Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PENERAPAN TERAPI PIJAT REFLEKSI KAKI GUNA


MENGURANGI KECEMASAN PASIEN PENYAKIT
JANTUNG KORONER POST TINDAKAN PTCA

DISUSUN OLEH :

Ns SYUFRIADI S Kep

CATH LAB IPJT RSUP DR M DJAMIL


PADANG
2021
MAKALAH

GAGAL NAFAS

DISUSUN OLEH:

Ns, SYUFRIADI S Kep

CATH LAB IPJT RSUP DR M DJAMIL


PADANG
2021
PERSETUJUAN MAKALAH

PENERAPAN TERAPI PIJAT REFLEKSI KAKI GUNA


MENGURANGI KECEMASAN PASIEN PENYAKIT
JANTUNG KORONER POST PTCA

Menyetujui Penulis

Ka SPF

Ns. LINDA, S. Kep Ns. SYUFRIADI S. Kep

NIP. 19740913199703 2 002 NIP. 19740603 199503 1002


PERSETUJUAN MAKALAH

GAGAL NAFAS

Menyetujui Penulis

Ka SPF

Ns. LINDA, S. Kep Ns. SYUFRIADI S. Kep

NIP. 19740913199703 2 002 NIP. 19740603 199503 1002


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT , yang telah senantiasa


melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga kita semuanya ada
dalam keadaan sehat walafiat dalam menjalankan tugas aktifitas
sehari hari. Penyusun juga memanjatkan syukur yang tak terhingga
atas terselesaikannya makalah ini

Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari


berbagai pihak, makalah ini tidak akan terwujud dan masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis
berharap saran dan kritik demi perbaikan perbaikan lebih lanjut.

Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan


mamfaat bagi yang membutuhkan

Padang, Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................Error! Bookmark not defined.
C. Tujuan …………….............................................................................................7
1. Tujuan Umum........................................................................................................7
2. Tujuan khusus........................................................................................................8
D. Manfaat ………...................................................................................................8
1. Bagi Pelayanan......................................................................................................8
2. Bagi Pendidikan.......................................................Error! Bookmark not defined.
3. Bagi profesi..............................................................Error! Bookmark not defined.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................30

A. Kecemasan........................................................................................................30
1. Pengertian kecemasan.........................................................................................30
2. Tingkat kecemasan..............................................................................................30
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecemasan...............................................32
B. Pijat refleksi kaki...............................................................................................33
1. Pengertian pijat refleksi kaki..............................................................................33
2. Titik pijat refleksi kaki........................................................................................33
3. Tujuan dan Manfaat refleksi pijat kaki.............................................................35
4. Prosedur pelaksanaan Pijat.................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA

i
ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular atau penyakit jantung dan pembuluh darah

merupakan penyakit paling umum dan persisten yang mengancam jiwa (Holt et al.

2013; Zhang 2015). Penyakit kardiovaskular ini adalah penyebab kematian

terbanyak di seluruh dunia (Baumeister et al., 2015; Furuya et al. 2013). Kematian

akibat penyakit ini diperkirakan meningkat dari 16,7 juta pada 2002 menjadi 23,3

juta pada 2030 (Furuya et al. 2013; Holt et al. 2013). Di Indonesia kejadian

penyakit kardiovaskeler juga terus meningkat. Menurut data penelitian kesehatan

(Riskesdas) tahun 2018, insiden penyakit kardiovaskular meningkat dari tahun ke

tahun. Sedikitnya 15 dari 1.000 orang, atau sekitar 2.784.064 orang di Indonesia

menderita penyakit jantung.

