Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Secara umum suatu interaksi obat dapat digambarkan sebagai suatu interaksi antar

suatu obat dan unsur lain yang yang dapat mengubah kerja salah satu atau keduanya, atau
menyebabkan efek samping tak diduga. Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan
dua hal penting. Yang pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan
khasiat obat. Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah
kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek samping dari obat-obat tertentu.Risiko
kesehatan dari Interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat
obat namun bisa pula fatal.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas
dan atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi, jadi terutama bila menyangkut obat
dengan batas keamanan yang sempit, misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat
sitotastik. Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan atau
yang sering diberikan bersama tentu lebih penting daripada obat yang dipakai.
Salah satu faktor yang dapat mengubah respon terhadap obat adalah pemberian
bersamaan dengan obat-obat lain. Ada beberapa mekanisme dimana obat dapat berinteraksi,
tetapi kebanyakan dapat dikategorikan secara farmakokinetik ( absorpsi, distribusi,
metabolisme, eksresi).

1.2

1.3

Rumusan Masalah

Bagaimana mekanisme terjadinya interaksi obat pada ekskresi obat ?

Apa saja jenis obat yang terjadi pada interaksi obat pada ekskresi obat ?

Apa faktor yang menyebabkan interaksi obat dengan ekskresi obat ?

Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :
Untuk mengetahui mekanisme dari interaksi obat dengan ekskresi obat.
Untuk mengetahui jenis-jenis obat dari interaksi obat dengan ekskresi obat.

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi obat dengan


ekskresi obat.
I.4 Manfaat penulisan
1. Bertambahnya wawasan mengenai Interaksi Obat pada Ekskresi Obat
2. Memenuhi tugas yang diberikan didalam mengikuti perkuliahan interaksi obat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Interaksi Obat


Interaksi obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat. Efekefeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang
tidak dimiliki sebelumnya. Biasanya yang terpikir oleh kita adalah antara satu obat dengan
obat lain. Tetapi, interaksi bisa saja terjadi antara obat dengan makanan, obat dengan herbal,
obat dengan mikronutrien, dan obat injeksi dengan kandungan infus
Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama dapat berubah efeknya secara tidak
langsung atau dapat berinteraksi. Interaksi bisa bersifat potensiasi atau antagonis efek satu obat
oleh obat lainnya, atau adakalanya beberapa efek lainnya

Interaksi obat bisa ditimbulkan oleh berbagai proses, antara lain perubahan dalam
farmakokinetika obat tersebut, seperti Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi
(ADME) obat. Kemungkinan lain, interaksi obat merupakan hasil dari sifat-sfat
farmakodinamik obat tersebut, misalnya pemberian bersamaan antara antagonis reseptor dan
agonis untuk reseptor yang sama.
Obat dapat berinteraksi karena pengobatan dengan beberapa obat sekaligus (polifarmasi),
makanan, zat kimia yang masuk dari lingkungan, atau dengan obat lain. Pada interaksi obat
melibatkan dua jenis obat yaitu: obat presipitan dan obat objek.

II.2. Interaksi Obat pada Ekskresi Obat


Sistem ekskresi sering terjadi di ginjal. Ginjal merupakan sebuah organ tubuh yang berfungsi
mengekskresi produk hasil metabolisme seperti urea, asam urat, dan kreatinin. Disamping itu,
ginjal juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai pengatur homeostasis dan regulasi elektrolit
dan volum ekstraseluler dan keseimbangan asam basa. Darah mengalami filtrasi, di mana
semua komponennya melintasi saringan ginjal kecuali zat putih telur dan sel-sel darah.
Setiap ginjal mengandung lebih kurang 1 juta filter kecil (glomeruli) dan setiap 50 menit
se;uruh darah tubuh (k.l. 5 liter) sudah dimurnikan melewati saringan tersebut. Fungsi
penting lainnya adalah meregulasi kadar garam dan cairan tubuh. Ginjal merupakan organ
terpenting dalam pengaturan homeostasis, yaitu keseimbangan dinamis antara cairan intrasel
dan ekstrasel, serta pemeliharaan volume total dan susunan cairan ekstra sel. Homeostasis

