Anda di halaman 1dari 33

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OTITIS

DOSEN PENGAMPU :
M. Luthfi Adillah,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.MB

DISUSUN OLEH :

Cindy Oktaviana Putri (22048)


Refita Alin Melina ( 22078)
Sonya Awitan (22080)

D3 KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN PELNI
2024/2025

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang atas izin dan
kuasaNya makalah dengan judul "Diabetes Insipidus" dapat diselesaikan.
Penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II. Penyusunan makalah terlaksana dengan baik.
Kesalahan bukan untuk dibiarkan tetapi kesalahan untuk diperbaiki.
Walaupun demikian, dalam makalah ini kami menyadari masih belum sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan tugas
makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi kami dan dapat dijadikan
acuan bagi pembaca terutama bagi ilmu keperawatan.

Jakarta, 18 Maret 2024

Kelompok 8
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan Masalah......................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
TINJAUAN TEORI...........................................................................................................5
A. Definisi...................................................................................................................5
B. Etiologi...................................................................................................................5
C. Patofisiologi...........................................................................................................7
D. Pathway..................................................................................................................8
E. Penatalaksanaan Medis..........................................................................................9
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OTOTITIS.............................11
A. Pengkajian............................................................................................................11
B. Diagnosa Keperawatan............................................................................................16
C. Intervensi Keperawatan...........................................................................................17
D. Implementasi Keperawatan..................................................................................22
E. Evaluasi Keperawatan..........................................................................................22
BAB III............................................................................................................................24
TINJAUAN KASUS........................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbangan anatominya). Indera Pendengaran berperan
penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari,
sangat penting untuk perkembangan normal dengan orang lain melalui bicara
tergantung pada kemampuan mendengar.
Otitis adalah radang telinga yang ditandai dengan nyeri, demam,hilangnya
pendengaran, tinitus dan vertigo. Otitis berarti peradangan dari telinga, dan
media berarti tengah. Otitis media (OM) ialah peradangan sebagian atau
seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid (FKUI : 2018)
Otitis media akut dapat disebabkan oleh virus seperti respiratory syncytial
virus, virus influenza, adenovirus, dan rhinovirus. Selain itu, OMA juga dapat
disebabkan oleh bakteri Streptococcus seperti pneumoniae, Haemophilus
influenza, dan Moraxella catarrhalis (Sakulchit & Goldman, 2017). Bakteri
dapat diisolasi dari kultur cairan telinga tengah pada 50-90% kasus OMA dan
OME (Harmes et al)

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan ototitis?

C. Tujuan Masalah
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan ototitis
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Otitis media adalah infeksi pada telinga tengah yang menyebabkan