Diantara penyakit kardiovaskular, penyakit jantung koroner merupakan

penyebab utama kematian, kecacatan, penderitaan dan kerugian materi serta

menyebabkan keterbatasan fisik dan sosial yang memerlukan penataan kehidupan

pasien, komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit jantung koroner tidak hanya

masalah bagi pasien tapi juga pada keluarga (Perhimpunan Dokter Spesialis

Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung, 2015). Penyakit

jantung koroner adalah penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner,

biasanya disebabkan oleh atherosklerosis. Atherosklerosis adalah penumpukan

kolesterol dan timbunan lemak (disebut plak) di dinding bagian dalam arteri. Plak

1
2

ini dapat mengurangi aliran darah ke otot jantung dan mengurangi suplai darah

sehingga jantung menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi penting yang

dibutuhkannya untuk bekerja dengan baik. Gejala yang dapat dirasakan berupa

nyeri dada yang disebut angina maupun serangan jantung (Pratiwi and Saragi,

2018).

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian paling sering di

seluruh dunia. Di Eropa penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian

paling sering dengan jumlah kematian 1,8 juta jiwa (Wihastuti, 2016). Menurut

data WHO penyakit jantung masih menjadi penyebab utama kematian di negara-

negara Asia. Untuk wilayah Asia Tenggara ditemukan 3,5 juta kematian penyakit

kardiovaskuler, 52% diantaranya disebabkan oleh penyakit infark miokard .

Kejadian Penyakit Jantung di negara berkembang seperti Indonesia tingkat

kejadian terus meningkat setiap tahun. Hasil survei dari Riset Kesehatan Dasar

tahun 2013 menunjukkan prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia

berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala adalah sebesar 1,5% atau

diperkirakan sekitar 2.650.340 orang. Angka penyakit jantung koroner di wilayah

Sumatera Barat mendekati prevalensi Nasional yaitu mencapai 1,2% (AHA, 2012)

Berbagai upaya dalam penurunan tingkat kematian akibat penyakit

jantung koroner terus dikembangkan mulai dari penurunan faktor risiko, terapi

medis sampai operasi jantung (Go et al., 2013; Rahmani & Mollashahi, 2013).

Berbagai metode operasi jantung telah digunakan, dan yang paling umum

digunakan adalah kateterisasi jantung antara lain Coronary Artery Bypass

Grafting (CABG) atau Percutaneous Coronary Intervention (PCI) yang juga biasa
3

disebut Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA) (Aalto et al. 2006;

Roohafza et al. 2015; Sharif et al. 2014; Potluri et al. 2014; Sharif et al. 2014),

Di RSUP DR M Djamil Padang pada tahun 2019 periode Juli sampai

Desember didapatkan data jumlah pasien yang melakukan tindakan kateterisasi

jantung sebanyak 645 pasien (PTCA 329 pasien, CAG 154 pasien dan PCI 162

pasien). Sedangkan pada masa pandemi periode bulan Maret 2020 sampai dengan

Agustus 2020 pasien yang menjalani tindakan kateterisasi jantung sebanyak 349

orang.

Angioplasti koroner transluminal perkutan (PTCA) yang juga disebut

intervensi koroner perkutan (PCI) adalah prosedur invasif minimal untuk

membuka arteri koroner yang tersumbat atau penyempitan sehingga

memungkinkan aliran darah yang tidak terhalang ke miokardium. Penyumbatan

terjadi karena plak kaya lipid di dalam arteri, sehingga mengurangi aliran darah ke

miokardium. Akumulasi plak kaya lipid di arteri dikenal sebagai aterosklerosis.

Ketika aterosklerosis mempengaruhi arteri koroner, gangguan tersebut dikenal

sebagai penyakit arteri koroner (Malik and Tivakaran, 2018).

Kateterisasi adalah tindakan memasukkan selang kecil (kateter) kedalam

pembuluh darah arteri dan/atau vena dan menelusurinya hingga ke jantung,

pembuluh darah dan/atau organ lain yang dituju dengan bantuan sinar - X, dengan

tujuan diagnostik yang lazim disebut prosedur diagnostik invasif dan untuk tujuan

terapeutik disebut prosedur intervensi invasif - non bedah (PERKI, 2018).


