Anda di halaman 1dari 70

Bahan Ajar Kimia Farmasi

Kualitatif II

Oleh
Dr. Roslinda Rasyid, M.Si, Apt

Fakultas Farmasi, Universitas


Andalas
SULFONAMIDA
Rumus umum sulfonamida :

Sintesa senyawa gol. Sulfonamida


Pada reaksi sintesa di atas, asetilasi
terhadap gugus amin dari anilin
diperlukan untuk mencegah penyerangan
sulfonil klorida terhadap gugus amin.
Pada tahap akhir dari proses sintesa
gugus asetil dapat dihidrolisa kembali.
Gugus asetil yg terikat disini lebih mudah
dihidrolisa dibandingkan dengan gugus
amida yg terikat pada gugus sulfon.
Struktur dari beberapa senyawa gol. Sulfonamida
(Berdasarkan substitusi gugus R1 dan R2)

1. Gugus R1 dan R2 adalah H

Sulfanilamida

2. Gugus R1 adalah H, R2 bukan H. Kelompok ini yg paling banyak


ditemukan.
3. Gugus R1 dan R2, bukan H
Di samping 3 kelompok tersebut dikenal lagi derivat atau turunan
senyawa sulfonamida. Kelompok ini mirip senyawa sulfonamida,
tetapi tidak sesuai dengan rumus umum di atas, yg termasuk
kelompok ini antara lain :
Sifat umum

Senyawa gol. Sulfonamida pada umumnya


tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol
dan larut dalam aseton, asam mineral encer
dan larutan alkali hidroksida.
Bersifat amfoter, yaitu dapat bersifat sebagai
asam dan basa.
Sifat asam diberikan oleh gugus sulfon, sifat
basa diberikan oleh gugus amin. Karena itu
sukar dipisahkan dengan cara pengocokan
yg umum dilakukan untuk analisa senyawa
organik.
Ekstraksi atau Penarikan

Kalau zat dalam bentuk larutan , maka


sebaiknya dinetralkan dulu sampai pH 7,
kemudian pelarutnya diuapkan dan
selanjutnya ditarik dengan aseton.
Kalau zat dalam bentuk tablet atau bubuk
dapat ditarik langsung dengan aseton. Di
samping itu dapat juga dilakukan dengan
menariknya memakai pelarut HCl encer atau
NH4OH encer, kemudian disaring. Pada filtrat
yg didapat ditambahkan natrium asetat atau
asam asetat, maka sulfonamida akan
mengendap.
Pemisahan