peradangan (kemerahan dan pembengkakan) dan penumpukan cairan
di belakang gendang telinga.Otitis media akut biasanya merupakan
komplikasi dari disfungsi tuba eustachian yang terjadi selama infeksi
saluran pernafasan atas virus.Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae, dan Moraxella catarrhalis adalah organisasi yang paling
umum diisolasi dari cairan telinga bagian tengah (Rudi haryono,2019).
Otitis media (OM) memiliki banyak variasi dalam manifestasinya. Otitis
media dapat terjadi sementara sebagai otitis media akut (OMA) dan OM
dengan efusi, atau bersifat persisten sebagai OMA berulang (rekuren)
dan otitis media supuratif kronis (OMSK). Tingkat kejadian global
diperkirakan sebanyak 11% untuk OMA dan 5% untuk OMSK. Insiden
yang tepat dari subtipe OM bervariasi antar populasi, tergantung pada
faktor sosial, demografi dan genetik (Homøe et al., 2017). Selama
proses inflamasi akut, OM dapat menyebabkan gangguan pendengaran
konduktif 1
Hal ini menyebabkan difusi toksin ke telinga bagian dalam dan
kebocoran cairan telinga bagian dalam, yang mengakibatkan hilangnya
fungsi koklea; bahkan hingga gangguan permanen. Hingga saat ini,
masih belum diketahui berapa banyak episode OM, dan berapa lama
penyakit menyebabkan yang menyebabkan gangguan pendengaran
telinga bagian dalam. (Elzinga et al., 2021)
B. Etiologi
a. Ototitis Media Akut
Otitis media akut Penyebab utama : bakteri Streptococcus pnemoniae,
Hemophylus bakteri Streptococcus pnemoniae, Hemophylus influenza,
dan Moraxella catarrhalis. Yang memasuki telinga tengah setelah tuba
eustasius mengalami disfungsi akibat obstruksi yang di sebabkan oleh
infeksi pernapasan ata,inflamasi jaringan sekitar (rinosinusitas,hipertrofi
adenoid)atau reaksi alergi.bakteri dapat memasuki tuba eustasius dari
sekresi yang terkontaminasi di dalam nasofaring dan telinga tengah
akibat perforasi membrane timpani.gangguan ini paling sering terjadi
pada anak-anak.karena tuba eustachii pada anak- anak relative luas,
lurus dan pendek sehingga radang hidungdan tenggorokan tenggorokan
lebih lekas mencapai telinga tengah 2
Factor lain: Perforasi membrane timpani bisa akibat trauma akibat
ledakan, pukulan, dan kesalahan dalam penggunaan pengorek kuping
sampaimenyebabkan luka dan pecahnya membrane timpani (gendang
telinga), sehingga bakteri mudah masuk ke dalam telinga tengah.

b. Otitis Media Supuratif Kronik

Disebabkan karena infeksi berulang otitis media akut yang menyebabkan


patologi jaringan permanen (ireversibel) dan perforasi persisten pada
membrane timpani.infeksi kronis pada telinga tengah menyebabkan
kerusakan membrane timpani yang dapat menghancurkan osikel,dan
dapat mengenai mastoid.

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan radang telinga tengah


dengan perforasi membran timpani permanen disertai keluarnya secret
encer atau kental atau nanah yang intermiten selama lebih dari 12 minggu.
Selain itu, ditemukan pula radang pada mukosa sel-sel mastoid. Radang
tersebut seringkali ireversibel (arcelena & Farid, 2014).
c. Otitis Media Serosa (Otitis Media dengan Efusi)
Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam
telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori,
cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang
disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada
agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media
dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari
otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi
pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi
tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada
pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam )
dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi
saluran napas atas yang terjadi.

C. Patofisiologi
Otitis media awalnya dimulai sebagai proses peradangan setelah infeksi
saluran pernafasan atas virus yang melibatkan mukosa hidung,
nasofaring, dan tuba eusthacia. Ruang anatomi yang sempit membuat
edema yang disebabkan oleh proses inflamasi menghalangi bagian
eustachia dan mengakibatkan penurunan ventilasi. Hal ini menyebabkan
kaskade kejadian seperti peningkatan tekanan negatif di telinga tengah
dan penumpukan sekresi mukosa yang meningkatkan kolonisasi
organisme bakteri dan virus di telinga tengah. Pertumbuhan mikroba di
telinga tengah ini kemudian membentuk nanah yang di tunjukan sebagai
tanda-tanda klinis Otitis Media Akut (OMA) 3
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ketelinga tengah lewat
saluran eustachius. Saat bakteri melalui eustachius mereka dapat
menyebabakan infeksi disaluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan
disekitar saluran , tersumbatnya saluran , dan datangnya sel-sel darah
putih untuk melawan bakteri. Sel-sel daah putih akan membunuh bakteri
dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah
nanah pada jaringan tengah.Selain itu pembengkakan jaringan sekitar
saluran eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel ditelinga
tengah terkumpul dibelakang gendang telinga. Jika lendir bertambah
banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-
tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di
telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 desibel ( bisikan halus). Namun cairan yang
lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45
desibel ( kisaran pembicaraan normal ). Selain itu telinga juga akan
terasa nyeri. Dan paling berat , cairan yang terlalu banyak tersebut
akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