4

PTCA bersifat invasif dan hal ini merupakan situasi yang dapat

menyebabkan stres, kecemasan dan depresi pada pasien (Chaudhury & Srivastava,

2013; Ebadi et al. 2011; Roohafza et al. 2015; Wang et al. 2013). Kecemasan Ini

bisa disebabkan oleh periode rawat inap yang singkat dan kurangnya sistem

dukungan mental untuk pasien (Sharif et al. 2014), dan tingkat kecemasan yang

tinggi dikaitkan dengan hasil yang lebih buruk pada pasien penyakit arteri koroner

(Shibeshi et al, 2007, Wang et al, 2013).

Kecemasan digambarkan sebagai suatu kondisi di mana seseorang

mengalami sensasi ketakutan, bersama dengan aktivasi sistem saraf otonom,

sebagai respons terhadap ancaman yang tidak jelas dan tidak spesifik (Gross and

Hen, 2004). Tingkat kecemasan yang tinggi dikaitkan dengan penurunan respons

imun dan perubahan fungsi kardiovaskular seperti gangguan variasi denyut

jantung, disfungsi endotel dan peradangan vaskular, yang mungkin

mengakibatkan hasil klinis yang lebih buruk (Munk et al, 2012). Tingkat

kecemasan dan stres yang tinggi pada pasien akan mampu meningkatkan

pelepasan epinefrin atau norepinefrin dan kortisol dengan menstimulasi sistem

hipotalamo-hipofisis dan simpatis (Dogru et al, 2020). Oleh karena itu,

peningkatan ini dapat menyebabkan percepatan metabolisme basal, serta

peningkatan kebutuhan oksigen miokard dan beberapa parameter fisiologis seperti

pernapasan, detak jantung, dan tekanan darah. Situasi ini juga menyebabkan

masalah selama dan setelah prosedur dan meningkatkan durasi rawat inap,

morbiditas, dan mortalitas (Akarsu et al, 2019; Khaledifar et al, 2017;

Chandrababu et al, 2019)


5

Oleh karena itu, strategi yang bertujuan untuk meminimalkan kecemasan pada

pasien yang menjalani diagnostic coronary angiography (CAG) dan intervensi

koroner perkutan (PCI) tidak hanya penting untuk kenyamanan pasien tetapi juga

berpotensi meningkatkan hasil pengobatan.

Perawat memainkan peran penting dalam mengurangi kecemasan,

ketakutan, dan stres pasien. Mengingat buruknya dampak komplikasi yang

ditimbulkan akibat kecemasan ini, maka perawat perlu meningkatkan

keterampilan dalam menghadapi pasien kardiovaskuler terutama yang akan

menjalankan prosedur PTCA (Hasavari et al, 2018).

Tindakan perawat untuk mengurangi kecemasan pasien dengan

memberikan informasi yang akurat tentang intervensi. Baru-baru ini, tampaknya

obat-obatan non-farmakokinetik, komplementer dan alternatif dapat menjadi

solusi untuk mengurangi kecemasan, stres atau rasa sakit (Hasavari et al, 2018).

Di RSUP Dr. M. Djamil Padang Perawat telah memainkan perannya dalam

mengurangi kecemasan pasien antara lain dengan selalu memotivasi pasien,

memberikan edukasi pada pasien dan memberikan teknik tarik nafas dalam.

Namun demikian dari pemantauan pasien yang akan menjalani prosedur PTCA

tetap saja mengalami kecemasan yang tinggi.

Tingkat kecemasan dan stres yang tinggi pada pasien akan mampu

meningkatkan pelepasan epinefrin atau norepinefrin dan kortisol dengan

menstimulasi sistem hipotalamo-hipofisis dan simpatis (Dogru et al, 2020). Oleh

karena itu, peningkatan ini dapat menyebabkan percepatan metabolisme basal,

serta peningkatan kebutuhan oksigen miokard dan beberapa parameter fisiologis


6

seperti pernapasan, detak jantung, dan tekanan darah. Situasi ini juga

menyebabkan masalah selama dan setelah prosedur dan meningkatkan durasi

rawat inap, morbiditas, dan mortalitas (Akarsu et al, 2019; Khaledifar et al, 2017;

