Anda di halaman 1dari 10

DISPEPSIA

I. PENDAHULUAN

Dispepsia merupakan isitilah yang digunakan untuk suatu sindrom (kumpulan gejala
atau keluhan) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati (daerah lambung),
kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, dan perut terasa penuh. Keluhan
ini tidak selalu ada pada setiap penderita. Bahkan pada seorang penderita, keluhan
tersebut dapat berganti atau bervariasi, baik dari segi jenis keluhan maupun kualitas
keluhan. Jadi, dispepsia bukanlah suatu penyakit, melainkan merupakan kumpulan gejala
ataupun keluhan yang harus dicari penyebabnya (Sofro dan Anurogo, 2013).

Kasus dispepsia didunia mencapai 13 – 40 % dari total populasi setiap tahun. Hasil
study menunjukkan bahwa di Eropa, Amerika Serikat dan Oseania, prevalensi dispepsia
bervariasi antara 5% hingga 43 % (WHO, 2010).

Di Indonesia, dispepsia menempati posisi keenam pada pola pasien terbanyak pada
pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2009 dengan total kasus
133.162 jiwa dengan penderita laki-laki sebesar 55.817 jiwa dan perempuan sebesar
77.345 jiwa. Dan berada di posisi kelima pada pola kasus pasien terbanyak pada pasien
rawat inap di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2009 dengan total kasus 47.304 jiwa
yang dimana kasus pada laki-laki sebesar 18.807 jiwa dan perempuan sebesar 28.497 jiwa
serta 520 jiwa meninggal dunia (Kemenkes RI, 2010).

Di Provinsi Bali sendiri dispepsia merupakan 10 besar penyakit pada psien rawat inap
di RSUD pada tahun 2014 yang menempati posisi ketujuh dengan jumlah kasus sebesar
1.258 jiwa dan di posisi kelima pada pasien rawat jalan di RSUD dengan jumlah penderita
sebesar 5.839 jiwa (DINKES Prov. Bali, 2015).

Penulis menulis karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman
mengenai penyakit ini ditunjang pula dengan praktik kerja lapangan yang penulis lakukan
di Puskesmas II Denpasar Utara yang sering menemukan resep yang ditunjukan untuk
penderita dispepsia ini.

(Rapikan ketikannya, lihat contoh KTI yaa...)

1
II. PEMBAHASAN
2.1 Definisi Dispepsia
Dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan
saluran makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual, yang
kadang¬kadang disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang, anoreksia,
kembung, regurgitasi, banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (Hadi,
1995:153).(cari pustaka yang terbaru ya)

Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :

1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai


penyebabnya. Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap
organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang
pankreas, radang empedu, dan lain-lain.
2. Dispepsia non organik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU),
bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau
gangguan struktur organberdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi,
dan endoskopi (teropong saluranpencernaan).
(Mansjoer, 2000)
2.2 Patofisiologi Dispepsia
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan (Corwin, 2001).
2.3 Penyebab Dispepsia
A. Dispepsia organik (penyebabnya sudah pasti)
Jarang ditemukan pada usia kurang dari 40 tahun. Dengan penyebabnya antara
lain:
1. Dispepsia tukak (ulcus like dyspepsia). Gejala yang ditemukan biasanya nyeri
ulu hati pada waktu tidak makan (night pain).