D. Pathway
E. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan Medis Farmakologi
Penatalaksanaan OMA disesuaikan dengan hasil pemeriksaan dan
stadiumnya :
a. Stadium oklusi tuba
1). Berikan antibiotik selama 7 hari :
2). Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x
3). Amoksisilin : Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3
4). Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x
5). Obat tetes hidung nasal dekongestan
6). Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi
7). Antipiretik

b. Stadium hiperemis
1). Berikan antibiotik selama 10 – 14 hari
2). Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4 x
sehari
3). Amoksisilin : Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 3 x
sehari
4). Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4 x
sehari

c. Stadium supurasi
1). Segera rawat apabila ada fasilitas perawatan.
2). Berikan antibiotika ampisilin atau amoksisilin dosis tinggi
parenteral selama 3 hari. Apabila ada perbaikan dilanjutkan dengan
pemberian antibiotik peroral selama 14 hari.
3). Bila tidak ada fasilitas perawatan segera rujuk ke dokter spesialis
THT untuk dilakukan miringotomi.

2. Penatalaksanaan Non Farmakologi


1). Terapi bedah
Walaupun observasi yang hati-hati dan pemberian obat merupakan
pendekatan pertama dalam terapi OMA, terapi pembedahan perlu
dipertimbangkan pada anak dengan OMA rekuren, otitis media efusi
(OME), atau komplikasi supuratif seperti mastoiditis dengan osteitis.
Beberapa terapi bedah yang digunakan untuk penatalaksanaan OMA
termasuk timpanosintesis, miringotomi, dan adenoidektomi.
a. Timpanosintesis
Pengambilan cairan dari telinga tengah dengan menggunakan
jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur ini
adalah perforasi kronik membran timpani, dislokasi tulang-
tulang pendengaran, dan tuli sensorineural traumatik, laserasi
nervus fasialis atau korda timpani. Timpanosintesis dapat
mengidentifikasi patogen pada 70-80% kasus. Walaupun
timpanosintesis dapat memperbaiki kepastian diagnostic untuk
OMA, tapi tidak memberikan keuntungan terapi dibanding
antibiotik sendiri. Timpanosintesis merupakan prosedur yang
invasif, dapat menimbulkan nyeri, dan berpotensi menimbulkan
bahaya sebagai penatalaksanaan rutin.
b. Miringotomi
Tindakan ini diperlukan lampu kepala yang terang, corong telinga
yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil
dan steril. Miringotomi hanya dilakukan pada kasus-kasus terpilih
dan dilakukan oleh ahlinya. Disebabkan insisi biasanya sembuh
dengan cepat (dalam 24-48 jam), prosedur ini sering diikuti
dengan pemasangan tabung timpanostomi untuk ventilasi ruang
telinga tengah. Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya
komplikasi supuratif, otalgia berat, gagal dengan terapi antibiotik,
pasien imunokompromis, neonatus, dan pasien yang dirawat di
unit perawatan intensif.
c. Adenoidectomy
Operasi prosedur bedah yang dilakukan untuk mengeluarkan
jaringan adenoid yang membengkak yang diakibatkan oleh
munculnya infeksi. Peristiwa ini kerap terjadi diarea belakang
saluran pernafasan. Kelenjar adenoid memproduksi anatibodi
guna melawan terhadap adanya penularan yang masuk. Baik
melalui mulut maupun hidung, bila kelenjar adenoid
membengkak, maka dapat menebabkan munculna infeksi di area
sekitar telinga, saluran Eustachius tersumbat dan menhambat
lajunya pernafasan