Chandrababu et al, 2019)

Pijat refleksi, yang merupakan salah satu metode pengobatan

komplementer dan integratif, didasarkan pada penerapan tekanan tertentu pada

titik-titik refleks yang berhubungan dengan bagian tubuh tertentu di tangan dan

kaki merangsang pelepasan berbagai zat biokimia dengan meningkatkan aktivitas

parasimpatis, mengurangi kecemasan dan stres dengan menurunkan kadar

kortisol, dan memberikan relaksasi dan homeostasis (Abbaszadeh et al, 2018;

Chandrababu et al, 2019; Dogru et al, 2020).

Stimulasi titik refleks bisa merilekskan dan menyeimbangkan tubuh.

Dalam beberapa penelitian yang dilakukan pada pasien yang berbeda, efektivitas

dan hasil positif dari refleksiologi telah dilaporkan. Dampak relaksasi dianggap

sebagai dimensi positif (Nasiri ae al, 2016; Öztürk and Sevil, 2013; Habur and,

Basaran, 2009), dan efek refleksologi atau terapi pijat refleksi kaki pada

kecemasan pasien sebelum angiografi koroner diselidiki secara individual

(Hajbaghery et al, 2014; Mahmoudirad et al, 2014; Jamshidi et al, 2012;

Vardanjani, et al, 2013)

Vardanjani et al (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat

kecemasan pasien yang akan menjalani prosedur CAG ditemukan secara

signifikan lebih rendah pada kelompok yang menerapkan pijat kaki umum dan

refleksi kaki selama 30 menit dibandingkan kelompok yang hanya dipijat. Dalam
7

penelitian lain, 20 menit aplikasi refleksi kaki sebelum CAGterbukti efektif dalam

mengurangi kecemasan (Mahmoudirad et al, 2014). Dalam sebuah penelitian oleh

Choi dan Lee, pijat refleksi ditemukan dapat mengurangi kadar kortisol pada

wanita pascapersalinan (Choi and Lee, 2015). Dalam penelitian lain, ditentukan

bahwa pijat refleksi efektif dalam mengurangi stres, tetapi tidak ada perbedaan

signifikan yang ditemukan pada kadar kortisol (Lee, 2011), dan penelitian Dogru

et al (2020) telah mebuktikan bahwa penerapan pijat refleksi sebelum tindakan

PTCA telah mengurangi tingkat kecemasan, stres, dan kortisol tanpa efek

samping.

RS Dr.M DJamil Padang merupakan rumah sakit rujukan sumatera

tengah, yang mana Tindakan PTCA ini dimulai dari tahun 2006 dengan alat yang

lengkap.di instalasi IPJT Tindakan PTCA merupakan Tindakan unggulan yang

mana pasien dalam periode Juli-Desember 2019 di dapatkan data jumlah pasien

yang dilakukan Tindakan kateterisasi jantung sebnayak 645 pasien (PTCA 329

pasien, CAG dan PCI 162 pasien) sedangkan pada masa pandemi periode Maret-

Agustus 2020 pasien yang menjalani kateterisasi jantung sebanyak 349 orang.

Jadi rata rata pasien 58 per bulan dan rata rata perhari 5-6 pasien.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Diharapkan terapi pijat dapat mengatasi kecemasan pada pasien yang akan

menjalani prosedur PTCA di Bangsal Penyakit Jantung RSUP M. Djamil Padang


8

2. Tujuan khusus

a. Diharapkan terapi pijat dapat memberikan kenyaman terhadap pasien

selama Tindakan

b. Diharapkan di Ruangan Bangsal Jantung dapat menerapkan cara dan

prosedur terapi pijat secara tpat dan berkelanjutan.