2
2. Dispepsia tidak tukak. Gejalanya sama dengan dispepsia tukak, bisa pada klien
gastritis, duodenitis, tetapi pada pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda
tukak.
3. Refluks gastroesofageal. Gejala yang sering ditemukan adalah rasa panas di
dada dan regurgitasi masam, terutama setelah makan. Bila seseorang
mempunyai keluhan ini disertai keluhan sindroma dispepsia lainnya maka
dapat disebut dispepsia refluks gastroesofageal.
4. Penyakit saluran empedu. Sindroma dispepsia biasa ditemukan pada penyakit
saluran empedu. Rasa nyeri dari perut kanan atas atau ulu hati yang menjalar
ke punggung dan bahu kanan.
5. Karsinoma. Karsinoma saluran cerna (esofagus, lambung, pankreas dan kolon)
sering menimbulkan keluhan sindrom dispepsia. Keluhan yang sering dijumpai
yaitu rasa nyeri di perut, keluhan bertambah berkaitan dengan makanan,
anoreksia dan berat badan menurun.
6. Pankreatitis. Pasa nyeri timbul mendadak dan menjalar ke punggung. Perut
terasa makin tegang dan kembung. Dan didapat juga keluhan lain dari
sindroma dispepsia.
7. Dispepsia pada sindroma malabsorpsi. Pada penderita ini selain menderita
nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus dan perut kembung juga didapat
diare profus yang berlendir.
8. Dispepsia akibat obat-obatan. Banyak obat-obatan yang bisa menimbulkan
rasa nyeri atau tidak enak pada ulu hati tanpa atau disertai mual dan muntah,
misalnya obat golongan NSAID (non steroidal anti inflammatory drugs),
teofilin, digitalis, antibiotik oral (terutama ampisilin dan eritromisin), alkohol
dan lain-lain. Oleh karena itu perlu ditanyakan obat yang dikonsumsi sebelum
timbul keluhan dispepsia.
9. Gangguan metabolisme. Diabetes melitus dengan neuropati sering timbul
komplikasi pengosongan lambung yang lambat sehingga timbul nausea,
vomitus dan rasa cepat kenyang. Hipertiroidi mungkin menimbulkan keluhan
nyeri di perut dan vomitus, sedangkan hipotiroidi menyebabkan timbulnya
hipomotilitas lambung. Hiperparatiroidi mungkin disertai nyeri di perut,
nausea, vomitus dan anoreksia.
10. Penyakit lain. Penyakit jantung iskemik sering didapat keluhan perut kembung
dan rasa cepat kenyang. Penderita infark miokard dinding inferior juga sering
memberi keluhan nyeri perut pada bagian atas, mual dan kembung. Kadang
3
penderita angina memiliki keluhan menyerupai refluks gastroesofageal.
Penyakit vaskuler kolagen terutama pada skleroderma di lambung atau usus
halus sering memberi keluhan sindrom dispepsia. Rasa nyeri perut sering
ditemukan pada penderita SLE terutama yang banyak mengkonsumsi
kortikosteroid.
B. Dispepsia fungsional (tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi
dari saluran cerna)
Penyebabnya antara lain :
1. Faktor produksi asam lambung. Pasien yang sensitif terhadap kenaikan
produksi asam lambung dan hal tersebut menimbulkan nyeri.
2. Kelainan psikis, stres, dan faktor lingkungan. Stres dan faktor lingkungan
diduga berperan pada kelainan fungsional saluran cerna, menimbulkan
gangguan sirkulasi, motilitas, clan vaskularisasi.
3. Gangguan motilitas. Mekanisme timbulnya gejala dispepsia mungkin
dipengaruhi oleh susunan saraf pusat, gangguan motilitas di antaranya:
pengosongan lambung lambat, abnormalitas kontraktif, refluks gastroduodenal.
(Hadi, 2002)
2.4 Gejala Klinis Dispepsia
1. Nyeri perut (abdominal discomfort),
2. Rasa perih di ulu hati,
3. Mual, kadang-kadang sampai muntah,
4. Nafsu makan berkurang,
5. Rasa lekas kenyang,
6. Perut kembung,
7. Rasa panas di dada dan perut,
8. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
(Sujono, 2006)
2.5 Pencegahan Dispepsia

Pola makan yang normal, dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan
kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkonsumsi makanan
yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol dan, pantang rokok, bila harus makan obat
karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak
mengganggu fungsi lambung (Wibawa, 2006).

2.6 Pengobatan Dispepsia


4
2.6.1 Terapi Non Farmakologi
1. Edukasi kepada pasien untuk mengenali dan menghindari keadaan yang
potensial mencetuskan serangan dispepsia.
2. Modifikasi pola hidup. Menghindari jenis makanan yang dirasakan sebagai
faktor pencetus. Pola makan porsi kecil tetapi sering dan makanan rendah
lemak.
2.6.2 Terapi Farmakologi
2.6.2.1 Antasid Untuk Menetralisir Asam Lambung
Antacid atau antasida adalah obat digunakan untuk menetralkan
asam lambung atau mengikat cairan asam lambung. Dipakai untuk
mengobati penyakit pada saluran pencernaan yang diakibatkan oleh asam
lambung, seperti tukak pada esofagus, lambung, atau usus dengan gejala
seperti nyeri lambung, mual, dan muntah. Antasida biasanya diproduksi
berbentuk cairan, atau tablet yang dapat larut dalam air minum. Obat maag
ini baiknya tidak digunakan bersamaan dengan obat-obatan yang lain
karena dapat menghambat penyerapan antasida pada tubuh Anda.

