Anda di halaman 1dari 17

B.

Konsep Penyakit
a. Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks

vermiformis dan merupakan penyebab terjadinya abdomen akut

yang paling sering terjadi (Wijaya dan Putri, 2013).

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu

atau umbai cacing yang mengakibatkan peradangan akut

sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah

komplikasi yang umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat, 2011)

Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

apendisitis adalah peradangan akibat infeksi yang terjadi pada

apendiks vermiformis atau umbai cacing yang memerlukan

tindakan bedah segerauntuk mencegan terjadinya komplikasi.

Apendiktomi adalah pembedahan atau operasi pengangkatan

apendiks (Haryono, 2012).

Apendiktomi adalah pengobatan melalui prosedur tindakan

operasi hanya untuk penyakit apendisitis atau

penyingkiran/pengangkatan usus buntu yang terinfeksi yang

dilakukan sesegera mungkin untukmenurunkan risiko perforasi

lebih lanjut seperti peritonitis atau abses

(Arif Mutaqin & Kumala Sari, 2011).


Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

appendiktomi adalahsuatu tindakan pembedahan untuk

mengangkat apendiks atau usus buntu yang terinfeksi, dan harus

segera dilakukan tindakan operasi untuk menurunkan risiko

perforasi apendiks.
b. Etiologi

Etiologi dilakukannya tindakan pembedahan apendiktomi

pada penderita apendisitis akut dikarenakan apendik mengalami

peradangan. Apendiks yang meradang dapat menyebabkan

infeksi dan perforasi apabila tidak dilakukan tindakan

pembedahan. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya.

Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan

sebagai faktor pencetus. Disamping hiperplasia jaringan limfe,

fekalit, tumor apendiks, dan cacing askariasis dapat pula

menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat

menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat

parasit seperti E.histolytica (Sjamsuhidayat, 2011).

Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya radang

apendiks menurutHaryono (2012) diantaranya:

a. Faktor sumbatan

Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting

terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar

60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan

lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena

benda asing, dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan

oleh parasit dan cacing.

b. Faktor bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis

primer pada apendisitis akut. Adanya fekolit dalam lumen

apendiks yang telah terinfeksi dapat memperburuk dan

memperberat infeksi, karena terjadipeningkatan stagnasi

feses dalam lumen apendiks, pada kultur yang banyak

ditemukan adalah kombinasi antara bacteriodes fragilis dan


E.coli, Splanchius, lacto-bacilus, pseudomonas, bacteriodes

splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi

adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob lebih dari 10%.

c. Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi

yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang,

vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi

apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan

makan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat

dapat memudahkan terjadinya fekolit dan menyebabkan

obstruksi lumen.

d. Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola

makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya

mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang pola

makannya banyak serat. Namun saat sekarang kejadiannya

terbalik. Bangsa kulit putih telah mengubah pola makan

mereka ke pola makan tinggi serat. Justru negara

berkembang yang dulunya mengonsumsi tinggiserat kini

beralih ke pola makan rendah serat, kini memiliki risiko

apendisitisyang lebih tinggi.

Indikasi pada apendiktomi (Haryono, 2012):

1. Apendiktomi terbuka

a. Apendisitis akut

b. Periapendikuler infiltrate

c. Apendisitis perforate

2. Apendiktomi Laparoskopi

a. Apendisitis akut
b. Apendisitis kronik

c. Manifestasi Klinis

Klien yang dilakukan tindakan apendiktomi akan muncul

berbagaimanisfestasi klinis antara lain (Wijaya & Yessie Mariza

Putri, 2015) :