C. Manfaat

1. Bagi pelayanan

Dapat menjadikan terapi pijat refleksi sebagai keunggulan pelayanan dalam

mengurangi kecemasan pasien dengan PTCA

2. Bagi Pendidikan

Sebagai tambahan literatur bagi pendidikan terkait dengan metode yang

dapat digunakan dalam mengurangi kecemasan pada pada pasien yang akan

menjalani tindakan PTCA

3. Bagi profesi

Dapat dijadikan sebagai intervensi tambahan dalam mengurangi kecemasan

pasien yang akan menjalani PTCA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecemasan

1. Pengertian kecemasan

Kecemasan adalah keadaan psikologis dan fisiologis dengan karakteristik

kognitif, somatik, emosional, dan komponen perilaku. Bentuk gangguan

kecemasan tersebut memiliki gejala seperti peningkatan tekanan darah,

peningkatan denyut jantung tinggi, berkeringat, kelelahan, perasaan tidak enak,

ketegangan, mudah tersinggung, dan gelisah (Lee et al. 2011). Kecemasan

didefinisikan sebagai keadaan tidak nyaman atau ketakutan sebagai akibat dari

antisipasi kejadian atau situasi yang nyata dirasakan (Labrague & Mcenroe-petitte

2016).

2. Tingkat kecemasan

Tingkat kecemasan terdiri dari :

a. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan, yaitu kecemasan yang berhubungan dengan

ketegangan dalam kehidupan sehari–hari dan menyebabkan seseorang

menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat

memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan.

30
31

b. Kecemasan sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal

yang penting dan mengesampingkan yang lain. Orang tersebut mengalami

perhatian selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

c. Kecemasan berat

Kecemasan berat ini sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.

Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan

spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku

ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan

banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.

d. Panik

Panik yaitu kecemasan yang berhubungan terperangah, ketakutan dan

teror. Kehilangan kendali dapat menyebabkan orang tersebut yang

mengalami panik sehingga tidak mampu melakukan sesuatu walaupun

dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian.

Seseorang dengan panik, terjadi peningkatan aktivitas motorik, penurunan

kamampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang

dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak

sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung terus dalam waktu yang

lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian (Stuart 2007)
32

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecemasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut (Varcarolis et al.

2010) antara lain:

a. Potensial stresor. Stresor psikososial menyebabkan perubahan dalam

kehidupan sehingga seseorang terpaksa beradaptasi.

b. Tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang

mudah mengalami stres.

c. Tipe kepribadian. Misalnya tipe kepribadian Sanguinis cenderung ingin

populer, ingin disenangi orang lain, suka berbicara, dan emosinya tidak stabil.

Orang sanguinis juga agak pelupa, sulit berkonsentrasi, cenderung berpikir

pendek, dan hidupnya serba tidak teratur. Sedangkan tipe kepribadian

melankolis sebaliknya yaitu cenderung melihat masalah dari sisi negatif,

murung, mudah tertekan, mempunyai sifat pendendam, mudah merasa

bersalah, lebih menekankan pada cara dari pada tercapainya tujuan, terlalu

kritis menganalisa dan merencanakan, standar tinggi, sulit bersosialisasi,

sensitif terhadap kritik yang menentang dirinya, dan sulit mengungkapkan

perasaan.

d. Usia. Seseorang yang lebih muda lebih mudah terkena stres. Namun dari

penelitian (Tang & Tse 2014), lansia juga cenderung mengalami peningkatan

kecemasan, depresi dan stres disebabkan sakit atau memiliki penyakit kronik.

e. Jenis kelamin. Tingkat kecemasan wanita baik sebelum maupun sesudah

kateterisasi jantung lebih tinggi jika dibandingkan laki-laki (Moradi &

Hajbaghery 2015).
33

B. Pijat refleksi kaki

1. Pengertian pijat refleksi kaki

Refleksologi berasal dari kata refleks, yang artinya suatu gerak cepat yang

tidak disengaja tanpa diperintah secara sadar oleh otak. Karena itu dalam

refleksologi, refleks adalah suatu reaksi otomatis salah satu organ tubuh terhadap

perangsangan (Widyaningrum, 2013)

