Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH OTITIS MEDIA AKUT

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan


Medikal Bedah 3
Dosen pembimbing: Sri Wulan Megawati , S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun oleh :
Siti Julaeha 191FK03032

M. Alfi 191FK03034

Sinta Nursari 191FK03038

Erni Risnaeni 191FK03039

Revita Surnarya 191FK03040

Kamaliyah 191FK03136

Dina Novita 191FK03138

Kelompok 1

Kelas C kecil 2A S1- Keperawatan

FAKULTAS KEPERAWATAN PROGRAM STUDI SARJANA


KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS UNIVERSITAS BHAKTI
KENCANA BANDUNG 2021
KATA PENGATAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, Sang pencipta alam semesta
beserta isinya, Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana atas segala limpahan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.

Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah suatu bentuk
tanggung jawab penulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah 3.

Penulis menyadari bahwa penulis hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.
Sehingga sangat wajar jika dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis senantiasa menanti kritik dan saran dalam
upaya evaluasi diri.

Di samping masih banyaknya ketidak sempurnaan penulisan dan penyusunan


makalah. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan hikmah
serta dapat menambah dan memperkaya wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis, dan
pembaca.

Bandung, Mei 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................i
Daftar Isi………………………………………………………………………............ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………….................1
1.2 Rumusan Masalah………………………………..…………………..........2
1.3 Tujuan……………………...………………………………………...........2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi…………………………………………........……………………3
2.2 Patofisiologi………………………………………….........……………....3
2.3 Manifestasi Klinis………………………………………….......………….4
2.4 Etiologi…………………………………………………………………....4
2.5 Klasifikasi…………………………………………………………...….....6
2.6 Pemeriksaan Penunjang………………...……………………………........8
2.7 Penatalaksanaan…………………………………………………….........11
2.8 Komplikasi………………………………………………………...…......14
2.9 Asuhan Keperawatan Menurut Kasus…………………………………....15
BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………........24
4.2 Saran…………………………………………………………...…….......24
Daftar Pustaka. ………………………………………………………………............25

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga
tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Djaafar, Z.A, 2007).
OMA biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan sering mengenai
bayi dan anak-anak. Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak
berhubungan dengan belum matangnya system imun. Pada anak-anak, makin
tinggi frekuensi ISPA, makin besar resiko terjadinya OMA. Bayi dan anak-anak
mudah terkena OMA karena anatomi saluran eustachi yang masih relative pendek,
lebar, dan letaknya lebih horizontal. (Djaafar, Z.A, 2007).
OMA lebih sering terjadi pada kelompok umur yang lebih muda (0 sampai 5
tahun) dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (5 sampai 11 tahun).
Pada umur 6 bulan, sekitar 25% dari semua anak mendapat satu atau lebih episode
OMA. Pada umur 1 tahun gambaran ini meningkat menjadi 62%. Pada umur 3
tahun menjadi 81%. Pada umur 5 tahun menjadi 91%. Setelah umur 7 tahun,
insiden menurun. (Aziz, 2007). Faktor resiko berulangnya episode OMA telah
digambarkan dan termasuk diantaranya ISPA yang terjadi dalam rentan waktu
yang tidak lama. Telah ditemukan bahwa 29-50% dari keseluruhan ISPA (rhinitis,
bronchitis, sinusitis, dll.) bekembang menjadi OMA. Dengan pertimbangan
tingginya insiden ISPA sehingga membuat insiden OMA sudah diperkirakan
sebelumnya. (Revai, et al 2007).
Terjadinya penyakit OMA dijabarkan melalui beberapa tahap yaitu efusi pada
telinga tengah yang akan bekembang menjadi pus yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme disertai tanda-tanda inflamasi akut, demam, othalgia, dan
iritabilitas. (WHO, 2010). Adapun bakteri penyebab otitis media yaitu
Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli,
Streptococcus anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan

1
Pseudomoas aeruginosa. Meskipun sering terjadi, kasus OMA pada anak-anak
umumnya dapat membaik dengan perhatian khusus (watchful waiting) tanpa perlu
diberikan antibiotic tertentu, kecuali terdapat adanya indikasi lain. (Byland, dkk,
2007).
Dari uraian di atas, penulis berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
kejadian OMA yang terjadi pada anak.
(Tarigan, 2017)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi OMA?
2. Bagaimana Patofisiologi OMA?
3. Apa saja Manifestasi klinis OMA?
4. Apa Etiologi OMA?
5. Apa saja Klasifikasi OMA?
6. Apa saja Pemeriksaan penunjang OMA?
7. Bagaimana Penatalaksanaan OMA?
8. Apa saja Komplikasi OMA?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada pasien OMA?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi OMA
2. Untuk mengetahui Patofisiologi OMA
3. Untuk mengetahui Manifestasi klinis dari OMA
4. Untuk mengetahui Etiologi OMA
5. Untuk mengetahui Klasifikasi OMA
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang OMA
7. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Oma
8. Untuk mengetahui Komplikasi dari OMA
9. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan OMA

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Otitis Media adalah infeksi telinga meliputi infeksi saluran telinga luar (Otitis
Eksterna), saluran telinga tengah (Otitis Media), dan telinga bagian dalam (Otitis
Interna). (Rahajoe, N. 2012).
Otitis media ialah radang telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau
anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas. (William, M.
Schwartz., 2004).
Otitis Media adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, S. 2001).
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga
tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Djaafar, Z.A, 2007).

2.2 Patofisiologi

Otitis media akut (OMA) terjadi akibat adanya gangguan pada faktor
pertahanan tubuh. Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama
penyebab terjadinya OMA. Dengan adanya sumbatan yang merusak faktor
pertahanan tubuh sebagai pencegah invasi kuman ke dalam tuba Eustachius maka
terjadi peradangan pada mukosa. Hal ini menyebabkan fungsi tuba Eustachius
terganggu sehingga menyebabkan terjadinya tekanan negatif di dalam telinga
tengah. Pada umumnya pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran napas atas
(ISPA), semakin sering terkena ISPA maka kemungkinan terjadinya OMA
semakin besar (Novertha, 2013).

3
2.3 Manifestasi Klinis

Otitis media akut merupakan inflamasi telinga tengah dengan onset gejala dan
tanda klinis yang cepat, seperti nyeri, demam, anoreksia, iritabel, atau juga
muntah. otitis media yang disertai efusi ditandai dengan ditemukannya efusi
telinga tengah yang asimtomatik. Dari pemeriksaan otoskopi didapatkan gerakan
membran timpani yang menurun, dengan bentuk menjadi cembung, kemerahan
dan keruh menurut Siegel RM and Bien JP , (2004) dalam IKA Unair.

Secara umum, manifestasi klinis yang biasa ditemukan pada pasien dengan
Otitis Media Akut adalah:
1. Othalgia (Nyeri telinga)
2. Demam, batuk, pilek
3. Membran timpani abnormal (sesuai stadium)
4. Gangguan pendengaran
5. Keluarnya secret di dari telinga berupa nanah
6. Anak rewel, menangis, gelisah
7. Kehilangan nafsu makan, dan lain-lain.

2.4 Etiologi

Ada beberapa faktor yang menyebabkan otitis lebih sering terjadi pada anak
dibandingkan dewasa. Tuba eustakius anak berbeda dibandingkan dengan orang
dewasa yakni tuba eustakius anak lebih horizontal dan lubang pembukaan tonus
tubarius dikelilingi oleh folikel limfoid yang banyak jumlahnya. Adenoid pada
anak dapat mengisi nasofaring, sehingga secara mekanik dapat menyumbat lubang
hidung dan tuba eustakius serta dapat berperan sebagai fokus infeksi pada tuba.
Tuba eustakius secara normal tertutup pada saat menelan. Tuba eustakius
melindungi telinga tengah dari sekresi nasofaring, drainase sekresi telinga tengah,
dan memungkinkan keseimbangan tekanan udara dengan tekanan atmosfer dalam

4
telinga tengah. Obstruksi mekanik ataupun fungsional tuba eustakius dapat
mengakibatkan efusi telinga tengah. Obstruksi mekanik intrinsik dapat terjadi
akibat dari infeksi atau alergi dan obstruksi ekstrinsik akibat adenoid atau tumor
nasofaring.