a. Mual dan muntah

b. Perubahan tanda-tanda vital

c. Nafsu makan menurun

d. Nyeri tekan pada luka operasi

e. Gangguan integritas kulit

f. Kelelahan dan keterbatan dalam melakukan aktivitas perawatan


diri

g. Demam tidak terlalu tinggi

h. Biasanya terdapat konstipasi dan terkadang mengalami diare

d. Patofisiologi

Apendisitis terjadi karena penyumbatan lumen appendiks

oleh invasi & multiplikasi bakteri, hyperplasia folikel limfoid,

fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan

sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan

peradangan pada jaringan apendiks yang memicu terjadinya

kerusakan terhadap kontrol suhu akibat adanya inflamasi yang

menimbulkan febris atau pasien akan mengalami hipertermia,

dari sekresi mukus yang berlebih pada lumen apendiks tadi

menyebabkan apendiks menjadi terenggang sehingga tekanan

intraluminal lebih dari tekanan vena dan akan terjadi spasme pada

dinding apendiks, akibatnya terjadi hipoksia pada jaringan

apendiks yang dapat menyebabkan ulserasi serta perforasi

sehingga muncul masalah keperawatan disfungsi motilitas


gastrointestinal.

Pada apendisitis kemudian dilakukan tindakan apendiktomi

atau pembedahan untuk menurunkan terjadinya risiko perforasi

lebih lanjut seperti peritonitis atau abses serta menghilangkan

obstruksi, ketikadilakukannya tindakan apendiktomi pasien akan

mengalami kecemasan atau ansietas selain itu tindakan

apendiktomi atau pembedahan juga dapat menyebabkan

terjadinya luka insisi yang dapat menyebabkan pintu masuknya

kuman penyebab timbulnya masalah keperawatan resiko infeksi.

Luka insisi menimbulkan terjadinya kerusakan pada jaringan,

kondisi ini karena ujung saraf terputus, sehingga terjadi gangguan

integritas kulit atau jaringan. Terjadilah pelepasan

prostagladin yang menghantarkan stimulasi pada spinal cord

sampai pada cortex serebri yang menyebabkan rasa nyeri

dipersepsikan atau menibulkan terjadinya nyeri akut.

Dilakukannya tindakan anestesi menyebabkan peristaltikusus

menjadi berkurang terjadilah distensi pada abdomen dan pasien

akan mengalami gangguan rasa nyaman, disamping itu

mengalami anoreksia sehingga menyebabkan kondisi mual dan

muntah hal ini memunculkan masalah keperawatan risiko

hipovolemia dan defisit nutrisi. Selain itu tindakan anestesi juga

dapat memicu terjadinya depresi pada sistem respirasi, reflek

batuk menjadi berkurangsehingga terjadi akumulasi sekret yang

menimbulkan masalah keperawatan bersihan jalan napas tiak

efektif (Mansjoer, 2013).

.
e. Pathways
f. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

a. Medis

1. Pembedahan (konvensional atau laparoskopi)

diindikasikan apabila diagnosis apendisitis telah

ditegakkan dan harus segera dilakukan untuk mengurangi

perforasi.

2. Berikan antibiotik dan cairan IV sampai pembedahan


dilakukan.

3. Agens analgesik dapat diberikan setelah diagnosis


ditegakkan.

b. Keperawatan

1. Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri,

mencegah defisit volume cairan, menurunkan ansietas,

mengatasi infeksi yang disebabkan oleh gangguan

potensial atau aktual pada saluran gastrointestinal,

mempertahankan integritas kulit, danmencapai nutrisi

yang optimal.

2. Setelah operasi, posisikan pasien Fowler-tinggi, berikan

analgesik narkotik sesuai program, berikan cairan oral

apabila dapat ditoleransi, beikan makanan yang disukai

pasien pada haripembedahan, (jika dapat ditoleransi).

3. Jika drain terpasang pada area insisi, pantau secara ketat

adanya tanda - tanda obstruksi usus halus, hemoragi

sekunder, atau abses sekunder (mis, demam, takikardi,

dan peningkatan jumlahleukosit).

