur di antara tulang yang fraktur. Medullary callus terbentuk di dalam
medulla tulang di sekitar daerah fraktur.
4. Stadium Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang
immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang
ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada
daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen
dengan tulang yang baru. Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa
bulan sebelum tulang cukup kuat untuk menerima beban yang normal.

5. Stadium Remodelling
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk
yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus
menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang
tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali
pada ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk
semulanya, terutama pada anak-anak. Pada keadaan ini tulang telah sembuh
secara klinis dan radiologi.

Anda mungkin juga menyukai