Untuk pemisahan senyawa golongan


sulfonamida dapat dilakukan secara
kromatografi, yg biasa digunakan adalah
Kromatografi lapis tipis dan kromatografi
kertas.
Pemisahan dengan metode ini sebetulnya
dapat digunakan langsung sebagai
penentuan kualitatif dan kuantitatif, asal
pemisahan dapat berhasil dengan baik.
Untuk itu pengetahuan tentang
kromatografi sangat menentukan.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Untuk pemisahan senyawa gol. Sulfonamida secara KLT,
zat terlebih dulu dilarutkan dalam aseton. Larutan zat
jangan terlalu pekat, cukup kira-kira 1%, dan larutannya
sejumlah 5 uL.
Untuk sulfonamida yg mempunyai gugus amin aromatis
primer atau R1 adalah H, sebagai cairan pengembang
atau pengelusi dapat dipakai :
Campuran kloroform : etanol : heptan ( 1: 1: 1)
mengandung 1,5% air.
Penampak noda : setelah diazotasi dengan memakai
NaNO2 dalam HCl disemprot dengan larutan N-1-
Naftiletilendiamin atau naftilamin akan menghasilkan
warna merah ungu.
Penentuan kualitatif ditentukan dengan nilai Rf yg
dihasilkan masing-masing komponen.
Nilai Rf : sulfasetamida 0,42
sulfadiazina 0,47
sulfadimidina 0,64
sulfamerazina 0,57
sulfanilamida 0,53
sulfatiazol 0,50
Drai data diatas terlihat bahwa penampak noda atau
larutan fiksasi hanya bereaksi dengan sulfonamida yg
mempunyai gugus amin aromatis primer dan tidak dapat
dipakai untuk sulfonamida dengan R1 tersubstitusi.
Untuk sulfonamida dengan gugus amin aromatis tersubstitusi atau
gugus R1 bukan H, seperti ftalilsulfatiazol atau suksinilsulfatiazol,
sebagai cairan pengembang dapat dipakai :
1. Campuran etanol : metanol (1 : 1).
2. Campuran asam klorida 0,05 N : n-propanol (1 : 4).
Pembuatan : 100 ml n-propanol dicampur dengan 25 ml air dan 0,
1 ml asam klorida pekat.
Penampak noda :
1. Ditaruh dibawah sinar ultraviolet (254 nm)
2. Larutan bromkresol ungu, dengan sulfonamida akan memberikan
warna biru atau ungu dengan latar belakang noda warna kuning.
Nilai Rf : Ftalilsulfatiazol 0,51
Suksinilsulfatiazol 0,43
Ftalilsulfasetamida 0,61
Kromatografi Kertas
Kertas yg sering dipakai adalah kertas whatman.
Kertas ini disediakan dalam bermacam-macam
ukuran dan harus disimpan jauh dari sumber uap dan
tempat yg mempunyai kelembaban tinggi.
Sebagai cairan pengembang dapat dipakai :
Campuran n-butanol : NH4OH pekat : air (40 : 10 : 50).
Pembuatan : 40 ml n-butanol dicampur 10 ml NH4OH
pekat dan 50 ml air suling di dalam corong pemisah.
Kocok kuat-kuat, biarkan beberapa saat sampai
terjadi pemisahan, ambil lapisan organiknya.
Sebagai penampak noda atau larutan fiksasi dipakai
pereaksi Erlich (p-DAB 1 g. HCl encer 10 ml dan etanol
sampai 100 ml), menghasilkan warna merah orange.
Identifikasi
Untuk identifikasi senyawa gol.
Sulfonamida pada umumnya didasarkan
pada :
1. Reaksi terhadap gugus amin aromatis
2. Reaksi terhadap gugus sulfon
3. Reaksi hidrolisis
Reaksi terhadap gugus amin aromatis
1. Reaksi Diazo
Zat dilarutkan dalam HCl p panas, kemudian dinginkan dengan es,
tambahkan NaNO2 LP, encerkan dengan air dan tambahkan 2-naftol LP,
akan terbentuk endapan berwarna jingga.
2. Reaksi Erlich
Dalam plat tetes, zat ditambahkan 1-2 tetes reagen p-DAB. HCl atau p-DAB akan
terbentuk warna merah jingga.

Kedua reaksi di atas hanya (+) untuk amin aromatis primer, dan untuk sulfonamida
dengan gugus amin tersubstitusi atau R1 nya bukan H, seperti ftalilsulfatiazol dan
suksinilsulfatiazol, kedua reagen diatas memberikan reaksi (-), warna yg terjadi adalah
kuning dan bukan merah jingga.
3. Reaksi Korek Api
Reaksi erlich dalam praktek sering
dimodifikasikan dengan memakai batang korek
api, dikenal dengan reaksi korek api.
Pada zat ditambahkan HCl encer, lalu
kedalamnya dicelupkan batang korek api, maka
batang korek api akan berwarna kuning jingga
sampai merah jingga. Hal ini diduga karena
kayu batang korek api mengandung lignin yg
merupakan senyawa aldehid.
4. Reaksi untuk gugus sulfon
Pada zat ditambahkan H2O2 30% dan 1 tetes FeCl3, kemudian ditambahkan HNO3
encer dan BaCl2 atau Ba(NO3)2 akan terbentuk endapan putih.