Obstruksi fungsional dapat terjadi karena jumlah dan kekakuan dari kartilago
penyokong tuba. Obstruksi fungsional ini lazim terjadi pada anak-anak. Obstruksi
tuba eustakius mengakibatkan tekanan telinga tengah menjadi negatif dan jika
menetap mengakibatkan efusi transudat telinga tengah. Bila tuba eustakius
mengalami obstruksi tidak total, secara mekanik, kontaminasi sekret nasofaring
dari telinga dapat terjadi karena refluks (terutama bila membran timpani
mengalami perforasi), karena aspirasi, atau karena peniupan selama menangis atau
bersin. Perubahan tekanan atau barotrauma yang cepat juga dapat menyebabkan
efusi telinga tengah yang bersifat hemoragik. Bayi dan anak kecil memiliki tuba
yang lebih pendek dibandingkan dewasa, yang mengakibatkannya lebih rentan
terhadap refluks sekresi nasofaring.

Faktor lain yaitu respon imun bayi yang belum sempurna. Infeksi saluran nafas
yang berulang juga sering mengakibatkan otitis media melalui inflamasi dan
edema mukosa dan penyumbatan lumen tuba eustakius. Kuman yang sering
menyebabkan otitis media diantaranya Streptococcus pneumonia, Haemophilus
influenzae, dan Moraxella catarrhalis, Menurut Siegel RM and Bien JP (2004)
dalam IKA Unair .

5
2.5 Klasifikasi

Otitis Media Supuratif


Akut/Otitis Media
Akut
Otitis Media Supuratif

Otitis Media Supuratif


Kronik

Otitis Media Adhesiva

Otitis Media
Otitis Media Spesifik
Otitis Media Serosa
Akut

Otitis Media Serosa


(Non Supuratif)
Otitis Media Serosa
Kronik

1. Berdasarkan Gejala
1. Otitis Media Supuratif :
a. Otitis Media Supuratif Akut/Otitis Media Akut
Proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara
cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang
disertai dengan gejala lokal dan sistemik.(Munilson, Jacky.
Et al.)
b. Otitis Media Supuratif Kronik
Infeksi kronik telinga tengah disertai perforasi membran
timpani dan keluarnya sekret yang apabila tidak ditangani
dengan tepat akan membuat progresivitas penyakit semakin
bertambah.
c. Otitis Media Adhesiva: Keadaan terjadinya jaringan fibrosis di
telinga tengah sebagai akibat proses peradangan yang berlangsung
lama
d. Otitis Media Non Supuratif / Serosa

6
e. Otitis Media Serosa Akut

Keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-


tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba.

f. Otitis Media Serosa Kronik

Pada keadaan kronis sekret terbentuk secara bertahap tanpa


rasa nyeri dengan gejala – gejala pada telinga yang
berlangsung lama. Terjad sebagai gejala sisa dari otitis
media akut yang tidak sembuh sempurna.

2. Berdasarkan Perubahan Mukosa


1. Stadium Oklusi

Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani


akibat tekanan negatif telinga tengah. Membran timpani kadang
tampak normal atau berwarna suram.

2. Stadium Hiperemis

Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang meleba disebagian


atau seluruh membran timpani, membran timpani tampak hiperemis
disertai edem.