Pijat refleksi adalah cara memijat tangan, kaki, dan anggota tubuh yang

lain dengan mengacu pada titik pusat urat-urat saraf (Atmojo, 2017). Pemijatan di

tempat-tempat tertentu itu mewakili semua organ internal, system tubuh, anggota

badan dan kelenjer. Dengan pemijatan tertentu, organ-organ yang berhubungan

akan mendapatkan efek langsung (Widyaningrum, 2013))

2. Titik pijat refleksi kaki

Di dalam tubuh manusia terdapat banyak organ yang memerlukan darah

agar dapat berfungsi dengan normal. Tubuh manusia memerlukan gizi (oksigen,

antibiotic, hormone, sari-sari makanan dan lain-lain) dan gizi tersebut ada di

dalam darah, selain itu darah juga berfungsi sebagai alat pengangkut kotoran-

kotoran yang ada di dalam tubuh. Dari hal tersebut dapat disimpulkan semakin

lancar aliran darah seseorang maka semakin sehat pula kondisi tubuh orang

tersebut.
34

Pemijatan titik reflleksi salah satunya refleksi di kaki dapat membantu

memperlancar aliran darah tersebut. Titik-titik refleksi di kaki adalah sebagai

berikut:

Gambar 2.1 Titik Pijat Refleksi di Telapak Kaki Kanan


(Atmojo, 2007)
35

Gambar 2.2 Titik Pijat Refleksi di Telapak Kaki Kiri (Atmojo,


2007)

3. Tujuan dan Manfaat refleksi pijat kaki

Terapi pijat refleksi sangat berguna untuk memperbaiki kondisi kesehatan

seseorang dan cocok untuk segala usia, misalnya seseorang yang sedang

mengalami masalah pada area punggung dan leher, masalah pencernaan dan

reproduksi, masalah keseimbangan hormone ataupun fertilitas, juga kondisi dada

atau paru-paru yang sedang bermasalah bisa diatasi dengan melakukan pemijatan

pada titik –titik tertentu (Widyaningrum, 2013)


36

Tujuan dan manfaat dari ilmu pijat pengobatan refleksi sebagai berikut

(Hendro dan Yustri,2015):

a. Meningkatkan daya tahan dan kekuatan tubuh (promotif)

b. Mencegah penyakittertentu (preventif)

c. Mengatasi keluhan dan pengobatan terhadap penyakit tertentu (kuratif)

d. Memulihkan kondisi kesehatan (rehabilitatif).

4. Prosedur pelaksanaan Pijat

Melaksanakan terapi pijat refleksi ini sangat mudah sekali dilakukan.

Ketika kita melakukan penekanan kaki dapat memberikan rangsangan bioelektrik

pada organ tubuh yang berhubungan dengan titik syaraf telapak kaki. Meski

penekanan ini dilakukan tanpa menggunakan teknik pijat refleksi seperti ketika

kaki menginjak kerikil tanpa alas kaki (Widyaningrum, 2013).

Selanjutnya rangsangan bioelektrik itu kemudian memeperlancar aliran

darah sehingga tubuh menjadi segar dan sirkulasi penyaluran nutrisi dan oksigen

ke sel-sel tubuh menjadi lancer tanpa ada hambatan sedikitpun. Selain ketetapa

pemijitan pada titik-titik syaraf, waktu pemberian terapi juga harus diperhatikan

yaitu sekitar 30 menit, dengan frekuensi 3-6 hari sekali untuk mencegah penyakit

dan 2-3 hari sekali untuk mengatasi gangguan penyakit. Kondisi tapak kaki

pasienpun tidak dalam keadaan luka (Widyaningrum, 2013).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemijatan adalah : (Atmojo, 2017)