Pada reaksi diatas H2O2 dalam suasana asam terlebih dulu memberikan efek
hidrolisis terhadap ikatan antara S dan N, akan menghasilkan –SO3H dan R-NH2.
Kemudian sulfonat yang terbentuk dioksidasi menjadi sulfat. Sedang FeCl3
berfungsi sebagai katalis.
5. Reaksi dengan CuSO4 dalam NaOH
Zat dilarutkan dalam NaOH kemudian ditambahkan
CuSO4 akan terbentuk senyawa kompleks dengan warna
yg berbeda, tergantung pada gugus R2 dari sulfonamida.
6.Reaksi Roux
Zat padat dalam plat tetes tambahkan 1 tetes reagen kemudian
diaduk dengan batang pengaduk dan amati perubahan warna yg
terjadi.
Reagen Roux : natrium nitrofrusid 10
air suling 100
natrium hidroksida 2
kalium permanganat 5
Cara pembuatan :
Natrium nitrofrusid dilarutkan dalam air tambahkan NaOH dan
KMnO4 akan terbentuk endapan yg banyak.
7.Reaksi KBrO3
Dalam tabung reaksi kecil, zat ditambah 1 ml H2SO4 encer dan 1
tetes larutan KBrO3 jenuh, amati warna yg terjadi.
KBrO3 jenuh dibuat dengan melarutkan KBrO3 dalam jumlah
berlebih, sehingga setelah dikocok masih didapatkan endapan
dari KBrO3 dalam larutan.
8. Reaksi Vanilin
Diatas kaca arloji atau kaca objek 1 tetes H2SO4 ditambah
beberapa kristal vanilin dan kemudian diaduk, tambahkan
zat, dan panaskan di atas api kecil, amati warna yg terjadi.
Reaksi ini memberikan warna merah tua yg stabil untuk
sulfamerazina dan sulfamezatina, sedangkan sulfonamida
yg lain memberikan warna kuning atau hijau muda.
9. Pirolisa
Semua sulfonamida bila dipanaskan diatas titik leburnya
akan terurai dan timbul warna dari residunya.
sulfadiazin merah
sulfaguanidin ungu
sulfanilamida violet
sulfatiazol coklat merah
Reaksi Kristal
1. Aseton-Air
Zat dilarutkan dalam aseton dan tambahkan air sama banyak,
larutan diteteskan dikaca objek, dan lihat kristal dibawah
mikroskop.
Reaksi kristal ini adalah berdasarkan kelarutan dari
sulfonamida, dimana pada umumnya sulfonamida mudah larut
dalam aseton, dengan penambahan air dia akan mengkristal
kembali, karena sulfonamida tidak larut dalam air.
2. Asam pikrat 1% dalam air.
3. p-DAB . HCl
Reagen ini disamping sebagai pereaksi warna, endapan yg
terbentuk adalah berupa kristal yg dapat dilihat dibawah
mikroskop.
4. Mayer, Bouchardat dan Dragendorf
Ketiga pereaksi diatas umum dipakai untuk alkaloida, tetapi
dapat juga dipakai untuk pereaksi kristal untuk sulfonamida.
BARBITAL
Yang termasuk kepada golongan barbital adalah senyawa-senyawa
turunan asam barbiturat atau malonil urea, dengan nama kimia 2,4,
6-trioksoheksahidropirimidin, dimana atom-atom H pada posisi 5
disubstitusi oleh gugus-gugus alkil, aril, atau oleh gugus alisiklik.
Ada pula senyawa barbital yg berasal dari asam barbiturat dimana
substitusi terjadi pada posisi 1.
Pada golongan tiobarbital atom O pada posisi 2 disubstitusi oleh
atom S.
Sintesis
Senyawa gol. Barbital disintesis dari turunan senyawa
dietilestermalonat yg dikondensasikan dengan ureum. Karena
senyawa ini berasal dari ureum, dan berbentuk lingkar, maka
disebut juga gol. Ureida siklik.

Untuk
H 2 N memperoleh
C NH
2 senyawa tiobarbital dapat dipakai tioureum
( ) sebagai pengganti ureum.
S
Tata nama
Nama generik yg umum digunakan adalah dengan nama induk
asam barbiturat, yg diawali dengan macam dan posisi
substituen, misalnya :
asam 5,5-dietilbarbiturat = Veronal = Barbital
asam 5-etil-5-fenil barbiturat = Luminal
asam 1-metil-5-etil-5-fenil barbiturat = Prominal
Seringkali nomor posisi pada tata nama tidak dituliskan,
terutama pada posisi 5, dan untuk substituen pada posisi 1,
diberi tanda atau diawali dengan N-. Jadi apabila tidak dituliskan
tanda posisi substituen, ini berarti substituen tersebut terletak
pada posisi 5, contoh :
Luminal = asam etilfenilbarbiturat
Prominal = asam N-metil, etilfenilbarbiturat
Evipan = asam N-metil, metilsikloheksenilbarbiturat
Untuk tiobarbital digunakan nama induk asam tiobarbiturat,
misalnya untuk tiopental atau pentotal, dituliskan sebagai asam
etil, 1-metil butil tiobarbiturat.
Beberapa senyawa barbital lain
Dial : asam-allil-allilbarbiturat
Pentobarbital : asam etil, 1-metilbutilbarbiturat
Amytal : asam etilisoamilbarbiturat
Kemital : asam allilsiklohekseniltiobarbiturat
Senyawa ureida siklik yg bukan barbital, tetapi
mempunyai rumus molekul mirip barbital adalah
dari gol. Hidantoin. Senyawa ini digunakan sbg
antiepileptika, disintesis dari asam glikolat dan
ureum, contoh :
5,5-difenilhidantoin = Fenitoin = Difenilhidantoin
5-etil-5-fenilhidantoin = Nirvanol
Senyawa gol. Ureida alifatik yg kerjanya mirip barbital adalah: Adalin
Bromural
Sedormid
Klasifikasi Barbital