3. Stadium Supurasi

7
Ditandai dengan edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya
sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum
timpani sehingga membran timpani tampak menonjol (bulging) ke
arah liang telinga luar.

4. Stadium Perforasi

Terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar dari telinga


tengah ke liang telinga.

5. Stadium Resolusi

Membran timpani berangsur normal, perforasi membran timpani


kembali menutup dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan
tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi
walaupun tanpa pengobatan. (Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD.
2007).

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Dalam menegakkan diagnosis OMA terdapat tiga hal yang harus diperhatikan:
1. Penyakit muncul secara mendadak (akut)
2. Ditemukan tanda efusi pada telinga tengah, dengan tanda: menggembungnya
membran timpani(bulging), terbatas atau tidak adanya gerakan membran timpani,

8
adanya bayangan cairan dibelakang membran timpani, dan adanya cairan yang
keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan pada telinga tengah, dengan tanda:
kemerahan pada membran timpani, adanya nyeri telinga yang mengganggu tidur
dan aktivitas

Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan:


1.Otoskopi
Adalah pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop terutama untuk
melihat gendang telinga. Pada otoskopi didapatkan hasil adanya gendang telinga
yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau
agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga
2. Otoskop Pneumatic
Merupakan alat pemeriksaan bagi melihat mobilitas membran timpani pasien
terhadap tekanan yang diberikan. Membrane timpani normal akan bergerak
apabila diberitekanan. Membrane timpani yang tidak bergerak dapat disebabkan
oleh akumulasi cairan didalam telinga tengah, perforasi atau timpanosklerosis.
Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya
diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa
3. Timpanometri
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan
timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas membran
timpani dan rantai tulang pendengaran. Timpanometri merupakan konfirmasi
penting terdapatnya cairan di telinga tengah.Timpanometri juga dapat mengukur
tekanan telinga tengah dan dengan mudah menilai patensi tabung miringotomi
dengan mengukur peningkatan volume liang telinga luar.Timpanometri punya
sensitivitas dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi
tergantung kerjasama pasien. Pemeriksaan dilakukan hanya dengan menempelkan

9
sumbat ke liang telinga selama beberapa detik, dan alat akan secara otomatis
mendeteksi keadaan telinga bagian tengah.

4. Timpanosintesis
Timpanosintesis diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah,
bermanfaat pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau pada
imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani,
dengan analgesia lokal untuk mendapatkan sekret dengan tujuan pemeriksaan dan
untuk menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk mengidentifikasi
patogen yang spesifik.
5. Uji Rinne
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara
telinga pasien.
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid (hantaran
tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian dipindahkan ke depan
telinga sekitar 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak
terdengar disebut Rinne negatif (-)
6. Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan
telinga kanan.
Langkah:

10
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di verteks,
dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila bunyi penala
terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga
tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih
keras disebut Weber tidak ada lateralisasi
7. Uji Swabach
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Langkah:
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai
tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus
mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih
dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat
mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan
pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat
mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa
kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan
pemeriksa.

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan glaukoma menurut Infodatin Kemenkes RI (2014)

1. Terapi medikamentosa

Tujuannya adalah menurunkan TIO terutama dengan menggunakan obat


sistemik (obat yang mempengaruhi seluruh tubuh)

2. Terapi obat-obatan

11
Terapi ini tidak diberikan pada kasus yang sudah lanjut. Terapi awal yang
diberikan adalah penyekat beta (timolol, betaxolol, levobunolol, carteolol, dan
metipranolol) atau simpatomimetik (adrenalin dan depriverin). Untuk mencegah
efek samping obat diberikan dengan dosis terendah dan frekuensi pemberiannya
tidak boleh terlalu sering. Miotikum (pilocarpine dan carbachol) meski merupakan
antiglaukoma yang baik tidak boleh digunakan karena efek sampingnya.

a. obat sistemik

- Inhibitor karbonik anhidrase.

