Anda di halaman 1dari 4

TRAUMATIC OPTIC NEUROPATHY

Definisi

Traumatic optic neuropathy (TON) adalah cedera akut pada saraf optik akibat trauma
sehingga menyebabkan hilangnya kemampuan penglihatan bersamaan dengan defisit lapangan
pandang, persepsi warna, dan disertai kerusakan saraf optik.1

Cedera saraf optik dibagi menjadi cedera langsung dan cedera tidak langsung berdasarkan
mekanisme trauma. Cedera langsung adalah cedera terbuka dimana objek eksternal menembus
jaringan lunak sehingga membentur saraf optik. Cedera tidak langsung terjadi ketika gaya
tumbukan melewati tulang tengkorak dan mencapai saraf optik. Nilai prognosis berdasarkan
kedua klasifikasi ini masih belum jelas. Umumnya berdasarkan perjalanan kejadian, cedera
langsung pada saraf optik dihubungkan dengan jeleknya kemampuan visual.1,2

Etiologi

Trauma optic neuropati berhubungan dengan cedera deselarasi disertai dengan gaya yang
besar. Umumnya diasosiasikan dengan trauma wajah. Pada sebuah penelitian dengan 28 sampel
yang telah di diagnose dengan trauma optic neuropati, didapati 20 kasus akibat dari kecelakaan
berkendara (71,4%), perkelahian sebanyak 5 kasus (17,9%) dan terjatuh sebanyak kasus
(10,7%).3

Diagnosis

Penegakan diagnosa trauma optik neuropati dapat dilakukan berdasarkan anamnesa,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesa
Penegakan diagnosis dari trauma optik neuropati didasarkan atas adanya riwayat
trauma. Trauma saraf optik sebaiknya tidak digunakan jika kemampuan penglihatan
dan fungsi pupil masih dalam keadaan normal. Kemungkinan terpapar benda
berbahaya juga harus dipertimbangkan. Riwayat kelainan mata harus ditelaah untuk
mengetahui penyebab pasti kehilangan kemampuan penglihatan memang disebabkan
oleh trauma. Demikian juga dengan penggunaaan obat-obatan, pengobatan, dan alergi
obat.4
2. Pemeriksaan Fisik
Penilaian visus merupakan langkah paling mudah dan paling penting dalam

menentukan fungsi visual. Visus merupakan kemampuan untuk membedakan


bagian suatu objek dan mengidentifikasinya secara utuh. Penilaian visus dapat
menggunakan beberapa cara, yaitu dengan menggunakan Snellen Chart dan Bailey-
Lovie Chart. Nilai visus pada trauma saraf optik tidak langsung sering kali menurun
dengan sangat signifikan. Pada penelitian dengan 56 kasus, semuanya dengan
ketidakmampuan untuk melihat setelah terjadinya trauma saraf optik tidak
langsung. Penilaian visus sangat penting untuk dilakukan pada pasien trauma optik.
Nilai visus dapat bervariasi.5,6
Pupil

Pada kasus trauma optik neuropati unilateral, ditemukan kondisi yang


memungkinkan untuk ditegakkan diagnosis trauma optik neuropati yaitu adanya
defisit pupil aferen. Defek pupil aferen dapat dinilai secara kuantitatif dengan
menggunakan filter fotografik densitas normal.Trauma optik neuropati dapat terjadi
unilateral ataupun bilateral. Ditandai dengan adanya relative afferent pupillary
defect (RAPD) dalam kasus TON bilateral yang simetris.5,6
Warna

Pada pemeriksaan ini minta pasien untuk melihat objek berwarna merah dengan
satu mata secara bergantian. Objek ini dapat dilihat dan diinterpretasikan secara
berbeda pada mata yang bermasalah. Dapat dilihat sebagai warna hitam ataupun
coklat. Pemeriksaan warna dilakukan untuk menilai sel kerucut yang masing-
masing mempunyai sensitivitas spesifik untuk setiap gelombang warna yaitu warna
biru, merah dan hijau. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan untuk menilai defek
kongenital pada ketiga sel tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan untuk
dilakukan pada defek warna yang didapat.5,6
Lapangan Pandang

Tes lapangan pandang dilakukan pada pasien dengan kesadaran baik dan mampu
berkoordinasi dengan baik. Meskipun tidak ada patognomonik defek lapangan
pandang sebagai diagnosis dari trauma saraf optik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
monitoring dari masalah oftalmologi dan neurologis. Pada kasus trauma optik
umumnya dapat ditemukan defek lapangan pandang.2,6
Sensitivitas Kontras

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur nilai minimal kontras yang diperlukan
untuk melihat suatu objek. Hal ini diperlukan untuk mendeteksi disfungsi
penglihatan dini bahkan jika nilai visus berdasarkan snellen chart dalam batas
normal.Umumnya pemeriksaan ini dilakukan dengan bagan Pelli-Robson, Vistech
ataupun bagan Cambridge.
Pemeriksaan Segmen Posterior
Cedera anterior antara bola mata dan dimana arteri retina media memasuki saraf
optik menimbulkan gangguan pada sirkulasi retina, termasuk obstruksi vena dan
traumatic anterior ischemic optic neuropathy. Perdarahan pada selubung saraf
optik posterior sampai ke sumber pembuluh darah retina menghasilkan sirkulasi
retina yang masih intak, namun menyebabkan pembengkakan pada ujung saraf
optik. Papilledema bisa dilihat pada kejadian dengan peningkatan tekanan
intraakranial walaupun dijumpai trauma optik neuropati. Pemeriksaan segmen
posterior dapat dilakukan dengan menggunakan slit-lamp biomicroscopy, direct
ophtalmoscope dan indirect ophtalmoscope. Pemeriksaan dengan menggunakan
slitlamp merupakan pemeriksaan terbanyak yang dilakukan saat ini.
3. Tonometri
Tonometri adalah sebuah pemeriksaan objektif untuk menilai tekanan intraokular
yang didasarkan pada banyaknya tenaga yang dibutuhkan untuk meratakan kornea.
Pemeriksaan tonometri dapat dilakukan dengan menggunakan teknik Goldmann.6