Secara kimia, senyawa golongan barbital


dapat dibagi atas 3 kelompok :
1. 5,5-disubstitusi barbiturat
2. 1,5,5-trisubstitusi barbiturat
3. 5,5-disubstitusi tiobarbiturat
Stabilitas Gol. Barbital
Senyawa gol. Barbital pada umumnya tidak stabil dalam air, dan
karena itu dalam bentuk sediaan cair dipakai pelarut bukan air.
Peruraian barbital disebabkan oleh peristiwa hidrolisis yg dapat
dituliskan sebagai berikut :
Sifat Umum Gol. Barbital

1. Umumnya berupa zat padat berbentuk kristal putih atau


tidak berwarna, dan berasa pahit.
2. Dalam bentuk asamnya sukar larut dalam air, tetapi
mudah dalam kloroform, eter dan etilasetat.
3. Mudah menyublim, karena itu sublimasinya dapat
dipergunakan untuk pemurnian ataupun identifikasi
kristalnya.
4. Titik leburnya tajam.
5. Merupakan senyawa asam berbasa satu, asam lemah.
6. Dapat mengalami tautomerisasi bentuk keto-enol yg
dapat diionisasi dan membentuk garam dengan alkali.
Ekstraksi Gol. Barbital
Seperti umumnya ekstraksi senyawa organik yg bersifat
asam, maka ekstraksi gol. Barbital dapat dilakukan
dengan pelarut organik, misalnya eter atau kloroform,
dengan penambahan asam sulfat atau asam klorida
pada pH 4-5.
Ada pula cara lain, yaitu dengan membentuk kompleks
piridin-CuSO4-Barbital yg mengendap, endapan
dipisahkan dan kemudian barbitalnya dibebaskan dari
kompleks tersebut dengan cara hidrolisis dengan asam.
Reaksi secara skematik dapat digambarkan sebagai
berikut :

2 B ar b i tal + C uS O 4 + 2 Piridin ( B ar b ) 2 C u (P i r ) 2
Identifikasi Gol. Barbital

1. Dengan garam kobalt + basa


Pereaksi ini dikenal dengan pereaksi Parry.
Kepekaan reaksi sangat tinggi dalam suasana bebas air,
karena itu reaksi ini dilakukan tanpa air.
Barbital kering ditambah larutan 1% garam kobalt
asetat, kobalt klorida, atau kobalt nitrat dalam metanol
atau etanol. Kepada campuran tsb tambahkan basa,
misalnya uap amonia, larutan 1% NaOH atau LiOH
dalam metanol, akan terbentuk warna biru violet.
Sebagai basanya dapat pula dipakai basa organik,
misalnya larutan isopropilamin 1% dalam metanol.
Dengan basa organik biasanya diperoleh warna yg lebih
stabil, dimana barbiturat akan memberikan warna
merah sedangkan difenilhidantoin violet.
2. Vanilin + H2SO4
Pada zat ditambahkan larutan 1% vanilin dalam
H2SO4 dan diamkan selama 2 menit, amati warna yg
terjadi. Reaksi ini dapat digunakan untuk
membedakan senyawa-senyawa dalam gol. Barbital.
3. Reaksi Millon’s
Reagen ini dibuat dengan melarutkan merkuri nitrat
dalam asam nitrat, atau 1 bagian logam merkuri
dilarutkan dalam 1 bagian asam nitrat pekat,
kemudian diencerkan dengan 2 bagian air.
Zat + beberapa tetes reagen, amati endapan yang
terbentuk.
4. Reaksi Iodoform
Pada 2 ml zat ditambahkan beberapa tetes larutan
NaOH 2 N dan larutan iodium 0,1 N, akan terbentuk
endapan yg berwarna kuning dari iodoform. Endapan
ini berupa kristal yg dapat dilihat dibawah mikroskop.
Di samping itu juga dapat diamati bau dari iodoform.