Pertama diberikan secara intravena (acetazolamide 500mg) kemudian diberikan


dalam bentuk obat minum lepas lambat 250mg 2x sehari.

- Agen hiperosmotik.

Macam obat yang tersedia dalam bentuk obat minum adalah glycerol dan
isosorbide sedangkan dalam bentuk intravena adalah manitol. Obat ini diberikan
jika TIO sangat tinggi atau ketika acetazolamide sudah tidak efektif lagi.

- Untuk gejala tambahan dapat diberikan anti nyeri dan anti muntah.

b. obat tetes mata local

- Penyekat beta

Macam obat yang tersedia adalah timolol, betaxolol, levobunolol, carteolol, dan
metipranolol. Digunakan 2x sehari, berguna untuk menurunkan TIO.

- Steroid (prednison)

Digunakan 4x sehari, berguna sebagai dekongestan mata. Diberikan sekitar 30-40


menit setelah terapi sistemik.

· Miotikum

12
Pilokarpin 2% pertama digunakan sebanyak 2x dengan jarak 15 menit kemudian
diberikan 4x sehari. Pilokarpin 1% bisa digunakan sebagai pencegahan pada mata
yang lainnya 4x sehari sampai sebelum iridektomi pencegahan dilakukan.

3. Terapi Bedah

- iridektomi perifer. Digunakan untuk membuat saluran dari bilik mata belakang
dan depan karena telah terdapat hambatan dalam pengaliran humor akueus. Hal ini
hanya dapat dilakukan jika sudut yang tertutup sebanyak 50%.

- Trabekulotomi (Bedah drainase). Dilakukan jika sudut yang tertutup lebih dari
50% atau gagal dengan iridektomi.

4. Glaukoma Kronis

Merupakan glaukoma yang terjadi perlahan-lahan dengan ciri-ciri:

- Kerusakan seraf optikus glaukomatosa

- Kerusakan lapangan pandang glaukomatosa

- TIO beberapa kali berulang lebih tinggi dari 21 mmHg

- Usia dewasa

- Sudut bilik mata depan terbuka dan terkesan normal

- Tidak adanya penyebab sekunder lainnya

13
2.8 Komplikasi

Komplikasi dari otitis media akut bervariasi dari ringan sampai berat. Efusi
pada telinga tengah yang berhubungan dengan otitis media akut atau otitis media
dengan efusi bisa menyebabkan kehilangan pendengaran yang bersifat sementara
atau permanen. Kehilangan pendengaran lebih sering tipe konduktif tapi bisa juga
tipe sensorineural pada kasus langka. Pada anak-anak dengan efusi yg menetap
memiliki nilai pada tes kemampuan berbicara, bahasa, dan kognitif yang lebih
rendah dibandingkan yang tidak terdapat efusi (Cunningham dkk., 2012). Perforasi
dari membran timpani dapat terjadi pada otitis media akut.

Kondisi ini disebabkan oleh tekanan dari efusi telinga tengah yang
menyebabkan iskemia tengah, nekrosis, dan menyusul perforasi membran
(Cunningham dkk., 2012). Perluasan infeksi dari telinga tengah pada otitis media
bisa mengenai struktur di sekitarnya yang dapat menyebabkan komplikasi yang
serius seperti mastoiditis, labyrinthitis, dan petrositis. Komplikasi intrakranial
seperti meningitis, epidural abcess, brain abcess, lateral sinus thrombosis,
cavernous sinus thrombosis, subdural empyema, dan carotid artery thrombosis
(Cunningham dkk, 2012).