a. Sebaiknya pada penderita tulang dipijat dengan keras agar cepat sembuh
37

b. Selama waktu pemijatan kadang-kadang bisa timbul kehitam-hitaman di tubuh

atau menjadi lebih sakit. Hal ini merupakan gejala baik terutama bagi

penderita reumatik dan infeksi

c. Bagi penderita penyakit seperti diabetes, jantung, lever dan kanker, cara

memijatnya jangan terlalu keras. Setiap daeraf refleksi dipijat sekitar 2-5

menit

d. Dalam waktu 1 jam setelah makan jangan memijat

e. Selama memijat hentikan dulu obat-obatan dari apotek, karena obat-obatan

tersebut akan menghambat kesembuhan. Kecuali penderita diabetes dan

jantung, obat-obatan tetap diperlukan

f. Meminum 2-3 gelas air putih (sedikitnya 500 cc) selesai dipijat, supaya

kotoran dalam tubuh mudah terbuang dan bagi penderita ginjal berat jangan

minum air lebih dari 150 cc.

g. Selesai memijat segeralah mencuci tangan. Hal ini dilakukan untuk menjaga

kebersihan diri sendiri

h. Jika yang memijat badannya kurang sehat, maka jangan memijat dulu karena

memijat itu memerlukan banyak energi

i. Memijat daerah refleksi kelenjer jangan terlalu keras, supaya tidak

menimbulkan reaksi yang lainnya

j. Untuk penyakit-penyakit yang gawat dan parah sebaiknya pemijatan

dilakukan oleh professional atau paling tidak dalam pengawasan ahli


38

Pijat refleksi selain untuk kesehatan fisik, juga dapat meredakan gejala

gangguan mental, yang salah satunya gangguan kecemasan. Teknik refleksi yang

digunakan untuk mengurangi kecemasan adalah sebagai berikut : (Putri, 2020)

a. Tekuk jari-jari kaki. Setelah ditekuk, akan terlihat cekungan di bawah bantalan

kaki.

b. Tekan area tersebut menggunakan jempol dan letakkan jari-jari lainnya di

punggung kaki.

c. Pijat area tersebut dengan gerakan memutar.

Gambar 2.1. Contoh Cara Pemijatan Kaki dan Tangan (Atmojo, 2007)
39

PENERAPAN PIJAT REFLAKSI DI RUMAH SAKIT

Penerapan pijat refleksi kaki ini di rumah sakit tentunya harus melalui

persetujuan dari atasan dan pihak yang berkopeten di bidang masing masing

karena ini menyangkut legalitas tindakan. Untuk mewujudkan hal ini tentunya

harus melewati prosedur dan tahap yahap yang telah ditentukan masing

masing rumah sakit. Penulis sangat berharap program pijat refleksi kaki ini

bisa berjalan di ruangan bangsal Jantung dan CVCU. Selama ini baru trebatas

pada penelitian penelitian yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa

keperawatan dengan hasil cukup bermakna mengatasi kecemasan pasien

tersebut.

Pijat refleksi ini menurut penulis sangat mudah untuk diajarkan pada pasien

dan juga keluarga pasien sehingga akan memberikan efek yang baik kepada

pasien dan juga layanan rumah sakit. Jadi tak ada salahnya program bisa

terwujud di rumah sakit kita RSUP DR M Djamil Padang. Semoga….


DAFTAR PUSTAKA

Aalto, A. M., et al., 2006. Sociodemographic, disease status, and illness


perceptions predictors of global self-ratings of health andquality of life
among those with coronary heart disease: One yearfollow-up study.
Quality of Life Research, 15(8), pp. 1307–22. doi:10.1007/s11136-006-
0010-3

Abbaszadeh Y, Allahbakhshian A, Seyyedrasooli A, et al. Effects of foot


reflexology on anxiety and physiological parameters in patients
undergoing coronary artery bypass graft surgery: a clinical trial.
Complement Ther Clin Pract . 2018; 31:220–228.

AHA.Pengertian jantung koroner: konsep penyakit jantung koroner. 2012;

Akarsu K, Koç A, Ertug N. The effect of nature sounds and earplugs on anxiety in
patients following percutaneous coronary intervention: a randomized
controlled trial. Eur J Cardiovasc Nurs. 2019;18(8):651–657.