5. Reaksi Lieberman’s
Reagen ini dibuat dengan melarutkan 1 g KNO2
dalam 10 ml H2SO4 pekat.
Zat + beberapa tetes reagen, amati warna yg
terbentuk.
6. Reaksi
Zwikker
Zat + beberapa tetes reagen Zwikker (CuSO4 + piridin)
akan terbentuk kompleks berupa endapan yg berwarna.
7. H2SO4 +
HNO3
Zat + H2SO4 + HNO3, amati warna yg terjadi.
Reaksi ini digunakan untuk penentuan substituen fenil.
8. Reaksi-reaksi kristal
a. Aseton-air
b. Fe-kompleks
c. Sublimasi
d. NaOH-asam asetat
9. Penentuan titiklebur endapan dengan xanthydrol
Semua barbital yg hanya tersubstitusi pada posisi 5,5
dapat membentuk endapan dengan xanthydrol, sedang
yg tersubstitusi pada posisi 1 tidak memberikan
endapan.
Cara : 30-50 mg barbiturat + 100 mg xanthydrol dan
larutkan dalam 0,5-1 ml asam asetat glasial, panaskan
1 menit, dinginkan akan terbentuk endapan kristal
halus yg selanjutnya dapat ditentukan titik leburnya
setelah dicuci dengan etanol dan direkristalisasi dalam
campuran aseton dan n-amilasetat sama banyak.
Contoh : Titik lebur kristal xanthydrol dari :
Aprobarbital : 230-231
Luminal : 220-221
Veronal : 246-248
10.Pemisahan campuran dan identifikasi senyawa gol. Barbital
secara kromatografi
Metode kromatografi dapat digunakan untuk pemisahan
senyawa dalam campuran dan langsung identifikasi senyawa tsb
dengan memakai data nilai Rf dari literatur atau memakai larutan
pembanding.
Kromatografi kertas
Sistem 1 :
Kertas whatman no.1, setelah dipotong-potong dicelupkan
dalam larutan trinatrium ortofosfat (Na3PO4. 12H2O), kemudian
dikeringkan diudara atau dalam oven. Sebelum perlakuan
kertas dicelupkan dalam campuran aseton : air (3:1). Setelah
asetonnya kering (kira-kira 2 menit), larutan barbital ditotolkan
pada garis yg telah dibuat pada salah satu tepi kertas.
Sampel : Larutkan barbital 1% dalam etanol, eter, kloroforom,
atau pelarut organik lain yg mudah menguap. Garam-garam
barbital dalam larutan air dapat ditotolkan langsung pada kertas
tanpa diisolasi dulu dalam suasana asam. Jumlah zat yg
ditotolkan berkisar antara 10-50 ug.
Sebagai cairan pengembang atau larutan eluen dipakai etilen
diklorida.
Lokasi atau daerah noda dilihat dibawah sinar UV (254 nm)
akan terlihat senyawa gol. Barbital berupa noda gelap.
Nilai Rf dibandingkan terhadap Amilobarbital :
Allobarbital 0,09 Pentobarbital 1,16
Allilbarbital 0,40 Fenobarbital 0,09
Amilobarbital 1,00 Probarbital 0,08
Barbital 0,06 Heptabarbital 0,58
Butobarbital0,52 Tiopental 1,80
Hexobarbital 2,40 Metilfenobarbital2,00
Sistem 2 :
Kertas whatman no.1 dicelupkan dalam larutan 20-30%
formamida dalam aseton selama 10-15 menit dan kemudian
dikeringkan diudara.
Sampel : 3 sampai 4 ul dalam larutan kloroform.
Cairan pengembang atau larutan eluen :
Ammonium hidroksida 5 N : Benzen : Kloroform (6 : 3 : 13).
Chamber dijenuhkan dengan 20 sampai 30% formamida dalam
aseton.
Lama pengembangan : 2 sampai 2,5 jam
Penampak noda dipakai larutan perak nitrat.
Nilai Rf :
Allobarbital 0,15 Siklobarbital 0,18
Amilobarbital 0,31 Heksobarbital 0,77
Barbital 0,19 Pentobarbital 0,41
Butobarbital 0,06 Fenobarbital 0,07
Sistem 3 :
Kertas dan sampel sama dengan sistem 2.
Sebagai cairan pengembang atau larutan eluen dipakai NH4OH 5N :
n-butanol : kloroform : formamida (3 : 3 : 5 : 1).
Sebagi penampak noda sama seperti sistem 2.
Nilai Rf :
Allobarbital 0,12 Heksobarbital 0,85
Amilobarbital 0,46 Metilfenobarbital0,90
Barbital 0,09 Pentobarbital 0,64
Butobarbital 0,35 Fenobarbital 0,06
Siklobarbital 0,23
Kromatografi Lapis Tipis
Sistem 1:
Plat kaca dilapisi dengan bubur yg dibuat dari 30 g silica gel G dan
air 60 ml. Lapisan dibuat dengan ketebalan 0,25 mm dan
dikeringkan pada temperatur 120˚ C selama 30 menit.
Sampel diekstraksi dengan kloroform, 200 ul residu ditotolkan
pada plat dengan jarak 0,5 cm dari permukaan larutan, diameter
totolan (spot) tidak lebih dari 2 mm dan jarak tiap spot tidak
kurang dari 0,5 cm. Kloroform diuapkan memakai sinar inframerah.
Larutan eluen
Aseton : kloroform (1 : 9)
Untuk pengembangan ditunggu sampai larutan naik 10 cm, atau
kira-kira 17 menit.
Lokasi atau daerah noda dapat dilihat dengan menyemprot :
a.Fluoresein memberikan warna merah muda.
b.Merkuri nitrat menghasilkan warna hitam.
c. Kalium permanganat menghasilkan warna kuning coklat.
d.Reagen Zwikker’s menghasilkan warna merah muda atau hijau.
TRANQUILIZER
Turunan Fenotiazin