14
2.9 Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus

Kasus

Seorang anak laki-laki usia 7 tahun dibawa ke poli THT karena mengeluh nyeri
pada telinga sebelah kiri. Ibu klien mengatakan anaknya sering memegang dan
menarik-narik telinga kirinya. Selain itu, klien sering gelisah ketika tidur dan tiba-
tiba menjerit ketika tidur. TTV: Suhu 40 C, Nadi 70x/menit, TD: 100/90 mmHg,
RR: 32x/menit. Ibu klien mengatakan anak sering mengalami ISPA yang suka
kambuh. Pada pemeriksaan menggunakan otoskop, terlihat bulging pada
membrane tympani, edema, hancurnya epitel superficial telinga dan ada eksudat
berbentuk purulent di kavum tympani. Dokter mengajukan si anak dilakukan
irigasi telinga dan diberikan tetes telinga.

FORMAT DOKUMENTASI ILMU KEPERAWATAN

MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN An. L (USIA 7 TAHUN) DENGAN PENYAKIT


OTITIS MEDIA AKUT STADIUM SUPUSURASI ATAU OTITIS MEDIA
SUPURATIF AKUT

DIRUANG……………RS:

A. Pengkajian
I. Identitas Klien Dan Keluarga (Penanggung Jawab)
a. Identitas Klien
Nama : An

15
Umur : 7 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama :-
Pendidikan :-
Alamat :-
No. medrek :-
Dx. Medis : Otitis Media Akut
Tanggal Masuk :-
Tanggal Pengkajian : 27 Mei 2021

b. Penanggung Jawab
Nama :-
Umur :-
Pekerjaan :-
Hub. Dengan Klien : Ibu

II. Alasan Datang Ke Rumah Sakit


An. L mengeluh nyeri pada telinga sebelah kiri, gelisah ketika tidur dan
tiba-tiba menjerit ketika tidur
III. Keluhan Utama
An. L mengeluh nyeri pada telinga sebelah kiri
IV. Riwayat Penyakit Sekarang
mengeluh nyeri pada telinga sebelah kiri, gelisah ketika tidur dan tiba-tiba
menjerit ketika tidur
V. Riwayat Penyakit Terdahulu
An. L mengalami ISPA
VI. Kebiasaan
Sering memegang dan menarik-narik telinga kirinya
VII. Riwayat Keluarga

16
Tidak terkaji
VIII. Riwayat Alergi
Tidak terkaji
IX. Pola Pengetahuan
Tidak terkaji
X. Pemeriksaan Fisik
1. Penampilan Umum
Terlihat bulging pada membrane tympani, edema, hancurnya epitel
superficial telinga dan ada eksudat berbentuk purulent di kavum
tympani
2. Tanda-tanda Vital
a. Tekanan darah : 100/90 mmHg
b. Pernafasan : 32x/menit
c. Nadi : 70x/menit
d. Suhu : 40 C
e. Berat badan :-
f. Tinggi badan :-
g. IMT :-
h. Berat badan ideal :-
3. Kepala dan leher
a. Kepala
a) Mata: tidak terkaji
b. Pendengaran
Terlihat bulging pada membrane tympani, edema, dan hancurnya
epitelsuperficial telinga dan ada eksudat berbentuk purulent di
kavum tympani
c. Hidung
Tidak terkaji
d. Tenggorokan dan mulut

17
Tidak terkaji
4. Sistem Kardiovaskuler
Tidak terkaji
5. Respirasi
Tidak terkaji
6. Sistem Pencernaan
Tidak terkaji
7. Sistem muskuloskletal
Tidak terkaji
8. Integument
Tidak terkaji
9. Sistem perkemihan
Tidak terkaji
10. Sistem endokrin
Tidak terkaji
11. Sistem reproduksi
Tidak terkaji
12. Sistem neurologis
Tidak terkaji
13. Pola Aktivitas
No Pola Aktivitas Sebelum Masuk Rs Sesudah Masuk
Rs

1. Nutrisi

 Makan - -
 Minum
2. Eliminasi - -

18
 Buang air kecil
(BAK)
 Buang air besar
(BAB)
3. Olahraga dan aktivitas - -

4. Istirahat dan tidur - -

5. Pola interaksi sosial - -

6. Kegiatan keagamaan dan - -


sosial

7. Keadaan psikologis selama - -


sakit

XI. Data Laboratorium


Ureum :-
Kreatinin : -
Hb :-
XII. Analisa Data
No Data Senjang Etiologi Masalah Keperawatan