(Brunner & Suddarth, 2015)


g. Fokus Pengkajian

1. Pengkajian keperawatan

Pengkajian pada penderita post appendiktomi (Haryono,

2012)adalah:

a) Jalan napas dan pernapasan

Agen anestesi tertentu menyebabkan depresi

pernapasan. Waspadai pernapasan dangkal, lambat, dan

batuk lemah. Kaji patensi jalan napas, irama, kedalaman

ventilasi, simetri gerakan dinding dada, suara napas, dan

warna mukosa.

b) Sirkulasi

Penderita berisiko mengalami komplikasi

kardiovaskular yang disebabkan oleh hilangnya darah

aktual atau potensial dari tempat pembedahan, efek

samping anestesi, ketidakseimbangan elektrolit, dan

depresi mekanisme yang mengatur sirkulasi normal.

Masalah umum awal sirkulasi adalah perdarahan.

Kehilangan darah dapat terjadi secara eksternal melalui

saluran atau sayatan internal. Kedua tipe ini menghasilkan

perdarahan dan penurunan tekanan darah, jantung, dan laju

pernapasan meningkat, nadi terdengar lemah, kulit dingin,

lembab, pucat, dangelisah.

c) Kontrol Suhu

d) Keseimbangan cairan dan elektrolit


Kaji status hidrasi dan pantau fungsi jatung dan saraf

untuk tanda-tanda perubahan elektrolit. Monitor dan

bandingkan nilai- nilai laboratorium dengan nilai-nilai

dasar dari penderita. Catatan yangakurat dari asupan dan

keluaran dapat menilai fungsi ginjal dan peredaran darah.

Ukur semua sumber keluaran, termasuk urine, keluaran

dari pembedahan, drainase luka dan perhatikan setiap

keluaran yang tidak terlihat dari diaforesis.

e) Integritas kulit dan kondisi luka

Perhatikan jumlah, warna, bau dan konsistensi

drainase diperban. Pada penggantian perban pertama

kalinya perlu dikaji area insisi, jika tepi luka berdekatan

dan untuk perdarahan atau drainase.

f) Fungsi perkemihan

Anestesi epidural atau spinal sering mencegah

penderita dari sensasi kandung kemih yang penuh. Raba

perut bagian bawah tepat di atas simfisis pubis untuk

mengkaji distensi kandung kemih. Jika penderita

terpasang kateter urin, harus ada aliran urine terus menerus

sebanyak 30-50 ml/jam pada orang dewasa.

g) Fungsi gastroinestinal

Inspeksi abdomen untuk memeriksa perut kembung

akibat akumulasi gas. Kaji kembalinya peristaltik setiap 4

sampai 8 jam. Auskultasi perut secara rutin untuk

mendeteksi suara usus


kembali normal, 5-30 bunyi keras per menit pada masing-

masingkuadran menunjukkan gerak peristaltik yang telah

kembali.

h) Kenyamanan

Penderita merasakan nyeri sebelum mendapatkan

kembalikesadaran penuh. Kaji nyeri penderita dengan

skala nyeri.