Contoh :
Klorpromazin (Largactil)

Fluopromazin (Triflupromazin)

Ekstraksi : dilakukan dengan menggunakan pelarut organik


dalam suasana basa.
Identifikasi
1. Dengan pereaksi FPN
Terdiri dari campuran 5 ml larutan 5% FeCl3 dalam air + 45 ml HClO4 20% + 50
ml HNO3 50%
Zat + 1 ml pereaksi FPN terbentuk warna merah muda, merah, orange, biru dan
violet.
2. Dengan pereaksi Forrest
Terdiri dari campuran masing-masing 25 ml larutan : K2Cr2O7 0,2%, H2SO4 30%,
HClO4 20% dan HNO3 50%.
Zat + 1 ml pereaksi forrest terbentuk warna ungu yg kemudian hilang.
3. Dengan pereaksi yg terdiri dari :
Campuran 20 ml FeCl3 5% + 20 ml H2SO4 10%.
Zat + pereaksi terbentuk warna merah muda.
4. Dengan larutan ammonium molibdat terbentuk warna.
5. Dengan pereaksi ammonium vanadat terbentuk warna.
6. Dengan pereksi marquis terbentuk warna.
7. Reaksi kristal dengan reagen :HgCl2
AuCl4
AuBr4
Turunan Benzodiazepin

Contoh : Klordiazepoksida (Librium)