sangat dipengaruhi oleh jumlah ion Na+, yang sebagian besar terdapat di luar sel, di cairan
intrasel, dan diplasma darah.Kadar Na+ di cairan ekstrasel diregulasi oleh sekresi
ADHdineurohipofisis.
Pada obat-obat anestetik inhalasi, sebagian besar obat diekskresi lewat empedu atau urin.
Darah yang memasuki ginjal sepanjang arteri renal, mula-mula dikirim ke glomeruli tubulus,
dimana molekul-molekul kecil yang cukup melewati membran glomerular (air, garam dan
beberapa obat tertentu) disaring ke tubulus. Molekul-molekul yang besar seperti protein
plasma dan sel darah ditahan. Aliran darah kemudian melewati bagian lain dari tubulus ginjal
dimana transport aktif yang dapat memindahkan obat dan metabolitnya dari darah ke filtrat
tubulus. Sel tubulus kemudian melakukan transport aktif maupun pasif (melalui difusi) untuk
mereabsorpsi obat. Bila sesuatu obat mempengaruhi ekskresi obat lain melalui ginjal, dapat
terjadi perobahan aktivitas dan lama kerja sesuatu obat.
Interaksi obat dalam ekskresi obat dapat terjadi pada :
a. Ekskresi melalui empedu dan sirkulasi enterohepatik. Gangguan dalam ekskresi
melalui empedu terjadi akibat kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem
transport yang sama. Sedangkan sirkulasi enterohepatik dapat diputuskan dengan
mensupresi bakteri usus yang menghidrolisis konyugat obat atau dengan mengikat
obat dibebaskan sehingga tidak dapat direabsorbsi.
b. Sekresi tubuli ginjal. Penghambatan sekresi di tubuli ginjal terjadi akibat kompetisi
antara obat untuk sistem transportasi aktif yang sama, terutama sistem transport untuk
obat asam dan metabolit yang bersifat asam.
c. Perubahan pH urin. Perubahan ini akan menghasilkan perubahan bersihan ginjal
(melalui perubahan jumlah reabsorbsi pasif di tubuli ginjal ) yang berarti secara klinik
hanya bila : (1) fraksi obat yang diekskresi utuh oleh ginjal cukup besar (lebih dari
30%), dan (2) obat berupa basa lemah dengan pKa 7,5-10 atau asam lemah dengan
pKa 3,0-7,5.

II.3. Mekanisme Interaksi Obat pada Ekskresi


Interaksi pada proses ekskresi terjadi melalui mekanisme :
1. Pengaruh akan transport aktif (persaingan system transport oleh asam lemah).
Sehinggaakan menurunkan eliminasi obat.

2. Pengaruh pada difusi pasif (perubahan pH urin). Sehingga akan mempengaruhi


eliminasi asam / basa lemah.
3. Penurunan toksisitas renal oleh diuretika.
4. Penurunan eliminasi obat melalui stimulasi ekskresi empedu.
5. Peningkatan ekskresi obat melalui pengikatan dalam traktus gastro-intestinal.

II.3.1 Interaksi Obat dengan Perubahan pH Urin


Perubahan pH urin mengakibatkan perubahan bersihan ginjal, melalui perubahan jumlah
reabsorbsi pasif di tubuli ginjal, yang hanya bermakna secara klinis apabila:

Fraksi obat yang diekskresikan melalui ginjal cukup besar, lebih dari 30%

Obat berupa basa lemah dengan pKa 7,5 10 atau asam lemah dengan pKa 3,0 7,5.

Interaksi yang mempengaruhi ekskresi obat melalui ginjal hanya akan nyata secara klinis
bila obat atau metabolit aktifnya tereliminasi secara berarti oleh ginjal. pH urin dapat
mempengaruhi aktivitas obat dengan mengubah kecepatan bersihan ginjal. Bila berada dalam
bentuk tak terion, maka obat akan lebih cepat berdifusi dari filtrat glomerular kembali ke
dalam aliran darah. Dengan demikian, untuk obat basa, seperti amfetamin, sebagian besar
berada dalam bentuk tak terion dalam urin basa, sehingga banyak yang tere-absorbsi ke
dalam darah, yang akibatnya dapat memperlama aktivitasnya.
Senyawa yang dapat meningkatkan pH urin adalah natrium bikarbonat, sehingga bila
diberikan bersamaan dengan amfetamin dosis tunggal, maka efek amfetamin dapat
berlangsung selama beberapa hari. Sebaliknya, obat yang bersifat asam, seperti salisilat,
sulfonamid, fenobarbital, lebih cepat terekskresi bila urin alkalis (pH tinggi). Oleh karena itu
pemberian bersama-sama obat ini dengan obat yang me-ningkatkan pH urin, seperti diuretik
penghambat karbonat anhidrase (asetazolamid), atau antasida sistemik (natrium bikarbonat),
dapat mempercepat bersihan obat asam sehingga efeknya cepat hilang.
Interaksi yang menyebabkan peningkatkan pH urin ini dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan eliminasi over dosis fenobarbital atau metotreksat yang digunakan dengan
dosis tinggi untuk pengobatan tumor. Di sisi lain, obat-obat basa seperti antihistamin,
meperidin, dan imipramin, lebih cepat terekskresi bila pH urin rendah. Pengasaman ini dapat
terjadi dengan pemberian amonium klorida atau glutamat hidroklorida. Obat-obat yang
mengalami peningkatan bersihan dari ginjal bila urin asam antara lain amitriptilin,
amfetamin, antihistamin, imipramin, mekamilamin, meperidin, kuinakrin, dan efedrin.
5