2.6.2.2 Penghambat Reseptor H2


Kandungan dalam obat asam lambung ini berfungsi untuk
menghambat naiknyar efek histamin. Histamin ini berfungsi menghasilkan
asam lambung dalam tubuh. Contoh obat yang mengandung penghambat
receptor H2 adalah raniditine, femotidine ataupun cemotidine.
Raniditine dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah makan. Khusus
untuk ibu hamil, baiknya penggunaan raditine digunakan dengan ketentuan
resep dokter mengingat obat yang dikonsumsi berpengaruh pada kesehatan
janin. Raniditine baiknya dikonsumsi pada jam yang sama secara teratur.
Efek samping mengonsumsi raditin adalah mual, pusing, sakit kepala, sulit
menelan, bahkan air kencing berwarna keruh.

2.6.2.3 Penghambat Pompa Proton (PPP)


Obat-obatan seperti esomepraole, lansoprazole, dan omeprazole
merupakan obat yang berfungsi untuk menghambat sel-sel penghasil asam
lambung dalam perut. Dengan dihambatnya sel ini diharapkan produksi
asam lambung akan menurun. Obat ini pada umumnya memerlukan resep
dari dokter.
5
Omeprazole lebih baik untuk dikonsumsi sebelum makan. Fungsi
lainnya adalah membantu menyembuhkan kerusakan asam di perut dan
kerongkongan, membantu mencegah luka lambung, dan dapat juga
mencegah kanker kerongkongan. Omeprazole tergolong dalam obat
golongan proton pump inhibitors (PPIs). Efek samping omeprazole yang
bisa terjadi adalah sakit kepala, diare, sakit perut, nyeri sendi, sakit
tenggorokan, keram otot.

2.6.2.4 Anti Kolinergik


Pemakaian obat ini harus diperhatikan sebab kerja obat ini tidak
begitu selektif.
2.6.2.5 Prokinetik
Golongan obat ini sangat baik dalam mengobati pasien dispepsia
yang disebabkan gangguan motilitas, jenis obat ini antara lain:
metoklopamid, domperidonedan cisapride.
2.6.2.6 Golongan lain
Obat-obat seperti sukraflat dan bismuth subsitrat mempunyai efek
membunuh Helicobacter pylori.
PUSTAKA MANA
III. PENUTUP

Dispepsia adalah keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di
ulu hati (daerah lambung), kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang,
dan perut terasa penuh. Dispepsia dibagi menjadi 2 jenis yaitu dispepsia organik
yang merupakan dispepsia yang diketahui penyebabnya dan dispepsia non organik
yang tidak diketahui penyebabnya. Dispepsia organik memiliki penyebab yang
beragam mulai dari dipepsi tukak, dipepsi tidak tukak, dipepsi melasorbsi bahkan
bisa karena penyakit lainnya. Dispepsia non organik dipicu karena kenaikan asam
lambung, faktor stres, psikis, lingkungan dan gangguan motilitas.

Dispepsia memiliki gejala yang hampir mirip dengan gastritis. Gejala


dispepsia antara lain nyeri pada perut, mual hingga muntah, nyeri pada ulu hati,
napsu makan berkurang, cepat kenyang, hingga mengeluarkan cairan dari
lambung. Pencegahan terhadap gejala ini dapat dicegah dengan menjaga pola
makan seperti mengurangi makanan pedas, kadar asam yang tinggi. Menghindari
alkohol dan tidak merokok. Pengobatan secara non farmakologi dapat dilakukan
6
dengan melakukan edukasi kepada pasien dan memodifikasi pola hidup. Dapat
pula dengan obat-obatan yang sebelumnya diresepkan oleh dokter.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2009.


Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Bali 2014. Denpasar:
Dinas Kesehatan Provinsi Bali.

Hadi, S. 2002. Gastroenterologi. Bandung: P.T. Alumni.

Wibawa, I Dewa Nyoman. 2006. Penanganan Dispepsia Pada Lanjut Usia Volume 7
Nomor 3 September 2006.