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OTOTITIS

A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan langkah awal dalam proses keperawatan.
Fase ini sangat penting dan penting untuk fase selanjutnya. Data yang
komprehensif dan tervalidasi menentukan keputusan yang akurat dan akurat
dalam diagnosis keperawatan, yang kemudian dimasukkan ke dalam rencana
keperawatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data yang
komprehensif, termasuk data biopsikologi dan psikiatri.(Wati, 2019).
1. Identitas pasien :
Nama pasien, Alamat,umur,tempat tanggal lahir, Riwayat Pendidikan
terakhir, agama
2. Keluhan utama :
Klien dengan Otitis Media Akut datang dengan keluhan nyeri pada
telinga bagian tengah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Biasanya alasan klien Otitis Media Akut datang memeriksakan diri ke
rumah sakit yaitu adanya nyeri pada telinga tengah disertai
terganggunya fungsi pendengaran.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Kaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : tampak lemah atau tidak
b. Kesadaran : compostitis kooperatif, apatis, somnolen, spoor,coma.
c. Tanda-tanda vital :tekanan darah, frekuensi nadi,suhu, pernafasan.
d. Tinggi badan dan berat badan pasien
e. Kepala : kesimetrisan, warna rambut, kebersihan kepala, bentuk
rambut, sakit kepala,
f. Mata : kesimetrisan, konjungtiva anemis, kondisi sklera, perdarahan
subkonjungtiva, pupil isokor/anisokor,refleks Cahaya.
g. Hidung : kesimetrisan, mukosa hidung, fungsi penciuman
h. Telinga : kesimetrisan, fungsi pendengaran
1. Otoskopi
a. Perhatikan adanya lesi pada telinga luar
b. adanya oedema pada membran tympani Periksa adanya pus dan
ruptur pada membran tympani
c. Amati perubahan warna yang mungkin terjadi pada membran
tympani
2. Tes bisik
Dengan menempatkan klien pada ruang yang sunyi, kemudian
dilakukan tes bisik, pada klien dengan OMA dapat terjadi
penurunan pendengaran pada sisi telinga yang sakit.
3. Tes garputala
a. Tes Rinne : Pada uji rinne didapatkan hasil negative
b. Tes Weber : Pada tes weber didapatkan lateralisasi ke arah telinga
yang sakit
c. Mulut : kesimetrisan mukosa mulut, kebersihan mulut, keadaan
gigi
d. Leher : kesimetrisan, adanya pembesaran kelenjar getah bening,
pembesaran tiroid, distensi vena jugularis
e. Thoraks : Pergerakan dinding dada P: taktil primitus simetris P:
Sonor A: Bunyi napas vesikuler, bunyi napas tambahan l.
Abdomen I: Kesimetrisan A: Suara bising usus P: Terdapat
bunyi timpani P: Pembesaran hepar, nyeri tekan
f. Genetalia : pada laki laki apakah testus turun ke dalam skrotum
dan pada Perempuan apakah labia minora tetuntun ke labia
mayora
g. Integument : akral, mukosa terlihat pucat atau kering
h. Ekstermitas : warna kuku, nyeri ekstermitas, tonus otot
6. Pola Persepsi &Manajemen Kesehatan (keluarga)
a. Tanyakan kepada klien/keluarga pendapatnya mengenai kesehatan
dan penyakit. Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau
menunggu sampai penyakit tersebut menggangguaktivitas pasien.
b. Tanyakan tentang penggunaan obat-obat tertentu (misalnya
antidepresan trisiklik,antihistamin, fenotiasin, inhibitor monoamin
oksidase ( MAO), antikolinergik danantispasmotik dan obat
antiparkinson.
c. Tanyakan tentang penggunaan alcohol, dan tembakau untuk
mengetahui gaya hidup klien
7. Pola Nutrisi & Metabolik
a. Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi,
siang dan malam )
b. Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah,
pantangan atau alergi
c. Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
d. Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan
sayur sayuran yang mengandung vitamin antioksidant
8. Pola Eliminasi
a. Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan
karakteristiknya
b. Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah
penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi.
9. Pola Aktivitas & Latihan
a. Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan. Klien akan mengalami kesulitan atau keterbatasan
dalam beraktivitas sehubungan dengan luas lapang pandangnya yang
berkurang dan kekeruhan pada matanya akibat dari glaukoma
yangdideritanya.
b. Kekuatan Otot : Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan
ototnya karena yang terganggu adalah pendengarannya.
c. Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
10. Pola Istirahat – Tidur
a. Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
b. Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah
istirahat/tidur yang berhubungan dengan gangguan pada telinganya
c. Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa
segar atau tidak?
11. Pola Kognitif – Perseps
a. Kaji status mental klien
b. Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam
memahami sesuatu
c. Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara
klien. Identifikasi penyebab kecemasan klien
d. d)Pendengaran : menuru karena masuknya bakteri patogenik ke
dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril.
e. Penglihatan : Baik, biasanya klien yang mengalami gangguan
pendengaran, tidak berpengaruh terhadap penglihatannya.
f. Kaji apakah klien mengalami vertigo
g. Kaji nyeri : Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan / atau mata
berair. Nyeri tiba-tiba /berat menetap atau tekanan pada atau sekitar
mata, dan sakit kepala
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pendengaran
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologi (D.0077)
3. Hipertermi b.d proses infeksi (D.0130)
C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Setelah dilakukan Manajemen halusinasi (L.09288):