Barakate, M., Hemli, J., Hughes, C., Bannon, P., & Horton, M. (2003). Coronary
artery bypass grafting (CABG) after initially successful percutaneous
transluminal coronary angioplasty (PTCA): A review of 17 years
experience. European journal of cardio-thoracic surgery, 23, 179-186.
http://dx.doi.org/10.1016/S1010-7940(02)00764-9

Barakate, M., Hemli, J., Hughes, C., Bannon, P., & Horton, M. (2003). Coronary
artery bypass grafting (CABG) after initially successful percutaneous
transluminal coronary angioplasty (PTCA): A review of 17 years
experience. European journal of cardio-thoracic surgery, 23, 179-186.
http://dx.doi.org/10.1016/S1010-7940(02)00764-9

Baumeister, H., et al., 2015. Inpatient and outpatient costs in patients with
coronary artery disease and mental disorders: A systematic review.
BioPsychoSocial Medicine, 9(1). doi: 10.1186/ s13030-015-0039-z

Chandrababu R, Rathinasamy EL, Suresh C, et al. Effectiveness of reflexology on


anxiety of patients undergoing cardiovascular interventional
procedures: a systematic review and meta-analysis of randomized
controlled trials. J Adv Nurs. 2019;75(1):43–53.

Chaudhury, S., & Srivastava, K., 2013. Relation of depression, anxiety, and
quality of life with outcome after percutaneous transluminal coronary
angioplasty. The Scientific World Journal, 2013, pp.465979. doi:
10.1155/2013/465979
30
31

Setyani, Rani, 2009. Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit
Jantung Koroner Pada Usia Produktif (< 55 tahun) [Versi elektronik].
Airlangga University Digital Library

Sharif, F., et al., 2014. The effects of discharge plan on stress, anxiety and
depression in patients undergoing percutaneous ransluminal coronary
angioplasty: A randomized controlled trial. tional Journal of
Community Based Nursing and Midwifery 60. PMCID: PMC4201194

Sharif, F., et al., 2014. The effects of discharge plan on stress, anxiety and
depression in patients undergoing percutaneous transluminal coronary
angioplasty: A randomized controlled trial. International Journal of
Community Based Nursing and Midwifery, 2(2), pp. 60. PMCID:
PMC4201194

Shibeshi WA, Young-Xu Y, Blatt CM. Anxiety worsens prognosis in patients


with coronary artery disease. J Am Coll Cardiol 2007;49(20):2021-
2027.

Spalding TW, Jeffers LS, Porges SW, Hatfield BD. Vagal and cardiac reactivity
to psychological stressors in trained and untrained men. Med Sci Sports
Exerc 2000;32(3):581-591.

Stuart, G.W., 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa 5th ed., Jakarta: EGC
Tang, S.K. & Tse, M.Y.M., 2014. Aromatherapy : Does It Help to Relieve Pain ,
Depression , Anxiety , and Stress in Community-Dwelling Older
Persons ? BioMed Research Internationa, 2014, pp.1–12.

Vandgik, D., Nierich, A. P., Eefting, F. D., Buskens, E., Nathod, H. M., Jansen, E.
W., ... De medina, E. O. R. (2000). The Octopus Study: rationale and
design of two randomized trials on medical effectiveness, safety, and
cost-effectiveness of bypass surgery on the beating heart. Controlled
clinical trials, 21, 595-609. http://dx.doi.org/10.1016/S0197-
2456(00)00103-3

Varcarolis, E., Carson, V. & Shoemaker, N., 2010. Foundation of Psychiatric


Nursing Mental Health Nursing, Philadelphia: WB. Saunders Company.

Vardanjani MM, Alavi NM, Razavi NS, Aghajani M, Esmail AF, et al. (2013)
Randomized-controlled trial examining the effects of reflexology on
32

Anda mungkin juga menyukai