DiagnosisBanding
Cedera saraf optik dapat disertai oleh cedera mata lainnya. Beberapa proses yang dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan adalah aneurisma vaskular, inlamasi orbita, inflamasi saraf
optik, anterior ischemic optic neuropathy atau penyakit sinus akut dengan keterlibatan daerah
orbita.1

Tatalaksana
Penanganan trauma optik neuropati dapat dilakukan dengan terapi farmakologi maupun
terapi pembedahan. Dalam sebuah penelitian mengenai trauma optik neuropati melaporkan
bahwa 0-48% kasus mempunyai prognosis yang baik tanpa pengobatan, 44 82% mengalami
perbaikan dengan pengobatan steroid dosis tinggi dan 37-71% mengalami perbaikan dengan
terapi pembedahan untuk dekompresi dari saraf optik.
1. Konservatif
Penanganan trauma optik neuropati belakangan ini dilakukan hanya dengan pendekatan
konservatif. Di Inggris, ditemukan bahwa 65% oftalmologis melakukan hal ini, dengan
mempertimbangkan perbaikan visus dan kemampuan penglihatan.
2. Farmakologi
Dalam beberapa dekade belakangan, penggunaan kortikosteroid dosis tinggi dalam kasus
kasus trauma merupakan pilihan utama.Hal ini berdasarkan pada kerja kortikosteroid
yang menurunkan angka sintesis protein.Sehingga nantinya diharapkan radikal bebas
yang secara patologis dapat merusak sel-sel tubuh dapat dicegah.
Dalam hal ini, kombinasi pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan pembedahan
memberikan hasil yang baik pada penderita trauma optic neuropati.
Pemberian kortikosteroid yang dianjurkan untuk pertama kali adalah deksametason
dengan dosis 3 5 mg per kilogram berat badan perhari.Namun sejumlah penelitian tidak
menunjukkan baik itu terapi kortikosteroid dosis tinggi, pembedahan maupun kombinasi
kortikosteroid dosis tinggi dengan pembedahan menunjukkan penanganan yang lebih baik
satu sama lain.
Pemberian kortikosteroid dosis tinggi pada kasus TON dalam 8 jam pertama setelah
cedera dan dekompresi pembengkakan saraf optic oleh karena penekanan akibat fragmen
tulang untuk menunda kehilangan kemampuan penglihatan memiliki efek yang sangat
diminati.
Beberapa penanganan yang masih dalam tahap penelitian adalah dengan menggunakan
penyekat glutamat, kristalin, pemicu pertumbuhan saraf, nitrit oksida, TNF- Inhibitor
dan neuroprotektor. Penyekat glutamat.5,14
3. Pembedahan
Pembedahan dilakukan jika terjadi penurunan kemampuan penglihatan setelah dilakukan
pemberian kortikosteroid dosis tinggi.Namun penanganan dengan pembedahan masih
menjadi terapi empiris untuk trauma optik neuropati. Tindakan orbitotomi lateral
dilakukan sebagai tindakan dekompresi saraf optik. Penelitian yang telah dilakukan,
tindakan ini dengan jelas mempengaruhi nilai visus dan pergerakan bola mata setelah
operasi. Juga tidak ditemukan adanya kelainan klinis ataupun efek samping dari tindakan
ini pada penelitian tersebut.1,4

Prognosis
Dari sebuah penelitian yang dilakukan pada 35 pasien dengan diagnosa trauma optic
neuropati, dijumpai pada 23 pasien bahwa faktor yang memperburuk outcome penglihatan (nilai
visus) adalah jika terdapat perdarahan pada etmoid posterior, usia di atas 40 tahun, kehilangan
kesadaran dan tidak ada perbaikan setelah pemberian kortikosteroid dosis tinggi dalam 48 jam
sejak kejadian.7

DAFTAR PUSTAKA
1. Steinsapir KD, Goldberg RA. Traumatic Optic Neuropathies. In Miller NR,
Newman NJ, editors. Walsh & Hoyt's Clinical Neuro-Ophtalmology, 6th
Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. p. 431 - 446.
2. Srinivasan R, S. C. Traumatic Optic Neuropathy [TON] - A Review. Kerala
Journal of Ophtalmology. 2008 March; XX(1).
3. Sundeep , Niveditha H, Nikhil N, Vinutha BV. Visual Outcome of Traumatic
Optic Neuropathy in Patients Treated with Intravenous Methylprednisolone.
International Journal of Scientific Study. 2014 June; 2(3).
4. Lee V, Ford R, Xing W, Bunce C, Foot B. Surveilance of Traumatic Optic
Neuropathy in The UK. Eyenet. 2010; 24
5. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology A Systematic Approach. 6th ed.
Philadelphia: Elsevier Limited; 2007.
6. Tsai JC, Denniston AKO, Murray PI, Huang JJ, Aldad TS. Oxford American
Handbook of Ophtalmology. 1st ed. New York: Oxford University Press;
2011.
7. Carta A, Ferrigno L, Salvo M, Bianchi-Marzoli S, Boschi A, Carta F. Visual
Prognosis After Indirect Traumatic Optic Neuropathy. Journal of
Neurosurgery Psychiatry. 2003; 74

Anda mungkin juga menyukai