Diazepam (Valium)
Ekstraksi : dilakukan dengan pelarut organik dalam
suasana basa.
Reaksi : Hidrolisis turunan benzodiazepin yg dilakukan
dalam suasana asam akan menghasilkan senyawa amin
aromatis yaitu 2-amino-5-klorobenzofenon, yg dapat
dideteksi dengan reagen untuk senyawa gol. Amin
aromatis misalnya p-DAB. HCl.
Reaksi Umum
1. Reaksi diazotasi
Zat/hasil ekstraksi dengan kloroform dalam suasana
basa/ammonia dihidrolisis dengan pemanasan
memakai HCl. Kemudian tambahkan larutan NaNO2
untuk pembentukan garam diazonium lalu dikopel
dengan N-1-naftiletilendiamin akan terbentuk
senyawa berwarna merah jingga.
2. Dengan pereaksi marquis terbentuk warna.
3. Dengan larutan ammonium molibdat terbentuk
warna.
4. Dengan asam nitrat terbentuk warna.
HORMON
Hormon merupakan zat yg dihasilkan oleh
kelenjar endokrin dan berfungsi untuk
menstimulasi berbagai reaksi dalam
tubuh.
Hormon-hormon Hipotalamus

1. Tiroliberin (Thyrotropin Releasing Hormone, TRH)


merupakan senyawa tripeptida (piro)Glu-His-
Pro(NH2).
2. Gonadoliberin (Gonadotropin Releasing Hormone,
GnRH) merupakan senyawa dekapeptida :
3. Somatostatin (SS, Growth Hormone Release-
Inhibiting Hormone, GH-RIH), merupakan senyawa
sikliktetradekapeptida.
4. Melanotropin Inhibiting Factor merupakan senyawa
tripeptida : Pro-Leu-Gli(NH2).
5. Corticotropin Releasing Factor merupakan senyawa
polipeptida dengan 41 asam amino.
Hormon-hormon Pituitari
1. Tirotropin (Thyroid Stimulating Hormone, TSH) merupakan senyawa protein dengan
BM 30.000.
2. Hormon-hormon gonadotropin merupakan senyawa-senyawa glikoprotein yg
dihasilkan oleh pituitari anterior (adenohipofisa) dan plasenta.
a. Lutropin (Luteinizing Hormone, LH)
b. Folitropin (Follicle Stimulating Hormone, FSH)
c. Human chorionic gonadotropin (Hcg)
d. Human menopausal gonadotropin (Hmg)
3. Somatotropin (Hormon pertumbuhan/Growth Hormone, GH) merupakan senyawa
polipeptida yang terdiri dari 191 asam amino.
4. Kortikotropin (Adreno Cortico Tropic Hormone, ACTH) merupakan senyawa polipeptida
yg terdiri dari 39 asam amino, berfungsi untuk mengatur fungsi korteks adrenal dan
berbagai proses metabolisme tubuh.
5. Prolaktin (PRL) adalah suatu hormon yg mempunyai struktur glikoprotein, dengan BM
23.000, dan berfungsi dalam proses laktasi.
6. Vasopresin merupakan senyawa nonapeptida Sis-Tir-Phe-Gln-Asn-Sis-Pro-Arg-Gli(NH2)
7. Oksitosin merupakan senyawa nonapeptida Sis-Tir-Ile-Gln-Asn-Sis-Pro-Leu-Gli(NH2)
Hormon-hormon Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid mempunyai peran yg penting dalam pengaturan
metabolisme.
Sekresi hormon kelenjar tiroid diatur oleh hormon tiroliberin (TRH),
yang dihasilkan oleh hipotalamus melalui hormon tirotropin (TSH) yg
dihasilkan oleh pituitari.
a. Kalsitonin adalah suatu polipeptida yg terdiri dari 32 asam amino,
berperan dalam pengaturan kadar Ca⁺⁺ dalam plasma dengan jalan
meningkatkan ekskresi Ca⁺⁺ dan PO₄⁻⁻⁻ melalui urin.
b. Paratirin (Parathyroid Hormone, Parathomone, PTH) merupakan
senyawa polipeptida yg terdiri dari 84 asam amino dan berperan dalam
meningkatkan kadar Ca⁺⁺ dalam serum.
c. L-tirosin (tetraiodotironin, T4)
Hormon-hormon Pankreas