Gangguan Persepsi
Tindakan keperawatan Observasi :
Sensori (D.0085) b.d
selama ...x24 jam a. Monitor perilaku yang mengindikasi
Gangguan Pendengaran
diharapkan Gangguan halusinasi
Persepsi Sensori b. Monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas
b.d Gangguan dan stimulasi lingkungan
Pendengaran membaik c. Monitor isi halusinasi
Dengan kriteria hasil: Terapeutik :
1. Verbalisasi mendengar a. Pertahankan lingkungan yang aman
bisikan menurun b. Lakukan Tindakan keselamatan ketika tidak
2. Verbilisasi melihat dapat mengontrol prilaku.
bayangan menurun c. Diskusikan perasaan dan respon terhadap
3. Verbilisasi merasakan halusinasi
sesuatu melalui indra d. Hindari perdebatan tentang validitas halusinasi
perabaan menurun Edukasi
4. Verbalisasi merasakan
a. Anjurkan memonitor sendiri situasi
sesuatu melalui indra
terjadinya halusinasi
penciuman menurun
b. Anjurkan bicara pada orang yang percaya
5. Verbalisasi merasakan
untuk memberi dukungan dan umpan
sesuatu melalui indra
baik korektif terhadap halusinasi
pengecapan menurun
c. Anjurkan melakukan distraksi
6. Distorsi
d. Ajarkan pasien dan keluarga cara
sensori menurun
mengontrol halusinasi
7. Perilaku halusinasi menurun
Kolaborasi
8. Respon sesuai stimulus
a. Kolaborasi pemberian obat antipsikoti dan
membaik
antiansietas,jika perlu
9. Konsentrasi membaik
9. Orientasi membaik
Setelah dilakukan Manajemen nyeri (L.08238)
Nyeri Akut (D.0077) b.d Observasi :
Tindakan keperawatan
Pecendera Fisiologi
selama ...x24 jam a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
diharapkan Nyeri akut untuk mengurangi nyeri.
b.d agen pencedera b. Control lingkungan nyeri memerberat
fisiologi Menurun Dengan nyeri
c. Fasiltasi istirahat dan tidur
kriteria hasil:
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
1. Keluhan nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
menurun nyeri.
Terapeutik:
2. Meringis menurun b. Sediakan lingkungan yang dingin
3. Sikap protekif c. Longgarkan atau lepaskan pakaian
menurun d. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Gelisah menurun e. Berikan cairan oral
5. Kesulitan tidur menurun
6. Frekuensi nadi menurun f. Ganti linen setiap hari atau lebih sering
jika mengalami hiperhidrosis(keringat
berlebih)
g. Lakukan pendinginan
h. Eksternal(mis.selimut hipotermia atau
kompres dingin pada
dahi,leher,dada,abdomen,aksila)

Edukasi:
a. Jelaskan penyebab, periode dan
b. pemicu nyeri
c. Jelaskan strategi meerdakan nyeri
d. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.