Sedangkan obat-obat yang mengalami peningkatan bersihan dari ginjal bila urin alkalis antara
lain aspirin, sulfonamid, asam salisilat, streptomisin, asam nalidiksat, dan nitrofurantoin.

II.3.2 Interaksi Obat Dengan Perubahan Transpor Aktif


Penghambatan sekresi pada tubuli ginjal terjadi akibat kompetisi antarobat atau
antarmetabolit untuk sistem transpor aktif yang sama, terutama sistem transpor untuk obat
asam atau metabolit yang bersifat asam. Proses ini mungkin melibatkan sistem enzim di
dalam ginjal. Obat-obat tersebut diangkut dari darah melintasi sel-sel tubuli proksimal dan
masuk ke urin, melalui transpor aktif.
Bila obat diberikan bersamaan maka salah satu di antaranya dapat mengganggu eliminasi
obat lainnya.Sebagai contoh, pemberian bersamaan antara probenesid dan penisilin.
Probenesid menghambat ekskresi penisilin sehingga kadar antibiotik ini di dalam darah tetap
tinggi dan efeknya lama. Waktu paruh eliminasi penisilin akan meningkat 2 3 lebih lama.
Hal ini merupakan interaksi yang menguntungkan untuk pengobatan infeksi.
Contoh lain adalah antara fenilbutazon dan asetoheksamid. Fenilbutazon meningkatkan
efek hipoglikemik dari asetoheksamid dengan menghambat ekskresi metabolit aktif-nya,
yakni hidroksiheksamid, se-hingga kadar metabolit tersebut dalam darah lebih tinggi dari
normal, sehingga insulin plasma meningkat dan glukosa darah berkurang.

II.4. Contoh Interaksi Obat pada Ekskresi Obat


Pemberian diuretic loop dapat meningkatkan risiko aritmia pada pasien yang juga
mendapat digitalis atau obat antiaritmia.
Pemberian bersama obat yang bersifat nefrotoksik seperti amininoglikosida dan anti
kanker sispaltin akan meningkatkan risiko nefrositotoksisitas.
Probenesid mengurangi sekresi diuretic ke lumen tubulus sehingga efek diuresisnya
berkurang.
Berinteraksi dengan warfarin dan klofibrat melalui penggeseran ikatannya dengan
protein.
Pada penggunaan jangka lama diuretic loop dapat menurunkan klirens litium.
Penggunaan bersama sefalosporin dapat menigkatkan nefrotoksisitas sefalosporin
Anti inflamasi non steroid terutama indometasin dan kortikosteroid melawankerja
furosemid

Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi terutama ginjal dapat dipengaruhi
oleh obat-obat lain. Yang paling dikenal adalah interaksi antara probenesid dengan penisilin
melalui kompetisi sekresi tubuli sehinggan proses sekresi penisilin terhambat, maka kadar
penisilin dapat dipertahankan dalam tubuh. Interaksi probenisid dan penisilin adalah contoh
interaksi yang menguntungkan secara terapetik. Klinidin juga menghambat sekresi aktif
digoksin dengan akibat peningkatan kadar digoksin dalam darah, kira-kira sampai 2 kali,
sehingga terjadi peningkatan kejadian efek toksik digoksin. Salisilat menghambat sekresi
aktif metotreksat. Obat-obat diuretika menyebabkan retensi lithium karena hambatan pada
proses ekskresinya.
Interaksi obat cukup penting untuk diperhatikan namun cenderung terlupakan karena
banyak terlalu fokus pada penyakit yang kompleks sehingga melupakan obat-obat tersebut
dapat berinteraksi satu dengan yang lain. Interaksi obat kerap terjadi akibat penggunaan
banyak obat, sehingga membahayakan nyawa pasien itu sendiri.