a. Insulin, merupakan senyawa polipeptida


terdiri dari 51 asam amino, berfungsi dalam
pengubahan glukosa menjadi glikogen.
b. Glukagon, merupakan senyawa polipeptida
terdiri dari 29 asam amino, berfungsi dalam
pengubahan glikogen menjadi glukosa.
c. Somatostatin, merupakan senyawa
polipeptida terdiri dari 14 asam amino,
bekerja menghambat sekresi insulin dan
glukagon.
Hormon-hormon Adrenal
a. Adrenalin, dihasilkan oleh medula adrenal.
b. Hormon Kortikoid (Kortikosteroid)
Glukokortikoid, berperan dalam metabolisme
lemak, karbohidrat dan protein. Efek
farmakologinya yg penting adalah efek anti-
inflamasi dan anti-rematik. Contoh :
Mineralkortikoid, berperan dalam
pengaturan keseimbangan elektrolit
melalui retensi Na⁺. Contoh :
Hormon-hormon Kelamin
a. Golongan estrogen
Berfungsi mengatur proses ovulasi dan
karakteristik kelamin sekunder betina.
b. Golongan Progestogen (Gestagen, Progestin)
Hormon ini berfungsi dalam memelihara kehamilan
dan dihasilkan oleh corpus luteum. Contoh :
c. Golongan Androgen = Hormon kelamin
jantan
Dari struktur tersebut dapat dilihat bahwa
ada 4 golongan hormon yg berstruktur
steroid :
1. Golongan kortikosteroid
2. Golongan estrogen
3. Golongan progestin
4. Golongan progestogen
Asal : Kolestan
Ikatan tak jenuh alken : kolesten
Posisi ikatan tak jenuh : 5-kolesten
Gugus fungsional ol : 5-kolestenol
Posisi gugus fungsional : 5-kolesten-3-ol
Orientasi gugus fungsional : 5-kolesten-3-ol
Nama kimia kolesterol ditulis: 5-kolesten-3-
ol
Analisis Hormon

Hormon dengan struktur protein, polipeptida


dan asam amino
a. Gugus amino N-terminal bebas dari
senyawa peptida dapat mengalami reaksi-
reaksi yg sama dengan yg diberikan oleh
asam-asam amino bebas dengan gugus
amino, misalnya reaksi asilasi.
b. Gugus amino N-terminal bebas juga dapat
bereaksi dengan pereaksi ninhidrin
memberikan warna biru violet, untuk gugus
amino yg tersubstitusi memberikan warna
kuning.
c. Gugus karboksilat C-terminal dari peptida dapat mengalami
reaksi esterifikasi dan reduksi.
d. Reaksi biuret adalah reaksi yg khas diberikan oleh protein dan
peptida-peptida. Protein dan peptida dengan Cu⁺⁺ dalam
suasana alkali akan menghasilkan kompleks Cu⁺⁺-peptida yg
berwarna ungu.
Analisis untuk senyawa-senyawa steroid
a. Reaksi Liebermann-Burchard
Kepada larutan steroid dalam kloroform ditambahkan H2SO4
pekat dan asam asetat anhidrat. Pada lapisan kloroform akan
terbentuk warna hijau.
b. Reaksi Salkowski
Kepada larutan steroid dalam kloroform ditambahkan H2SO4
pekat. Pada lapisan kloroform terbentuk warna merah,
sedangkan pada lapisan H2SO4 menunjukan frekuensi hijau.
c. Reaksi Tschugaeff
Apabila larutan steroid dalam kloroform atau dalam asam
asetat glasial dipanaskan dengan ZnCl2 dan asetilklorida
terbentuk warna merah.
d. Reaksi Tortelli-Jaffe
Pada larutan steroid dalam asam asetat glasial
ditambahkan larutan Br⁺⁺ dalam kloroform. Adanya
ikatan rangkap pada posisi C8 dari struktur sterol
ditunjukkan oleh terbentuknya warna hijau pada
batas campuran dua larutan di atas.
e. Reaksi Rosenheim
Dipergunakan untuk menunjukkan adanya ikatan
rangkap terkonyugasi pada lingkar B dari inti steroid
steroid. Reaksi dilakukan dengan menambahkan
larutan asam trikloroasetat ke dalam larutan steroid
dalam kloroform. Reaksi positif ditunjukkan oleh
terbentuknya warna merah yang kemudian berubah
menjadi biru.
Reaksi umum untuk senyawa-senyawa steroid dengan gugus 3-keto
a. Pembentukan senyawa ketoksim yg dapat ditentukan titik leburnya.

b. Pembentukan kristal semikarbazon yg dapat ditentukan titik leburnya.

c. Pembentukan senyawa fenilhidrazon dengan menggunakan 2,4-


dinitrofenilhidrazin

Anda mungkin juga menyukai