Kolaborasi :
Kolaborasi penverian anelgetik
Setelah dilakukan Manajemen hipertermia
Hipertermi b.d proses (L.15506)
Tindakan keperawatan
infeksi ( D. 0130 ) Observasi
selama ...x24 jam
diharapkan Hipertermi b.d a. Identifikasi penyebab hipertermia

proses infeksi ( D. 0130 ) b. Monitor suhu tubuh

membaik c. Monitor kadar elektralit

Dengan kriteria hasil : d. Monitor keluaran urine

4. Menggigil menurun Terapeutik


5. Suhu tubuh membaik a. Sediakan lingkungan yang dingin
6. Suhu kulit membaik b. Longgarkan atau lepaskan pakaian
7. Kejang menurun c. Basahi dan kipasi seluruh tubuh
8. Pucat menurun d. Berikan cairan oral
e. Hindari pemberian antiseptik atau aspirin
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian kegiatan yang
dilkaukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah satatus
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Hidayat, 2021).
Berdasarkan kasus kelolaan pemberian ekstrak sambiloto pada kasus
kelolaan sudah dapat diberikan dengan baik tanpa penolakan pada tubuh
pasien. Menurut (Seri Rizki Fauziah, 2019) Implementasi keperawatan
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan.

Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait


dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi,
pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah
kesehatan yang muncul dikemudian hari.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan keperawatan antara lain:

1) Kemampuan intelektual, teknikal, dan interpersonal.


2) Kemampuan menilai data baru.
3) Kreativitas dan inovasi dalam membuat modifikasi rencana tindakan.
4) Penyesuaian selama berinteraksi dengan klien.
5) Kemampuan mengambil keputusan dalam memodifikasi pelaksanaan.
6) Kemampuan untuk menjamin kenyamanan dan keamanan serta
efektivitas tindakan.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya (Krismonita, 2021).
Evaluasi keperawatan bertujuan untuk mungukur keberhasilan dari
rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam
memenuhi kebutuhan klien dan untuk melihat kemampuan klien dalam
mecapai tujuan (Hidayat, 2021).

Evaluasi keperawatan dilakukan berdasarkan acuan teori komponen SOAP


yaitu S (subjektif) adalah keluhan pasien yang masih dirasakan setelah
dilakukan tindakan keperawatan, O (objektif) adalah suatu data 22 yang
berdasarkan hasil pengukuran dan hasil observasi perawat secara langsung
pada pasien setelah diberikan perlakuan atau tindakan asuhan
keperawatan, A (assessment) adalah interpretasi makna data subjektif dan
objektif untuk menilai tujuan yang telah ditetapkan dalam intervensi
keperawatan yaitu tercapai/ tercapai sebagian/ tidak tercapai. Tujuan
tercapai jika pasien mampu menunjukkan perilaku sesuai kondisi yang
ditetapkan pada tujuan keperawatan, tujuan tercapai sebagian jika prilaku
pasien.tidak seluruhnya tercapai sesuai dengan tujuan keperawatan, dan
tujuan tidak tercapai jika pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang
diharapkan sesuai dengan tujuan keperawatan, P (planning) adalah suatu
perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi,
atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya.(Leniwita & Anggraini, 2019).
BAB III

TINJAUAN KASUS

Asuhan keperawatan pada pasien Tn. L. dengan diagnosa Otitis Media Supuratif
Kronis (OMSK) Post Mastoidektomi di Bangsal Anggrek I IRNA I RSUP Dr.
Sardjito dilakukan selama 3 hari mulai tanggal 2 Mei sampai 4 Mei 2019,
dilakukan dengan menggunakan proses keperawatan sesuai SOP mulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Tujuan dari pembahasan ini adalah menerangkan kesenjangan antara kasus nyata
dengan teori yang ada dan hambatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
A. Pengkajian