BAB III
PEMBAHASAN

III.1. Tabel Interaksi Obat Yang Mempengaruhi Ekskresi Obat Lain


Obat Objek

Obat Precipitan

(A)

(B)

Digoksin

Aminoglikosida

Mekanisme

Efek yang

Pemecahan

Ditimbulkan

Masalah

Aminoglikosida

Kadar Digoksin Obat golongan

merusak

akan

aminoglikosida

sehingga

Meningkat,

jangan

menyebabkan

sehingga dapat gunakan

akumulasi digoksin

menyebabkan

bersama dengan

toksisitas

indom

ginjal

di

etasin
Digoksin

Rifampisin

Obat

akan Penurunan

menginduksi

Hindari

kadar digoksin

glikoprotein

penggunan
rifampisin
bersamaan
dengan digoksin

Digoksin

Penisilin

Kuinidin,

Obat

akan Kadar digoksin Penghentian

amiodaron,

menghambat

verapamil.

glikoprotein

Probenesid

Eliminasi

P- meningkat

dari obat B
penisilin Kerja penisilin Penggunaan

di hambat dengan menjadi


adanya

penggunaan

lama, penisilin

probenesid bersihan ginjal sebaiknya

dalam tubuli ginjal.

obat A menurun

jangan
dikombinasikan
bersama
probenesid.

Obat bersifat Amonium klorida Obat

akan Ekskresi obat A Dapat

basa

mengasamkan

pH akan

digunakan jika

(amfetamin)

urin

dan meningkat,

terjadi

Indometasin

meningkatkan

keracunan obat

ekskresi obat A

Obat

Ketika indometasin, Mengakibatkan

Sebaiknya kedua

antihipertensi,

agen

diuretik

anti- gagal

lain, inflammatory drugs, akut

agen

diberikan

preanesthetic

triamterene.

dananestesi,

potensiasi

jika

otot diberikan

bersama:

relaksan
rangka

ginjal obat ini jangan

obat

diminum

dengan

secara

bersamaan.

Efek

antihipertensi,

(nondepolarizing) diuretik lain, agen


.

preanesthetic
dananestesi, relaksan
otot

rangka

(nondepolarizing)
Agen

potassium-

sparingharus
digunakan

dengan

hati-hati bersama
angiotensinconverting enzyme
(ACE)

inhibitor

karena peningkatan
risiko hiperkalemia.

Sulfonilurea

Inhibitor

Menyebabkan

CYP2C9

gangguan
ginjal
dapat

Peningkatan
fungsi kadar

menggunakan

sehingga sulfonylurea
menurunkan dalam

eliminasi

Tidak

obat ini secara

darah bersamaan

meningkat

sulfonilurea
Metformin

Simetidin

Simetidin
bersaing

dapat Kadar
dengan metformin

Tidak
menggunakan

metformin

dalam dalam

eliminasi renal
Pirimetamin

Sulfametoksazol

tubuh obat ini secara

meningkat

bersamaan

Pirimetamin

Tidak

dapat

menggunakan

menghambat

obat ini secara

eliminasi

bersamaan

sulfametoksazol
dalam tubuh.