h. Fokus Intervensi
INTERVENSI
NO Diagnosa
SLKI SIKI
1 D.0019. Defisit Nutrisi Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)
Definisi Definisi Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk Keadekuatan asupan Mengidentifikasi dan mengelola
memenuhi kebutuhan metabolisme nutrisi untuk memenuhi asupan nutrisi yang seimbang
Penyebab kebutuhan metabolisme Tindakan
a. Ketidakmampuan menelan Ekspektasi :Membaik Observasi
Kriteria Hasil a. Identifikasi status nutrisi
makanan
a. Porsi makanan
b. Identifikasi alergi dan
b. Ketidakmampuan mencerna
yang dihabiskan
intoleransi makanan
makanan
b. Kekuatan otot
c. Identifikasi makanan yang
c. Ketidakmampuan
mengunyah
disukai
mengabsorpsi nutrien
c. Kekuatan otot
d. Identifikasi kebutuhan
d. Peningkatan kebutuhan
menelan
kalori dan jenis nutrien
metabolisme
d. Serum Albumin
e. Identifikasi perlunya
e. Faktor ekonomi (mis.
e. Verbalisasi
penggunaan selang
finansial tidak mencukupi)
keinginan untuk
nasogastrik
f. Faktor psikologis (mis.
meningkatkan
f. Monitor asupan makanan
stress, keengganan untuk
nutrisi
g. Monitor berat badan
makan)
f. Pengetahuan
h. Monitor hasil
Gejala & Tanda Mayor:
tentang pilihan
Subjektif pemeriksaan laboratorium
(tidak tersedia) makanan yang
Terapeutik
Objektif
sehat a. Lakukan oral hygienis
a. Berat badan menurun
g. Pengetahuan sebelum makan, jika perlu
minimal 10% dibawah
tentang pilihan b. Fasilitasi menentukan
rentang ideal
minuman yang pedoman diet (mis.
Gejala & Tanda Minor:
Subjektif sehat piramida makanan)
a. Cepat kenyang setelah
makan
b. Kram/nyeri abdomen h. Pengetahuan c. Sajikan makanan secara
c. Nafsu makan menurun tentang standar menarik dan suhu yang
Objektif asupan nutrisi sesuai
a. Bising usus hiperaktif
yang tepat d. Berikan makanan tinggi
b. Otot pengunyah lemah
i. Penyiapan dan serat untuk mencegah
c. Otot menelan lemah
penyimpanan konstipasi
d. Membran mukosa pucat
makanan yang e. Berikan makanan tinggi
e. Sariawan
aman kalori dan tinggi protein
f. Serum albumin turun
j. Penyiapan dan f. Berikan suplemen
g. Rambut rontok berlebihan
penyimpana makanan, jika perlu
h. Diare
minuman yang g. Hentikan pemberian
Kondisi Klinis Terkait
aman makanan melalui selang
a. Stroke
k. Sikap terhadap nasogastrik jika asupan
b. Parkinson
makanan/ oral dapat ditoleransi
c. Mobius syndrome
minuman sesuai Edukasi
d. Cerebral palsy
a. Anjurkan posisi duduk,
dengan tujuan
e. Cleft lip
jika mampu
kesehatan
f. Cleft palate
b. Ajarkan diet yang
Skor : Menurun 1,
g. Amyotropic lateral sclerosis
Cukup Menurun 2, diprogramkan
h. Kerusakan neuromuscular Sedang 3, Cukup
Kolaborasi
Meningkat 4,
i. Luka bakar a. Kolaborasi pemberian
Meningkat 5
j. Kanker l. Perasaan cepat medikasi sebelum makan
k. Infeksi kenyang (mis. pereda nyeri,
l. AIDS m. Nyeri abdomen antlemetik), jika perlu
m. Penyakit Crohn’s n. Sariawan b. Kolaborasi dengan ahli
n. Enterokolitis o. Rambut rontok gizi untuk menentukan
o. Fibrosis kistik p. Diare jumlah kalori dan jenis
q. Berat badan nutrien yang dibutuhkan,
r. Indeks masa tubuh jika perlu
(IMT)
s. Frekuensi makan
t. Nafsu makan
u. Bising usus
v. Tebal lipatan kulit
trisep
w. Membran Mukosa
Skor : Meningkat 1, Cukup
Meningkat 2, Sedang 3,
Cukup Menurun 4,
Menurun 5