1. Data Dasar

Tn L Usia 19 tahun,beragama Kristen, suku Batak, pendidikan kuliah, pekerjaan


Mahasiswa, status perkawinan belum menikah, tidak mempunyai anak, dirawat
dengan Diagnosa Otitis Media. Pasien di rawat. Pasien datang ke Poli THT pada
26 April 2019 dengan keluhan telinga kanan dan kiri berair. Namun lebih parah
yang kanan, berdenging. keluar serumen dan cairan berwarna kuning, kepala
pusing, pendengaran berkurang, memberat sejak 4 bulan terakhir (Januari).
Pasien mengatakam telinga kanan masih berdenging, nyeri skala 4, hilang timbul
1 jam sekali, mengeluh pusing, pasien tidak memiliki riwayat alergi.

2. Pemeriksaan Fisik

Status Kesehatan Umum

Keadaan Umum: Baik

Kesadaran: Compos Mentis (E=4, V=5, M=6)

Tanda-tanda Vital

TD: 120/80 mmHg Rr: 20x/ Menit

N:96x/ Menit S:36,6 ‘C


Pemeriksaan Fisik

Mata : simetris, konjungtiva tidak anemis

Hidung: simetris, tidak ada polip hidung, tidak ada sinus

Rambut: hitam, lurus, bersih, tidak ada ketombe

Wajah: wajah tampak simetris

Mulut: mukosa bibir lembab, tidak pucat

Leher: tidak ada pembengkakan kelenjar tirodi

Telinga:

Telinga Kanan:

1. Telinga masih berdenging namun lebih baik dari sebelum operasi

2. Terjadi penurunan pendengaran

3. Nyeri skala 4

4. Saat dilakukan perawatan luka didapatkan rembesan darah pada kassa

5. Terpasang tampon pada luka post operasi di belakang telinga kanan dan di
liang telinga kanan

6. Lukanya terdapat 12 jahitan dan ditutup dengan perban (ada 10 perban kecil
dan 1 perban panjang)

7. Jahitan tampak basah

Telinga Kiri

1. Telinga keluar cairan

2. Terjadi penurunan pendengaran


Thorax/Dada/Jantung

I: tampak simetris, datar, gerakan dada kanan dan kiri sama

P: tidak ada nyeri tekan

P: suara paru sonor, reguler pada ekspansi jantung

A: dada/paru sonor, jantung lupdup

Abdomen

I: abdomen tampak datar, warna sawo matang tidak kemerahan

A: suara peristaltik usus 15 x/menit

P: tidak ada nyeri tekan

P: suara tympani

Perkemihan

I: tidak terpasang kateter urine

P: tidak ada

P: tidak ada nyeri tekan

A: tidak ada

Ekstermitas

Terpasang infus RL 1500 cc/20 tpm ditangan kanan

B. Diagnosa

1. Nyeri Akut b.d Agens cidera fisik

2. Gangguan citra tubuh b.d fungsi tubuh

3. Riseko cedera dengan faktor gangguan pendengaran


DAFTAR PUSTAKA

1. Anita Widiyastuti. Program studi pendidikan profesi ners stikes perintis padang
tahun ajaran 2020 1. Published online 2020.
2. Triswanti N, Wibawa FS, Aprianda G, Adha R, Kedokteran F, Lampung U.
Pendahuluan Metode. 2021;10:7-11.
3. Djamil PA, Himayani R, Ayu PR. Otitis Media Akut: Etiologi, Patofisiologi,
Diagnosis, Stadium, Tatalaksana, dan Komplikasi. J Ilmu Kesehat Indones.
2023;4(1):3-8. doi:10.57084/jiksi.v4i1.1096

Anda mungkin juga menyukai