III.2. Pembahasan Tabel


Pemberian digoksin secara bersamaan dengan obat obat golongan aminoglikosida
(streptomisin). Obat aminoglikosida dapat merusak ginjal sehinggal terganggunya ekskresi
obat oleh ginjal. Akibatnya kadar obat dari digoksin dalam darah akan meningkat
dikarenakan terjadinya akumulasi digoksin, sehingga dengan peningkatan kadar digoksin
dalam darah akan menyebabkan toksisitas dari obat tersebut. Sebagai solusi dari masalah ini
adalah tidak digunakannya kedua obat ini secara bersamaan.
Dengan rifampisin, kadar digoksin dalam darah akan menurun karena terinduksinya
glikoprotein, sehingga proses absorbsi akan diturunkan dan proses eksresi obat di tingkatkan.
Karena absorbsi obat diturunkan maka absorbsi obat ini tidak akan maksimal, sehingga obat
hanya sedikit yang terabsorbsi sedangkan eksresi dari obat oleh ginjal di percepat sehingga
kadar atau jumlah obat di dalam darah hanya sedikit.
Digoksin yang diberikan secara bersamaan dengan kuinidin, verapamil, amiodaron. Akan
terjadi penghambatan P-glikoprotein oleh kuinidin. Glikoprotein merupakan alat transporter
di usus dan di tubulus ginjal. Dengan terhambatnya glikoprotein ini maka akan terjadi
peningkatan absorbsi obat di usus, selain itu juga terjadi penghambatan atau penurunan
sekresi obat oleh ginjal. Akibatnya, kadar digoksin dalam darah juga akan meningkat
sehingga kemungkinan terjadinya efek samping dan toksisitas juga akan meningkat.
Penggunaan bersama antara penisilin dengan probenesid akan memperpanjang waktu
paruh eliminasi dari penisilin, sehingga keberadaan penisilin di dalam darah menjadi lebih
lama, dan juga akan memperpanjang masa kerja dari penisilin.
Obat obat yang bersifat basa akan mudah larut dalam pH urin yang asam. Sehingga
penggunaan amonium klorida yang dapt mengasamkan pH urin juga akan mempercepat
10

eksresi dari obat yang bersifat basa seperti (amfetamin). Dengan dipercepatnya eksresi obat
yang bersifat basa dapat menurunkan efek dari obat tersebut. Tetapi, hal ini juga akan
berguna untuk menangani masalah keracunan terhadap obat yang bersifat basa.
Ketika indometasin, agen anti-inflammatory drugs, diberikan dengan triamterene.Efek
potensiasi jikadiberikan bersama: obat antihipertensi, diuretik lain, agen preanesthetic
dananestesi, relaksan otot rangka (nondepolarizing). Agen potassium-sparingharus digunakan
dengan hati-hati bersama angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor karena peningkatan
risiko hiperkalemia.
Penggunaan sulfonil urea dengan obat yang menghambat CYP2C9 dapat menyebabkan
gangguan fungsi ginjal sehingga dapat menurunkan eliminasi sulfonilurea. Akibatnya karena
proses eliminasi diturunkan maka kadar obat sulfonilurea dalam darah akan meningkat
sehingga dapat menimbulkan toksisitanya.
Pirimetamin sering dipakai bersamaan dengan obat-obat golongan sulfa seperti
sulfametoksazsol. Kombinasi ini sering digunakan untuk pengobatan antiprotozoa baik pada
hewan maupun manusia. Namun pemberian kombinasi dua macam obat atau lebih dalam
waktu bersamaan akan dapat menyebabkan interaksi obat yang merugikan. Pirimetamin dapat
menghambat eliminasi sulfametoksazol dalam tubuh.

11

BAB IV
PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
Interaksi yang mempengaruhi ekskresi obat melalui ginjal hanya akan nyata secara
klinis bila obat atau metabolit aktifnya tereliminasi secara berarti oleh ginjal. pH urin
dapat mempengaruhi aktivitas obat dengan mengubah kecepatan bersihan ginjal. Bila
berada dalam bentuk tak terion, maka obat akan lebih cepat berdifusi dari filtrat
glomerular kembali ke dalam aliran darah. Interaksi obat atau metabolitnya melalui
organ ekskresi terutama ginjal dapat dipengaruhi oleh obat-obat lain contohnya interaksi
antara probenesid dengan penisilin melalui kompetisi sekresi tubuli sehingga proses
sekresi penisilin terhambat, maka kadar penisilin dapat dipertahankan dalam tubuh.
Interaksi probenisid dan penisilin adalah contoh interaksi yang menguntungkan secara
terapetik.

12

DAFTAR PUSTAKA

Ida Tjahajati, Pengaruh Pirimetamin Terhadap Kinetic Eliminasi Sufametoksazol


Pada Domba (Ovis aries)

Harkness Richard, diterjemahkan oleh Goeswin Agoes dan Mathilda B.Widianto.


Interaksi obat. Bandung: Penerbit ITB, 1989.

Farmakologi dan Terapi Edisi 4, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia 1995. Jakarta. Penerbit Gaya Baru

13

Anda mungkin juga menyukai