2 D.0077. Nyeri Akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Definisi Definisi Definisi
Pengalaman sensorik atau Pengalaman sensorik atau Mengidentifikasi dan mengelola
emosional yang berkaitan dengan emosional yang berkaitan pengalaman sensorik atau
kerusakan jaringan aktual atau dengan kerusakan jaringan emosional yang berkaitan
fungsional, dengan onset mendadak aktual atau fungsional dengan kerusakan jaringan atau
atau lambat dan berintensitas ringan
dengan onset mendadak fungsional dengan onset
hingga berat yang berlangsung atau lambat dan mendadak atau lambat dan
kurang dari 3 bulan berintensitas ringan berintensitas ringan hingga berat
Penyebab hingga berat dan konstan dan konstan
a. Agen pencedera fisiologis Ekspektasi : Menurun Tindaka
Kriteria Hasil Observasi
(mis. inflamasi, iskemia,
a. Kemampuan a. Identifikasi lokasi,
neoplasma)
menuntaskan karakteristik, durasi,
b. Agen pencedera kimiawi
aktivitas (........) frekuensi, kualitas,
(mis. terbakar, bahan kimia
Skor : Menurun 1, Cukup intensitas nyeri
iritan) Menurun 2, Sedang 3,
b. Identifikasi skala nyeri
Cukup Meningkat 4,
c. Agen pencedera fisik (mis.
Meningkat 5 c. Identifikasi respon nyeri
abses, amputasi, terbakar, b. Keluhan nyeri
non verbal
terpotong mengangkat c. Meringis
d. Identifikasi faktor yang
berat, prosedur operasi, d. Sikap protektif
memperberat dan
trauma, latihan fisik e. Gelisah
memperingan nyeri
berlebihan) f. Kesulitan tidur
e. Identifikasi pengetahuan
Gejala & Tanda Mayor: g. Menarik diri
dan keyakinan tentang
Subjektif
h. Berfokus pada diri
a. Mengeluh nyeri nyeri
sendiri
Objektif f. Identifikasi pengaruh
a. Tampak meringis i. Diaforesis
budaya terhadap respon
b. Bersikap protektif (mis. j. Perasaan depresi
nyeri
waspada, posisi (tertekan)
g. Identifikasi pengaruh
menghindari nyeri) k. Perasaan takut
nyeri pada kualitas hidup
c. Gelisah mengalami cedera
h. Monitor keberhasilan
d. Frekuensi nadi meningkat berulang
terapi komplementer yang
e. Sulit tidur l. Anoreksia
sudah diberikan
Gejala & Tanda Minor: m. Perineum terasa
i. Monitor efek samping
Subjektif
tertekan
(tidak tersedia) penggunaan analgetik
Objektif n. Uterus teraba
Terapeutik
a. Tekanan darah meningkat
membulat a. Berikan teknik
b. Pola napas berubah
o. Ketegangan otot nonfarmakologis untuk
c. Nafsu makan berubah
p. Pupil dilatasi mengurangi rasa nyeri
d. Proses berfikir terganggu
q. Muntah (mis. TENS, hipnosis,
e. Menarik diri
r. Mual akupresure, terapi musik,
f. Berfokus pada diri sendiri
Skor : Meningkat 1, Cukup biofeedback, terapi pijat,
g. Diaforesis Meningkat 2, Sedang 3,
aromaterapi, teknik
Cukup Menurun 4,
Kondisi Klinis Terkait
Menurun 5 imajinasi terbimbing,
a. Kondisi pembedahan
s. Frekuensi nadi
kompres hangat atau
b. Cedera traumatis
t. Pola napas
dingin, terapi bermain)
c. Infeksi
d. Sindrom koroner akut u. Tekanan darah b. Kontrol lingkungan yang
e. Glaukoma v. Proses berpikir memperberat rasa nyeri
w. Fokus (mis. suhu ruangan,
x. Fungsi berkemih pencahayaan, kebisingan)
y. Perilaku c. Fasilitasi istirahat dan
z. Nafsu makan tidur
aa. Pola fikir d. Pertimbangkan jenis dan
Skor : Memburuk 1, sumber nyeri dalam
Cukup Memburuk 2,
pemilihan strategi
Sedang 3, Cukup Membaik
4, Membaik 5 meredakan nyeri