Corwin, E.J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

V. LAMPIRAN
5.1 Contoh Resep Dispepsia

Gambar 1. Resep Dispepsia


5.2 Skrining Resep Dispepsia

7
KELENGKAPAN RESEP ADA TIDAK ADA


Nama


Indentitas SIP
dokter

Alamat praktek


No. Telp

Hari dan jam kerja

Tanda R/ √

Inscripto

Nama kota


Tanggal resep

Nama obat

Ordinatio √
Jumlah obat

Frekuensi pemberian

Jumlah pemberian obat

Waktu minum obat √

Subscripto Paraf dokter √


Nama

Indentitas pasien Alamat

Umur

5.3 Obat Dispepsia


1. ANTASIDA
8
a. KOMPOSISI
Tiap tablet mengandung:
Alluminium Hidroksida : 200 mg dan Magnesium Hidroksida : 200 mg.
b. INDIKASI
Obat sakit maag untuk mengurangi nyeri lambung yang disebabkan
oleh kelebihan asam lambung dengan gejala seperti mual, perih, kembung.
c. DOSIS DAN CARA PEMAKAIAN
Antasida dikonsumsi melalui mulut, untuk obat sediaan tablet dikunyah
terlebih dahulu sebelum di telan, sedangkan antasida doen yang berbentuk cair,
botol kemasan harus dikocok terlebih dahulu sebelum diminum.

Dosis: Dewasa : 3 – 4 kali sehari 1 – 2 tablet atau 1 – 2 sendok


takar suspensi (sirup); Anak 6 – 12 tahun : 3 – 4 kali sehari ½ – 1 tablet atau
½-1 sendok takar suspensi.

Waktu Minum: Satu jam sebelum makan, atau dua jam setelah makan,
dan sebelum tidur. Hentikan apabila gejala sudah sembuh.

d. EFEK SAMPING
a. Kadang-kadang terjadi konstipasi, diare.
b. Nausea, vomiting.
c. Hypophostemia dan osteomalacia (pada pemberian dosis besar
untuk jangka lama dan bila kadar phosphate rendah.)
d. Dialysis dementis (pada pemberian jangka panjang pada pasien
dialisis.)
2. OMEPRAZOLE
a. KOMPOSISI
Tiap kapsul omeprazol mengandung:
Omeprazole pellet 8,5% setara dengan Omeprazole 20 mg.
b. INDIKASI
Pengobatan jangka pendek tukak duodenal dan yang tidak responsive
terhadap obat-obat antagonis reseptor H2. Pengobatan jangka pendek tukak
lambung. Pengobatan Reflux esofagitis erosif / ulcerative yang telah
didiagnosa melalui endoskopi. Pengobatan jangka lama pada Sindroma
Zollinger Ellison.
c. KONTRAINDIKASI

9
Penderita yang hipersensitif terhadap Omeprazole.
d. DOSIS DAN CARA PEMAKAIAN
1. Dewasa:
Dosis yang dianjurkan : 20 mg atau 40 mg sekali sehari ditelan utuh
dengan air.
2. Omeprazole hendaknya diminum sebelum makan.
3. Kapsul ini hendaknya jangan dibuka, dikunyah, atau dihancurkan dan
harus ditelan seluruhnya.
4. Pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal: tidak diperlukan dosis
khusus.
5. Pasien usia lanjut: tidak diperlukan penyesuaian dosis untuk pasien
lanjut usia.
6. Anak-anak: belum ada pengalaman penggunaan Omeprazole untuk
anak-anak.
e. EFEK SAMPING
Omeprazole umumnya dapat ditoleransi dengan baik, pada dosis besar
dan pada pengunaan yang lama kemungkinan dapat menstimulasi
pertambahaan sel ECL (enterochromaffinlikecells), pada penggunaan
jangka panjang perlu diperhatikan adanya pertumbuhan bakteri yang
berlebihan di saluran cerna.
5.4 Kesimpulan Resep
Dari skrining resep diatas. Dapat disimpulkan bahwa resep sudah cukup
lengkap, namun ada kekurangan pada identitas dokter. Pasien diberikan Antasida
dan Omeprazole. Antasida adalah obat yang bekerja dengan cara menetralkan asam
lambung. Kegunaan Omeprazole sebagai kombinasi adalah untuk mengurangi
sekresi asam lambung dengan menghambat secara spesifik enzim lambung pompa
proton H+/ K+- ATPase dalam sel parietal. Pemberian antasida adalah 30 menit
sebelum makan dan omeprazol 1 jam sebelum makan. Hal ini bertujuan untuk
menjaga efeketifitas kerja dari omeprazole.

PERHATIKAN SPASI, PARAGRAF DAN KETIKANNYA YA


COB ACARI PUSTAKA LIMA TAHUN KEBELAKANG YA (TERBARUU)

10

Anda mungkin juga menyukai