1. DS Nyeri akut

- Klien mengeluh nyeri pada Agen pencedera fisik


telinga sebelah kiri
DO:

- Gelisah

19
- Terlihat bulging pada
membrane tympani
- Edema
- Hancurnya epitel superficial
telinga
- Eksudat berbentuk purulent di
kavum tympani
2. DS Hipetermia

- Ibu mengatakan anak sering


mengalami ispa
Proses Penyakit
DO

Ttv

- Suhu : 40 C

XIII. Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik ditandai dengan mengeluh nyeri,
dan gelisah
2. Hipertermia b.d proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh di atas
normal
XIV. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Keperawatan (SLKI) Keperawatan

1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri


pencedera fisik keperawatan selama 3x24

20
ditandai dengan jam diharapkan tingkat Observasi:
mengeluh nyeri, nyeri menurun dengan
1. Identifikasi
gelisah kriteria hasil:
lokasi,
- Keluhan nyeri karakteristik,
menurun durasi,
- Gelisah menurun frekuensi,
kualitas,
intensitas
nyeri
2. Identifikasi
skala nyeri
Teraputik:

1. Berikan
teknik
relaksasi
napas dalam
untuk
mengurangi
rasa nyeri
2. Kontrol
lingkungan
yang
memperberat
rasa nyeri
3. Fasilitas
istirahat dan
tidur

21
Edukasi:

1. Jelaskan
penyebab,
dan pemicu
nyeri
2. Ajarkan
teknik
relaksasi
nafas dalam
untuk
mengurangi
rasa nyeri
3. Anjurkan
menggunakan
ibuprofen
secara tepat
Kolaborasi:

1. Kolaborasi
pemberian
ibuprofen
2. Hipertermia b.d proses Setelah dilakukan tindakan Manajemen
penyakit ditandai keperawatan selama 3x24 hipertermia
dengan suhu tubuh jam diharapkan
Observasi:
diatas normal termoregulasi membaik
dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi
penyebab
- Suhu tubuh
hipertermia
membaik

22
2. Monitor suhu
tubuh
Terapeutik:

1. Longgarkan
atau lepaskan
pakaian
2. Berikan
cairan oral
3. Lakukan
pendinginan
eksternal
(kompres)
Edukasi:

1. Anjurkan
tirah baring
Kolaborasi:

Pemberian obat
ibuprofen.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau


seluruh telinga tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid yang
disebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah.
Bakteri penyebab otitis media antara lain Staphylococcus aureus,
Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus
anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas
aeruginosa. Terdapat 5 stadium dalam OMA yaitu stadium oklusi, stadium
hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi, dan stadium resolusi. OMA
biasa terjadi terutama pada bayi atau anak karena anatomi saluran eustachi yang
masih relatif pendek, lebar, dan letaknya lebih horizontal.

3.2 Saran

Sebagai penulis, kami menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan
dan sangat jauh dari kesempurnaan.

Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada


sumber yang dipertanggungjawabkan nantinya.

Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca yang bersifat membangun.

24
DAFTAR PUSTAKA

(Tarigan, 2017)Tarigan, P. B. (2017). Bab Ii Tinjauan Pustaka Kehamilan. Jurnal


Kebidanan, 53(9), 1689–1699.

Wihardji, T. A. (2020). Laporan Pendahuluan Otitis Media Akut.

Alimul Aziz H, 2007. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data.
Jakarta : Salemba Medika
Bylander, A., dkk. 2007. Journal of Children Microbiology
Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Revai, R, et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating
Upper Respiratory Tract Infection. Journal of The American Academy Pediatrics
Rahajoe, N. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI

25

Anda mungkin juga menyukai