Edukasi
a. Jelaskan penyebab
periode dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3 D.0129. Gangguan Integritas kulit/ Integritas Kulit dan Perawatan Integritas Kulit
Jaringan Jaringan (L.14125) (I.11353)
Definisi Definisi Definisi
Kerusakan kulit (dermis dan/ atau Keutuhan kulit (dermis Mengidentifikasi dan merawat
epidermis) atau jaringan (membran dan/ atau epidermis) atau kulit untuk menjaga keutuhan,
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon,
jaringan (membran kelembaban dan mencegah
tulang, kartilago, kapsul sendi dan/
mukosa, kornea, fasia, perkembangan mikroorganisme
atau ligamen) otot, tendon, tulang, Tindakan
Penyebab kartilago, kapsul sendi Observasi
a. Perubahan sirkulasi dan/ atau ligament) a. Identifikasi penyebab
Ekspektasin : Meningkat
b. Perubahan status nutrisi gangguan integritas kulit
Kriteria Hasil
(kelebihan atau kekurangan) a. Elastisitas (mis. perubahan sirkulasi,
c. Kekurangan/ kelebihan b. Hidrasi perubahan status nutrisi,
volume cairan c. Perfusi jaringan penurunan kelembaban,
d. Penurunan mobilitas Skor : Menurun 1, Cukup suhu lingkungan ekstrem,
Menurun 2, Sedang 3,
e. Bahan kimia iritatif penggunaan mobilitas)
Cukup Meningkat 4,
Meningkat 5
Terapeutik
f. Suhu lingkungan yang d. Kerusakan a. Ubah posisi tiap 2 jam jika
ekstrem jaringan tirah baring
g. Faktor mekanis (mis. e. Kerusakan lapisan b. Lakukan pemijatan pada
penekanan pada tonjolan kulit area penonjolan tulang,
tulang, gesekan) atau faktor f. Nyeri jika perlu
elektris (elektrodiatermi, g. Perdarahan c. Bersihkan perineal dengan
energi listrik bertegangan h. Kemerahan air hangat, terutama
tinggi) i. Hematoma selama periode diare
h. Efek samping terapi radiasi j. Pigmentasi d. Gunakan produk berbahan
i. Kelembaban abnormal petrolium atau minyak
j. Proses penuaan k. Jaringan parut pada kulit kering
k. Neuropati perifer l. Nekrosis e. Gunakan produk berbahan
l. Perubahan pigmentasi m. Abrasi kornea ringan/alami dan
m. Perubahan hormonal Skor : Meningkat 1, Cukup hipoalergik pada kulit
Meningkat 2, Sedang 3,
n. Kurang terpapar informasi sensitif
Cukup Menurun 4,
tentang upaya Menurun 5 f. Hindari produk berbahan
n. Suhu kulit
mempertahankan/ dasar alkohol pada kulit
o. Sensasi
melindungi integritas kering
p. Tekstur
jaringan Edukasi
q. Pertumbuhan a. Anjurkan menggunakan
Gejala & Tanda Mayor:
Subjektif rambut pelembab (mis. lotion,
(tidak tersedia)
Skor : Memburuk 1, serum)
Objektif
Cukup Memburuk 2,
Kerusakan jaringan dan/ atau b. Anjurkan minum air yang
Sedang 3, Cukup
lapisan kulit
Membaik 4, Membaik cukup
Gejala & Tanda Minor:
5
Subjektif c. Anjurkan meningkatkan
(tidak tersedia)
asupan nutrisi
Objektif
a. Nyeri d. Anjurkan meningkatkan
b. Perdarahan asupan buah dan sayur
c. Kemerahan e. Anjurkan menghindari
d. Hematoma terpapar suhu ekstrem
Kondisi Klinis Terkait f. Anjurkan menggunakan
a. Imobilisasi
tabir surya SPF minimal
b. Gagal jantung kongestif
30 saat berada di luar
c. Gagal ginjai
rumah
d. Diabetes melitus
g. Anjurkan mandi dan
e. Imunodefisiensi (mis.
menggunakan sabun
AIDS)
secukupnya
4 Hipovolemia Keseimbangan Cairan Manajemen Hipovolemia
(L.03020) (I.03114)
Definisi Definisi
Ekuilibrium antara volume Mengidentifikasi dan mengelola
cairan di ruang intraseluler kelebihan volume cairan
dan ekstraseluler tubuh intravaskuler dan ekstraseluler
Ekspektasi : Meningkat serta mencegah terjadinya
Kriteria Hasil komplikasi
a. Asupan cairan Tindakan
Observasi
b. Haluaran urin
a. Periksa tanda dan gejala
c. Kelembaban
hipervolemia (mis.
membran mukosa
ortopnea, dispnea,
d. Asupan makanan
JVP/CVP meningkat,
Skor : Menurun 1, Cukup
refleks hepatojugular
Menurun 2, Sedang 3,
Cukup Meningkat 4, positif, suara napas
Meningkat 5
tambahan)
e. Edema
b. Identifikasi penyebab
f. Dehidrasi
hipervolemia
g. Asites
c. Monitor status
h. Konfusi
hemodinamik (mis.
Skor : Meningkat 1,
Cukup Meningkat 2, frekuensi jantung, tekanan
Sedang 3, Cukup
darah, MAP, CVP, PAP,
Menurun 4, Menurun
5 PCWP, CO,CI), Jika
i. Tekanan darah
tersedia
j. Denyut nadi radial
d. Monitor intake dan output
k. Tekanan arteri
cairan
rata-rata
e. Monitor tanda
l. Membran mukosa
hemokonsentrasi (mis.
m. Mata cekung
kadar natrium, BUN,
n. Turgor kulit
hematokrit, berat jenis
o. Berat badan
urin)
Skor : Memburuk 1,
f. Monitor tanda
Cukup Memburuk 2,
Sedang 3, Cukup Membaik peningkatan tekanan
4, Membaik 5
onkotik plasma (mis.
kadar protein dan albumin
meningkat)
g. Monitor kecepatan infus
secara ketat
h. Monitor efek samping
diuretik (mis. hipotensi
ortostatik, hipovolemia,
hipokalemia,
hiponatremia)
Terapeutik
a. Timbang berat badan
setiap hari pada waktu
yang bersamaan
b. Batasi asupan cairan dan
garam
c. Tinggikan kepala tempat
tidur 30-40 derajat
Edukasi
a. Anjurkan melapor jika
haluaran urine < 0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
b. Anjurkan melapor jika BB
bertambah > 1 kg dalam
sehari
c. Ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
d. Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
diuretik
b. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretik
Kolaborasi pemberian
continuous renal replacement
therapy (CRRT), Jika perlu
Daftar Pustaka

Haryono,Rudi, 2012. Keperawatan medikal bedah sistem


pencernaan. Yogyakarta : Goysen Publising.

Sjamsuhidayat, R. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M & Ahern, Nancy R. (2013). Buku Saku


Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.

Wijaya & Yessie Mariza Putri, 2015.Kmb 2 Keperawatan Medikal


Bedah. Yogyakarta. NuhaMedika

Mansjoer, A. (2013). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Edisi III.


Jakarta: Media Aesculapis Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah


2,Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta :
Nuha Medika

Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal


: Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba
medika.

Kushariyadi, Setyoadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan Pada


KlienPsikogeriatrik. Penerbit: Salemba Medika. Jakarta.

(Amalina A. (2018). Hubungan Leukosit Pre Operasi Dengan


Kejadian Komplikasi Pasca Operasi Apendiktomi Pada Pasien
Apendisitis Perforasi Di RSUP DR. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 7(4): 491-497.)

Rahmawati, Luthifina. (2018). Penerapan teknik relaksasi nafas


dalam pada pasien post operasi apendiktomi dengan gangguan
pemenuhankebutuhan rasa aman

Anda mungkin juga menyukai